Anda di halaman 1dari 23

ISBN : 978-602-73376-3-3

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
Kontribusi Penelitian dan Pengajaran
dalam Penguatan Aksi Mitigasi dan
Adaptasi Perubahan Iklim untuk
Implementasi NDC Indonesia

Jakarta, 29-30 November 2017

Jejaring Ahli Perubahan Iklim


dan Kehutanan Indonesia
INDONESIA
NETWORK

Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, KLHK


Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

Prosiding Seminar Nasional


Kontribusi Penelitian dan Pengajaran dalam Penguatan
Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim untuk
Implementasi NDC Indonesia

Jakarta, 29-30 November 2017

Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim,


Kehutanan Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim, KLHK

1
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

Prosiding Seminar Nasional


Kontribusi Penelitian dan Pengajaran dalam Penguatan Aksi
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim untuk Implementasi
NDC Indonesia

Editor:
Riko Wahyudi, S.Hut, M.Si
Ifa Elfira Olivia, S.Hut

ISBN : 978-602-73376-3-3

Reviewer:
Dr. Ir. Mahawan Karuniasa, MM
Ir. Sabaruddin, M.Sc., Ph.D.
Yayan Hadiyan, S.Hut, M.Sc
Riko Wahyudi, S.Hut, M.Si
Prof. Dr. Ir. Yuli Hariyati, MS
Dr. Ir. Abdul Rauf, M.Si.
Dr. Ir. Yunita Ismail, M.Si.
Georgius Joseph Viandrito, SE., M.Si.
Dr. Ir. Adam Malik, M.Sc.
Ir. Agus Susatya, M.SC., Ph.D.
Arif Sulfiantono, S.Hut., M.Si., M.Sc.
Dr. Ir. L. Michael Riwu Kaho, M.Si.
Dr. Ir. La Ode Alwi, M.Si.
Prof. Dr. Ir. Gusti Anshari, MES
Prof. Dr. Ir. Agustinus Kastanya, MS
Dr. Eng. Hendri, S.Si., M.Si.

Penerbit :
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia)

Redaksi :
Gedung C Lt. 5 dan 6, Kampus UI Salemba
Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat, 10430
Website: www.apiki.or.id
Email : apik.indonesia@yahoo.co.id

Design Sampul dan Tata letak:


Ifa Elfira Olivia

Cetakan Pertama,

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang :


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin dari
penerbit.

2
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

KATA PENGANTAR

Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris tentang perubahan iklim yang bertujuan
untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2°C di atas tingkat di masa pra-
industrialisasi melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016. Indonesia menyikapi hal ini
melalui berbagai persiapan termasuk penyiapan untuk mencapai target Indonesia’s
Nationally Determined Contributions (NDC) sebagai komitmen nasional untuk menurunkan
emisi sebanyak 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan luar neger pada tahun
2030. Konsekuensinya adalah diperlukan upaya yang lebih dan peran para pihak untuk
mereduksi emisi dan mengembangkan strategi-strategi adaptasi yang relevan di tingkat
nasional dan lokal.
APIK Indonesia merupakan komunitas ilmiah yang memiliki 471 anggota dari lebih 101
universitas, institusi riset, pusat kajian, kementerian, dan pemerintah daerah yang jejaringnya
tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia. Setiap tahun, APIK Indonesia melakukan
pertemuan dan berbagi informasi melalui kegiatan seminar nasional. Seminar nasional yang
dilaksanakan di Jakarta tanggal 29-30 Oktober 2017 tersebut merupakan kerjasama antara
APIK Indonesia dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim – Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Seminar tersebut bertujuan untuk mendorong kontribusi
anggota APIK dalam penguatan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk
implementasi NDC Indonesia melalui penelitian dan pengajaran.
Berbagai hasil penelitian dari para anggota APIK Indonesia yang dibahas pada seminar
nasional ini dapat dijadikan modal untuk diagregasi untuk pengembangan kapasitas,
metodologi, dan kebijakan pengendalian perubahan iklim pada berbagai ekosistem, wilayah
pembangunan dan sektor-sektor terkait di Indonesia.
Diucapkan terimakasih atas dukungan yang telah diberikan oleh Direktur Jenderal
Pengendalian Perubahan Iklim dan Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Ditjen PPI,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mitra-mitra lainnya dan kepada segenap
panitia. Semoga bermanfaat.

Jakarta, 1 September 2018


Ketua Umum,

ttd.

Dr. Ir. Mahawan Karuniasa, MM

3
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 3


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 4
1. BIOMASS ENERGY FROM FOREST RESIDUES : THE POTENTIAL AND EFFECT TO
SUSTAINABILITY AND CARBON BALANCE IN PLANTATION FOREST
Ganjar Oki Widhanarto, Ris Hadi Purwanto, Ahmad Maryudi, Senawi................................. 8

2. APLIKASI MODEL MOCKWYN-UB DALAM MENAKSIR KETERSEDIAAN AIR


SUNGAI SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM (Studi Kasus: Sungai Sumara,
Kab. Morowali Utara, Sulawesi Tengah)
I Wayan Sutapa dan Abdul Rauf ............................................................................................ 16

3. KORELASI PENINGKATAN SUHU UDARA TERHADAP PRODUKSI PADI LADANG


TRADISIONAL DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Akas Pinaringan Sujalu, Akas Yekti Pulihasih dan Ismanto Hadi Santoso .......................... 28

4. ESTIMASI PERUBAHAN CADANGAN KARBON, LAJU EMISI DAN SKENARIO


PENURUNAN EMISI DI DAS JANGKOK, PULAU LOMBOK
Markum, Kurniatun Hairiah, Didik Suprayogo dan Endang Arisoesilaningsih ................... 35

5. PERTUMBUHAN JENIS-JENIS ENDEMIK HUTAN RAWA GAMBUT DI PROVINSI


KALIMANTAN TENGAH
Patricia Erosa Putir, Cakra Birawa, R.M.Sukarna, dan Chartina Pidjath .............................. 48

6. PENDUGAAN BIOMASSA DAN KARBON TERSIMPAN PADA MANGROVE JENIS


Rhizopora apiculata DAN Sonneratia alba DI KAWASAN HUTAN MANGROVE
DESA SIMAU, KECAMATAN GALELA
Stenly Huliselan, Fifin Adji dan Ronald Kondo Lembang .................................................... 59

7. PENDUGAAN STOK KARBON TEGAKAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR


TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DI IUPHHK-HA PT SUKA JAYA MAKMUR,
KALIMANTAN BARAT
Rina Wahyu Cahyani dan Asef Kurniyawan Hardjana .......................................................... 65

8. PENDUGAAN POTENSI SIMPANAN KARBON PADA TEGAKAN PINUS (Pinus


merkusii) di RPH TEMANGGAL, BKPH MAGELANG, KPH KEDU UTARA
Eka Bagus Panuntun dan Daryono Prehaten ........................................................................ 73

9. ESTIMASI TOTAL PENYERAPAN KARBON TERSIMPAN PADA SISTEM


AGROFORESTRI DI DESA SUMBER AGUNG KOTA BANDAR LAMPUNG
Slamet Budi Yuwono, Agus Setiawan dan Rudi Hilmanto ................................................... 94

10. PERTUMBUHAN POHON GELAM (MELALEUCA CAJUPUTI SUBSP. CUMIGIANA)


DARI ANAKAN ALAMI DENGAN SISTEM CABUTAN
Wahyu Supriyati dan Alpian................................................................................................. 103

4
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

11. SERAPAN KARBONDIOKSIDA TEGAKAN TINGGAL TINGKAT POHON DI AREAL


BEKAS TEBANGAN IUPHHK-HA PT GRAHA SENTOSA PERMAI KALIMANTAN
TENGAH
Yetrie Ludang dan Ellydia Ludang ....................................................................................... 108

12. PENGARUH APLIKASI POT ORGANIK DAN EKTOMIKORIZA PADA TANAH PASCA
TAMBANG BATUBARA TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI MERANTI
Mutakim, Cahyono Agus.,D.K dan Eny Faridah .................................................................. 115

13. DINAMIKA KERAGAMAN TERIPANG DAN POTENSI EKOLOGINYA DI


LINGKUNGAN PERAIRAN TELUK TANAH MERAH DEPAPRE JAYAPURA
Puguh Sujarta, Sarlota Beay, Suriani Surbakti dan Euniche RPF Ramandey .................... 135

14. TEKNIK PENGELOLAAN GULMA UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM MIKRO


PULAU KECIL DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN
Johan Riry ............................................................................................................................. 141

15. PERTIMBANGAN DALAM PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN


Hafidah Nur .......................................................................................................................... 153

16. PEMETAAN SEBARAN DAN BENTUK PEMANFAATAN TANAMAN AREN SEBAGAI


SALAH SATU UPAYA MASYARAKAT DESA BULUH AWAR DALAM MENGURANGI
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
Rahmawaty, Horas Simanjuntak, Irawati Azhar dan Abdul Rauf ...................................... 166

17. IDENTIFIKASI DAN KETERLIBATAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM


PENGELOLAAN DELTA MAHAKAM UNTUK MENDUKUNG PRAKARSA
PURWARUPA (PROTOTYPE INITIATIVE) UPAYA MITIGASI DAN ADAPTASI
PERUBAHAN IKLIM DI KALIMANTAN TIMUR
Tien Wahyuni , Niel Makinuddin dan Agus Setiawan ........................................................ 180

18. PEMBELAJARAN DARI HASIL PENILAIAN KAPASITAS KELEMBAGAAN DINAS


KEHUTANAN KABUPATEN DALAM RANGKA IMPLEMENTASI PROGRAM
FORCLIME
Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti .............................................................................. 193

19. KONDISI TUTUPAN KARANG HIDUP DI PERAIRAN PULAU LEMON KABUPATEN


MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT
Dedi Parenden, Charly Romandola dan Simon P.O Leatemia ............................................ 203

20. KOMPOSISI BEBERAPA LIMBAH ORGANIK DENGAN BAHAN PIROKLASTIK


TERHADAP KADAR HARA MAKRO KOMPOS
Gusnidar, Dian Fiantis, Nelson, Yulnafatmawita dan Mira Tineke Putri ........................... 218

21. STOK KARBON ORGANIK PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI CENTRAL


PRODUKSI HORTIKULTURA, ALAHAN PANJANG SUMBAR
S. Yasin, Y. A. Rahman dan Yulnafatmawita ....................................................................... 231

5
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

22. SEQUESTRASI KARBON PADA MANGROVE DI DELTA MAHAKAM KALIMANTAN


TIMUR
Rita Diana, Deddy Hadriyanto dan Fajar Pambudhi ........................................................... 240

23. POTENSI HUTAN LINDUNG SEBAGAI PENYIMPAN KARBON, DAN PENYEDIA


PAKAN BAGI LEBAH MADU HUTAN (Apis dorsata Binghamii) DI KOMPLEKS
HUTAN MEKONGGA PROPINSI SULAWESI TENGGARA
Rosmarlinasiah...................................................................................................................... 257

24. STRATEGI ADAPTASI DALAM KONSERVASI KERANG KEPAH (Polymesoda erosa)


BERBASIS KARAKTER LANSEKAP DI PESISIR PANTAI DESA TABANIO
Anang Kadarsah .................................................................................................................... 266

25. KONSERVASI DAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN DI


PANTAI UTARA MANOKWARI, PAPUA BARAT
Hendri, Abdullah Tuharea, Yohanes Wibisono dan Rintar A. Simatupang ....................... 277

26. KERUSAKAN HUTAN MANGROVE DAN KAJIAN KERENTANAN TSUNAMI DI


PESISIR UTARA SORONG, PAPUA BARAT
Hendri, Hermina Haluk dan Suhaemi .................................................................................. 285

27. PENYUSUNAN KOMPONEN PERUBAHAN IKLIM DAN DINAMIKA


GEOHIDROOSEANOGRAFI PESISIR MANOKWARI SEBAGAI DASAR DALAM
MENENTUKAN TINGKAT KERENTANAN PANTAI
Suhaemi, Syafrudin Raharjo, Marhan dan Nur Alzair ........................................................ 294

28. KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP


KARASTERISTIK HIDROLOGI DAS POSALU DI KABUPATEN WAKATOBI
La Ode Alwi dan Astriwana .................................................................................................. 310

29. KORELASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN SUHU PERMUKAAN UDARA DI


KOTA PADANG MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 dan 8 TAHUN
2011-2017
Lusi Maira, Ahmad Yasir , Restu Fani dan Ronauli F.S........................................................ 324

30. FACTORS OF COASTAL COMMUNITIES OF SEMARANG RELUCTANCE TO MOVE


FROM THE COASTAL AREA (A CASE STUDY OF TANJUNG MAS COMMUNITY IN
NORTH SEMARANG REGENCY, SEMARANG CITY)
Sukron Romadhonaa ............................................................................................................ 335

31. PEREMPUAN PETANI MENYIKAPI PERUBAHAN IKLIM DI PULAU TERLUAR


Esther Kembauw, Fransina Sarah Latumahina dan Aphrodite Milana Sahusilawane ....... 348

32. PERILAKU MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM PADA


WILAYAH HULU DAS CISADANE (Studi Kasus Sungai Ciapus Di Desa Babakan
dan Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)
Messalina L Salampessy, Sufianita dan Ina Lidiawati ......................................................... 361

6
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

PENYUSUNAN KOMPONEN PERUBAHAN IKLIM DAN DINAMIKA


GEOHIDROOSEANOGRAFI PESISIR MANOKWARI SEBAGAI DASAR DALAM
MENENTUKAN TINGKAT KERENTANAN PANTAI
Arrangement Components Climate Change And Geohidrooceanography Dynamic
Manokwari Coastal Area As a Basic for Determining Level Beach Vulnerability

Suhaemi1, Syafrudin Raharjo1, Marhan1, Nur Alzair2


1
Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Papua Manokwari, Indonesia
2
Faculty of Engineering, University of Papua Manokwari, Indonesia
Email : shmanaf@gmail.com

ABSTRACT
The capital of West Papua province located in Manokwari is a center of history and biodiversity. This
province covers the bird's head region of Papua islands. The northern part is limited by the Pacific Ocean
so geographically from the hydrooseanographic aspects of the Manokwari region are vulnerable to
disturbance of ecosystem changes. Manokwari as one of the developing regions, industrial area in
Indonesia makes it vulnerable socio-economically fisherman. The integration of climate change factors
and the dynamics of geohidrooceanography has a vulnerable impact on coastal areas and disaster if no
solution. The purpose of this study is The collecting coastal vulnerability model parameters are climate
change and Geohidrooceanography dynamics. Identification of vulnerable areas of coastal manokwari.
The formation of a vulnerability map of sea waves, changes in coastline, sea level rise and coastal
morphology changes. The research method is to collect observational data based on field facts and in the
analysis to determine the level of coastal vulnerability. Coastal geometric manokwari vary between 12%
-22% and sloping to steep category. The tidal range reaches 2.44 m. Sea level rise in the North Coast of
Papua Manokwari linear pattern reaches ± 4.42 mm / year. In 10-year period from 2002-2013 average
sea level rise of 2.95 mm / year; the period of 2008-2017 reaches 4.42 mm / year and in 2016-January
2017 the average increase reaches 0.66 mm / year. The impact on shoreline changes, Specifically in
2017 the average shoreline change of the manokwari is 1.5 m / year
Keywords: Manokwari, Climate change, vulnerability, morphology, sea level rise

ABSTRAK
Ibukota provinsi Papua Barat terletak di Manokwari merupakan pusat sejarah dan keanekaragaman
hayati. Wilayah provinsi ini mencakup kawasan kepala burung pulau Papua dan kepulauan-kepulauan
di sekitarnya. Di sebelah utara dibatasi oleh Samudra Pasifik sehingga secara geografis dari aspek
hidrooseanografi wilayah Manokwari rentan terhadap gangguan perubahan ekosistem. Selain itu
manokwari sebagai salah satu daerah berkembang menuju kawasan industri di indonesia
menjadikannya sebagai wilayah yang rentan terhadap perubahan secara sosial-ekonomi nelayan.
Integrasi dari berbagai faktor iklim dan perubahannya serta dinamika geohidrooseanografi tersebut
menimbulkan dampak rentan terhadap wilayah pesisir dan pada akhirnya menimbulkan bencana jika
tidak segera ditemukan solusi pemecahannya. Tujuan penelitian adalah (1) menyusun parameter-
parameter model kerentanan pantai mencakup iklim dan perubahannya serta dinamika
Geohidrooseanografi (2) Identifikasi wilayah rentan pesisir manokwari berdasarkan kondisi iklim,
geomorfologi dan hidrooseanografi; (3) Terbentuknya peta kerentanan mencakup peta gelombang
laut, peta perubahan garis pantai, peta kenaikan muka laut dan peta perubahan geomorfologi pantai.
Metode penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data pengamatan berdasarkan fakta lapangan
untuk selanjutnya di analisis dan overlay variabel kerentanan dalam menentukan tingkat kerentanan
pantai Manokwari. Geometri pesisir manokwari bervariasi antara 12%-22% dan terkategori landai

294
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

hingga curam. Rentang pasang surut mencapai 2,44 m. Kecenderungan kenaikan muka laut di Pesisir
Utara Papua Manokwari mengikuti pola linier dengan kenaikan muka laut relatif per tahun adalah
±4,42 mm. Interpretasi data dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu periode 2002-2013 kenaikan
muka laut rata-rata mencapai 2,95 mm/tahun ; periode 2008-2017 mencapai 4,42 mm/tahun dan
pada tahun 2016 hingga periode januari 2017 kenaikan rata-rata mencapai 0,66 mm/tahun. Hal ini
berimplementasi terhadap kemunduran garis pantai. Secara spesifik pada tahun 2017 perubahan garis
pantai manokwari rata-rata mengalami kemunduran sebesar ± 1,5 meter.
Kata Kunci : Manokwari, Perubahan iklim, kerentanan, geomorfologi, Kenaikan muka Laut

I. PENDAHULUAN

Ibukota provinsi Papua Barat terletak di Manokwari dan merupakan pusat sejarah dan
keanekaragaman hayati. Wilayah provinsi ini mencakup kawasan kepala burung pulau Papua
dan kepulauan-kepulauan di sekitarnya. Di sebelah utara, provinsi ini dibatasi oleh Samudra
Pasifik, bagian barat berbatasan dengan provinsi Maluku Utara dan provinsi Maluku, bagian
timur dibatasi oleh Teluk Cenderawasih dengan sumberdaya alam yang cukup melimpah
membentang dari timur semenanjung Kwatisore sampai utara pulau Rumberpon dengan
panjang garis pantai 500 km, luas laut 1.385.300 ha dengan 80.000 ha kawasan terumbu
karang didalamnya, bagian selatan berbatasan dengan Laut Seram dan tenggara berbatasan
dengan Provinsi Papua (KLH, 2007). Dengan demikian secara geografis dari aspek
hidrooseanografi wilayah Manokwari rentan terhadap gangguan perubahan ekosistem.
Selain itu manokwari sebagai salah satu daerah berkembang menuju kawasan industri di
indonesia menjadikannya sebagai wilayah yang rentan terhadap perubahan secara sosial-
ekonomi. Oleh sebab itu kota manokwari harus segera berbenah dan melakukan mitigasi
sejak dini terhadap ancaman perubahan lingkungan.
Perubahan iklim global turut mempengaruhi wilayah papua khususnya manokwari.
Kecenderungan kenaikan muka laut di Pesisir Utara Papua termasuk manokwari mengikuti
pola linier dengan kenaikan muka laut relatif per tahun adalah ±7,6 mm. Analisis data
tahunan kenaikan muka laut wilayah papua memiliki proporsi terbesar (Suhaemi, dkk 2015).
Secara spesifik wilayah pesisir manokwari sebagian besar mengalami degradasi. Demetouw,
2014 menjelaskan bahwa pantai sekitar Yen Bebay-Manokwari mengalami abrasi akibat
angin dan gelombang besar terutama pada bulan Februari dan Maret dengan arah
penjalaran dari arah barat laut dan utara. Selain itu tekstur sedimen yang relatif kasar dan
terbukanya alur sepanjang pinggir pantai menyebabkan gelombang dan arus laut mampu
menggerus pinggiran pantai. PantaiYem Bebay-Manokwari telah mengalami abrasi 0,7 m
sampai dengan 1,8 m dengan rataan 1,4 m menuju jalan raya. Ini adalah satu dari puluhan
bahkan ribuan dampak kerusakan pesisir yang terjadi secara lokal bahkan secara global.
Integrasi dari berbagai faktor iklim dan dinamika geo-hidrooseagrafi tersebut
menimbulkan dampak rentan terhadap wilayah pesisir dan pada akhirnya menimbulkan
bencana jika tidak segera ditemukan solusi pemecahannya. Ristianto, 2011 menjelaskan

295
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

bahwa bencana yang terjadi merupakan interaksi antara ancaman/bahaya alam dan rentan,
dengan demikian jika suatu daerah tidak rentan maka tidak ada bencana atau semakin
rentan suatu wilayah maka semakin tinggi resiko bencana. Dampak yang mungkin timbul
adalah kenaikan muka air laut, perubahan pasang surut,meningkatnya frekuensi gelombang
ekstream, perubahan arus laut, perubahan geomorfologi pantai, perubahan garis pantai dan
pada akhirnya berdampak pada ancaman sosio-ekonomi masyarakat pesisir. Penelitian ini
bertujuan menyusun komponen model kerentanan pantai mencakup parameter iklim dan
dinamika Geo-Hidrooseanografi perairan, Identifikasi wilayah rentan dan pemetaan wilayah
rentan pesisir manokwari berdasarkan nilai IKP (indeks Kerentanan Pantai) yang di peroleh.

II. METODE PENELITIAN

Fokus daerah penelitian yaitu berada pada wilayah kepala burung papua yaitu pesisir
manokwari. Interaksi antara aspek hidro-oseanografi dan perubahan iklim mencakup aspek
fisika menciptakan sifat rentan bagi kawasan pesisir. Tingkat kerentanan pantai terhadap
ancaman kerusakan dapat ditentukan, penelitian yang dilakukan tersaji pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

A. Data dan Pengumpulan Data


Data kerentanan kawasan pantai mencakup data primer dan sekunder yaitu data
parameter fisika oseanografi meliputi kecepatan angin, pasang surut, gelombang, ukuran
fraksi sedimen; data geomorfologi dan geometri pantai. Data angin dari re-analisis data

296
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

global time series interval waktu 6 jam berformat NCEP (*.nc), data abrasi dan perubahan
garis pantai; kenaikan muka laut menggunakan data aviso periode 12 tahun
(http://www.aviso.oceanobs.com) berformat netcdf, diekstrak menggunakan Ocean Data
View (ODV). Hasil Data ODV berupa peta skala kenaikan muka laut, selanjutnya diekstrak
untuk mendapatkan trend kenaikan muka laut.

B. Pembobotan
Variabel yang digunakan dalam menentukan indeks kerentanan pantai (IKP) atau Coastal
Vulnerability Index (CVI) mengacu pada Gornitz (1992), DKP (2008), Basir (2010), Doukis
(2005), Boruff (2005). Secara rinci pembobotan variabel kerentanan adalah sebagai
berikut

Tabel 1. Pembobotan Parameter Kerentanan


Kelas Bobot
Parameter Sangat Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Rendah (2)
Rendah (1) (3) (4) (5)
Kelandaian (β) 0-2% 2-5% 5-10% 10-15% >15%
Gelombang (Hs) <0,5 m 0,5-1 m 1-1.5 m 1,5-2 m >2 m
Perubahan Garis
0 m/th (0-1) m/th (1-5) m/th (5-10) m/th >10 m/th
Pantai (PP)
Jarak Pasasng
<0,5 m 0,5-1 m 1-1.5 m 1,5-2 m >2 m
Surut (PS)
Kenaikan 6.239 -
< 6.239 6.275 -6.312 6.312 -6.348
Permukaan Air 6.275 > 6.348 mm/th
mm/th mm/th mm/th
Laut (SLR) mm/th
Bertebing Bertebing Bertebing Bangunan Penghalang pantai,
Tinggi sedang, rendah, Pantai, pantai pantai berpasir,
Geomorfologi
Pantai dataran Estuari, laguna berlumpur
(GM)
berlekuk aluvial mangrove, delta

C. Penentuan Level Kerentanan


Penilaian kerentanan pantai berdasarkan pada kerentanan fisik, yang ditentukan dari
hasil perhitungan indeks kerentanan pada 6 parameter. Tingkat kerentanan dilakukan
dengan mengadopsi dan memodifikasi persamaan umum indeks kerentanan pantai dari
Gornitz (1992), DKP (2008), Basir (2010), Doukis (2005), Boruff (2005). Dalam penelitian ini
indeks kerentanan pantai dihitung berdasarkan persamaan :
IKP=√((β*Hs*PP*PS*SLR*GM)/n)
IKP = Indek kerentanan pantai
β.......GM = Parameter penentu indeks kerentanan pantai
n = Jumlah variabel

297
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

Tabel 2. Indeks Kerentanan Pantai


IKP < 10 10 -15 15-20 20-25 > 25
Kerentanan Tidak Rentan Rentan Kecil Rentan Sedang Rentan Tinggi Sangat Rentan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Fraksi Sedimen
Hasil analisis sample sedimen dengan menggunakan T-Sive diperoleh praksi sedimen
pasir penyusun pantai Manokwari terkategori lanau/lumpur, sangat halus hingga butiran.
Sebaran fraksi sedimen pada 8 stasiun pengamatan menunjukkan bahwa distribusi fraksi
sedimen pesisir manokwari didominasi oleh ukuran halus-hingga kasar yaitu mesh size
0.47 mm dan proporsi terendah adalah ukuran fraksi sedimen sangat kasar dan lanau.
Sifat halus dan kasarnya pasir merupakan fungsi dari gerakan ombak di pantai.
Hempasan ombak yang kecil mengakibatkan partikel-partikel pasir di pantai menjadi
kecil dan sebaliknya gerakan ombak dan gelombang yang besar menciptkan fraksi
sedimen yang kasar (Nybakken 1992). Uji korelasi antara sebaran fraksi sedimen dan
tinggi gelombang signifikan di peroleh korelasi yang kuat. Ada hubungan yang cukup
kuat antara sebaran fraksi sedimen akibat arus dan gelombang yaitu memiliki nilai
korelasi 84%. Nilai ini mendeskripsikan bahwa semakin kuat arus dan gelombang, maka
ukuran fraksi sedimen pada pantai menjadi semakin besar/kasar.
0.58

0.55

0.53
d50 (mm)

0.50

0.48

0.45
y = 0.0859x + 0.3451
R² = 0.7035
0.43

0.40
0.50 0.75 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.25 2.50 2.75
Hs (m)

Gambar 2. Hubungan Tinggi Gelombang Signifikan (Hs) dan Fraksi Sedimen (d50)

B. Tinggi Gelombang Signifikan


Umumnya gelombang terjadi karena hembusan angin di permukaan air laut membentuk
sea dan swell. Ketika gelombang menjalar, partikel air di permukaan bergerak
membentuk puncak dan lembah gelombang. Saat gelombang mendekati pantai, bagian
bawah gelombang bergesekan dengan dasar laut yang menyebabkan pecahnya

298
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

gelombang dan dapat membawa material dasar. Tinggi gelombang musim Timur yang
terjadi sekitar bulan Juni-Agustus. Pada bulan Juni, rata-rata tinggi gelombang di
perairan manokwari 0,75-1,25 meter. Gelombang lebih tinggi dari bulan Mei, hal ini
disebabkan oleh kecepatan angin yang berhempus lebih besar jika dibandingkan dengan
bulan sebelumnya, dimana pada bulan juni angin Monsun Australia bertiup dari
Tenggara melintasi wilayah Indonesia menuju ke benua asia. Secara keseluruhan pada
musim timur rata-rata tinggi gelombang di perairan Manokwari nampak seragam dari
bulan Juni, Juli dan agustus, yakni 0,75-1,25 meter.
Musim Barat terjadi pada bulan Desember-Februari. Musim barat umumnya membawa
curah hujan yang tinggi karena di dalam perjalanannya angin melewati samudera pasifik
dan membawa uap air. Kecepatan angin rata-rata pada musim barat 5,08-5,68 m/detik
mampu membangkitkan gelombang signifikan sebesar 0,75 m – 1,25 m.

Gambar 3. Peta Penentuan Kelas Gelombang Signifikan

C. Abrasi dan Sedimentasi


Erosi pada sekitar pantai dapat terjadi apabila angkutan sedimen yang keluar ataupun
yang pindah meninggalkan suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan angkutan
sedimen yang masuk sebaliknya apabila angkutan sedimen yang keluar adalah kecil
dibandingkan dengan angkutan sedimen yang masuk maka yang terjadi adalah akresi.

299
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

Hasil simulasi transpor sedimen terjadi fluktuasi yaitu sedimen transpor per hari yaitu
maksimum 1,8 x 104 mm3/hari/m.
Desain simulasi periode 2017 hingga 2060, diperoleh bagian utara pantai Manokwari
mencakup Pantai Maruni, tanjung pepaya, pantai Aipiri, Ransiki, oransbari dan tanah
rubuh memperlihatkan terjadi erosi sementara pada bagian selatan terjadi
akresi/pengendapan sedimen pada bagian yang terlindung yaitu rendani. Rata-rata
pantai mengalami erosi per tahun periode 2017-2019 yaitu 0,05-1,5 meter per tahun.
Sebaliknya bagian selatan mengalami akresi rata-rata 0,5 meter per tahun.
Secara spesifik hasil simulasi pada tahun 2017 yaitu perubahan garis pantai sepanjang
daerah simulasi yaitu rata-rata pengurangan garis pantai sebesar ± 1,5 meter. Pada tahun
2018 yaitu rata-rata pengkisan garis pantai± 0,05 m. Perubahan garis pantai hasil
simulasi periode 2017 hingga 2020 mempertegas bahwa Pantai manokwari umumnya
tidak stabil/dinamis. Hasil pengamatan lapangan memperlihatkan hal sama yaitu
kawasan pantai yang mengalami abrasi yang cukup kuat yaitu pada kampung Acemo
dan Tanjung Pepaya mencapai 1 m/tahun dan 1,5 m/tahun.

Gambar 4. Kawasan Pantai Manokwari yang mengalami abrasi pada pantai Tj. Pepaya

300
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

Gambar 5. Peta Penentuan Kelas Perubahan Garis Pantai

D. Kenaikan Permukaan Air Laut


Trend kenaikan muka laut di Indonesia pada umumnya mengikuti pola linear dimana
kecendurungan tinggi muka air laut mengalami kenaikan. Darmawan, dkk. 2010
menyebutkan bahwa pola kenaikan tinggi muka air laut relatif lebih besar terjadi di
bagian timur perairan Indonesia yakni pada Samudera Pasifik, Laut Arafuru dan Perairan
Halmahera. Kenaikan tinggi muka air laut rata-rata di Laut Arafuru memiliki tingkat
kenaikan terbesar yaitu sebesar ±7,99 mm. Sedangkan kenaikan tinggi muka air laut rata-
rata terendah terjadi di Samudera Hindia dengan kenaikan sebesar ±0,56 mm. Kondisi
yang sama juga diperkirakan dapat terjadi di Perairan Papua yang secara geografis
termasuk dalam kawasan indo pasifik jika melihat pembagian region satelit Jason.
Kecenderungan kenaikan muka laut di Pesisir Utara Papua termasuk kawasan Manokwari
mengikuti pola linier dengan kenaikan muka laut relatif per tahun adalah ±4.42 mm.
Analisis data kenaikan muka laut untuk wilayah indonesia memiliki proporsi terbesar
adalah kawasan timur Indonesia perairan utara kepala burung papua. Kurun waktu 10
tahun periode 2002-2013 kenaikan muka laut rata-rata mencapai 2,95 mm/tahun ;
periode 2008 hingga 2017 rata rata kenaikan muka laut mencapai 4.42 mm/tahun dan
khusus pada tahun 2016 hingga periode januari 2017 terjadi kenaikan rata-rata mencapai
0.66 mm/tahun. Hal ini tentu memberikan peluang resiko besar terutama bagi pulau

301
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

pulau kecil yang sebagian besar terdistribusi di kawasan kepala burung papua. Beberapa
resiko dapat terjadi yakni pengurangan area daratan pantai yang berimplikasi hilangnya
habitat, resiko hilangnya pulau terluar. Kesemua resiko ini dapat terjadi jika tidak ada
upaya mitigasi dan adaptasi dari berbagai pihak baik pemerintah maupun stakeholder.
0.250

0.150
SLR (m/tahun)

0.050

01/04/2014 0:00
-0.050 13/10/2014 0:00 26/04/2015 0:00 07/11/2015 0:00 20/05/2016 0:00 01/12/2016 0:00 14/06/2017 0:00

-0.150
Linear (Series1)
-0.250
Periode Pengamatan

Gambar 5. Pola Kenaikan Muka Laut Kawasan Manokwari Periode 2014-2017

Gambar 6. Peta Penentuan Kelas Kenaikan Permukaan Air Laut

E. Rentang Pasang Surut


Kedudukan air terendah di bawah MSL dan kedudukan air tertinggi diatas MSL setiap
bulannya memiliki ketinggian yang berbeda dan waktu yang berbeda pula, hal ini
disebabkan pola garis pantai, topografi perairan dan akibat revolusi bulan terhadap bumi
dan revolusi bumi terhadap matahari. Tabel 2, menunjukkkan tunggang pasang surut
besar terjadi pada kondisi purnama dan tunggang pasang surut rendah terjadi pada
kondisi perbani. Hasil analisis data menunjukkan kondisi muka laut pada kondisi air

302
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

pasang rata-rata (MHWL) amplitudo 81 cm dan kondisi air surut rata-rata (MLWL) -83
cm. Variasi kisaran tunggang pasut antara 2,44 m pada saat pasang purnama (Spring
Tide) hingga 1,62 m saat perbani (Neap Tide).

Tabel 2. Perubahan Muka Laut Perairan Manokwari


No Kondisi Elevasi Muka Laut Notasi Tinggi (cm) Keterangan

1 Higher High Water Level HHWL 122

2 Mean High Water Level MHWL 81


NEAP SPRING
3 Mean Sea Level MSL 0
TIDE TIDE
4 Mean Low Water Level MLWL -81

5 Lowest Low Water Level LLWL -122


Sumber : Analisis Data Primer, 2017

Gambar 7. Peta Penentuan Kelas Pasang Surut

F. Kelerengan Pantai
Secara keseluruhan kelas kemiringan lereng pesisir pantai Manokwari berkisar antara
lereng datar hingga agak curam. Pada pantai Ransiki dan Oransbari terklasifikasi pantai
landai dan agak curam dengan nilai prosentase 12-18%. Pantai Tanah Rubuh terklasifikasi
pada kelerengan yang agak curam dengan prosentase kemiringan 19%. Selanjutnya
Pantai Aipiri dan Tanjung pepaya terklasifikasi Curam dan Agak curam dengan prosentasi
kemiringan masing-masing 22% dan 18%. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa

303
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

kemiringan pantai utara Manokwari bervariasi mulai dari datar hingga curam. Kemiringan
terbesar terjadi pada pantai Tanah rubuh dan Tanjung Pepaya dan terendah pada ransiki
dan oransbari karena posisinya yang relatif terlindung dari hempasan gelombang dan
arus. Perbedaan yang terjadi sangat terkait dengan kondisi topografi kawasan pantai dan
variasi tekanan akibat gelombang dan arus yang diterima sepanjang pantai serta karakter
sedimen sebagai penyusun masa daratan. Menurut Kalay (2008) dinamika faktor hidro-
oseanografi dan karakter massa daratan sangat mempengaruhi kestabilan lereng pantai.
Besarnya lereng pantai pada Tanjung pepaya, aipiri dan pantai tanah rubuh
mengindikasikan kawasan pantai adalah areal gelombang pecah dekat garis pantai dan
terjadinya abrasi disepanjang pantai. Kelas kemiringan lereng pantai pada tanjung
pepaya adalah agak curam dengan persentase kemirinagn yaitu 18%. Untuk wilayah
pantai Aipiri kelas kelerengan terklasifikasi pada agak curam dan curam dengan
presentasi 18% dan 22,27%. Tanah rubuh memiliki kemiringan lereng pantai agak curam
dengan persentase lereng 19,2%.

Gambar 8. Peta Penentuan Kelas Kelerengan

G. Tingkat Kerentanan Pantai


Basir, dkk 2010 menjelaskan bahwa kerentanan sebagai suatu konsep sentral dalam
memahami akibat bencana alam dan pengembangan strategi pengelolaan resiko
bencana atau mitigasi, kerentanan secara umum didefinisikan sebagai tingkatan suatu

304
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

sistem yang rentan atau ketidak mampuan menanggulangi bencana. Kerentanan pantai
diklasifikasikan dalam 5 kategori yaitu tidak rentan, rentan kecil, sedang, tinggi dan
sangat rentan. Permasalahan pantai seperti arus, gelombang laut, pasang surut atau
kenaikan muka laut dan permasalahan pantai lainnya menyebabkan pantai tidak mampu
untuk menanggulangi bencana, sehingga banyak daerah dipesisir pantai menjadi rusak.
Analisis kerentanan bencana ini merupakan kompilasi dari berbagai penjumlahan dan
overlay dari beberapa analisis variabel kerentanan. Penentuan kerentanan bencana ini
secara total berdasarkan pada beberapa jenis kerentanan bencana yang meliputi
kerentanan fisik, kerentanan sosial ekonomi dan kerentanan lingkungan.
Berdasarkan peta indeks kerentanan pesisir Manokwari diketahui bahwa wilayah-wilayah
yang sangat rentan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas air laut adalah
pantai Tanjung Pepaya Distrik Manokwari Barat, dimana parameter yang sangat
berpengaruh adalah kekuatan gelombang dan geomorfologi. Rentan tinggi berada di
pantai Pami distrik Manokwari utara dan Pantai Acemo Distrik tanah Rubuh, pada wilayah
tersebut terdapat pemukiman dimana parameter yang sangat berpengaruh adalah
pasang surut, geomorfologi dan perubahan garis pantai yaitu pada wilayah tersebut
terjadi abrasi sebesar 1.0-1.5 m/thn, kenaikan muka air laut pada wilayah tersebut
termasuk tinggi sekitar 3 mm/thn, Pasang surut pun tinggi diwilayah tersebut yaitu
sekitar 2.44 m sehingga kawasan tersebut dikatakan rentan tinggi terhadap kerusakan
pantai. Hasil penentuan indeks kerentanan dan peta indeks kerentanan pesisir
Manokwari masing-masing disajikan pada tabel 4 berikut.

Tabel 3. Nilai Skor Kondisi Fisik Lingkungan Pantai Manokwari


PP SLR
Kawasan Pesisir β (%) GM Hs (m) PS (m)
(mm/Tahun) (mm/Tahun)
Ransiki Ransiki 12.83 Landai 0.90 -0.50 1.70 3.00
Teluk Waroser 14.58 Agak Curam 1.80 -0.75 1.70 3.00
Warkwandi 14.58 Agak Curam 1.80 -0.75 1.70 3.00
Oransbari
Muari 12.17 Landai 1.80 -0.75 1.70 3.00
Tj Wandoki 12.17 Landai 1.80 -0.75 2.00 3.00
Tanah Rubuh Acemo 19.20 Agak Curam 2.25 -1.00 1.70 3.00
Manokwari Pasir Putih 18.13 Agak Curam 1.00 -0.25 1.70 4.50
Timur Aipiri 22.27 Curam 1.80 0.00 1.70 4.50
Manokwari Tj. Pepaya 17.94 Agak Curam 1.80 -1.50 1.70 4.50
Barat Tj. Sanggeng 10.00 Landai 0.90 -0.50 1.70 4.50
Mupi 13.00 Landai 0.80 -0.50 1.70 3.00
Manokwari
Maruni 11.83 Landai 0.90 -0.75 1.70 3.00
Selatan
Rendani 12.83 Landai 0.90 0.00 1.70 3.00
Manokwari mandopi 18.00 Agak Curam 1.20 -0.75 1.70 3.00
Utara Pami 16.76 Agak Curam 1.90 -0.75 2.00 4.50

305
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

Tabel 4. Nilai Indeks Kerentanan Pantai (IKP) Pesisir Manokwari


Bobot Parameter
Kawasan Pesisir PP SLR IKP Kategori
β (%) GM Hs (m) PS (m)
(mm/Thn) (mm/Thn)
Ransiki Ransiki 4.00 3 2.00 2.00 4.00 1.00 13.86 Rentan Kecil
Teluk Waroser 4.00 3 4.00 2.00 4.00 1.00 19.60 Rentan Sedang
Warkwandi 4.00 3 4.00 2.00 4.00 1.00 19.60 Rentan Sedang
Oransbari
Muari 4.00 3 4.00 2.00 4.00 1.00 19.60 Rentan Sedang
Tj Wandoki 4.00 3 4.00 2.00 4.00 1.00 19.60 Rentan Sedang
Tanah Rubuh Acemo 5.00 3 5.00 2.00 4.00 1.00 24.49 Rentan Tinggi
Manokwari Pasir Putih 4.00 3 2.00 2.00 4.00 1.00 13.86 Rentan Kecil
Timur Aipiri 4.00 3 4.00 1.00 4.00 1.00 13.86 Rentan Kecil
Manokwari Tj. Pepaya 5.00 3 4.00 3.00 4.00 1.00 26.83 Sangat Rentan
Barat Tj. Sanggeng 3.00 3 2.00 2.00 4.00 1.00 12.00 Rentan Kecil
Mupi 4.00 3 2.00 2.00 4.00 1.00 13.86 Rentan Kecil
Manokwari
Maruni 4.00 3 2.00 2.00 4.00 1.00 13.86 Rentan Kecil
Selatan
Rendani 4.00 3 2.00 1.00 4.00 1.00 9.80 Rentan Kecil
Manokwari mandopi 5.00 3 3.00 2.00 4.00 1.00 18.97 Rentan Sedang
Utara Pami 5.00 3 4.00 2.00 5.00 1.00 24.49 Rentan Tinggi

Gambar 9. Peta Tingkat Kerentanan (IKP) Pantai Manokwari

306
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian kajian terhadap tingkat kerentanan kawasan pesisir Manokwari
mencakup 7 distrik dan 15 kampung yang terpapar langsung dengan kawasan pantai seluruh
termasuk dalam kawasan rentan dengan tingkat kerentanan kecil 7 kampung, 5 kampung
pada tingkat kerentanan sedang, 2 kampung kerentanan tinggi dan 1 kampung berada pada
tingkat kerentanan sangat tinggi yaitu kampung yang berada pada Tanjung Pepaya distrik
manokwari barat.
Kawasan pantai Tanjung Pepaya sangat rentan terhadap kerusakan yang diakibatkan
oleh kekuatan gelombang, abrasi dan geomorfologi. Rentan tinggi berada di pantai Pami
distrik Manokwari utara dan Pantai Acemo Distrik tanah Rubuh, pada wilayah tersebut
terdapat pemukiman dan parameter yang sangat berpengaruh adalah pasang surut,
geomorfologi dan Abrasi yaitu pada wilayah tersebut terjadi abrasi sebesar 1.0-1.5 m/thn,
kenaikan muka air laut pada wilayah tersebut termasuk tinggi sekitar 3 mm/thn, Pasang surut
pun tinggi diwilayah tersebut yaitu sekitar 2.44 m sehingga kawasan tersebut berada pada
tingkat rentan tinggi terhadap kerusakan pantai.

UCAPAN TERIMAKASIH

Artikel ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian Dasar Unggugulan Perguruan
Tinggi Kementerian Ristek Dikti. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Riset
dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Papua Manokwari. Ucapan
terimakasih disampaikan kepada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua
yang telah membantu dalam penulisan pengajuan hibah. Terimakasih juga disampaikan
kepada APIK Indonesia Network yang telah menerima makalah kami untuk diseminarkan
dalam seminar nasional APIK 2017.

DAFTAR PUSTAKA

Antonio Henrique da Fontoura Klein., Narbal Andriani Junior., João Thadeu de Menezes. 2002.
Shoreline Salients and Tombolos on the Santa Catarina coast (Brazil): description and analysis
of the morphological relationships. Journal of Coastal Research. 425-440pp. ISSN 0749-0208
Budi Rochmanto dan Stefano Arby Franscies. 2012. Karakteristik morfologi pantai mallusetasi
berdasarkan data spasial kabupaten barru provinsi sulawesi selatan. Prosiding Hasil Penelitian
Fakultas Teknik. Vol. 6. Hal : TG2 -1- TG2-10. ISBN : 978-979-127255-0-6
Collins, M. B. dan Balson, P. S. (2007). Coastal and shelf sediment transport: an Introduction. J. of the
Coastal and shelf sediment transport Geological Society, 274:1-5.
Chin-Wen Hung., Hong-Bin Chen, Ching-Piao Tsai1. 2008. Simulation of Shoreline Change behind a
Submerged Permeable Breakwater. Taiwan-Polish Joint Seminar on Coastal Protection. B49 -
B58pp.

307
Kerjasama
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia &
Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK

Degen E. Kalay, Kadir Manilet dan Jusuf J. Wattimury. 2014. The Slope of The Beach With Sediment
Distribution in Coastal North Ambon Island. Jurnal Triton Vol. 10, No. 2, Hal : 91 – 103ume
Dokakis E. 2005. Coastal Vulnerability and Risk Parameter. European Water (EWRA) vol. 11, No.
12 Hal : 3-5
Esry Tommy Opa. 2011. Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomaen, Minahasa
Tenggara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VII-3. Hal 109-114
Edwards B.L., 2006. Investigation of the effects of Detached Breakwaters at Holly Beach and Grand Isle
Louisiana. (Thesis). BS. Louisiana State University.
Fadilah., Suripin., Dwi P. Sasongko, 2014. Menentukan Tipe Pasang Surut dan Muka Air Rencana
Perairan Laut Kabupaten Bengkulu Tengah Menggunakan Metode Admiralty. Maspari Journal
Vol 6, No 1 :1-12
Gonz´alez m, R. Medinaa, M.A. Losada. 1999. Equilibrium beach profile model for perched beaches.
Coastal Engineering. 36 : 343 - 357.
Gonz’alez’ M and Medina Raul. 2001. On the aplication of static equilibrium bay formulations to
natural and man-made beaches. Coastal Engineering, 43 : 209-225.
Hariyadi. 2011. Analisis Perubahan Garis Pantai selama 10 Tahun Menggunakan CEDAS (Coastal
Engineering Design and Analisys System) di Perairan Teluk Awur pada Skenario Penambahan
Bangunan Pelindung Pantai. Buletin Oseanografi Marina. vol.1 82 – 94. ISSN 2089-3507.
Jumarang M. Ishak, Muliadi, Nining Sari Ningsih dan Safwan Hadi. 2012. Perubahan Dasar Perairan
Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat (Studi Kasus: Bulan Januari s.d. April). Jurnal Ilmu Fisika
Indonesia SIMETRI Vol. 1, No. 1 Hal : 1110-42 - 1110-46
Kim I. H and Lee J. L. 2009. Numerical Modelling of Shoreline Change doe to Structure-Induced Wave
Diffraction. J. Coastal Research, 56 : 78-82.
Lailatul Qhomariyah dan Yuwono, 2016. Analisa Hubungan antara Pasang Surut Air Laut dengan
Sedimentasi yang Terbentuk (Studi Kasus : Dermaga Pelabuhan Petikemas Surabaya). Jurnal
Teknik ITS Vol. 5, No. 1 : F1-F3, ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Mustain. M., 2009. Analisa Pola Arus Pasang Surut Pada Alur Pelayaran Tanjung Perak Di Selat Madura.
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan. Hlm: A45 - A52.
Musrifin, 2012. Analisis Dan Tipe Pasang Surut Perairan Pulau Jemur Riau. Jurnal Penelitian Berkala
Perikanan Terubuk, Vol. 40 :101 – 108, ISSN 0126 - 4265
M. Furqon Aizs Ismail., Ankiq Taofiqurohman, 2012. Simulasi Numeris Arus Pasang Surut di Perairan
Cirebon. Jurnal Akuatika. Vol 3, No 1 : 1-10, ISSN 0853-2523
Nurdjaman S dan H. Alkausar. 2008. Model Hidrodinamika Pasang Surut di Perairan Selat Karimata.
Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia, Bandung, 11 November 2008.
Hal : 136-156
Nybakken J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Begen,
M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah]. Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological
Approach. PT. Gramedia. Jakarta. 458hlm.
Noerdin Basir, Muhammad Taufik dan Bangun Muljo Sukojo. 2010. Model Kerentanan Pantai terhadap
Kenaikan Muka Air Laut dengan Memanfaatkan Teknologi Penginderaan Jauh Studi kasus:
Pulau Bengkalis. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana X. ISBN No. 979-545-0270-1.
Suhaemi., Marhan dan Ferawati Runtuboi. 2016. Dynamics Morfologi North Coast Of Papua (Case Piai
Island). Prosiding Seminar Nasional Penguatan Pengajaran dan Penelitian Perubahan Iklim:

308
Prosiding Seminar Nasional
KONTRIBUSI PENELITIAN DAN PENGAJARAN DALAM PENGUATAN AKSI MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK IMPLEMENTASI NDC
INDONESIA
Jakarta, 29-30 November 2017

Bridging Gap Implementasi Kebijakan Mitigasi dan Adaptasi di Tingkat Nasional Dan
Subnasional. Hal 359-371. ISBN : 978-602-73376-2-6

309

Anda mungkin juga menyukai