Anda di halaman 1dari 4

A.

LATAR BELAKANG

Penyelenggaraan Makanan Institusi/massal (SPMI/M) adalah penyelenggaraan makanan


yang dilakukan dalam jumlah besar atau massal. Batasan mengenai jumlah yang diselenggarakan di
setiap negara bermacam-macam, sesuai dengan kesepakatan masing-masing. Di Inggris dianggap
penyelenggaraan makanan banyak adalah bila memproduksi 1000porsi perhari, dan di Jepang 3000-
5000 porsi sehari. Sedangkan di Indonesia penyelenggaraan makanan banyak atau massal yang
digunakan adalah bila penyelenggaraan lebih dari 50 porsi sekali pengolahan. Sehingga kalau 3 kali
makan dalam sehari, maka jumlah porsi yang diselenggarakan adalah 150 porsi sehari.
Berkembangnya kegiatan penyelenggaraan atau pelayanan makanan dalam jumlah besar pada
institusi-institusi (misalnya: asrama, pelayanan makanan anak sekolah, restoran/rumah makan,
warung dan cafe) terutama di perkotaan adalah disebabkan oleh karena kurang tersedianya waktu
untuk menyiapkan makanan bagi keluarga karena semakin banyak para wanita yang bekerja di luar
rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di samping itu faktor jarak ke tempat tugas yang jauh,
kesulitan dalam perjalanan sehingga makanan yang dibawa menjadi rusak dan kemajuan teknologi
menuntut penggunaan jam kerja yang efektif bagi tenaga kerja. Oleh karena itu keberadaan tempat
pelayanan makanan di berbagai tempat sudah menjadi sangat penting. Bahkan saat ini semakin
banyak kita temukan penjaja makanan (food vendors) yang menyediakan makanan di sepanjang jalan
baik di kota maupun di pedesaan, sehingga mempermudah setiap orang yang membutuhkan
makanan setiap saat.

Untuk dapat menyediakan makanan yang baik bagi konsumen tersebut maka dalam pelayanan
makanan, pihak penyelenggara harus menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Makanan harus memenuhi kebutuhan gizi konsumen.

2. Memenuhi syarat higiene dan sanitasi.

3. Peralatan dan fasilitas memadai dan layak digunakan.

4. Memenuhi selera dan kepuasan konsumen.

5. Harga makanan dapat dijangkau konsumen.

Untuk dapat memenuhi ke-5 (lima) prinsip tersebut, pengelola penyelenggaraan makanan
institusi harus merencanakan dan menetapkan terlebih dahulu, target konsumen yang akan dilayani
sehingga dapat memperhitungkan besar porsi yang akan disajikan untuk memenuhi kebutuhan
konsumennya, termasuk biaya yang dibutuhkan sesuai dengan kemampuan konsumennya dengan
tetap memperhatikan mutu makanan yang disajikan sehingga aman untuk dikonsumsi.

B. SUB SISTEM PENYELENGGARAN MAKANAN INSTITUSI

Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari sub sistem-sub sistem. Sub sistem
tersebut tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling tergantung satu dengan yang lainnya dalam
mencapai tujuan institusi yang telah ditetapkan. Perubahan yang terjadi pada salah satu sub sistem
akan mempengaruhi sub sistem yang lainnya dan pada akhirnya akan berpengaruh pada tujuan
institusi. Untuk itu diperlukan suatu keahlian dalam mengkoordinasi sub sistem tersebut agar dapat
berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Penyelenggaraan makanan (food service) adalah sebuah
sistem, tetapi juga dapat menjadi sub sistem dari sistem yang lebih besar. Contohnya sebuah
restoran atau rumah

makan atau jasa boga/katering adalah sebuah sistem yang berdiri sendiri, sedangkan instalasi gizi
adalah bagian (sub sistem) dari rumah sakit secara keseluruhan. Sebagai suatu sistem,
penyelenggaraan makanan terdiri dari sekelompok sub sIstem atau komponen-komponen yang
bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yaitu menyajikan makanan yang berkualitas bagi
konsumennya. Sub sistem tersebut terdiri dari 6 (enam) elemen meliputi: input (resourcess), thruput
(process), output (goal), control, feed back dan environtment (Perdigon, 2005). Apabila terjadi
perubahan pada salah satu sub sistem akan berpengaruh terhadap sub sistem lainnya pada food
service tersebut. Oleh karena itu, maka penyelenggaraan makanan antara satu tempat dengan di
tempat yang lainnya tidak ada yang sama, karena masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda
antar sub sistemnya, sehingga akan berpengaruh terhadap sub sistem lainnya. Misalnya apabila
suatu penyelenggaraan makanan di satu tempat tertentu memiliki jumlah tenaga kerja (resourcess)
yang berbeda dengan di tempat lainnya, akan mempengaruhi terhadap subsistem process, control
(pengawasan) dan bahkan terhadap out put (mutu makanan yang dihasilkan dan cara pelayanan
yang diberikan). Elemen yang termasuk sebagai input adalah meliputi 6 unsur yaitu: man (tenaga
kerja), money (biaya), material (Bahan makanan dan bahan lainnya), machine (peralatan),
method(prosedur kerja, peraturan-peraturan, standar-standar dan kebijakan institusi) dan
markets(konsumen). Elemen process adalah sistem pengadaan (mulai dari perencanaan menu
sampai penyimpanan), produksi atau pengolahan (mulai dari persiapan sampai pemasakan), dan
sistem distribusi makanan, penerapan higiene sanitasi dan keselamatan kerja. Elemen output (goal)
adalah hasil akhir dari penyelenggaraan makanan yaitu makanan yang bermutu dan sistem
pelayanan atau penyajian makanan yang tepat dan efisien dan sesuai dengan kondisi dan harapan
dari konsumennya. Selain itu sistem informasi (feedback) untuk pengawasan dan pengendalian serta
kondisi lingkungan kerja sangat menentukan seluruh pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan
makanan.

Penulis lain yaitu Marian C. Spears dan Allene G. Vaden (2006), mendeskripsikan hal yang
sama, bahwa sistem penyelenggaraan makanan terdiri dari 6 (enam) elemen, seperti:

1. Elemen Input: adalah semua sumber daya yang meliputi: human (ketrampilan tenaga kerja),
material (bahan makanan dan persediaannya), operasional (biaya, waktu, bahan keperluan
lainnya), dan facilities (tempat dan peralatan yang dibutuhkan), yang akan digunakan untuk
menghasilkan output.
2. Elemen Transformasi: adalah proses–proses perubahan yang terjadi dalam proses dari input
menjadi output, seperti halnya penerapan fungsi manajemen dan cara kerja sama antar sumber
daya yang ada.
3. Elemen Output: adalah produk dan pelayanan yang dihasilkan dari proses transformasi input
suatu sistem dan menggambarkan sejauh mana tujuan telah dicapai, antara lain: jumlah dan
kualitas menu/hidangan yang dihasilkan, kepuasan konsumen, perhitungan biaya dan kepuasan
tenaga kerja.

4. Elemen Kontrol: meliputi tujuan dan sasaran, peraturan-peraturan dan kebijakan, prosedur-
prosedur kerja, standar-standar serta program-program yang dilaksanakan.

5. Elemen Feedback: menyediakan informasi penting untuk kelangsungan efektivitas dari sistem
dan juga menyediakan informasi untuk evaluasi atau kontrol.
6. Elemen Memory: sistem pencatatan dan pelaporan (keuangan, tenaga kerja) untuk
menyimpan dan memperbaharui data-data yang dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan.

Masing-masing sub sistem pada penyelenggaraan makanan di setiap institusi


penyelenggaraan makanan massal sangat bervariasi kondisinya, tergantung besar kecilnya
institusinya dan jumlah konsumen yang dilayani serta tujuan dari instruksi tersebut.
Klasifikasi penyelenggaraan makanan institusi berdasarkan sifat dan tujuannya, dibagi menjadi
2 (dua) kelompok utama, yaitu: kelompok institusi yang bersifat non atau semi komersial
(service oriented) dan kelompok institusi yang bersifat komersial (profit oriented). Kelompok
institusi yang bersifat service oriented antara lain: (1) pelayanan kesehatan, (2) sekolah, (3)
asrama, (4) institusi sosial, (5) institusi khusus, dan (6) darurat. Sedangkan kelompok institusi
yang bersifat profit oriented adalah: (1) transportasi, (2) industri, dan (3) komersial.
Berdasarkan jenis konsumennya, penyelenggaraan makanan dapat diklasifikasikan
menjadi 9 kelompok institusi, antara lain:

1. Penyelenggaraan Makanan pada Pelayanan Kesehatan.


2. Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah/School Feeding.
3. Penyelenggaraan Makanan Asrama.
4. Penyelenggaraan Makanan Di Institusi Sosial.
5. Penyelenggaraan Makanan Institusi Khusus.
6. Penyelenggaraan Makanan Darurat.
7. Penyelenggaraan Makanan Industri Transportasi.
8. Penyelenggaraan Makanan Industri Tenaga Kerja.
9. Penyelenggaraan Makanan Institusi Komersial.
Selanjutnya akan dijelaskan menurut pengertian, sejarah, tujuan, karakteristik
pengelolaannya sesuai dengan konsumen yang dilayani dan kecenderungan perkembangannya
pada masa yang akan datang.
PENYELENGARAAN MAKANAN INSTITUSI KHUSUS

Penyelenggaraan makanan institusi khusus merupakan penyelenggaraan makanan yang dibutuhkan


untuk golongan masyarakat tertentu untuk mencapai stamina kesehatan maksimal dalam batas
waktu yang ditetapkan (tidak bersifat kontinu). Contoh institusi penyelenggaraan makanan khusus
adalah: pusat latihan olah raga (atlit), pusat latihan kebugaran, asrama haji, kursus atau pusat
pelatihan-pelatihan, Lembaga pemasyarakatan, dan lain-lain yang sejenis. Pada dasarnya institusi
khusus ini hampir sama karakteristiknya dengan asrama, namun perbedaannya adalah, konsumennya
tidak selalu tinggal di institusi/lembaga tersebut, sehingga penyelenggaraan makanan tersebut tidak
selalu sepenuhnya sebagai tempat yang menyediakan kebutuhan gizi sehari bagi kliennya. Kecuali
untuk asrama haji, klien tinggal untuk beberapa hari saja di asrama tersebut. Perkembangan dimasa
datang, penyelenggaraan makanan ini semakin banyak dibutuhkan masyarakat, karena semakin
berkembangnya aktivitas masyarakat di Lembaga pusat pelatihan dan kursus-kursus.

1. Tujuan penyelenggaraan makanan khusus

Mengatur menu yang tepat agar dapat diciptakan makanan yang memenuhi kecukupan gizi klien
untuk mencapai stamina kesehatan maksimal dalam batas waktu yang ditetapkan.

Pada dasarnya institusi khusus ini hampir sama karakteristiknya dengan asrama, namun
perbedaannya adalah, konsumennya tidak selalu tinggal di institusi/lembaga tersebut, sehingga
penyelenggaraan makanan tersebut tidak selalu sepenuhnya sebagai tempat yang menyediakan
kebutuhan gizi sehari bagi kliennya. Kecuali untuk asrama haji, klien tinggal untuk beberapa hari saja
di asrama tersebut.
Perkembangan dimasa datang, penyelenggaraan makanan ini semakin banyak dibutuhkan
masyarakat, karena semakin berkembangnya aktivitas masyarakat di Lembaga pusat pelatihan dan
kursus-kursus.

2. Karakteristik penyelenggaraan makanan institusi khusus

a. Bersifat sementara atau periodik, sesuai kebutuhan klien.

b. Kecukupan gizi berbeda untuk setiap golongan masyarakat sesuai dengan tujuan
penyelenggaraannya.

c. Memerlukan pengawasan dengan mutu tinggi.

d. Makanan diusahakan sesuai dengan kondisi yang ada dan dapat diterima konsumen dengan baik.
Bersifat sementara atau periodik, sesuai kebutuhan klien.

Anda mungkin juga menyukai