Anda di halaman 1dari 12

Farmakologi Klinik Anestesi Inhalasi

Nitrous Oksida (N2O)


Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat dari udara,
serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan dengan zat anestetik
yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan dalam bentuk cair dalam tekanan
tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen anestetik inhalasi lain.
Efek terhadap Sistem Organ
Efek terhadap kardiovaskular dapat dijelaskan melalui tendensinya dalam menstimulasi
sistem simpatis. Meski secara in vitro gas ini mendepresikan kontraktilitas otot jantung,
namun secara in vivo tekanan darah arteri, curah jantung, serta frekuensi nadi tidak
mengalami perubahan atau hanya terjadi sedikit peningkatan karena adanya stimulasi
katekolamin, sehingga peredaran darah tidak terganggu (kecuali pada pasien dengan penyakit
jantung koroner atau hipovolemik berat).
Efek terhadap respirasi dari gas ini adalah peningkatan laju napas (takipnea) dan
penurunan volume tidal akibat stimulasi Sistem Saraf Pusat (SSP). N 2O dapat menyebabkan
berkurangnya respons pernapasan terhadap CO 2 meski hanya diberikan dalam jumlah kecil,
sehingga dapat berdampak serius di ruang pemulihan (pasien jadi lebih lama dalam keadaan
tidak sadar).
Efek terhadap SSP adalah peningkatan aliran darah serebral yang berakibat pada sedikit
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). N2O juga meningkatkan konsumsi oksigen serebral.
Efek terhadap neuromuskular tidak seperti agen anestetik inhalasi lain, di mana N 2O tidak
menghasilkan efek relaksasi otot, malah dalam konsentrasi tinggi pada ruangan hiperbarik,
N2O menyebabkan rigiditas otot skeletal.
Efek terhadap ginjal adalah penurunan aliran darah renal (dengan meningkatkan
resistensi vaskular renal) yang berujung pada penurunan laju filtrasi glomerulus dan jumlah
urin. Efek terhadap hepar adalah penurunan aliran darah hepatik (namun dalam jumlah yang
lebih ringan dibandingkan dengan agen inhalasi lain). Efek terhadap gastrointestinal adalah
adalanya mual muntah pascaoperasi, yang diduga akibat aktivasi dari chemoreceptor trigger
zone dan pusat muntah di medula. Efek ini dapat muncul pada anestesi yang lama.
Biotransformasi dan Toksisitas
N2O sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang kurang kuat sehingga kini
hanya dipakai sebagai adjuvan atau pembawa anestetik inhalasi lain karena
kesukarlarutannya ini berguna dalam meningkatkan tekanan parsial sehingga induksi dapat
lebih cepat (setelah induksi dicapai, tekanan parsial diturunkan untuk mempertahankan
anestesia). Dengan perbandingan N2O:O2 = 85:15, induksi cepat dicapai tapi tidak boleh
terlalu lama karena bisa mengakibatkan hipoksia (bisa dicegah dengan pemberian O 2 100%
setelah N2O dihentikan). Efek relaksasi otot yang dihasilkan kurang baik sehingga
dibutuhkan obat pelumpuh otot. N2O dieksresikan dalam bentuk utuh melalui paru-[aru dan
sebagian kecil melalui kulit.
Dengan secara ireversibel mengoksidasi atom kobalt pada vitamin B 12, N2O
menginhibisi enzim yang tergantung pada vitamin B 12, seperti metionin sintetase yang
penting untuk pembentukan myelin, serta thimidilar sintetase yang penting untuk sintesis
DNA. Pemberian yang lama dari gas ini akan menghasilkan depresi sumsum tulang (anemia
megaloblastik) bahkan defisiensi neurologis (neuropati perifer). Oleh karena efek
teratogeniknya, N2O tidak diberikan untuk pasien yang sedang hamil (terbukti pada hewan
coba, belum diketahui efeknya pada manusia).
Interaksi Obat
Kombinasinya dengan agen anestetik inhalasi lain dapat menurunkan MAC agen
inhalasi tersebut sampai 50%, contohnya halotan dari 0,75% menjadi 0,29% atau enfluran
dari 1,68% menjadi 0,6%.
Halotan
Merupakan alkana terhalogenisasi dengan ikatan karbon-florida sehingga bersifat tidak
mudah terbakar atau meledak (meski dicampur oksigen). Halotan berbentuk cairan tidak
berwarna dan berbau enak. Botol berwarna amber dan pengawet timol berguna untuk
menghambat dekomposisi oksidatif spontan. Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek
analgesia lemah, di mana induksi dan tahapan anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien
akan segera bangun setelah anestetik dihentikan. Gas ini merupakan agen anestestik inhalasi
paling murah, dan karena keamanannya hingga kini tetap digunakan di dunia.
Efek terhadap Sistem Organ
2 MAC dari halotan menghasilkan 50% penurunan tekanan darah dan curah jantung.
Halotan dapat secara langsung menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh darah serta
menurunkan aktivitas saraf simpatis. Penurunan tekanan darah terjadi akibat depresi langsung
pada miokard dan penghambatan refleks baroreseptor terhadap hipotensi, meski respons
simpatoadrenal tidak dihambat oleh halotan (sehingga peningkatan PCO 2 atau rangsangan
pembedahan tetap memicu respons simpatis). Makin dalam anestesia, makin jelas turunnya
kontraksi miokard, curah jantung, tekanan darah, dan resistensi perifer. Efek bradikardi
disebabkan aktivitas vagal yang meningkat. Automatisitas miokard akibat halotan diperkuat
oleh pemberian agonis adrenergik (epinefrin) yang menyebabkan aritmia jantung. Efek
vasodilatasi yang dihasilkan pada pembuluh darah otot rangka dan otak dapat meningkatkan
aliran darah.
Efek terhadap respirasi adalah pernapasan cepat dan dangkal. Peningkatan laju napas
ini tidak cukup untuk mengimbangi penurunan volume tidal, sehingga ventilasi alveolar turun
dan PaCO2. Depresi napas ini diduga akibat depresi medula (sentral) dan disfungsi otot
interkostal (perifer). Halotan diduga juga sebagai bronkodilator poten, di mana dapat
mencegah bronkospasme pada asma, menghambat salivasi dan fungsi mukosiliar, dengan
relaksasi otot maseter yang cukup baik (sehingga intubasi mudah dilakukan), namun dapat
mengakibatkan hipoksia pascaoperasi dan atelektasis. Efek bronkodilatasi ini bahkan tidak
dihambat oleh propanolol.
Dengan mendilatasi pembuluh darah serebral, halotan menurunkan resistensi vaskular
serebral dan meningkatkan aliran darah otak, sehingga ICP meningkat, namun aktivitas
serebrum berkurang (gambaran EEG melambat dan kebutuhan O 2 yang berkurang). Efek
terhadap neuromuskular adalah relaksasi otot skeletal dan meningkatkan kemampuan agen
pelumpuh otot nondepolarisasi, serta memicu hipertermia malignan.
Efek terhadap ginjal adalah menurunkan aliran darah renal, laju filtrasi glomerulus, dan
jumlah urin, semua ini diakibatkan oleh penurunan tekanan darah arteri dan curah jantung.
Efek terhadap hati adalah penurunan aliran darah hepatik, bahkan dapat menyebabkan
vasospasme arteri hepatik. Selain itu, metabolisme dan klirens dari beberapa obat (fentanil,
fenitoin, verapamil) jadi terganggu.
Biotransformasi dan Toksisitas
Eksresi halotan utamanya melalui paru, hanya 20% yang dimetabolisme dalam tubuh
untuk dibuang melalui urin dalam bentuk asam trifluoroasetat, trifluoroetanol, dan bromida.
Halotan dioksidasi di hati oleh isozim sitokrom P-450 menjadi metabolit utamanya, asam
trifluoroasetat. Metabolisme ini dapat dihambat dengan pemberian disulfiram. Bromida,
metabolit oksidatif lain, diduga menjadi penyebab perubahan status mental pascaanestesi.
Disfungsi hepatik pascaoperasi dapat disebabkan oleh: hepatitis viral, perfusi hepatik yang
terganggu, penyakit hati yang mendasari, hipoksia hepatosit, dan sebagainya. Penggunaan
berulang dari halotan dapat menyebabkan nekrosis hati sentrolobular dengan gejala
anoreksia, mual muntah, kadang kemerahan pada kulit disertai eosinofilia.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Halotan dikontraindikasikan pada pasien dengan disfungsi hati, atau pernah mendapat
halotan sebelumnya. Halotan sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien dengan massa
intrakranial (kemungkinan adanya peningkatan TIK). Efek depresi miokard oleh halotan
dapat dieksaserbasi oleh agen penghambat adrenergik (seperti propanolol) dan agen
penghambat kanal ion kalsium (seperti verapamil). Penggunaannya bersama dengan
antidepresan dan inhibitor monoamin oksidase (MAO-I) dihubungkan dengan fluktuasi
tekanan darah dan aritmia. Kombinasi halotan dan aminofilin berakibat aritmia ventrikel.

Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Memiliki struktur kimia yang
mirip dengan enfluran, isofluran berbeda secara farmakologis dengan enfluran. Isofluran
berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien menahan
napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana
umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi. Tanda untuk
mengamati kedalaman anestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi
napas, serta peningkatan frekuensi denyut jantung.
Efek terhadap Sistem Organ
Secara in vivo, isofluran menyebabkan depresi kardiak minimal, curah jantung dijaga
dengan peningkatan frekuensi nadi. Stimulasi adrenergik meningkatkan aliran darah otot,
menurunkan resistensi vaskular sistemik,dan menurunkan tekanan darah arteri (karena
vasodilatasi). Dilatasi juga terjadi pada pembuluh darah koroner sehingga dipandang lebih
aman untuk pasien dengan penyakit jantung (dibanding halotan atau enfluran), namun
ternyata dapat menyebabkan iskemia miokard akibat coronary steal (pemindahan aliran darah
dari area dengan perfusi buruk ke area yang perfusinya baik).
Efek terhadap respirasi serupa dengan semua agen anestetik inhalasi lain, yakni depresi
napas dan menekan respons ventilasi terhadap hipoksia, selain itu juga berperan sebagai
bronkodilator. Isofluran juga memicu refleks saluran napas yang menyebabkan hipersekresi,
batuk, dan spasme laring yang lebih kuat dibanding enfluran. Isofluran juga mengganggu
fungsi mukosilia sehingga dengan anestesi lama dapat menyebabkan penumpukan mukus di
saluran napas.
Efek terhadap SSP adalah saat konsentrasi lebih besar dari 1 MAC, isofluran dapat
meningkatkan TIK, namun menurunkan kebutuhan oksigen. Efek terhadap neuromuskular
adalah merelaksasi otot skeletal serta meningkatkan efek pelumpuh otot depolarisasi maupun
nondepolarisasi lebih baik dibandingkan enfluran. Efek terhadap ginjal adalah menurunkan
aliran darah renal, laju filtrasi glomerulus, dan jumlah urin. Efek terhadap hati adalah
menurunkan aliran darah hepatik total (arteri hepatik dan vena porta), fungsi hati tidak
terganggu.
Biotransformasi dan Toksisitas
Isofluran dimetabolisme menjadi asam trifluoroasetat, dan meski kadar fluorida serum
meningkat, kadarnya masih di bawah batas yang merusak sel. Belum pernah dilaporkan
adanya gangguan fungsi ginjal dan hati sesudah penggunaan isofluran. Penggunaannya tidak
dianjurkan untuk wanita hamil karena dapat merelaksasi otot polos uterus (perdarahan
persalinan). Penurunan kewaspadaan mental terjadi 2-3 jam sesudah anestesia, tapi tidak
terjadi mual muntah pascaoperasi.

Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben
dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk
desfluran. Dengan struktur yang mirip isofluran, hanya saja atom klorin pada isofluran
diganti oleh fluorin pada desfluran, sehingga kelarutan desfluran lebih rendah (mendekati
N2O) dengan potensi yang juga lebih rendah sehingga memberikan induksi dan pemulihan
yang lebih cepat dibandingkan isofluran (5-10 menit setelah obat dihentikan, pasien sudah
respons terhadap rangsang verbal). Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat
atau bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme
laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat ¼ kali lebih
poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O.
Efek terhadap Sistem Organ
Efek terhadap kardiovaskular desfluran mirip dengan isofluran, hanya saja tidak seperti
isofluran, desfluran tidak meningkatkan aliran darah arteri koroner. Efek terhadap respirasi
adalah penurunan volume tidak dan peningkatan laju napas. Secara keseluruhan terdapat
penurunan ventilasi alveolar sehingga terjadi peningkatan PaCO2. Efek terhadap SSP adalah
vasodilatasi pembuluh darah serebral, sehingga terjadi peningkatan TIK, serta penurunan
konsumsi oksigen oleh otak. Tidak ada laporan nefrotoksik akibat desfluran, begitu juga
dengan fungsi hati.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Desfluran memiliki kontraindikasi berupa hipovolemik berat, hipertermia malignan,
dan hipertensi intrakranial. Desfluran juga dapat meningkatkan kerja obat pelumpuh otot
nondepolarisasi sama halnya seperti isofluran.

Sevofluran
Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan
kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi
yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran
dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit.
Efek terhadap Sistem Organ
Sevofluran dapat menurunkan kontraktilitas miokard, namun bersifat ringan. Resistensi
vaskular sistemik dan tekanan darah arterial secara ringan juga mengalami penurunan, namun
lebih sedikit dibandingkan isofluran atau desfluran. Belum ada laporan mengenai coronary
steal oleh karena sevofluran. Agen inhalasi ini dapat mengakibatkan depresi napas, serta
bersifat bronkodilator. Efek terhadap SSP adalah peningkatan TIK, meski beberapa riset
menunjukkan adanya penurunan aliran darah serebral. Kebutuhan otak akan oksigen juga
mengalami penurunan. Efeknya terhadap neuromuskular adalah relaksasi otot yang adekuat
sehingga membantu dilakukannya intubasi pada anak setelah induksi inhalasi. Terhadap
ginjal, sevofluran menurunkan aliran darah renal dalam jumlah sedikit, sedangkan terhadap
hati, sevofluran menurunkan aliran vena porta tapi meningkatkan aliran arteri hepatik,
sehingga menjaga aliran darah dan oksigen untuk hati.
Biotransformasi dan Toksisitas
Enzim P-450 memetabolisme sevofluran. Soda lime dapat mendegradasi sevofluran
menjadi produk akhir yang nefrotoksik. Meski kebanyakan riset tidak menghubungkan
sevofluran dengan gangguan fungsi ginjal pascaoperasi, beberapa ahli tidak menyarankan
pemberian sevofluran pada pasien dengan disfungsi ginjal. Sevofluran juga dapat didegradasi
menjadi hidrogen fluorida oleh logam pada peralatan pabrik, proses pemaketannya dalam
botol kaca, dan faktor lingkungan, di mana hidrogen fluorida ini dapat menyebabkan luka
bakar akibat asam jika terkontak dengan mukosa respiratori. Untuk meminimalisasi hal ini,
ditambahkan air dalam proses pengolahan sevofluran dan pemaketannya menggunakan
kontainer plastik khusus.
Kontraindikasi dan Interaksi Obat
Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia maligna, dan
hipertensi intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen anestetik inhalasi lainnya, dapat
meningkatkan kerja pelumpuh otot.
Barbiturat
Anastesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tiada rasa sakit.
Anastesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan,
merintangi rangsangan nyeri (analgesik) serta menimbulkan pelemasan otot
(relaksasi).1
Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan menggunakan obat telah
dilakukan sejah zaman dahulu termasuk pemberian alcohol dan opium secara oral.
Tahun 1846, William morton, di Boston, pertama kali menggunakan obat anastesi
dietil eter untuk menghilangkan nyeri operasi. Pada tahun yang sama, Jame
Simpson, di Skotlandia, menggunakan kloroform yang 20 tahun kemudian diikuti
dengan penggunaan nitrogen oksida, yang diperkenalkan oleh Davy pada era tahun
1790. pada tahun 1930 an, dunia anastesi mulai mengenal anastesi modern dengan
pemberian obat-obat golongan barbiturat (tiopental) yang digunakan untuk efek
hipnotik dan sedatif yang diberikan secara intravena.2
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP),
mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan , hingga
yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati
bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas,
menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis, contohnya

Barbiturat.3,8
A. Deskripsi Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik
dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik,
barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman,
pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak
digunakan.2
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat (2,4,4-
trioksoheksa hidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum
dengan asam malonat.3,8
Susunan Saraf Pusat efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat
depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian.
Efek antianseitas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan.
Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis
hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang
mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan
beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya
diberikan oleh berbiturat yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya
fenobarbital.1,3,7,8

Pada SSP
Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama
kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap. Penghambatan
hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi
mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi
transmisi sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai
kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat bersifat sebagai
agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan
depresi SSP yang berat.7,8

Pada susunan saraf perifer


Barbiturat secara selektif menekan transmisi ganglion otonom dan mereduksi
eksitasi nikotinik oleh esterkolin. Efek ini terlihat dengan turunya tekanan darah
setelah pemberian oksibarbital IV dan pada intoksikasi berat. 8

Pada pernafasan
Barbiturat menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnya dosis.
Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap pernafasan,
sedangkan dosis hipnotik menyebabkan pengurangan frekuensi nafas. Pernafasan
dapat terganggu karena : (1) pengaruh langsung barbiturat terhadap pusat nafas; (2)
hiperefleksi N.vagus, yang bisa menyebabkan batuk, bersin, cegukan, dan
laringospasme pada anastesi IV. Pada intoksikasi barbiturat, kepekaan sel pengatur
nafas pada medulla oblongata terhadap CO 2 berkurang sehingga ventilasi paru
berkurang. Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO2 dan pemasukan
O2 berkurang, sehingga terjadilah hipoksia.1,3,7

Pada Sistem Kardiovaskular


Barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efek yang nyata pada system
kardiovaskular. Frekuensi nadi dan tensi sedikit menurun akibat sedasi yang
ditimbulkan oleh berbiturat. Pemberian barbiturat dosis terapi secara IV dengan
cepat dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak. Efek
kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat sebagian besar disebabkan oleh hipoksia
sekunder akibat depresi nafas. Selain itu pada dosis tinggi dapat menyebabkan
depresi pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi. 1,2,8

Pada Saluran Cerna


Oksibarbiturat cenderung menurunkan tonus otot usus dan kontraksinya. Pusat
kerjanya sebagian diperifer dan sebagian dipusat bergantung pada dosis. Dosis
hipnotik tidak memperpanjang waktu pengosongan lambung dan gejala muntah,
diare dapat dihilangkan oleh dosis sedasi barbiturat.1,3

Pada Hati
Barbiturat menaikan kadar enzim, protein dan lemak pada retikuloendoplasmik hati.
Induksi enzim ini menaikan kecepatan metabolisme beberapa obat dan zat endogen
termasuk hormone stroid, garam empedu, vitamin K dan D. 3

Pada Ginjal
Barbiturat tidak berefek buruk pada ginjal yang sehat. Oliguri dan anuria dapat
terjadi pada keracunan akut barbiturat terutama akibat hipotensi yang nyata. 7,8

B. Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus
kedalam darah. Secara IV barbiturat digunakan untuk mengatasi status epilepsi dan
menginduksi serta mempertahankan anastesi umum. Barbiturat didistribusi secara
luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan
kelarutan dalam lemak; tiopental yang terbesar. 7
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya tiopental dan metoheksital,
setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan
menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturat yang
kurang lipofilik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir
sempurna didalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus,
perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital
diekskresi ke dalam urine dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30
%) pada manusia.
Faktor yang mempengaruhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia
tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang
dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.

C. Indikasi
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata karena
efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh golongan
benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi masih banyak obat golongan barbiturat
yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital. 1,4,5,6,7,8
· Tiopental
1. Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum.
2. Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka).
3. Sedasi pada analgesik regional
4. Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus
· Fenobarbital
1. Untuk menghilangkan ansietas
2. Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)
3. Untuk sedatif dan hipnotik

D. Kontra Indikasi
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit hati atau
ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturat juga tidak boleh diberikan pada
penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam
hari yang terjadi pada penderita usia lanjut. 3,4,5

E. Efek Samping2,7,8
Hangover
Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir. Dapat
terjadi beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan. Efek residu mungkin
berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang kadang timbul kelainan emosional dan
fobia dapat bertambah berat.
Eksitasi paradoksal
Pada beberapa individu, pemakaian ulang barbiturat (terutama fenoberbital dan N-
desmetil barbiturat) lebih menimbulkan eksitasi dari pada depresi. idiosinkrasi ini
relative umum terjadi diantara penderita usia lanjut dan lemah.
Rasa nyeri
Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artalgia, terutama pada
penderita psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam keadaan
nyeri, dapat menyebabkan gelisah, eksitasi, dan bahkan delirium.
Alergi
Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala bentuk hipersensitivitas
dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi dermatosis eksfoliativa yang
berakhir fatal pada penggunaan fenobarbital, kadang-kadang disertai demam,
delirium dan kerusakan degeneratif hati.
Reaksi obat
Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal etanol akan meningkatkan
efek depresinya; Antihistamin, isoniasid, metilfenidat, dan penghambat MAO juga
dapat menaikkan efek depresi barbiturat.

F. Posologi
Tabel . Nama obat, Bentuk sediaan dan Dosis Hipnotik Sedatif

Nama obat Bentuk sediaan Dosis dewasa (mg)

Sedatif Hipnotik
Amobarbital K,T,I,P 30-50 2-3xd 65-200
Aprobarbital E 40 3xd 40-160
Butabarbital K,T,E 15-30 3-4xd 50-100
Pentobarbital K,E,I,S 20 3-4xd 100
Sekobarbital K,T,I 30-50 3-4xd 50-200
fenobarbital K,T,E,I 15-40 2-3xd 100-320
Dimodifikasi dari Goodman and Gilman, 1990
Keterangan :
K : kapsul, E : eliksir, I : injeksi, L : larutan, P : bubuk, S : supositoria, T : tablet

A. Intoksikasi
Intoksikasi barbiturat dapat terjadi karena percobaan bunuh diri, kelalaian,
kecelakaan pada anak-anak atau penyalahgunaan obat. Dosis letal barbiturat
sangan bervariasi. Keracunan berat umumnya terjadi bila lebih dari 10 kali dosis
hipnotik dimakan sekaligus. Dosis fatal fenobarbital adalah 6-10 g, sedangkan
amobarbital, sekobarbital, dan pentobarbital adalah 2-3 g. kadar plasma letal
terendah yang dikemukakan adalah 60 mcg/ml bagi fenobarbital, dan 10 mcg/ml
bagi barbiturat dengan efek singkat, misal amobarbital dan pentobarbital. 1,3,8
Gejala simtomatik keracunan barbiturat ditunjukan terutama terhadap SSP dan
kardiovaskular. Pada keracunan berat, reflek dalam mungkin tetap ada selama
beberapa waktu setelah penderita koma. Gejala babinzki sering kali positif. Pupil
mata mungkin kontraksi dan bereaksi terhadap cahaya, tapi pada tahap akhir
keracunan mungkin dapat terjadi dilatasi. Gejala intoksikasi akut yang bahaya ialah
depresi pernafasan berat, tekanan darah turun rendah sekali, oligiuria dan anuria. 3

B. Pengobatan Intoksikasi
Intoksikasi barbiturat akut dapat diatasi dengan maksimal dengan pengobatan
simtomatik suportif yang umum.
Dalamnya koma dan ventilasi yang memadai adalah yang pertama dinilai. Bila
keracunan terjadi < 24 jam sejak makan obat, tindakan cuci lambung dan
memuntahkan obat perlu dipertimbangkan, sebab barbiturat dapat mengurangi
motilitas saluran cerna. Tindakan cuci lambung serta memuntahkan obat perlu
dilakukan hanya setelah tindakan untuk menghindari aspirasi dilakukan. Setelah cuci
lambung, karbon aktif dan suatu pencahar (sarbitol) harus diberikan. Pemberian
dosis ulang karbon (setelah terdengar bising usus) dapat mempersingkat waktu
paruh fenobarbital. Pengukuran fungsi nafas perlu dilakukan sedini mungkin.
Pco2 dan O2perlu dimonitor, dan pernafasan buatan harus dimulai bila
diindikasikan.1,7,3
Pada keracunan barbiturat akut yang berat, syok merupakan ancaman utama.
Sering kali penderita dikirim ke rumah sakit dalam keadaan hipotensi berat atau
syok, dan dehidrasi yang berat pula. Hal ini segara diatasi, bila perlu tekanan darah
dapat ditunjang dengan dopamine

C. Interaksi Obat
Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan
obat depresan susunan saraf pusat lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif
yang jelas dapat diramalkan dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesik
narkotik, antikonvulsi, fenotiazin dan obat-obat anti depresan golongan trisiklik. 1,2
Ketamin
Ketamin adalah suatu “rapid acting non barbiturat general anesthethic” termasuk golongan
fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil) –2 (methylamino)
cyclohexanone hydro chloride. Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada
tahun 1965. ( 1 )

Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur
ringan) yang disertai peneri- maan keadaan lingkungan yang salah (anestesi disosiasi). ( 1 )
Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang berarti efek analgesinya akan
hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan demikian pemakaian lama harus
dihindarkan. Anestetik ini adalah suatu derivat dari pencyclidin suatu obat anti psikosa. ( 2 )
Induksi ketamin pada prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan pasien pada
saat tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat. Pasien tidak tampak “tidur”.
Mata mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab bila diajak bicara dan tidak ada respon
terhadap rangsangan nyeri. Tonus otot rahang biasanya baik setelah pemberian ketamin.
Demikian juga reflek batuk. ( 3, 6 )

Untuk prosedur yang singkat ketamin dapat diberikan secara iv / im setiap beberapa menit
untuk mencegah rasa sakit. ( 3 )

Farmakologi Ketamin
Sifat-sifat Ketamin
1. Larutan tidak berwarna
2. Stabil pada suhu kamar
3. Suasana asam (pH 3,5 – 5,5). ( 2, 6 )

Farmakokinetik
Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan hidrolisis dalam hati, kemudian dieksresi
terutama dalam bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh. ( 6 )

Dosis dan Pemberian


IV : dosis 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama kerja ± 15-20 menit,
dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.
IM : dosis 6-12 mg/kgBB, dosis rata-rata 10 mg/kgBB dengan lama kerja ± 10-25 menit,
terutama untuk anak dengan ulangan 0,5 dosis permulaan. ( 1, 2, 3, 5, 6 )
Pulih sadar pemberian ketamin kira-kira tercapai antara 10 – 15 menit, tetapi sulit untuk
menentukan saatnya yang tepat, seperti halnya sulit menentukan permulaan kerjanya. ( 1 )

Efek Ketamin
a. Analgesi
Merupakan analgesi yang sangat kuat, sehingga meskipun penderita sudah sadar, efek
analgesiknya masih ada. Rasa nyeri yang terutama dihambat adalah nyeri somatik, untuk
analgesik nyeri viseral hampir tidak ada sehingga tidak efektif untuk operasi organ-organ
viseral. Pada anak analgesi viseral cukup baik sehingga dapat dipakai untuk operasi seperti
hernia atau batu ginjal, walaupun terjadi rangsangan pada peritoneum. ( 2 )
Baik untuk analgesi pada bayi/anak tanpa menyebabkan efek hipnotik – sedasi
(menggunakan subdose 2,5 mg/kgBB, IM)
b. Relaksasi
Anastetik ini tidak mempunyai daya pelemas otot, kadang-kadang malah tonus otot
meningkat disertai gerakan-gerakan yang tidak terkendali, sehingga ketamin tidak begitu baik
bila digunakan sebagai obat tunggal, seperti pada operasi intra abdominal dan operasi lain
yang membutuhkan penderita diam. ( 2, 6 )
c. Hipnotik
Anestesi ini sering digunakan untuk induksi dan disusul dengan pemberian eter atau N 2O.
Dalam keadaan tidur dapat terjadi gerakan-gerakan spontan dari lengan, tungkai, bibir, mulut
bahkan sampai bersuara, walaupun dosisnya ditingkatkan sampai dosis yang mendepresi
pernafasan. Karena anastetik ini menimbulkan nistgmus, maka tidak dapat digunakan untuk
operasi mata khususnya strabismus. ( 2 )
d. Anestesi Disosiatif
Anestesi yang menggunakan ketamin menyebabkan desosiasi karena obat ini mempengaruhi
asosiasi di korteks serebri. ( 2 )
Eksitasi dapat terjadi pada pemberian ketamin (seperti mimpi yang menakutkan),
pencegahannya dengan pemberian obat tranquilizer. Ketamin juga berefek gangguan psikis
setelah siuman dan gejala kejang sewaktu dalam anestesi. Efek ini dapat dicegah dengan
pemberian valium. ( 1, 2, 3 )
e. Sirkulasi
Ketamin akan merangsang pelepasan katekolamin andogen dengan akibat terjadi peningkatan
denyut nadi, tekanan darah dan curah jantung. Karena itu efeknya menguntungkan untuk
anestesi pada pasien syok/renjatan. ( 2 )
f. Pernafasan
Depresi pernafasan kecil sekali dan hanya sementara kecuali dosis terlalu besar dan adanya
obat-obat depresan sebagai premedikasi. Ketamin menyebabkan dilatasi bronkhus dan
bersifat antagonis terhadap efek kontraksi bronkhus oleh histamin. Baik untuk penderita asma
dan untuk mengurangi spasme bronkhus pada anestesi umum yang ringan. ( 1, 2, 4, 5, 6 )
g. Kardiovaskuler
Tekanan darah akan naik baik sistole maupun diastole. Kenaikan rata-rata antara 20-25 %
dari tekanan darah semula, mencapai maksimal beberapa menit setelah suntikan dan akan
turun kembali dalam 15 menit kemudian. Denyut nadi juga meningkat. ( 1,3,4, 5)
h. Efek Lainnya
Ketamin dapat meningkatkan gula darah 15 % dari keadaan normal, walaupun demikian
bukan merupakan kontraindikasi mutlak untuk penderita dengan DM. Ketamin juga dapat
menyebabkan hipersalivasi, tapi efek ini dapat dikurangi dengan pemberian premedikasi
antikolinergik.
Aliran darah ke otak, tekanan intrakaranial dan tekanan intra okuler meningkat pada
pemberian ketamin. Karena itu sebaiknya jangan digunakan pada pembedahan pasien dengan
tekanan intrakranial yang meningkat (edema serebri, tumor intracranial) dan pasien pada
pembedahan mata.(1)

Indikasi Pemakaian Ketamin


Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi pada anestesi umum :
1. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misalnya pada koreksi
jaringan sikatrik daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang-kadang sukar.
2. Untuk prosedur diagnostik pada bedah syaraf/radiologi (arteriografi)
3. Tindakan orthopedi (reposisi, biopsi)
4. Pada pasien dengan resiko tinggi : ketamin tidak mendepresi fungsi vital.
Dapat dipakai untuk induksi pada shock.
5. Untuk tindakan operasi kecil.
6. Di tempat di mana alat-alat anestesi tidak ada.
7. Pada asma, merupakan obat pilihan untuk induksinya. ( 1 )

Kontraindikasi pemakaian Ketamin


1. Pasien hipertensi dengan sistolik 160 mmHg pada istirahat dan diastolik 100
mmHg.
2. Pasien dengan riwayat CVD.
3. Dekompensasi cordis.
4. Penyakit dengan peningkatan tekanan intrakranial (edema serebri) atau
peningkatan tekanan intra okuler.

Harus hati-hati pada :


1. Pasien dengan riwayat kelainan jiwa.
2. Operasi-operasi pada daerah faring karena refleks masih baik. ( 1 )

Anda mungkin juga menyukai