Anda di halaman 1dari 32

MODUL PELATIHAN PENGAWASAN

KUALITAS KESEHATAN LINGKUNGAN BAGI


TENAGA SANITASI LINGKUNGAN DI
PUSKESMAS

MPI .5

INTERVENSI KESEHATAN
LINGKUNGAN

DIREKTORAT PENYEHATAN LINGKUNGAN

2023

DAFTAR ISI
Daftar isi ……………………………………...…………… i

A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1

Deskripsi Singkat …………………..….…………

Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. Angka

Angka

B. Kegiatan Belajar ………………………………………. Angka

Materi Pokok 1. Angka

Intevensi Kesehatan Lingkungan

Materi Pokok 2 Angka

Teknis Intevensi Kesehatan Lingkungan

C. Daftar Pustaka……………………………………………. Angka

D. Daftar Istilah…………………………………………….. Angka

ii
A Tentang Modul Ini
DESKRIPSI SINGKAT

Mata pelatihan ini membahas tentang Intervensi Kesehatan Lingkungan

Tujuan Belajar
Memahami tentang Intervensi Kesehatan Lingkungan

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta memahami dan mampu
melakukan Intervensi Kesehatan Lingkungan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta dapat :
1. Memahami dan mampu melakukan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
(KIE) serta penggerakan/ pemberdayaan masyarakat;
2. Memahami dan mampu melakukan perbaikan dan pembangunan
sarana;
3. Memahami dan mampu melakukan pengembangan teknologi tepat
guna;
4. Memahami dan mampu melakukan rekayasa lingkungan.
MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah Intervensi Kesehatan


Lingkungan.
MATERI POKOK 1

Pendahuluan
Intervensi Kesehatan Lingkungan adalah tindakan penyehatan,
pengamanan, dan pengendalian untuk mewujudkan kualitas lingkungan
yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.

Intervensi Kesehatan Lingkungan dapat berupa:


a. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi, serta penggerakan/ pemberdayaan
masyarakat;
b. perbaikan dan pembangunan sarana;
c. pengembangan teknologi tepat guna; dan/atau
d. rekayasa lingkungan.

Dalam pelaksanaannya Intervensi Kesehatan Lingkungan harus


mempertimbangkan tingkat risiko berdasarkan hasil Inspeksi Kesehatan
Lingkungan. Pada prinsipnya pelaksanaan Intervensi Kesehatan
Lingkungan dilakukan secara mandiri oleh pasien (sebagai tindak lanjut
konseling dan IKL) atau penyelenggara/ penanggung jawab TFU . Dalam
hal cakupan Intervensi Kesehatan Lingkungan menjadi luas, maka
pelaksanaannya dilakukan bersama pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat/swasta.
Uraian Materi Pokok 1 :
Intervensi Kesehatan Lingkungan

A. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi, serta Penggerakan/Pemberdayaan


Masyarakat
Pelaksanaan KIE dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, dan perilaku masyarakat terhadap masalah kesehatan dan
upaya yang diperlukan sehingga dapat mencegah penyakit dan/atau
gangguan kesehatan akibat faktor Risiko Lingkungan. KIE dilaksanakan
secara bertahap agar masyarakat umum mengenal lebih dulu, kemudian
menjadi mengetahui, setelah itu mau melakukan dengan pilihan/opsi
yang sudah disepakati bersama.
Pelaksanaan penggerakan/pemberdayaan masyarakat dilakukan
untuk memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui kerja
bersama (gotong royong) melibatkan semua unsur masyarakat termasuk
perangkat pemerintahan setempat dan dilakukan secara berkala.
Contoh:
- Pemasangan dan/atau penayangan media promosi kesehatan
lingkungan pada permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, dan
tempat dan fasilitas umum;
- Pelatihan masyarakat untuk 3M (menutup, menguras, dan
mengubur), pembuatan sarana sanitasi dan sarana pengendalian
vektor;
- Pemicuan, pendampingan, dan percontohan untuk menuju Sanitasi
Total pada kegiatan Kegiatan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat/STBM;
- Gerakan bersih desa.
B. Perbaikan dan Pembangunan Sarana
Perbaikan dan pembangunan sarana diperlukan apabila pada hasil
IKL menunjukkan adanya faktor risiko lingkungan penyebab penyakit
dan/atau gangguan kesehatan pada lingkungan rumah pasien atau TFU.
Perbaikan dan pembangunan sarana dilakukan untuk meningkatkan
akses terhadap air minum, sanitasi, sarana perumahan, sarana
pembuangan air limbah dan sampah, serta sarana kesehatan
lingkungan lainnya yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan
lingkungan.
Tenaga Kesehatan Lingkungan dapat memberikan desain untuk
perbaikan dan pembangunan sarana sesuai dengan tingkat risiko, dan
standar atau persyaratan kesehatan lingkungan, dengan mengutamakan
material lokal.
Contoh perbaikan dan pembangunan sarana sebagai berikut:
- penyediaan sarana cuci tangan dengan material bambu;
- pembuatan saringan air sederhana;
- pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk mencegah
kontaminasi air dan berkembangbiaknya vektor;
- pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan;
- pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi, plesteran semen
pada lantai tanah, dan pembuatan sarana air bersih yang tertutup.

Perbaikan dan pembangunan sarana diperlukan apabila pada hasil


inspeksi kesehatan lingkungan menunjukkan adanya faktor risiko
lingkungan penyebab penyakit dan/atau gangguan kesehatan pada
lingkungan dan/atau rumah pasien. Perbaikan dan pembangunan
sarana dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap air minum,
sanitasi, sarana perumahan, sarana pembuangan air limbah dan
sampah, serta sarana kesling lainnya yang memenuhi standar dan
persyaratan kesling
Tenaga kesling dapat memberikan desain untuk perbaikan dan
pembangunan sarana sesuai dengan tingkat risiko dan standar atau
persyaratan kesling dengan mengutamakan material lokal.
Contoh perbaikan dan pembangunan sarana sebagai berikut :

● Penyediaan sarana cuci tangan

● Pembuatan saringan air sederhana

● Pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk


mencegah kontaminasi air dan berkembang biaknya
vektor

● Pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan

● Pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi,


plesteran semen pada lantai tanah dan pembuatan
sarana air bersih yang tertutup.

C. Pengembangan Teknologi Tepat Guna


Pengembangan teknologi tepat guna merupakan upaya alternatif
untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko penyebab penyakit
dan/atau gangguan kesehatan. Pengembangan teknologi tepat guna
dilakukan dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada dan
ketersediaan sumber daya setempat sesuai kearifan lokal.
Pengembangan teknologi tepat guna secara umum harus dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, memanfaatkan sumber daya
yang ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat efektif dan efisien, praktis
dan mudah diterapkan/dioperasionalkan, pemeliharaannya mudah, serta
mudah dikembangkan.
Contoh:
1) pembuatan saringan pasir cepat/lambat untuk mengurangi
kekeruhan dan/atau kandungan logam berat dalam air;
2) pembuatan kompos dari sampah organik;
3) pengolahan air limbah rumah tangga untuk ternak ikan;

● Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG) Air Minum

a. Definisi dan contoh-contoh TTG


Teknologi tepat guna adalah teknologi yang menggunakan
sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah yang
dihadapi/ada secara berdayaguna dan berhasilguna atau untuk
pelaksanaan tugas sehari-hari menjadi lebih mudah, murah,
dan sederhana. (Definisi Teknologi Tepat Guna sesuai
Kepmendikbud No. 25/O/1995).
b. Prinsip-prinsip teknologi tepat guna :
- Sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna
- Dirancang oleh masyarakat pengguna
- Alih teknologi yang mudah dipahami dan dipraktekkan
- Adanya kontribusi dari masyarakat pengguna
- Menggunakan material yang mudah didapat
- Mudah dalam pemeliharaan dan masyarakat pengguna
mampu melakukannya
Contoh-contoh teknologi pengolahan air yang sudah ada
1) Disinfeksi tenaga surya
2)

Keramik filter

3) Slow
sand
filter
Sumber :
http://www.cdc.gov/safewater/sand-
filtration.html
http://www.who.int/water_sanitation_health/
publications/ssf9241540370.pdf
http://resources.cawst.org/collection/biosan
d-filter-technicians-resources- trainers_en

4) Difuser klorin untuk sumur gali Alat :

● pipa pralon 2 inch sepanjang lebih kurang 40 cm, 1 buah

● pipa pralon ½ inch 40 cm, 1 buah

● Dop 2 inch : 2 buah

● Dop ½ inch : 2 buah

● Tali tambang sesuai kedalaman sumur gali

● Gergaji

● Bor

Bahan

● Pasir disaring halus

● Ijuk

● Kaporit
5) Difuser klorin untuk jaringan perpipaan

● Model, Prototype, dan TTG

Dalam peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) No. 20 Tahun


2010 tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan
Teknologi Tepat Guna, Teknologi Tepat Guna (TTG) didefinisikan
sebagai teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak
lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat
secara mudah, serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi
dan aspek lingkungan.
Dalam melakukan pengembangan TTG seringkali kita mendengar
istilah model dan prototype. Walaupun sepintas sama, namun
terdapat perbedaan di antara keduanya
Perbedaan antara model, prototype dan TTG adalah sebagai
berikut:
1) Model
Model adalah simulasi ataupun rancangan dari simulasi yang
bertujuan untuk menjawab atau menjadi solusi dari suatu
permasalahan namun masih dalam tahap konsep yang dapat
berupa persamaan matematis, logika, ataupun bagan/alir. Dalam
perbaikan kualitas air model dapat berupa bagan alir pengolahan
air, perhitungan breakpoint chlorination untuk menentukan dosis
optimum penambahan klorin pada air, hingga perhitungan
dimensi instalasi pengolahan air. Model ini juga dapat berupa
rancangan atau desain pengolahan air yang dituangkan dalam
kertas ataupun media lainnya, namun belum dapat disimulasikan
sesuai dengan aslinya.
2) Prototipe
Prototipe berasal dari kata yunani yang dapat diartikan sebagai
bentuk primiti. Prototipe merupakan lanjutan pengembangan dari
model yang sudah berbentuk fisik serta merupakan contoh
berskala proporsional yang bisa diperbanyak dan direplikasi.
Dalam perbaikan kualitas air, bila model yang dikembangkan
adalah perhitungan breakpoint chlorination, maka bentuk
prototypenya adalah alat pendifusi klorin (chlorine diffuser
ataupun chlorinator). Contoh lainnya adalah maket atau miniatur
pengolahan limbah yang merupakan pengembangan dari bagan
alir pengolahan air dan sesuai dengan dimensi luas dari instalasi
pengolahan air yang sudah dibuat. Prototipe yang sudah dibuat
ini memerlukan pengujian baik skala laboratorium maupun
lapangan untuk melihat efektivitas dan efisiensi, serta kelayakan
teknis dan penerimaan masyarakat untuk dapat dijadikan sebagai
suatu teknologi tepat guna.
3) Teknologi Tepat Guna (TTG)
Teknologi tepat guna (TTG) merupakan realisasi dari prototype
yang telah teruji efektif, efisien, layak secara teknis, dan dapat
diterima dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Agar dapat
dimanfaatkan secara optimal, masyarakat pengguna TTG perlu
dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan dalam
pengoperasian maupun perawatannya, sehingga masyarakat
dapat melakukannya secara mandiri. Contoh beberapa TTG
dalam perbaikan kualitas air adalah TTG penyaringan pasir,
instalasi pengolahan air (yang terdiri dari beberapa tahapan dan
teknik pengolahan), dll.

● Merancang TTG

Kata kunci dari merancang konsep TTG adalah inovasi. Proses


perancangan ini tidak hanya melibatkan Ilmu (kemampuan teknis),
namun juga membutuhkan seni. Selain itu, rancangan TTG yang
baik adalah bila TTG tersebut dapat menjadi solusi permasalahan
masyarakat, mudah dioperasikan dan dirawat oleh masyarakat
(user friendly), mudah direplikasi, murah, dan mengoptimalkan
pemanfaatan kearifan lokal (mis. penggunaan material alam lokal
ataupun pengadoposian nilai budaya masyarakat ke dalam
pembuatan TTG). Sebagai contoh, masyarakat yang biasa
menggunakan air hujan sebagai baku air minum, akan sulit
menerima TTG pengolahan air yang air bakunya berasal dari sungai
(walaupun kualitas air yang dihasilkan memenuhi syarat kesehatan).
Beberapa tahapan atau langkah dalam merancang TTG adalah
sebagai berikut:
1) Langkah 1. Pelajari, rumuskan dan definisikan masalah
2) Langkah 2. Pelajari Kemampuan Sumberdaya
3) Langkah 3. Studi Literatur, Inventarisir Beberapa Alternatif, dan
Tetapkan Model, Prototype yang Akan Dibuat.
4) Langkah 4. Pelajari Teknologi sejenis yang sudah ada, gambar
rancang bangun dan tentukan dimensi,serta inventarisir alat dan
bahan yang dibutuhkan
5) Langkah 5. Lakukan Persiapan! Meliputi Penyediaan Alat dan
Bahan, Membuat Tim, Menyiapakan Tempat Kerja
6) Langkah 6. Buat Prototype sesuai rencana/gambar
7) Langkah 7. Lakukan Uji Prototype Skala Lab (Bila
Memungkinkan) Lanjutkan dengan Uji Coba TTG Skala Lapangan
8) Langkah 8. Lakukan Penerapan TTG dengan cara pemasangan
TTG serta penyempurnaan TTG Berdasarkan Hasil Uji Skala
Lapangan
9) Langkah 9. Persiapkan User dengan Melatih Cara Membuat,
Mengoperasikan, Memperbaiki, Serta Melakukan Perawatan
10) Langkah 10. Dokumentasi dan Susun Laporan Agar Dapat
Direplikasi Di Tempat Lain

● Penggunaan bahan-bahan sederhana dalam peningkatan

kualitas air
Beberapa bahan yang terdapat di alam dapat bermanfaat dalam
perbaikan kualitas air. Berbagai penelitian tentang pemanfaatan
bahan alam dalam perbaikan kualitas air adalah sebagai berikut:
1) Desalinasi air laut
Hasil penelitian menyimpulkan terjadi penurunan pada hasil uji
klorida air laut sebesar 18.461,83 mg/L s/d 20.160,77 mg/L, yang
telah dikontakkan dengan bonggol Pisang Ambon (Musa
paradisiaca var sapientum) selama 24 jam dengan berat sebesar
2 gram. Penelitian ini dilakukan oleh Aulia Husna Rabbani,
Alimuddin, dan Chairul Saleh (Jurnal Kimia MulawarmanVol. 13
No. 1 November 2015)
2) Koagulasi alamiah
Hasil penelitian efektivitas Moringa oleifera atau biji kelor sebagai
koagulan alamiah dalam proses pengolahan limbah tahu dan
penjernihan air tanah pada konsentrasi 80-100 mg/L. Penelitian
ini dilakukan oleh Indra Rani Yuliastri (Skripsi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010)

3) Penurunan konsentrasi logam pada air dan menaikkan pH


Selain sebagai koagulan manfaat Moringa oleifera adalah
mampu menaikkan pH 5,1 menjadi 6,1 (limbah cair) dan 6,8
menjadi 7,3 (air tanah); penurunan turbiditas dari 695,25 mg/L
menjadi 9,71 mg/L (limbah cair) dan 459 mg/L menjadi 11,59
mg/L (air tanah); penurunan konsentrasi logam cadmium (Cd)
menjadi tidak terdeteksi pada limbah cair dan 0,002 mg/L pada
air tanah; penurunan konsentrasi logam kromium (Cr) menjadi
tidak terdeteksi pada limbah cair dan air tanah; dan penurunan
konsentrasi logam mangan (Mn) hingga 0,007 mg/L pada limbah
cair dan 0,36 mg/L pada air tanah. (Indra Rani Yuliastri, 2010)

4) Desinfeksi alamiah
Manfaat Moringa oleifera juga dapat sebagai desinfeksi dengan
menurunkan MPN hingga 210 (limbah cair) dan 11 (air tanah)
(Indra Rani Yuliastri, 2010). Cara paling alamiah lainnya dalam
desinfeksi air adalah merebus dan memaparkan air dengan sinar
matahari (menjemur) yang telah dipraktekkan dalam teknik solar
disinfection (Sodis).

● Praktek TTG sederhana

Untuk melaksanakan praktek TTG sederhana, peserta dibagi


menjadi 3 kelompok (8-10 orang) yang masing-masing bertugas 1)
membuat diffuser klorin untuk sumur gali; 2) klorinator untuk air
perpipaan; dan membuat filter pasir dengan selongsong pipa PVC.
Untuk menyukseskan pelaksanaan praktek, panitia wajib
menyediakan alat dan bahan yang dibutuhkan, serta tempat yang
kondusif.
Tugas dari masing-masing kelompok adalah:
1) Membuat perencanaan dalam bentuk laporan yang berisi
pendahuluan, rumusan masalah, disain atau rancangan TTG,
sasaran (kelompok masyarakat yang cocok menggunakannya),
alat dan bahan yang digunakan, cara pembuatan, cara
pengoperasian, dan cara perawatan. Durasi waktu adalah 15
menit.
2) Kelompok peserta membuat TTG sesuai dengan panduan di
bawah ini. Durasi waktu 55 menit.
3) Kelompok peserta mendokumentasikan foto dan video proses
pembuatan. Dilakukan bersaamaan atau saat pembuatan TTG
(60 menit)
4) Kelompok peserta mempresentasikan hasilnya (foto dan video).
(15 menit; masing-masing kelompok presentasi 5 menit).
5) Diskusi, evaluasi, dan kesimpulan selama 5 menit

Panduan pembuatan TTG


1. Membuat diffuser klorin untuk sumur gali
Alat dan Bahan:

− Gergaji

− Bor ukuran ½ inci, bila tidak ada bisa digantikan dengan paku
dan palu

− Paku ukuran terkecil (± diameter 1,23 mm dengan panjang ¾


inci) dan paku ukuran (± diameter 1,7 mm dengan panjang 1
inci)
− Lem PVC

− Pipa PVC ukuran 1 inci sebagai selongsong bagian luar

− Dop atau tutup pipa PVC ukuran 1 inci sebanyak 2 buah

− Dop atau tutup pipa PVC ukuran ½ inci sebanyak 2 buah

− Pipa PVC ukuran lebih kecil yaitu ½ inci sebagai selongsong


dalam

− Pasir

− Pengayak pasir

− Klor Tablet

Cara Pembuatan:
(1) Potong pipa PVC 1 dan ½ inci masing-masing sepanjang
60 cm
(2) Pasang 2 dop pada atas dan bawah masing-masing pipa
PVC
(3) Lubangi dop bagian atas pipa PVC 1 inci sehingga dapat
masuk pipa ½ inci
(4) Lubangi permukaan bagian sisi dari pipa PVC ukuran 1
inci dengan lubang yang lebih besar (paku ukuran 1 inci)
dengan jarak vertikal ±1 cm dan dalam satu garis
maksimal 3 lubang.
(5) Lubangi permukaan bagian sisi dari pipa PVC ukuran ½
inci dengan lubang yang halus (paku ukuran ¾ inci)
dengan jarak vertikal ±1 cm dan dalam satu garis
maksimal 3 lubang.
(6) Masukkan pipa PVC ukuran ½ inci yang sudah dilubangi di
bagian sisi ke dalam pipa PVC ukuran 1 inci dengan jarak
dasar pipa PVC 1 inci bagian dalam dengan bagian bawah
pipa PVC ½ inci ± 10 cm.
(7) Masukkan pasir kasar (tanpa di ayak) ke dalam pipa PVC
1 inci sehingga padat.
(8) Ayak pasir halus
(9) Tumbuk dan haluskan klor tablet. Ingat gunakan masker
dan sarung tangan serta jangan sampai klor kontak
dengan air karena dapat menyebabkan iritasi pada nafas.
(10) Campur antara pasir halus dengan serbuk klor lalu buka
tutup dop bagian atas pipa PVC ½ inci dan masukkan
pasir halus dan serbuk klor hingga padat)

(11) Tutup kembali tutup dop pipa PVC ½ inci, ikat lalu klorin
diffuser digantung dan dicelupkan/direndam di dalam
sumur gali.

2. Membuat klorinator untuk air perpipaan


Alat dan Bahan:

− Gergaji

− “T” Sock pipa PVC ukuran 1 inci 1 buah

− Pipa PVC ukuran 1 inci 1 buah

− 1 - ½ inci sock reducer 2 buah


− Pipa PVC ukuran ¾ inci 1 buah

− Dop pipa PVC ukuran ¾ inci 1 buah

− Bor ukuran ¾ inci, bila tidak ada bisa digantikan dengan paku
dan palu

− Paku ukuran terkecil (± diameter 1,23 mm dengan panjang ¾


inci)

− Seal atau las PVC dan Lem PVC

− Klor Tablet

Cara Pembuatan:
(1) Potong pipa PVC 1 inci sebagai sambungan T Sock 1 inci
dengan kedua sock reducer
(2) Sambungkan lalu tutup bagian atas T Sock pipa PVC 1 inci
dengan dop.
(3) Potong pipa PVC ¾ inci ± 10 cm
(4) Lubangi permukaan bagian sisi dari pipa PVC ukuran ¾
inci dengan lubang yang halus (paku ukuran ¾ inci) hanya
pada bagian yang masuk di dalam T Sock pipa PVC 1 inci.
2 lubang dalam 1 garis dengan jarak ½ cm.Lubangi bagian
atas dop T Sock pipa PVC 1 inci agar pas dengan ukuran
pipa PVC ukuran ¾ inci.
(5) Masukkan pipa PVC ukuran ¾ inci yang sudah dilubangi di
bagian sisi (di bagian bawahnya saja) ke dalam pipa PVC
ukuran 1 inci dengan rapat, dan tidak ada jarak dengan
dasar T Sock pipa PVC 1 inci. Setelah masuk lubang
bagian atas dop T Sock pipa PVC 1 inci dipastikan kedap
air dengan cara dilas PVC atau diseal.
(6) Masukkan tablet klor sebanyak 3 tablet dan dipastikan agar
pas/muat, lalu tutup bagian atas pipa PVC ¾ inci dengan
dop.
(7) Aplikasikan dengan menyambung sock reducer ½ inci ke
pipa ukuran ½ inci pada jaringan distribusi air.

3. Membuat filter pasir dengan selongsong pipa PVC


Alat dan Bahan:

− Gergaji

− Bor ukuran ½ inci, bila tidak ada bisa digantikan dengan paku
dan palu

− Pipa PVC ukuran 1 inci sebagai selongsong

− Dop atau tutup pipa PVC ukuran 1 inci sebanyak 2 buah

− Pipa PVC ukuran ½ inci

− Sock siku (elbow) pipa PVC ukuran ½ inci sebanyak 2 buah

− Lem PVC

− Kain katun

− Pasir yang dihaluskan

− Ijuk
− Kerikil

Cara Pembuatan:
(1) Potong pipa PVC 1 sepanjang 120 cm
(2) Pasang 2 dop pada atas dan bawah pipa PVC
(3) Lubangi bagian samping pipa PVC 1 inci pada bagian atas
atau 15 cm dari atas sejajar sehingga pas/muat untuk
memasukkan sock siku (elbow) pipa PVC ukuran ½ inci.
Kedua elbow di pasang pada lubang kiri dan kanan yang
sejajar dengan ketentuan bagian kanan adalah inlet dan
bagian kiri outlet.
(4) Potong pipa PVC ukuran ½ inci sebanyak 4 buah dengan
ukuran ±6 cm 3 buah dan 1 buah sepanjang ±80 cm
(5) Pada dasar pipa PVC ukuran 1 inci yang sudah ditutup dop
dibagian bawahnya, isi ijuk setinggi ±8 cm, dan kerikil
setinggi ±8 cm
(6) Untuk inlet (kiri) pasang pada elbow pipa PVC ½ inci
potongan pipa PVC ±6 cm di bagian luar (pasang horisontal)
dan potongan pipa PVC ½ inci ukuran ±80 cm secara vertikal
di bagian dalam lalu lem. Pasang dan bungkus bagian bawah
pipa dengan kain katun.
(7) Untuk outlet (kanan) pasang pada elbow pipa PVC ½ inci
potongan pipa PVC ±6 cm di bagian luar (pasang horisontal)
dan potongan pipa PVC ½ inci ukuran ±6 cm secara vertikal
di bagian dalam lalu lem. Pasang dan bungkus bagian bawah
pipa dengan kain katun.
(8) Setelah terpasang elbow di kedua sisi, perlahan masukkan
pasir di atas tumpukan kerikil setinggi ±75 cm.
(9) Lanjutkan dengan mengisi kerikil setinggi ±15 cm hingga sisi
bagian dalam elbow inlet dan outlet tertutupi oleh kerikil.
(10) Lanjutkan mengisi pasir hingga penuh.

D. Pengembangan Teknologi Tepat Guna


Pengembangan teknologi tepat guna merupakan upaya alternatif
untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko penyebab penyakit
dan/atau gangguan kesehatan. Pengembangan teknologi tepat guna
dilakukan dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada dan
ketersediaan sumber daya setempat sesuai kearifan lokal.
Pengembangan teknologi tepat guna secara umum harus dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, memanfaatkan sumber daya
yang ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat efektif dan efisien, praktis
dan mudah diterapkan/dioperasionalkan, pemeliharaannya mudah, serta
mudah dikembangkan.
Contoh:
- pembuatan saringan pasir cepat/lambat untuk mengurangi
kekeruhan dan/atau kandungan logam berat dalam air;
- pembuatan kompos dari sampah organik;
- pengolahan air limbah rumah tangga untuk ternak ikan;

E. Rekayasa Lingkungan
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media
lingkungan atau kondisi lingkungan untuk mencegah pajanan agen
penyakit baik yang bersifat fisik, biologi, maupun kimia serta gangguan
dari vektor dan binatang pembawa penyakit.
Contoh rekayasa lingkungan:
- menanam tanaman anti nyamuk dan anti tikus;
- pemeliharaan ikan kepala timah atau guppy;
- pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang
tidak tertutup;
- membuat saluran air dari laguna ke laut agar ada peningkatan
salinitas.
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media lingkungan
atau kondisi lingkungan untuk mencegah pajanan agen penyakit baik
yang bersifat fisik, biologi, maupun kimia serta gangguan dari vektor
dan binatang pembawa penyakit.

⮚ Pemeliharaan ikan kepala timah dan cupang

ikan predator ini bisa digunakan untuk membasmi jentik nyamuk


yang berada dalam air yang tergenang, bukan air yang mengalir.
Organisme yang dapat digunakan sebagai pemangsa larva
diantaranya ikan- ikan pemakan larva, seperti ikan kepala timah
dan cupang. Keuntungan menggunakan secara biologis : tidak ada
kontaminasi kimiawi terhadap lingkungan sekitarnya.

⮚ Pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air


yang tidak tertutup
Larvasida adalah jenis pestisida yang biasanya berbentuk butiran
atau briket yang digunakan untuk aplikasi pengendalian larva atau
jentik nyamuk DBD maupun malaria.
Untuk menekan populasi larva adalah dengan menggunakan
larvasida (pembunuh larva), baik secara biologis maupun kimiawi.
Larvasida yang digunakan biasanya terbatas pada wadah yang
digunakan di rumah tangga dan tidak dapat dibuang, seperti vas
bunga, wadah penyimpanan air bersih, kolam dsb.
Bubuk abate merupakan salah satu larvasida kimia yang efektif dan
mudah, aman serta praktis digunakan.
Takaran bubuk abate sbb : 1 liter air cukup dengan 1 gram bubuk
abate Satu sendok makan peres berisi 10 gram abate.
Selama 3 bulan bubuk abate dalam air tersebut ampu membunuh
larva aedes aegypti.
Selama 3 bulan jika tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian
dalam dinding tempat penampungan air tersebut.
Air yang telah dibubuhi abate dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman jika air tersebut diminum.
Uraian Materi Pokok 2 :
Teknik Intervensi Kesehatan Lingkungan

Intervensi kesehatan lingkungan merupakan upaya tindak lanjut hasil dari


pelaksanaan Inspeksi Kesehatan lingkungan (IKL), yang telah dilakukan
oleh tenaga sanitasi lingkungan (TSL) baik yang dilakukan dalam rangka
pembinaan rutin maupun IKL secara khusus. Hasil inspeksi kesehatan
lingkungan dapat berupa ketaatan terhadap standar baku mutu juga
terhadap persyaratan kesehatan lingkungan.
Sasaran IKL sesuai amanah peraturan pemerintah atau Kepmenkes yang
mencakup lokasi sarana air, tempat pengolahan pangan,dan tempat
fasilitas umum.
Dalam melakukan intervensi dapat melalui pendekatan Manajemen dan
teknis intervensi (melalui teknologi).
A. Manajemen
1. Mengidentifikasi rekomendasi hasil IKL, dilakukan untuk
mengetahui mana-mana rekomendasi yang dapat dilakukan secara
mandiri oleh pengelola sarana/ fasilitas, mana yang dapat
diintervensi oleh institusi kesehatan (puskesmas, Dinas
Kesehatan), mana intervensi yang menjadi kewenangan sektor lain
terkait (Pemerintah Daerah, Dinas PU, Dinas lain terkait).
2. Memberikan hasil rekomendasi teknis pada sektor terkait yang
memiliki kewenangan memberikan intervensi, terutama yang
berhubungan dengan saran pembangunan fisik untuk perbaikan
kualitas kesling. Beberapa sektor yang terkait misalnya ; Dinas PU,
Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah,
Camat, dll.
3. Dalam hal ini dapat disampaikan melalui pertemuan koordinasi,
penyampaian langsung ataupun melalui tertulis.
B. Teknik Intervensi

Intervensi teknis yag dimaksud adalah bila perbaikan dapat dilakukan


langsung oleh pengelola/ pemilik sarana/ fasilitas atau dilakukan oleh
pihak puskesmas. Pendekatan intervensi dapat dilakukan secara
sederhana maupun membutuhkan teknologi tepat guna. beberapa
teknologi yang digunakan antara lain sbb ;
- penyediaan sarana cuci tangan dengan material bambu;
- pembuatan saringan air sederhana;
- pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk mencegah
kontaminasi air dan berkembangbiaknya vektor;
- pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan;
- pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi, plesteran semen
pada lantai tanah, dan pembuatan sarana air bersih yang tertutup.
- Pembuatan penangkap lemak (grees trap)
- Pembuatan sarana pengolahan air limbah
- Pengolahan sapah domestik dengan konsep 3 R
- Komposting sampah
- Pengolahan sampah dengan teknologi biogas
- Penambahan sarana ventilasi
- Penambahan kecahayaan alami
- dll
SEKARANG SAYA TAHU

1. Melakukan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta


penggerakan/ pemberdayaan masyarakat;
2. Melakukan perbaikan dan pembangunan sarana;
3. Melakukan pengembangan teknologi tepat guna;
4. Melakukan rekayasa lingkungan.
5. Memahami intervensi secara manajemen dan tahapan intervensi
Kesehatan libngkungan

DAFTAR PUSTAKA
1. Permenkes No. 13 tahun 2015 tentang penyelenggaraan Kesehatan
lingkungan di puskesmas
2. Pedoma 5 pilar STBM
Kesimpulan dari Materi Pokok Bahasan 2, antara lain:

1 …………………………………………….

2 …………………………………………….

3 …………………………………………….

Anda mungkin juga menyukai