Anda di halaman 1dari 3

Menurut BIRD (1976) terdapat tiga teori terbentuknya terumbu karang berdasarkan

bidang ilmu geologi. Ketiga teori tersebut adalah ’Subsidence theory’ yang diusulkan oleh
Darwin, ’Anthecendent platform theory’ yang diusulkan Murray dan ’Glacial control theory’
yang diusulkan oleh Daly. ’Subsidence theory’ atau teori penurunan lempengan kerak bumi
di dasar samudra akibat aktivitas gunung berapi. ‘Anthecendent platform theory’ adalah
teori yang mengemukakan bahwa keberadaan terumbu karang bermula saat terbentuknya
koloni antara koral dengan alga di dasar laut. Teori ini tidak membahas mengenai terjadinya
perubahan pada permukaan tanah ataupun laut, sehingga teori ini dianggap memiliki terlalu
banyak kelemahan oleh para pakar geologi. ‘Glacial control theory’ adalah teori yang
menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang erat hubungannya
dengan perubahan perubahan paras muka laut akibat perubahan massa es mulai dari
jaman Pleistosen sampai resen.

Sejarah terbentuknya terumbu karang menurut dugaan beberapa pakar geologi seperti
SHEPARD (1971), KUENEN (1960), BIRD (1976) dan MATER & BENNET (1984) berbeda-
beda, namun intinya serupa yaitu bahwa 75 % dari seluruh terumbu karang terbentuk pada
masa Pleistosen. Menurut MATHER & BENNETH (1984) saat itu terjadi "tectonic
subsidence” (penurunan lapisan kerak bumi di dasar samudra akibat letusan gunung
berapi) dan fluktuasi paras muka laut akibat terjadinya perubahan massa es mulai jaman
Pleistosen hingga perioda resen yang mengakibatkan variasi pada kedalaman laut di
sepanjang paparan kontinental (continental shelf). Terjadinya variasi pada kedalam laut di
sepanjang paparan kontinental inilah yang menyebabkan tumbuhnya karang secara
berkesinambungan.

Menurut teori Darwin baik atol maupun barrier reef berasal dari gunung berapi bawah laut,
dengan demikian terbentuknya terumbu karang erat hubungannya dengan proses
pemekaran kerak bumi. Menurut skenario GUILLE et al. (1996) sejarah terbentuknya atol
berdasarkan hasil penelitian berbagai dasar ilmu geologi seperti pengukuran umur (dating)
pada batuan vulkanik, penelitian struktur geologi dengan menggunakan seismik dan
penelitian paleomagnetik untuk mengetahui kemungkinan terjadinya perubahan kandungan
magnetik (polarisasi atau anomali) secara lokal maupun regional selama terjadinya
perekahan lempengan kerak bumi. Model sederhana yang disebut teori titik panas (hotspot
teori) adalah sebagai berikut: (1) terjadi aktivitas magmatik pada suatu titik panas (hotspot);
(2) titik panas tersebut kemudian tumbuh dan berkembang menjadi gunung berapi yang
berada di dasar samudra; (2) setelah gunung berapi dasar samudra itu meletus dan
menjadi tidak aktif; (3) dalam beberapa juta tahun gunung berapi tersebut berubah menjadi
pulau yang kemudian mengalami pergeseran dari posisi semula oleh pergerakan kerak
bumi; (4) pulau tersebut kemudian ditumbuhi beberapa formasi karang menjumbai (fringing
reefs) yang kemudian berkembang menjadi barrier reefs, atol dan terakhir menjadi sebuah
gunung kecil di laut (guyot). Secara garis besar perkembangan gunung berapi menjadi atol
adalah demikian, dan proses tersebut akan terulang kembali pada gunung berapi yang
terbentuk kemudian.

Berdasarkan penelitian geologi dapat diketahui bahwa setiap atol memiliki skenario
pembentukkan yang berbeda. GUILLE et al. (1996) telah menyusun suatu model evolusi
dari atol Mururoa di perairan Polinesia sejak dari kemunculannya yang pertama yakni
sebagai berikut: (1) 12 juta tahun yang lalu terbentuk gunung berapi bawah laut; (2) 0,2 juta
tahun kemudian (11,8 juta tahun yang lalu) berkembang menjadi gunung merapi dewasa
(massif), (3) 2,3 juta tahun kemudian (9,5 juta tahun yang lalu) terjadi penurunan kerak
bumi (subsidence) setelah letusan gunung api mereda (cessation), sebagian besar
bentukan bekas gunung api tersebut terendam dan menyisakan bentukan pulau/gunung
kecil. Bentukan pulau tersebut dikelilingi oleh cincin yang terbentuk dari hasil sedimentasi
karbonat; (4) mulai dari 9,5 juta tahun yang lalu hingga 5 juta tahun yang lalu seluruh
bentukan bekas gunung api tenggelam, yang tersisa adalah cincin karbonat yang kemudian
disebut sebagai atol.

Chapman, L.R,. 2013. Algae: the world’s most important “plants” —an introduction. Mitigation
Adaptation Strategy Global Change (18): 5-12.

Renneberg, R. 2023. Green Biotechnology. Biotechnology for Beginners (Third Edition): 241-290. V. S.

Saba, M. A. M. Friedrichs, D. Antoine, R. A. Armstrong, I. Asanuma, M. J. Behrenfeld, A. M. Ciotti, M.


Dowell, N. Hoepffner, K. J. W. Hyde, J. Ishizaka, T. Kameda, J. Marra, F. Mélin, A. Morel, J. O’Reilly,
M. Scardi, W. O. Smith Jr., T. J. Smyth, S. Tang, J. Uitz, K. Waters, T. K. Westberry, 2011. An
evaluation of ocean color model estimates of marine primary productivity in coastal and pelagic
regions across the globe. Biogeosciences (8) : 489–503.

Djamaluddin, R. 2018. Mangrove: Biologi, Ekologi, Rehabilitasi dan Konservasi. Manado: Unsrat Press.

Hashim, A. M., & Shahruzzaman, D. B. 2017. Effectiveness of mangrove forest as coastal protection along
the west coast of Northern Peninsular Malaysia. In MATEC Web of Conferences (Vol. 87, p.
01014). EDP Sciences.

Hernawan, U. E., Sjafrie, N. D. M., Supriyadi, I. H., Suyarso, Iswari, M. Y., Rahmat. Status Padang Lamun
Indonesia 2017. Jakarta: Puslit Oseanografi-LIPI.

Islam, M. S. N. 2008. Cultural Landscape Changing due to Anthropogenic Influences on Surface Water
and Threats to Mangrove Wetland Ecosystems: A Case Study on the Sundarbans, Bangladesh.
Brandenburg University of Technology at Cottbus

Lai, J., Cheah, W., Palaniveloo, K., Suwa, R., & Sharma, S. 2022. A Systematic Review of the
Physicochemical and Microbial Diversity of Well-Preserved, Restored, and Disturbed Mangrove
Forests: What Is Known and What Is the Way Forward?. Forests, 13(12), 2160.

McKinzie, L., R. Yoshida. 2001. Seagrass Watch: Manual for Mapping and Monitoring Seagrass by
Community (Citizen) volunteers. QFS, NFC, Cairns.

Mulyadi, A., 1992. Planktonologi. Pekanbaru: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

Noor, Y. R., Khazah, M., Suryadiputra, I. N. N. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor:
PHKA/WI-IP

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Short, F., Carruthers, T., Dennison, W., & Waycott, M. (2007). Global seagrass distribution and diversity: a
bioregional model. Journal of experimental marine biology and ecology, 350(1-2), 3-20.

Anda mungkin juga menyukai