Gender Dan Kemiskinan
Gender Dan Kemiskinan
10 20 18.45
Laki-laki
6.87 Laki-laki 15
13.88
6.31
5.85 5.84 10.03 10.33 Perempuan
5.34
Perempuan 10 8.73
5
5 2.68
1.79 2.54
0.91
0
0
2000 2001 2002 2003 2004
Persentase Penduduk Buta Huruf Usia 10 Presentase penduduk 15 tahun ke atas menurut
tahun ke atas tahun 2000-2004 jumlah jam kerja seminggu, tahun 2006
1,380,000
1,400,000
1,200,000
980,000
1,000,000
800,000
800,000 620,000 Laki-laki
580,000
600,000 420,000 Perempuan
375,000 400,000
400,000 250,000
190,000 Tingkat Upah
200,000
0
< SD SD SLTP SMU/SMK >
SMU/SMK
Peran gender mempengaruhi kebutuhan. Pengalaman perempuan dan laki-
laki berbeda yang disebabkan oleh peran gender masing-masing. Sebagai
contoh, perempuan memerlukan akses ke air dan sebagai ibu memerlukan
sebagai akses ke air minum bersih untuk melindungi kesehatan keluarganya.
Sebaliknya, laki-laki menempatkan perioritas yang lebih tinggi dalam akses
ke pasar dan fasilitas terkait peran sebagai penghasil nafkah utama.
Kebutuhan praktis gender (practical gender needs) merujuk pada
kebutuhan dasar dalam rangka menjalankan peran gender perempuan.
Kebutuhan dasar diperlukan oleh perempuan dan laki-laki. Tetapi, karena
perempuan sering ditempatkan pada posisi untuk merawat keluarga,
mereka akan lebih diuntungkan ketika kebutuhan dasarnya terpenuhi.
Kebutuhan dasar ini disebut kebutuhan praktis perempuan, kebutuhan
praktis gender relatif tidak kontroversial karena ini bukan menantang tatus
quo dalam relasi antara perempuan dan laki-laki. Contoh;
a. Penyediaan air.
b. Perawatan kesehatan.
c. Penyediaan pendapatan keluarga.
d. Perumahan dan pelayanan dasar.
e. Penyediaan makanan untuk keluarga.
Kepentingan strategis gender (strategic gender interests) menjawab
kebutuhan jangka panjang untuk mengubah peran gender perempuan dan
laki-laki untuk berbagi lebih setara, bertanggung jawab baik pekerjaan
domestik dan reproduksi dan berbagi manfaat dari kegiatan ekonomi.
Kepentingan strategis hanya bisa ditegaskan dalam sebuah perspektif
perbandingan dalam hubungan dengan laki-laki. Kepentingan strategis
perempuan didesain untuk mengangkat status relatif perempuan terhadap
laki-laki. Contoh;
a. Pengurangan beban pekerjaan rumah tangga dan perawatan anak.
b. Penghapusan bentuk-bentuk deskriminasi seperti hak untuk memilih tanah
atau harta benda lainya.
c. Akses terhadap kredit dan sumber-sumber daya lainya.
d. Kebebasan memilih untuk pengasuhan anak.
e. Kebijakan khusus untuk melawan kekerasan dan kontrol terhadap
perempuan.
Strategi menuju kepentingan strategis gender perempuan.
Banyak strategi mencoba meningkatkan status perempuan. Sebagai contoh,
melalui penyediaan akses keterampilan dan pengetahuan. Strateginya bahwa
upaya memperbaiki akses perempuan untuk pendidikan, pelatihan, dan
pengetahuan. Karyawan yang lebih baik dan pendapatanya lebih tinggi akan
meningkatkan status dalam relasinya dengan laki-laki. Melalui peningkatan
akses untuk dan kontrol terhadap sumber daya ekonomi, keberhasilan
pendapatan tambahan dan strategi anti kemiskinan juga meningkatkan
status perempuan.
Ekonomi pemelihara rumah tangga dan pekerjaan yang tidak
dibayar adalah istilah untuk menggambarkan pekerjaan perempuan
yang merupakan beban peran gendernya, di ranah reproduksi,
produksi, dan masyarakat. Sifat pekerjaan perempuan ini umumnya
sukarela, informal dan tidak dibayar (uppaid care work). Dalam
memperbaiki keterpurukan perempuan akibat subordinasi,
marjinalisasi, dan diskriminasi, perlu gerakan bersama dari berbagai
elemen untuk memajukan dan memperkuat posisi perempuan setara
dengan laki-laki;
Penghargaan dan pengakuan atas ekonomi pemeliharaan rumah
tangga yang dipikul oleh perempuan.
Mengurangi beban perempuan dan mengalihkan sebagian beban
kepada laki-laki atau suami, masyarakat dan pemerintah.
Di keluarga, perlu membangun kultur prnting membagi kerja
pemeliharaan rumah tangga antara suami dan istri.
Masyarakat bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang
kondusif terhadap tumbuh kembang anak dan remaja.
Pemerintah harus melakukan upaya sistematis mendorong ke arah
pengurangan beban perempuan menuju kepentingan strategis
gender perempua. Misalnya, pemerintah menganggarkan
pembangunan tempat penitipan anak yang berkualitas dan merata
diseluruh Indonesia untuk mrndukung perempuan yang bekerja di
luar rumah.
Kontribusi pekerjaan tidak dibayar terhadap perekonomian;
pekerjaan yang tidak dibayar, penting artinya bagi perekonomian
dan masyarakat. Tanpa ini, para bekerja tidak bisa pergi ke pabrik,
kantor, toko, dan melakukan kegiatan produktif lainya. Pekerjaan
tak dibayar membangun infrastruktur sosial di masyarakat yang
bahkan lebih penting dibanding infrasruktur fisik seperti jalan dan
bangunan.
Satu titik krusial dalam konsep ini, adanya pengakuan bahwa
perempuan dan laki-laki memang berbeda, dan akan sulit
dihilangkan. Mengandung dan melahirkan anak adalah salah satu
perbedaan laki-laki dan perempuan. Dan ini tidak menjadi masalah
selama ada dukungan kepada perempuan untuk menjalankan peran
gendernya dengan tetap memiliki kesempatan untuk
mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya.
Pemerintah diharapkan berperan optimal sebagai pelayan
masyarakat, dengan membantu meringankan beban ganda
perempuan. Pemerintah menyediakan fasilitas pelayanan publik
untuk pemenuhan kebutuhan praktis gender mereka sebagai ibu
rumah tangga disertai alokasi anggaran memadai. Pada saat yang
bersamaan, alokasi anggaran juga harus menjangkau pemenuhan
kepentingan strategis gender berupa kebijakan/program terkait
perubahan subordinasi perempuan terhadap laki-laki.
A. Fakta-fakta tentang ketidaksetaraan gender
1. Hak, tidak ada negara yang memberikan hak, dari aspek hukum, sosial dan
ekonomi yang setara antara perempuan dan laki-laki. Disejumlah negara,
perempuan belum memiliki kebebasan untuk memiliki tanah, mengelola
properti, menjalankan bisnis, atau bahkan melakukan perjalanan tanpa
didampingi oleh suami mereka. Kesenjangan gender dalam hak, membatasi
pilihan-pilihan yang teredia untuk perempuan di banyak aspek kehidupan,
sering kali ditemukan membatasi kemampuan perempuan untuk
berpartisipasi dan mendapatkan manfaat pembangunan.
2. Sumber daya, perempuan secara terus menerus dimiskinkan secara
sistematis karena kurang memiliki sumber daya produktif, mencakup
pendidikan, tanah, informasi dan sumber daya finansial. Meskipun terjadi
peningkatan capaian pendidikan perempuan, namun perempuan mendapat
gaji lebih rendah daripada laki-laki di pasar tenaga kerja, walaupun
mereka memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman yang sama dengan
laki-laki.
3. Pengambilan keputusan, akses yang terbatas terhadap sumber daya dan
kemampuan yang lebih lemah untuk meningkatkan penghasilan, baik
melalui usaha mandiri maupun bekerja, telah membatasi kekuatan
perempuan untuk mempengaruhi alokasi sumber dayadan keputusan
mengenai investigasi di tingkat rumah tangga. Hak dan status sosial
ekonomi yang tidak setara dengan laki-laki juga membatasi kemampuan
mempengaruhi keputusan ditingkat komunitas dan nasional. Perempuan
tetap belum terwakili di lembaga perwakilan tingkat lokal dan nasional.
B. Kesenjangan gender yang terbesar terjadi di kelompok miskin, seingkali kesenjangan
gender tertinggi dalam sektor pendidikan dan kesehatan terjadi pada kelompok masyarakat
miskin. Studi terakhir tentang angkapartisipasi siswa perempuan dan siswa laki-laki di 41
negara menunjukkan bahwa dalam kesenjangan gender di level negara, kesenjangan dalam
angka partisipasi sekolah lebih besar di kelompok masyarakat miskin dibandingkan dengan
non-miskin. Di beberapa negara dengan penghasilan rendah, seperti China dan Uganda,
upaya khusus dilakukan untuk memberikan kursi parlemen kepada perempuan, hingga
mencapai tingkat representasi yang lebih tinggi daripada negara dengan penghasilan tinggi.
C. Dampak dari ketidaksetaraan gender
1. Terancamnya kesejahteraan dan terganggunya proses pembangunan;
China, Korea dan Asia Selatan memiliki angka kematian anak perempuan yang tinggi
karena norma sosial yang lebih menyukai anak laki-laki dan kebijakan satu anak di
China.
Angka buta huruf dan tingkat pendidikan yang rendah dari ibu telah mengakibatkan
rendahnya kualitas pengasuhan anak yang kemudian mengakibatkan angka kematian
yang lebih tinggi untuk bayi dan balita serta kasus gizi buruk.
Sebagaimana yang telah ditunjukan oleh studi di Bangladeh dan Brasil. Sayangnya
norma sosial yang ketat tentang pembagian kerja dan pembatasan perempuan untuk
bekerja di sektor dibayar atau sektor formal, telah membatasi kemampuan perempuan
untuk mendapatkan penghasilan.
Tingkat angka kematian laki-laki paling tinggi tercatat pada saat damai, yang terjadi
karena meningkatnya stress dan kekhawatiran akibat sulit mendapat pekerjaan.
2. Produktifitas dan pertumbuhan ekonomi tidak optimal.
• Kehilangan dari sisi output karena inefisiensi dalam
mengalokasikan sumber daya produktif antara laki-laki dan
perempuan dalam rumah tangga. Rumah tangga di Burkina
Faso, Kamerun dan Kenya dengan kontrol atas input yang
lebih setara telah menghasilkan hasil pertanian 20% lebih
besar daripada output saat ini.
3. Lemahnya tata pemerintahan
Pemberian hak yang lebih besar kepada perempuan dan
partisipasi yang lebih setara antara laki-laki dan perempuan,
ternyata berelasi dengan iklim bisnis yang lebih bersih, tata
pemerintahan yang lebih baik, serta tingkat korupsi yang
menurun. Ini bahkan terjadi ketika membandingkan negara
yang memiliki kesamaan dalam hal pendapatan, kebebasan
warga, pendidikan dan institusi hukum. Dalam bisnis,
perempuan kurang suka memberi suap kepada pegawai
pemerintah karena perempuan memiliki standar yang lebih
tinggi dalam etika perilaku atau cenderung menghindari
resiko.