Isofluran adalah agen anestesi inhalasi yang digunakan dalam induksi dan pemeliharaan
anestesi umum. Isofluran merupakan isomer dari enfluran. Isofluran sering digunakan,
terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, karena isofluran ekonomis dan
memiliki efek samping relatif minimal dengan tolerabilitas yang baik. Penggunaan isofluran
tidak dianjurkan pada bayi dan anak-anak, serta ibu hamil dan menyusui.
Isofluran merupakan jenis anestesi inhalasi yang sangat poten dan stabil. Pada suhu 15-30 C,
isofluran tidak mengalami perubahan sampai dengan 5 tahun. Isofluran adalah obat anestesi
inhalasi cair yang bening, stabil tanpa zat aditif dan penyeimbang kimia, tidak berwarna,
tidak mudah terbakar, dan berbau menyengat seperti bau eter.
Mekanisme kerja
Isofluran menyebabkan penurunan konduksi listrik dengan menurunkan waktu pembukaan
saluran sambungan celah atau gap junction dan meningkatkan waktu penutupannya. Isofluran
juga mengaktifkan kalsium dependen ATPase di retikulum sarkoplasma dengan cara
meningkatkan fluiditas membran lemak saraf. Obat ini juga berikatan dengan subunit D
sintase ATP dan NADH dehidrogenase. Agen ini meningkatkan pelepasan neurotransmiter
penghambat GABA pada transmisi sinaptik, menghambat N-metil-d-aspartat (NMDA),
menghambat transmisi rangsangan glutamat dengan cara meningkatkan re-uptake glutamat,
meningkatkan aktivitas reseptor glutamat yang akan menurunkan fungsi motorik, serta
berikatan dengan saluran potasium yang mengaktivasi konduksi Ca2+ dalam skala besar dan
reseptor glisina.
Farmakokinetik
Solubilitas gas/darah isofluran lebih tinggi daripada anestesi inhalasi lainnya (sevofluran dan
desfluran), sehingga decrement time lebih tinggi dan waktu pemulihan akan lebih lama
dengan isofluran. Isofluran biasanya dikombinasi dengan gas lain sebagai “gas pembawa”,
seperti N2O, untuk mengurangi persentase MAC.
a. Absorbsi
Isofluran yang masuk ke dalam saluran pernapasan akan diabsorpsi di membran
alveolus kemudian didistribusikan ke berbagai organ. Uptake isofluran tergantung
dari konsentrasi gas yang diinspirasi. Apabila konsentrasi gas yang diinspirasi lebih
tinggi, maka konsentrasinya dalam pembuluh darah juga akan lebih tinggi.
b. Distribusi
Isofluran didistribusikan ke berbagai sistem organ, seperti kardiovaskular, sistem
saraf pusat, hepar, dan renal. Belum diketahui apakah obat ini diekskresikan ke ASI.
c. Metabolisme
Sebanyak kurang lebih 0,2-1% isofluran yang masuk ke dalam tubuh dimetabolisme
di hepar menjadi TFA oleh sitokrom P450 CYP 2E1. Hasil metabolisme ini dapat
berikatan dengan berbagai protein sitoplasma dan berpotensi imunogenik pada
beberapa orang, sehingga memicu terjadinya reaksi antigen-antibodi. Namun pada
kebanyakan orang, toksisitas hasil metabolit isofluran sangat kecil.
d. Eliminasi
Eliminasi isofluran terjadi lewat udara ekspirasi (dari paru) dalam beberapa menit
setelah pemberian, dan sebagian kecil yang telah dimetabolisme diekskresi lewat
urine.
Farmakodinamik
Secara umum, isofluran menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sistemik. Selain itu,
isofluran bekerja sinergis dengan reseptor GABA tipe a dan menghambat reseptor N-metil-D-
aspartat (NMDA). Pada ginjal, isofluran memberikan efek vasodilatasi namun tidak
menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang signifikan.
Sistem Kardiovaskular
Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik, efek vasodilatasi juga akan menyebabkan
dilatasi arteri koroner yang secara teoritis mengalihkan aliran darah dari bagian yang stenosis
ke bagian yang normal. Hal ini dikenal dengan coronary steal. Namun, masih terdapat
perdebatan terkait hal ini.
Sistem Respirasi
Isofluran pada sistem respirasi dapat mengurangi volume tidal dan sedikit peningkatan laju
respirasi, sehingga mengurangi banyaknya udara yang “masuk” dan “keluar” dari paru per
menit (minute ventilation/MV). Menurunnya MV secara teoritis dapat menyebabkan
peningkatan PaCO2. Akumulasi karbon dioksida dapat menyebabkan depresi pernapasan,
namun efek ini bergantung pada konsentrasinya dalam darah.
Isofluran memiliki bau menyengat yang dapat mengiritasi jalan napas dan menyebabkan
laringospasme, sehingga anestesi inhalasi ini tidak direkomendasikan pada pasien anak.
Isofluran memiliki efek bronkodilatasi. Feria et al. bahkan menemukan bahwa isofluran dapat
menjadi terapi opsional untuk status asthmatikus, namun studi ini merupakan studi kecil yang
masih harus dikembangkan dan belum dapat diterapkan sebagai pedoman klinis.
Isofluran bekerja sinergis dengan reseptor GABA tipe a dan menghambat reseptor NMDA.
Pemberian isofluran pada EEG akan terlihat adanya produksi gelombang theta yang kuat (5-9
Hz) yang mana hal ini mirip dengan fase Rapid Eye Movement (REM). Selain itu, isofluran
juga menghambat impuls eferen di medulla spinalis sehingga mengurangi “respon bergerak”
yang ditimbulkan akibat rasa nyeri.
Isofluran memiliki efek penurunan kesadaran dengan cara menghambat impuls dopaminergik
di area ventral tegmental. Isofluran juga menginduksi terjadinya amnesia anterograde dengan
cara mengurangi kerja brain-derived neurotrophic factor (BDNF) dan reseptor tyrosine
kinase B (TrkB). Vasodilatasi yang ditimbulkan oleh isofluran pada pembuluh darah serebral
akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial serta penurunan aliran darah serta
metabolismenya.
Isofluran mempengaruhi aktivitas korteks otak. Pengaruh ini terjadi sesuai dengan dosis yang
diberikan, dimana pada konsentrasi yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan aktivitas,
yang ditandai dengan periode hipereksitasi dan diikuti dengan periode supresi yang lebih
panjang.
Hepar
Hepar menerima 25% dari CO2, yang berasal dari 75% vena portalis dan 25% vena hepatika.
Dengan menurunnya CO2 pada pemberian isofluran, maka aliran darah hepar dan uptake
oksigen hepar juga menurun. Namun, perfusi oksigen tetap dipertahankan dengan adanya
vasodilatasi.
Gangguan hepar yang ditimbulkan dengan pemberian isofluran biasanya tidak sampai
menyebabkan peningkatan penanda fungsi hati.
Pada kasus jarang, dapat terjadi hepatitis setelah pemberian isofluran. Isofluran hepatitis
kemungkinan disebabkan karena adanya hipersensitivitas silang dengan halotan atau anestesi
inhalasi lainnya. Hasil metabolit isofluran, yaitu asam trifluoroasetat (trifluoroacetic
acid/TFA), dapat bereaksi dengan protein intraselular yang dapat menginduksi reaksi imun
dan menyebabkan kerusakan hepar seperti pada penggunaan halotan. Pada keadaan ini akan
terjadi peningkatan enzim hati.
Ginjal
Pada hewan percobaan, isofluran meningkatkan aliran darah renal, glomerular filtration rate
(GFR), dan urine output (UO) dengan cara menyebabkan vasodilatasi sedang pada area
kortikomedular. Namun, hal ini tidak sampai menyebabkan perubahan struktural. Walaupun
terjadi, biasanya hanya pada saat pemberian isofluran sampai dengan 6-24 jam setelahnya.
Namun, isofluran tidak menyebabkan gangguan pada filtrasi, reabsorpsi, dan proses transport
urine.
Isoluran dapat meningkatkan kadar fluorida dan TFA dalam darah, namun tidak bersifat
nefrotoksik. Hal ini terbukti dengan tidak adanya penurunan fungsi ginjal pada pemeriksaan
laboratorium.
Indikasi
Indikasi isofluran adalah sebagai anestesi inhalasi untuk induksi dan pemeliharaan anestesi
umum pada dewasa.
Dosis
Induksi: awalnya, 0,5% dengan oksigen (atau campuran oksigen dan nitrous oxide),
kemudian dosis ditingkatkan menjadi 1,5-3%.
Perawatan: 1-2,5% dengan campuran oksigen dan nitrogen oksida campuran atau 1,5-
3,5% dengan oksigen saja.
Perawatan anestesi selama operasi caesar: 0,5-0,75% dengan oksigen dan campuran
nitrogen oksida.
Efek samping