Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA’ MENGENAI I’JAZ AL-QUR’AN

Mata Kuliah: I’jaz Al-Qur’an

Dosen Pengampu: Dr. H. Ahmad Atabik, Lc., M.Si.

Disusun Oleh:

Salsabila Eka Andini 2230110003

Salsabila Roikhatul Jannah 2230110006

Salsabila 2230110023

PROGRAM STUDI AL QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita haturkan kepada kehadirat Allah SWT atas karunia dan segala
hikmah, taufik, dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “perpedaan pendapat mengenai I’jaz
Al-Qur’an” ini dengan tepat waktu.

Tujuan kita menulis makalah ini adalah sebagai bentuk pertanggung jawaban kami
atas tugas yang telah diberikan oleh bapak Dr. H. Ahmad Atabik, Lc., M.Si. pada mata
kuliah I’jaz Al-Qur’an. Makalah ini juga bertujuan untuk menambah literasi teman-
teman, menambah wawasan mengenai penjelasan I’jaz Al-Qur’an, dan perbedaan
pendapat para Ulama’.

Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H. Ahmad Atabik, Lc., M.Si. dosen
mata kuliah logika yang telah memberikan tugas makalah ini sehingga kita tau mengenai
penjelasan I’jaz Al-Qur’an, dan perbedaan pendapat para Ulama’.

Tidak lupa juga kami mengucapkan Terima Kasih banyak kepada orang-orang yang
terlibat mengenai sumber-sumber makalah ini yang telah mencurahkan isi pikiran-Nya,
dan ilmu-Nya. Kami sadar makalah yang kami buat ini belum sempurna, untuk itu kritik
dan saran mengenai makalah ini pasti akan kami terima sebagai revisi untuk ke tahap
penyempurnaan.

Kudus, 22 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... 3
BAB I ............................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang .................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 5
C. Tujuan Masalah .................................................................................................................. 5
BAB II .............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................................ 6
A. Pengertian I’jaz Al Qur’an .............................................................................................. 6
B. Pendapat Para Ulama’ Mengenai I’jaz Al-Qur’an .......................................................... 6
C. Perbedaan Ulama’ Tentang Aspek Kemukjizatan .......................................................... 8
BAB III ........................................................................................................................................... 13
PENUTUP ...................................................................................................................................... 13
Kesimpulan ............................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................... 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata I’jaz merupakan bagian yang tak terlepaskan dari seorang


Rasul yang diutus Allah kepada umatnya untuk menyampaikan risalah.
I’jaz merupakan kemampuan untuk menundukkan manusia sehingga
secara serta-merta menjadikan seorang manusia mempercayai akan
kebenaran dari ajaran atau risalah yang dibawa oleh seorang Rasul.
Kemampuan I’jaz ini kemudian menjadi bagian dari seorang Rasul yang
dapat disebut juga dengan mukjizat.
Mukjizat yang diperlihatkan oleh seorang Rasul, merupakan sesuatu
yang dari sebelumnya telah diketahui oleh manusia secara umum. Dapat
dikatakan juga sesuatu yang dapat dipahami oleh manusia akan tetapi tidak
dapat dilakukan atau diperoleh oleh manusia awam. Maka mukjizat
bukanlah sesuatu yang sangat baru dan tidak dapat dipahami oleh siapa
pun. Mukjizat merupakan hal yang menyalahi sesuatu yang biasanya terjadi
akan tetapi masih dalam batas pengetahuan yang dapat dipahami manusia,
sehingga dapat dibukitkan dan disaksikan oleh manusia pada umumnya.
Fenomena Al-Qur’an sebagai mukjizat, merupakan topik utama
yang akan ditelaah dalam makalah ini, Pembahasan Al-Qur’an sebagai
Mukjizat oleh para sebagian ulama masih menyisakan perbedaan pendapat
tentang derivasi serta domain kemu’jizatan Al-Qur’an, ditambah lagi
munculnya pendapat yang cenderung melimitasi pada segi kemukjizatan
dengan menafikan segi yang lain. Berangkat dari sini, penulis bermaksud
untuk mengkaji beberapa segi kemukjizatan Al-Qur’an yang diharapkan
dapat menampilkan keterwakilan seluruh pergolakan pendapat dan
pemikiran yang bergulir disekitar obyek kemukjizatan Al-Qur’an.

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian I’jaz Al-Qur’an?


2. Bagaimana pendapat para Ulama’ mengenai I’jaz Al-Qur’an?
3. Apa saja perbedaan pendapat para Ulama’ mengenai I’jaz Al-Qur’an?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk memahami pengertian dan maksud I’jaz Al-Qur’an


2. Untuk mengetahui pendapat para Ulama’ mengenai I’jaz Al-Qur’an
3. Untuk mengetahui perbedaan pendapat para Ulama’ mengenai I’jaz
Al-Qur’an.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian I’jaz Al Qur’an

Secara etimologis kata i’jaz berasal dari akar kata ,ajzun (artinya
tidak mampu/kuasa. Kata ajzun adalah jenis kata yang tidak memiliki
muatan aktifitas (pasif). Kemudian kata ini dapat berkembang menjadi
kata kerja aktif, mengikuti wazan (af’ala) a`jaza-yu’jizu berarti
melemahkan, dengan demikian, Al-Qur’an sebagai mu’jizat bermakna
bahwa AI-Qur’an merupakan sesuatu yang mampu melemahkan tentang
menciptakan karya yang serupa dengannya. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, “kata mukjizat” diartikan sebagai kejadian yang luar biasa yang
sukar dijangkau oleh akal pikiran manusia. Pengertian ini punya muatan
yang berbeda dengan pengertian i`jaz dalam perspektif islam. 1
I`jaz sesungguhnya menetapkan kelemahan ketika mukjizat telah
terbukti, maka yang nampak kemudian adalah kemampuan atau “mu`jiz”
(yang melemahkan), oleh sebab itu i`jaz Alquran menampakan kebenaran
Muhammad saw., dalam pengakuannya sebagai rosul yang
memperlihatkan kelemahan manusia dalam menandingi mukjizatnya.2

B. Pendapat Para Ulama’ Mengenai I’jaz Al-Qur’an

1. Pandangan Yusuf al-Qardhawi tentang I’jaz al-Qur’an.

1
Quraish syihab, mukjizat Alqurandan aspek kebahasaan, isyarat ilmiah dan pemberitaan yang ghaib
(bandung: mizan 1998), cet.IV, hlm.23.
2 Manna Khalil al-qoththan, mabahits fiulumul qur’an diterjemahkan oleh muzakkir AS. Dengan judul studi

ilmu-ilmu Alquran (bogor: Pustaka lentera antar nusa, 1996), cet.III, hlm.371

6
Pemikiran Yusuf al-Qardhawi tentang I’jaz al-Qur’an. Al-Qur’an
adalah kitab suci agama Islam dan merupakan sumber utama syariat
serta ajarannya. Selain sebagai himpunan syari’at, alQur’an juga
merupakan mukjizat kerasulan dan cahaya bagi mata kepala serta mata
hati orang Islam.3

Mukjizat yang didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain, sebagai
suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku
Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk
melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu
melayani tantangan itu.4 Berikut ini akan diuraikan beberapa pendapat seputar
kemukjizatan Al-Qur’an perspektif Yusuf al-Qardhawi.

a. Al-Qur’an Menjawab Tuntutan Kaum Musyrik Akan Mukjizat


Seringkali orang-orang musyrik menuntut dan mendesak
diturunkannya tanda-tanda kekuasaan Allah yang luar
biasa(mukjizat) sebagaimana mukjizat yang diberikan kepada
rasulrasul terdahulu, semisal Nabi Musa dengan tongkatnya, Nabi
Isa yang bisa menghidupkan orang mati, dan rasul-rasul terdahulu
lainnnya. Namun Allah tidak mempedulikan tuntutan mereka.
b. Al-Qur’an Mukjizat Terbesar yang Bersifat Menantang Diantara
keistimewaan al-Quran bahwa ia merupakan kitab yang bersifat I’jaz
(melemahkan dan meyakinkan para penentangnya). Allah
menjadikannya sebagai tanda kebesaran satu-satunya yang bersifat
menantang. Allah tidak menantang orang-orang musyrik dengan
setiap tanda (kejadian) yang Allah anugerahkan dengan segala
keragaman dan kuantitasnya, kecuali al-Quran5. Allah menantang
mereka untuk mendatangkan yang semisal dengannya: “Maka

3 Yusuf al-Qardhawi, Ijtihad dalam Syariat Islam, Penerjemah: Achmad Syathori, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1987), cet 1, hlm. 6.
4 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah dan

Pemberitaan Gaib, (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998), hlm. 23.


5
Yusuf Qardhawi, al-Quran Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan , hlm. 315

7
hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Quran itu
jika mereka orang-orang yang benar”. (Ath-Thur: 34)

2. Pandangan Al-Jurjani Mengenai I’jaz Al-Qur’an.


Pandangan utama Abu Bakar Abdul Qahir bin Abdul Rahman al-
Jurjani adalah tentang) stuktur),menjelaskan ketika maka dalam kitabnya
Dalail I’jaz (Al-Jurjani menjelaskannya dengan struktur), dan tidak
sependapat dengan Al-Jubbai yang mengatakan bahwa I’jaz terdapat
pada fashahah Lafaz dan ma’na. Al-Jurjani adalah seorang ulama
balaghah, maka ketika membahas tentang I’jaz Al-Qur’an tidak terlepas
dari tiga unsur yang dibahas dalam ilmu balaghah yaitu; Ma’ani, Bayan,
Badi’.
a. Ma’ani
Adalah membahasbermacam-macam uslub berdasarkan struktur
kalimat. Jadi fasih dan balighnya suatu kalimat tidak dari kalimat
itu sendiri, tetapi apa tujuan (makna) yang terkandung didalam
kalimat tersebut, atau dengan kata lain fasih dan balighnya suatu
kalimat terdapat pada struktur ( nidzam )dan ketentuan yang
terdapat dalam struktur tersebut.
b. Bayan
(mengungkapkan, menjelaskan), maksudnya menjelaskan satu
makna dengan berbagai ungkapan atau berbagai uslub sesuai
situasi dan kondisi.
c. Badi’
adalah membahas uslub yang berhubungan dengan pertentangan
,pertautan, dan keserasian.

C. Perbedaan Pendapat Ulama’ Tentang Aspek Kemukjizatan

Maksud aspek kemukjizatan yang disepakati ulama adalah sisi itu banyak
didiskusikan dan dibicarakan dalam kitab-kitab mereka. Hampir mereka tidak

8
ada yang mengingkari aspek tersebut. Mereka mengakuinya dan membenarkan
kemukjizatan Al-Qur’an ditinjau dari sisi tersebut. Berbeda halnya dengan aspek
kemukjizatan Al-Qur’an yang masih diperselisihkan di antara mereka. Para
ulama ada yang setuju dan mengakui sisi kemukjizatan itu. Namun, tidak sedikit
dari mereka yang tidak setuju. Bahkan mereka benar-benar ingkar dan tidak
mengakui eksistensi aspek kemukjizatan itu.
1. Aspek Kemukjizatan Yang Disepakati.
Aspek kemukjizatan Al-Qur’an yang disepakati ulama adalah
indahnya kebahasaan Alquran. Baik dari segi uslûb (gaya bahasanya),
pilihan derivasi kata yang digunakan, morfologi dan sintaksisnya,
ataupun dari sisi susunan bahasa yang digunakannya. Para ulama
setuju dengan sisi ini. Karena Alquran sendiri memberikan jaminan
sisi bahasa ini.6
Misalnya dalam QS. Az-Zumar: 28 menjamin bahasa Al-Qur’an
itu ghoiro ‘iwajin (tidak serampangan). QS. Asy-Syu’arâ’: 195
menjelaskan Al-Qur’an itu berbahasa Arab yang mubîn (benar-benar
menjelaskan). Ini artinya Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang
mampu memberikan hal baru bagi orang Arab. Nuansa justifikasi
kemukjizatan bahasanya sangat nampak dalam ayat tersebut. Ini
dikuatkan dengan QS. Yâsîn: 69 yang mempertegas Al-Qur’an itu
bukan buku syair melainkan penjelas. Tentunya ini memberi
pengertian bahwa Al-Qur’an itu penjelas dengan bahasa yang indah,
sebab narasinya dia dibandingkan dengan syair. Ini pula yang
dijelaskan dalam QS. Ath-Thûr: 29-30.
Di antara aspek kemukjizatan yang disepakati dalam Alquran
adalah ikhbâr al-mâdhi wa al-mustaqbal (menceritakan masa lalu dan
masa depan).7Artinya, Al-Qur’an bisa menceritakan hal-hal gaib yang
belum ada saat orang Arab mendengarkannya. Aspek kemukjizatan
ini disetujui oleh para ulama karena realitasnya memang Al-Qur’an

6 Abdul Wahhab Khollaf, ‘Wujuh I’jaz Alquran’, Majallah Kunuz Alquran, 04.05–06 (1952), p. 4
7 Abdul Wahhab Khollaf, Ushûl Al-Fiqhi (Mesir: Maktabah Dakwah, 2009), p. 28

9
banyak memberikan informasi-informasi masa lalu yang terbukti ada
artifak-artifak peninggalan bersejarah tersebut. Adapun untuk masa
depannya, Al-Qur’an juga terbukti benar dalam memprediksinya dan
tidak melesat satupun.
2. Aspek Mukjizat Yang Diperselisihkan.

ada beberapa pendapat dari para ulama mengenai ada atau


tidaknya kemukjizatan Al-Qur’an dari dua sisi, yakni sains dan
bilangan. Kemukjizatan dari aspek sains sering disebut sebagai i’jaz
‘ilmi dan kemukjizatan dari aspek bilangan disebut i’jaz raqmi. Ada
ulama yang setuju dan ada yang tidak. Masingmasing mereka
memiliki argumentasi dan dalil untuk menguatkan pendapatnya,
definisi oleh para ulama mengenai I’jazul ‘ilmi.8

“I’jaz ilmi adalah pemberitaan dari Alquran maupun hadis


mengenai sesuatu yang dibuktikan oleh ilmu pengetahuan empiris
padahal sudah sangat jelas hal itu tidak mungkin bisa diketahui
dengan alat teknologi buatan manusia di masa Nabi Muhammad
saw sehingga menguatkan kebenaran ajaran yang dibawanya dari
Allah swt…”

Pendapat yang setuju megenai I’jaz Al-Quran dari aspek I’jazul


‘ilmi. Misalnya adalah temuan modern tentang ilmu embriologi.
Yaitu ilmu pengetahuan empiris tentang perkembangan janin di
dalam kandungan ibunnya. Empat belas abad tahun yang lalu, Allah
swt sudah mengabarkannya dalam Al-Qur’an. para ulama yang
setuju adanya i’jaz Alquran memberikan kesimpulan bahwa
informasi-informasi tentang embrio itu sesungguhnya sudah ada di
dalam Alquran yang tidak mungkin itu murni dari Baginda Nabi
saw. Sebab, beliau adalah bangsa Arab yang notabene sebagai kaum
ummi yang tidak bisa membaca apalagi menulis. Padahal perjalanan

8Hamza Hassan, ‘Qadhaya Al-I‘Jaz Al-‘Ilmi Wa At-Tafsir Al-‘Ilmi Li AlQur’an Al-Karim’, El Harakah,
21.1 (2019), 179 (p. 182) .

10
embrio yang begitu detail dalam Alquran itu memerlukan analisis
panjang.

Dengan demikian, sisi kemukjizatan Alquran dalam bidang


teknologi dan sains itu sesungguhnya adalah nyata adanya. 9 Namun,
ulama yang tidak setuju dengan adanya i’jaz Alquran itu
menolaknya. Alasannya adalah penemuan-penemuan modern itu
bersifat profan dan riskan untuk terjadi kesalahan. Misalnya pada
teori yang megatakan bahwa bumi lah yang megitari matahari dan
bukan sebaliknya. Andaikan hal demikian dikait-kaitkan dengan
ayatayat Alquran yang secara lahiriah teks-teksnya memang
menyebut bumi terbentang, matahari yang berputar dari ufuk timur
ke barat, matahari berjalan dan sejenisnya, maka teori tersebut akan
berlawanan dengan pendapat dan penemuan sains modern. Yaitu
menyebut bahwa yang benar adalah heliosentris. Artinya adalah
bumi yang mengelilingi matahari, bukan sebaliknya. Mereka pun
mengemukakan penemuan-penemuan dan data-data baru tentang
kebenaran teori mereka ini.
Dengan demikian, teori pertama terbantahkan dengan teori kedua.
Jika ayat Alquran dianggap mendukung, cocok, dan dipastikan ada
kaitannya dengan teori pertama, maka akan menimbulkan kesan
bahwa Alquran itu tidak lagi ilmiah, ketinggalan zaman, dan tidak
bisa dipertanggung-jawabkan. Hal itu akan mengurangi kesakralan
dan kehebatan Alquran. Padahal kemunculan teori itu murni dari
manusia, tidak secara langsung jelas dan terang disebutkan oleh
Alquran. Maka, kelompok yang kedua ini tidak setuju dengan
adanya i’jaz Alquran dari aspek sains tersebut 10. Ada pendapat
ketiga dari kalangan pertengahan. Menurut mereka, i’jaz Alquran
dari sisi sains itu tidak bisa ditinggalkan. Karena terbukti penemuan-

9
Muhammad Izzuddin Taufiq, Dalil Anfus Al-Qur’an Dan Embriologi (Ayat-Ayat Tentang Penciptaan
Manusia) (Indonesia: Tiga Serangkai, 2006), p. 5.
10
Mahmud Syaltut, Tafsir Alquran (Kairo: Dar Syuruq, 1999), pp. 13.

11
penemuan modern itu membenarkan isi-isi Alquran. Maka,
keuntungan bukti baru itu menjadi penguat dari kemukjizatan Al-
Qur’an

Sebagaimana I’jazul ilmi, I’jazul raqmi juga ada beberapa yang


setuju dan juga tidak setuju. Definisi I’jazul raqmi
I’jaz ‘adadi di dalam Al-Qur’an adalah membidik berapa kali
pengulangan, angka-angka, berapa jumlah kata maupun ayat, lalu
menghitungnya dengan ilmu matematika tertentu…. 11. Ulama yang
tidak setuju dengan i’jaz raqmi ini menyebut bahwa tradisi ini tidak
pernah dilakukan oleh Baginda Nabi Muhammad saw. Konsentrasi
tersebut dikhawatirkan akan mengeluarkan tujuan utama Alquran
sebagai kitab hidayah (guidance book) untuk umat manusia. Nanti
mereka akan lebih tertarik Alquran sebagai ilmu eksak dan tidak
merasakan kehadiran Alquran sebagai alat komunikasi Tuhan
dengan manusia12. Sedangkan ulama yang setuju adanya i’jaz raqmi
di dalam Alquran menyimpulkan bahwa seringkali ayat-ayatnya
mengajak umat manusia untuk berpikir, menghitung, dan
menjumlahkan atau mengurangi bilangan tertentu.

11
Musthafa Mu’tamad as-Sisi, p. 131.
12
Ibid, (Placeholder2)150

12
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

I’jaz merupakan kemampuan untuk menundukkan manusia sehingga


secara serta-merta menjadikan seorang manusia mempercayai akan kebenaran
dari ajaran atau risalah yang dibawa oleh seorang Rasul. Kemampuan I’jaz ini
kemudian menjadi bagian dari seorang Rasul yang dapat disebut juga dengan
mukjizat. Al-Qur’an sebagai mu’jizat bermakna bahwa AI-Qur’an merupakan
sesuatu yang mampu melemahkan tentang menciptakan karya yang serupa
dengannya.

Pemikiran Yusuf al-Qardhawi tentang I’jaz Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah


kitab suci agama Islam dan merupakan sumber utama syariat serta ajarannya.
Selain sebagai himpunan syari’at, Al-Qur’an juga merupakan mukjizat kerasulan
dan cahaya bagi mata kepala serta mata hati orang Islam. Al-Jurjani seorang
ulama balaghah, maka ketika membahas tentang I’jaz Al-Qur’an tidak terlepas
dari tiga unsur yang dibahas dalam ilmu balaghah yaitu; Ma’ani, Bayan, Badi’.

Aspek kemukjizatan Al-Qur’an yang disepakati ulama adalah indahnya


kebahasaan Alquran. Baik dari segi uslûb (gaya bahasanya), pilihan derivasi kata
yang digunakan, morfologi dan sintaksisnya, ataupun dari sisi susunan bahasa
yang digunakannya.

Ada beberapa pendapat dari para ulama mengenai ada atau tidaknya
kemukjizatan Al-Qur’an dari dua sisi, yakni sains dan bilangan. Kemukjizatan
dari aspek sains sering disebut sebagai i’jaz ‘ilmi dan kemukjizatan dari aspek
bilangan disebut i’jaz raqmi. Ada ulama yang setuju dan ada yang tidak. Masing-
masing mereka memiliki argumentasi dan dalil untuk menguatkan pendapatnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi, Y. (1987). Ijtihad dalam Syariat Islam (Vol. 1). (A. Syathor, Trans.)
Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Hassan, Hamza. (2019). Qadhaya Al-I‘Jaz Al-‘Ilmi Wa At-Tafsir Al-‘Ilmi Li AlQur’an Al-
Karim. El Harakah, 21.1.179 (p. 182).

Khollaf, A.W. (1952). Wujuh I’jaz Alquran. Majallah Kunuz Alquran, 04.05–0. p. 4.

Khollaf, A.W. (2009). Ushûl Al-Fiqhi. Mesir: Maktabah Dakwah. p. 28.

Manna Khalil al-qothahthahan. (1996). Studi Iilmu-Ilmu Alquran. Bogor: Pustaka lentera
anatar nusa.

Musthafa Mu’tamad as-Sisi, p. 131.

Shihab, M. Q. (1998). Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat


Ilmiah dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan.

Shihab, Q. (1988). Mukjizat Al-Qur'an dan aspek kebahasaan, isyarat ilmiah dan
pemberitaan yang ghaib. Mizan, 23.

Syaltut, Mahmud. (1999). Tafsir Alquran. Kairo: Dar Syuruq. pp. 13.

Taufiq, M.I. (2006). Dalil Anfus Al-Qur’an Dan Embriologi (Ayat-Ayat Tentang
Penciptaan Manusia). Indonesia: Tiga Serangkai. p. 5.

Qardhawi, Y. Al-Quran Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. 315.

14
15

Anda mungkin juga menyukai