Judul APLIKASI ANALISIS KIMIA KUANTITATIF UNTUK PEMANTAUAN KADAR
OBAT (THERAPEUTIC DRUGS MONITORING) Tahun 2019 Penulis Ni Made Amelia Ratnata Dewi Tujuan untuk memaksimalkan efek terapi serta mengurangi efek samping penelitian ataupun toksik obat Metode 1.Metode Spektrofotometri penelitian Metode spektrofotometri merupakan metode yang mudah dilakukan jika sensitivitas hasil yang diinginkan tidak terlalu rendah misalnya masih dalam satuan µg/mL. 2. Metode kromatografi Kromatografi dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas/ Gas Cromathography (GC) ataupun dengan Kromatografi Cair Performa Tinggi/ High performance Liquid Cromathography (HPLC) . u HPLC (Dasgupta dan Datta, 2008). Metode kromatografi juga dapat dikombinasikan dengan ultrafiltrasi untuk mengukur kadar obat bebas atau obat yang tidak berikatan dengan protein dalam darah (Wright et al. 1996). Pilihan obat yang dapat dipantau dengan metode kromatografi lebih luas jika dibandingkan dengan metode immunoassay. Beberapa contoh obat- obat yang dianalisis menggunakan metode kromatografi gas dan KCKT 3. Metode Immunoassay Immunoassay tidak memerlukan preparasi sampel yang sulit, jika dibandingkan dengan metode lainnya. Immunoassay dapat dikerjakan dengan Radio immuno assay (RIA), Enzyme Immuno Assay dan Fluorescence Polarization Immunoassay (FPIA). Metode Enzyme Immuno Assay tidak melibatkan zat radioaktif dalam pengerjaannya sehingga cenderung lebih aman jika dibandingkan RIA. Fluorescence polarization immunoassay (FPIA). FPIA mengkombinasikan ikatan protein dengan flourosensi polarisasi sehingga dapat diukur langsung tanpa diperlukan pemisahan sebelumnya. ). Immunoassay lebih mudah dilakukan namun pilihan obat yang dapat dipantau dengan metode ini masih terbatas (Dasgupta and Datta, 2008). Selain itu pada beberapa kasus, metode ini tidak dapat membedakan antara metabolit dengan obat induk atau obat dengan struktur yang mirip sehingga pada saat pengukuran terjadi peningkatan konsentrasi yang didapat dari konsentrasi yang seharusnya (Sym et al., 2001). Beberapa obat yang dapat dimonitoring menggunakan metode immunoassay seperti obat antikejang, digoxin, prokainamid, lidocaine, quinidine, and disopiramid, teofilin, kafein, amikasin. Hasil penelitian Hal yang terpenting dalam menginterpretasikan konsentrasi obat adalah untuk memberikan terapi sesuai dengan kebutuhan pasien (Reynolds dan Aronson, 1993). Sebelum melakukan penyesuaian dosis, penting untuk mempertimbangkan apakah sampel diambil pada waktu yang tepat, waktu keadaan tunak tercapai dan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat . Immunoassay dapat memberikan hasil yang cepat serta mudah digunakan tetapi metode ini tidak dapat membedakan antara obat yang memiliki struktur yang mirip. Selain itu, immunoassay tidak tersedia untuk semua obat yang dipantau di laboratorium klinis, sehingga metode kromatografi seperti GC, HPLC, GC/MS, dan HPLC /MS masih dapat diaplikasikan untuk TDM.
Judul Evaluasi Pelayanan Pemantauan Terapi Obat di Rumah Sakit X Tangerang
(Evaluation of Therapeutic Drug Monitoring Services in Tangerang X Hospital)
Volume Vol.18 No.1
Tahun 2020 Penulis FEBBYASI MEGAWATY , SHIRLY KUMALA, SESILIA ANDRIANI KEBAN
Tujuan untuk menggambarkan kesesuaian pelaksanaan PTO dengan
penelitian Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan mengevaluasi pelaksanaan PTO yang dilakukan apoteker terhadap pasien rawat inap. Metode Penelitian deskriptif ini dilakukan secara retrospektif penelitian menggunakan data pasien rawat inap. Kriteria inklusi merupakan pasien rawat inap yang mendapat pelayanan PTO oleh apoteker di Rumah Sakit X Tangerang periode Januari – Mei 2016. Kriteria eksklusi merupakan pasien rawat inap yang tidak mendapat pelayanan PTO di Rumah Sakit X Tangerang periode Januari – Mei 2016. Pelaksanaan PTO disesuaikan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dicatat pada formulir evaluasi dengan metode wawancara kegiatan yang dilakukan apoteker rawat inap dan dianalisis secara deskriptif. Evaluasi pelaksanaan PTO dengan cara mendata jumlah resep rawat inap, jumlah obat yang terdapat dalam satu resep, dan jum penyakit . profil potensi terjadinya interaksi obat berdasarkan pengkajian resep menggunkan drug interaction cheker pada aplikasi medscape.
Hasil penelitian Menunjukkan kesesuaian pelaksanaan PTO oleh apoteker
berdasarkan standar adalah 73%. Jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 50 pasien. Profi l potensi pasien yang mendapatkan PTO berdasarkan diagnosis penyakit adalah hipertensi 10 pasien (20%), gagal jantung kongestif 9 pasien (18%) dan diabetes mellitus 8 pasien (16%). Profi l potensi terjadinya interaksi obat berdasarkan resep dengan jumlah obat lebih dari sepuluh adalah 29 pasien (58%). Profi l potensi terjadinya interaksi obat pada pasien yang terdiagnosis lebih dari tiga macam penyakit adalah 19 pasien (38%). Pelaksanaan PTO sesuai standar pelayanan kefarmasian membutuhkan kompetensi apoteker farmasi klinik dengan pengalaman 2 tahun kerja. Potensi interaksi obat dapat dikontrol dengan melakukan prioritas PTO berdasarkan jumlah obat, komplikasi penyakit dan jenis penyakit. Tahap PTO menggunakan SOAP apoteker melakukan pencatatan data subjectif beerdasarkan wawancara pasien dan melihat kondisi fisik yang dikeluhkan pasien sesuai dengan potensi reaksi obat yang dikonsumsi . apoteker dapat melkukan evaluasi berdasarkan respon dari dokter terhadap rekomendasi apoteker, tindak lanjut yang sudah dilakukan dan pemantauan keberhasilan terapi obat.