Anda di halaman 1dari 1

SEJARAH PERANG PANGERAN DIPONEGORO

Pada suatu hari Belanda berniat untuk membuat jalan raya agar transportasi barang dan tanaman
berlangsung lebih baik. Belanda membangun jalan melewati makam keluarga Pangeran
Diponegoro. Saat mendengar itu, Pangeran Diponegoro mengajukan protes secara baik-baik pada
kantor perwakilan Hindia – Belanda di Yogyakarta. Namun, bukannya mendapat tanggapan,
Belanda malah memasang patok-patok melewati kuburan tersebut. Akhirnya, Pangeran
Diponegoro, Pangeran Mangkubumi (pamannya), serta keluarga mencabuti patok-patok tersebut
dan pada saat itulah Pangeran Diponegoro dicap pemberontak oleh pemerintah.
Sekelompok tentara mencoba menangkap Pangeran Diponegoro dan pamannya di Tegal Rejo.
Pada saat itu juga penduduk desa mencegat konvoi tentara itu demi melindungi Pangeran
Diponegoro yang sudah dianggap orang suci di tempat itu. Perang pecah, di langit membumbng
warna merah. Saat itulah pecah perang Jawa.
Berita mengenai perang itu sampai ke telingan Gubernur Jenderal Van Der Capelien. Ia terkejut
karena selama ini Yogya terlihat seperti tempat yang aman, namun pemberontakan Pangeran
Diponegoro itu menyulut peperangan di seluruh Yogyakarta bahkan Jawa Tengah. Pada saat itu
jumlah pasukan Belanda di Jawa tidak cukup untuk meredam pergolakan yang terjadi.
Setelah Jenderal Van Der Capelien pension dan pilang ke Belanda, Jenderal Hendrik De Kock
dating dan menggantikan tugasnya. Ia bertugas membersihkan perang dan menangkap Pangeran
Diponegoro dan sekutunya.
Diponegoro pun melanjutkan pemberontakan dibantu Sentot Alibasyah dan Kiai Modjo. Hal ini
semakin menusuk pertahanan Belanda. Mereka mengajukan perang gerilya, mereka tahu bahwa
pasukan Belanda tidak cukup untuk membendung pemberontakan mereka. Akhinya, Pangeran
Diponegoro memenangkan pertempuran di Ngalengkong. Karena kemenangannya tersebut,
rakyat pribumi menjadi simpatik dan ikut berperang menghalau Belanda. Kemudian Pangeran
Diponegoro disebut sebagai Ratu Adil.
De Kock mengalami kesulitan mengejar Pangeran ini, karena serangannya dilakukan dalam skala
kecil dan mendadak. Untuk mengatasinya, De Kock membangun benteng-benteng kecil yang
selalu berhubungan. Dengan taktik ini membuat tentara Diponegoro jadi semakin terpojok dan
kesulitan melawan. Letnan Kolonel Chocius, bawahan De Kock, menemuka cara untuk
menangkap Diponegoro. Dia menawarkan 20.000 real pada siapa saja yang berhasil menangkap
Diponegoro, tapi untungnya rakyat Jawa tidak pernah mau mengkhianati atasannya, taktik itu
tidak berhasil.
Puncak cerita, Pangeran Diponegoro pun tertangkap dengan cara licik, yaitu dengan diadakannya
sebuah perundingan. Pada perundingan tersebut, Pangeran Diponegoro bersedia dating. Akan
tetapi, perundingan tersebut merupakan siasat untuk menangkap Pangeran Diponegoro.
Setelah ditangkap, Pangeran Diponegoro di tawan di Semarang, kemudian dipindahkan ke
Batavia. Setelah itu, Pangeran Diponegoro diasingkan di Makasar pada 1834 dan akhirnya
meninggal di Makasar pada tahun 1855.

Anda mungkin juga menyukai