IJAZUL QUR`AN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Ulumul
Qur’an
Kelompok 8
Dosen pengampu
M.zubir M.ag
Alhamdulillah dan puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tanpa ridha dan petunjuk darimu
mustahil makalah ini dapat diselesaikan.
Dalam kesempatan ini kami mengucapakan terima kasih kepada pengajar
mata kuliah ulumul qur`an sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “ijazul qur`an”
Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
dijadikan sebagai pegangan dalam mempelajari tentang ulumul qur`an. Juga
merupakan harapan kami dengan hadirnya makalah ini, akan mempermudah
semua pihak dalam proses perkuliahan dalam pelajran ulumul qur`an.
Sesuai kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, kami mengharapkan
saran dan kritik khususnya dari rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Akhir kata, semoga segala daya dan
upaya yang kami lakukan dapat bermanfaat, Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian I’Jazul qur’an.........................................................................3
B. Pembagian I’Jazul qur’an........................................................................3
C.Relevansi I’jazul Qur’an Dalam Penafsiran Al:Qur’an...........................
BAB III PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................................11
B. Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologis kata ’) اعجازjaz( berasal dari akar kata ‘) عجزajun
(artinya tidak mampu/kuasa. Kata زHH عجadalah jenis kata yang tidak
memiliki muatan aktifitas (pasif). Kemudian kata ini dapat berkembang
menjadi kata kerja aktif supaya dengan wajan (af’ala) ( اعجزيعجزa`jaza-
yu’jizu) berarti melemahkan, dengan demikian, Al-Qur`an sebagai
mukjizat bermakna bahwa Al Quran merupakan sesuatu yang mampu
melemahkan tentang menciptkan karya yang serupa dengannya1.
Kamus besar bahasa Indonesia, “kata mukjizat” diartikan sebagai
kejadian yang luar biasa yang sukar Dalam dijangkau oleh akal pikiran
manusia. Pengertian ini punya muatan yang berbeda dengan pengertian
i`jaz dalam perspektif islam2.
I`jaz sesungguhnya menetapkan kelemahan ketika mukjizat telah
terbukti, maka yang nampak kemudian adalah kemampuan atau “mu`jiz”
[yang melemahkan], oleh sebab itu i`jaz AI-Qur`an menampakan
kebenaran Muhammad SAW dalam pengakuannya sebagai rosul yang
memperlihatkan kelemahan manusia dalam menandingi mukjizatnya3.
1
H.Muh.quraish syihab dkk, sejarah & ulum al-qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hlm.106
2
Quraish syihab, mukjizat al-qur’an dan aspek kebahasaan, isyarat ilmiah dan pemberitaan yang
ghaib ( bandung: mizan 1998),cet.IV, hlm.23.
3
Manna Khalil al-qothahthahan, mabahits fiulumul qur’an diterjemahkan oleh muzakkir AS.
Dengan judul studi ilmu-ilmu al-qur’an (bogor: Pustaka lentera antar nusa, 1996), cet.III,
hlm.371.
4
Ibid, hal. 43
Mukjizat para nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad saw.
semuanya merupakan jenis ”Mukjizat material inderawi”. Mukjizat yang
dimiliki oleh para nabi tersebut, dapat langsung disaksikan oleh mata
telanjang atau dapat ditangkap oleh indera mata, tanpa perlu dianalisa.
Namun peristiwa tersebut hanya ada dan terbatas pada kaum
(masyarakat) di mana seorang nabi tersebut diutus.
Pada dasarnya, keluarbiasaan yang diberikan Allah kepada para
nabi terdahulu tersebut merupakan jawaban atas tantangan yang
dihadapkan kepada mereka oleh pihak-pihak lawan, misalnya: perahu
Nabi Nuh as. yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan
dalam situasi dalam ombak dan gelombang yang sedemikian dahsyat,
tidak terbakarnya Nabi Ibrahim as. dengan dilemparkan dalam kobaran
api yang sangat besar, tongkat Nabi Musa as. beralih wujud menjadi ular,
penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa as. terhadap berbagai macam
penyakit atas izin Allah dan lain-lain5. Semua mukjizat tersebut hanya
bersifat inderawi siapapun tidak bisa menolak, namun terbatas bagi
masyarakat di tempat para nabi menyampaikan risalahnya, dan berakhir
dengan wafatnya nabi-nabi tersebut.
5
Ibid, hal. 36.
6
Shihab, Mu’jizat hal. 36.
c) Fase ilmiah, manusia dalam menafsirkan fenomena melalui
pengamatan yang teliti dan penelitian sehingga didapat sebuah
kesimpulan tentang hukum alam yang mengatur semua
fenomena alam ini. Bila alQur’an tidak logis dan tidak dapat
diteliti kebenarannya melalui metode ilmiah maka membuat
manusia ragu akannya atau akan ada yan mengatakan bahwa al-
Qur’an tidak berguna lagi tidak bisa dipakai pada saat ini. Hal ini
tidak boleh terjadi pada sebuah mu’jizat yang disiapkan untuk
sekarang sampai akhir zaman.
Sebelum membahas lebih jauh tentang hal ini, pertama sekali penulis tertarik
untuk mengulang kembali pertanyaan yang pernah dikemukakan oleh M.
Quraish Shihab dalam bukunya Mukjizat Al-Qur‟an, yaitu: apakah kemukjizatan
AlQur‟an itu perlu dibuktikan? Maka jawabannya diuraikan dalam buku
tersebut, yang setidaknya menurut penulis tercakup dalam tiga aspek yang
menjadi fokus kajian pembuktian kebenaran tersebut yaitu aspek kabahasaan,
isyarat ilmiah, dan pemberitaan gaib.
Berkaitan dengan hal ini, tidak dapat disangkal bahwa jika seseorang berpikir
secara obyektif, maka akan dapat mengatakan bahwa Al-Qur‟an itu memiliki
keistimewaan-keistimewaan, yang semua keistimewaan itu belum tentu ada pada
kitab-kitab sebelumnya atau pada bukubuku lain yang dianggap memiliki
keistimewaan. Tentunya keistimewaan itu sudah terbukti sejak dahulu pada masa
Nabi. Namun pada masa itu pembuktian lebih banyak terarah pada aspek
kebahasaan saja, karena memang pada waktu itu orang-orang Arab terkenal
dengan kelihaian mereka dalam bidang sastra. (Saudi, 2019) Lantas
pertanyaanya, bagaimana di zaman era globalisasi saat ini apakah masih relevan
pembuktian kemukjizatan AlQur‟an dari aspek kebahasaanya? Dalam hal ini
pemakalah bukanlah sama sekali mengesampingkan aspek kebahasaan, namun
hanya melihat dari sisi mana yang paling dominan. Menurut pemakalah saat ini
sangatlah tepat sekali jika pembuktian kebenaran Al-Qur‟an itu dihubungkan
dengan IPTEK.
Salah satu alasanya adalah karena sesuai dengan peradaban manusia saat ini.
Rata-rata manusia di zaman modern itu berpikir secara ilmiah dan rasional.
Artinya mereka yang di zaman modern ini akan mau menerima kebenaran
apabila dihubungkan dengan bukti-bukti konkrit, fakta-fakta atau hasil dari
sebuah eksperimen. Sebagai buktinya adalah bahwa di dalam Al-Qur‟an terdapat
beberapa isyarat ilmiah yang masih relevan dan sesuai dengan eksperimen
kekinian.
Banyak terdapat contohnya di dalam Al-Qur‟an seperti proses reproduksi
manusia, seperti yang akan dijelaskan setelah sub bab ini. Proses refroduksi ini
dijelaskan dalam AlQur‟an jauh sebelum ditemukannya Mikroskop, atau USG
yang dapat melihat proses perkembangan janin dalam rahim perempuan. Hal ini
semakin membuktikan bahwa Al-Qur‟an yang turun sekitar 14 abad yang lalu
adalah benar-benar dari Allah SWT. bukanlah buatan Muhammad SAW. Maka
tidak heran banyak para ilmuan-ilmuan Barat yang mengkhususkan dirinya
untuk mengkaji Al-Qur‟an seperti yang dilakukan oleh Ignaz Goldziher. Namun
dalam hal ini menurut pemakalah ada yang lebih penting untuk dikaji yang
sampai saat ini menjadi perdebatan hangat yaitu pertama: mengenai apakah Al-
Qur‟an itu mengandung segala teori ilmiah atau mencakup seluruh bentuk
pengetahuan (sumber ilmu pengetahuan)? Kedua: mengenai apakah semata-mata
Al-Qur‟an itu hanyalah kitab petunjuk, dan di dalamnya tidak ada tempat bagi
ilmu kealaman? (Qutub, 2011).
Di antara ulama-ulama yang berpendapat sesuai dengan pandangan yang
pertama adalah Imam al-Gahazâlî, dalam hal ini beliau menuturkan bahwa:
“seluruh ilmu tercakup di dalam karya–karya dan sifat-sifat Allah, dan Al-
Qur‟an adalah penjelasan esensi, sifat-sifat dan perbuatanNya. Tidak ada batasan
terhadap ilmu-ilmu ini dan di dalam Al-Qur‟an terdapat indikasi pertemuannya
(Al-Qur‟an dan ilmu-ilmu). (Ghulsyani, 2015). Selain beliau, terdapat juga
ulama lain yang sama pendapatnya seperti, Abd. Rahman al-Kawakibi, dan
Musthafa Shadiq al-Rafi‟i. Mereka berpendapat bahwa kitab Al-Qur‟an
mencakup segala sesuatu. Tidak ada bagian atau problem dasar suatu ilmu pun
yang tidak ditunjukkan dalam AlQur‟an. Selain itu Ahmad Baiquni juga
berpendapat bahwa, “sebenarnya segala ilmu yang diperlukan manusia itu
tersedia di dalam Al-Qur‟an.
Sebagai hudan lin nas, kitab suci itu berisi petunjuk-petunjuk bagi manusia
untuk dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat, meskipun hanya sebagian
besar saja.(Baiquni, 1996). Sedangkan ulama yang mendukung pendapat kedua
di antaranya Manna‟ Khalil Al-Qattan, dalam penuturanya: “orang yang
menafsirkan Qur‟an dengan hal-hal yang sesuai dengan masalah ilmu
pengetahuan dan berusaha keras menyimpulkan dari padanya segala persoalan
yang muncul dalam ufuk kehidupan ilmiah, sebenarnya telah berbuat jahat
terhadap Al-Qur‟an”.
Selain beliau terdapat juga ulama lain seperti, Abu Ishak Al-Syatibi (w.
790/1388), dan termasuk juga M. Quraish Shihab. Maka pandangan pemakalah
terkait dengan hal ini adalah Al-Qur‟an tidak lah tepat kalau dikatakan sebagai
sumber segala teori ilmiah, karena Al-Qur‟an itu berbeda dengan ensklopedi
sains. Pemakalah juga kurang setuju kalau setiap teori baru yang lahir kemudian
mencarikan untuknya kemungkinannya dalam ayat, lalu ayat ini dita‟wilkan
sesuai dengan teori ilmiah. Hal ini tidak benar karena ilmu pengetahuan itu
adalah sesuatu hal yang bisa berubah kapan saja sesuai dengan eksperimen yang
membatalkan kebenaran sebelumnya.
Namun di sisi lain pemakalah tidak dapat menolak bahwa Al-Qur‟an
mengandung rujukan-rujukan pada sebagian fenomena alam. Namun ini
bukanlah menunjukkan bahwa Al-Qur‟an itu mengandung segala teori ilmiah,
penulis lebih setuju kalau hal itu dikatakan hanya sebagai isyarat ilmiah sehingga
mendorong umat islam untuk berpikir tentang alam ini sehingga dengan hal
tersebut akan terbuka pintu-pintu ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dari uraian diatas saya menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik, saran, dan masukan yang
sifatnya mambangun sangatlah saya harapkan untuk baiknya makalah ini
kedepannya. Dan semoga apa yang saya tulis di dalam makalah ini bermanfaat
bagi pembaca dan berguna untuk menambah ilmu kita.
7
M. Quraish Shihab , Membumikan Al-Qur’an (Bandung; Mizan 2004) hal 29-31
DAFTAR PUSTAKA
H.Muh.quraish syihab dkk, sejarah & ulum al-qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1999), hlm.106
Quraish syihab, mukjizat al-qur’an dan aspek kebahasaan, isyarat ilmiah dan
pemberitaan yang ghaib ( bandung: mizan 1998),cet.IV, hlm.23.