Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah.

Volume 6 Nomor 1, Juni 2014

PENGEMBANGAN BIODIESEL KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Palm Oil Biodiesel Development in Indonesia

A. Faroby Falatehan1 dan A. Dwi Siswanto 2


1Staff Pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi & Manajemen IPB
E-mail: f_falatehan@hotmail.com
2Peneliti pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI.
Email. adsiswanto@fiskal.depkeu.go.id atau dwisiswantoadrianus76@gmail.com

ABSTRACT
Palm oil has become the flagship product in the plantation business in Indonesia. Currently, Indonesia
has become the country with the largest palm oil production capacity in the world. With the production
capability, the opportunities to diversify energy made from palm oil to be possible.This study analyzes using
secondary data to determine the extent of the potential of palm oil as the main source of raw material for biodiesel
in Indonesia. The results of the analysis states that the production capacity and expansion of palm oil a very
massive, energy diversification is a relevant step and is feasible. The role of government through export levy
tariff policy in determining the oil consumption in the interest of the domestic market.
Key word : Palm oli, Biodiesel, CPO, flagship product

ABSTRAK
Kelapa sawit telah menjadi produk unggulan dalam bisnis perkebunan di Indonesia. Saat ini
Indonesia telah menjadi negara dengan kemampuan produksi kelapa sawit terbesar di dunia. Dengan
kemampuan produksi tersebut maka peluang untuk melakukan diversifikasi energi berbahan baku
kelapa sawit menjadi sangat mungkin. Analisis kajian ini dilakukan dengan menggunakan data
sekunder untuk mengetahui sejauhmana potensi kelapa sawit sebagai sumber utama bahan baku
biodiesel di Indonesia. Hasil analisis menyatakan bahwa dengan kemampuan produksi dan perluasan
lahan kelapa sawit yang sangat massif, diversifikasi energi merupakan langkah yang relevan dan
sangat mungkin dilakukan.Peran pemerintah melalui kebijakan tariff pungutan ekspor ikut
menentukan konsumsi sawit bagi kepentingan pasar domestik.
Kata kunci : Kelapa Sawit, Biodiesel, CPO, produk unggulan

PENDAHULUAN atau paling tidak mengantisipasi masa


kehabisannya.
Kebijakan penggunaan biodiesel Indonesia masih mengandalkan
yang bersumber dari minyak kelapa sawit BBM sebagai sumber utama pasokan
merupakan langkah tepat dalam rangka energi untuk kebutuhan berbagai sektor,
diversifikasi energi nasional. Diversifikasi terutama sektor transportasi dan listrik.
perlu segera dilakukan mengingat Hingga saat ini BBM masih memberikan
cadangan minyak bumi dan energi tak kontribusi 59 persen sebagai pemasok
terbarukan akan habis dalam satu generasi. terbesar energi nasional (Ferry, 2013).
Dipertegas dengan penjelasan dari Menteri Akibatnya subsidi BBM terus meningkat
Energi dan Sumber Daya Mineral Republik setiap tahunnya, pada Anggaran
Indonesia yang menyatakan bahwa Pendapatan Belanja Negara 2012 mencapai
persediaan minyak bumi Indonesia bisa Rp 346,4 triliun atau 34,33 persen dari
bertahan 11 tahun, gas bumi 30 tahun, dan belanja pemerintah pusat, terkonsentrasi
batu bara 50 tahun lagi. Dalam situasi 61,17 persen (Rp 211,9 triliun) untuk BBM
demikian tidak ada pilihan lain kecuali dan 27,30 persen (Rp 94,6 triliun) untuk
mencari alternatif sumber energi lain listrik.Kentalnya kebijakan subsidi pada 97
sebagai pengganti bahan bakar tersebut BBMbisa menjadi ancaman terhadap
ketahanan energi nasional. Jika tidak

A. Faroby Falatehan dan A. Dwi Siswanto Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit Di Indonesia
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014

dilakukan perbaikan kebijakan, tidak saja negara ini merupakan yang terbesar di
mengakibatkan tekanan fiskal terhadap dunia. Produksi CPO Indonesia tahun 2012
APBNnamun bisa mengakibatkan ancaman sekitar 24 juta ton, sedangkan ekspor CPO
terhadap pembangunan ekonomi nasional. Indonesia pada tahun 2012 sebesar 18 juta
Untuk itu peningkatan pangsa energi ton dan konsumsi domestik sebanyak 6
terbarukan menjadi pilihan rasional dan juta ton. CPO merupakan salah satu bahan
tepat dari sisi pasokan (supply side). baku yang dapat dibuat biodiesel yang
Kebijakan meningkatkan penggunaan berasal komoditas kelapa sawit.
biodiesel tidak lain adalah diversifikasi Kemampuan produksi CPO
energi dengan basis sumber-sumber bahan Indonesia dapat tercapai dengan adanya
baku pasokan dari pasar dalam negeri. perkebunan sawit saat ini yang mencapai
Tidak saja memberikan manfaat bagi sekitar 9,3 juta ha, dimana sekitar 44%
kepentingan pasar bahan baku kelapa sawit diusahakan olehpetani, sedangkan sisanya
namun kebijakan tersebut akan dikuasai perusahaan swasta (41%) dan
menciptakan kemandirian energi yang BUMN (15%) (Sumber: Aslam Kalyubi,
lebih baik. Ketahanan energi hanya akan 2013). Tahun 2013 produksi minyak sawit
tercipta manakala kemandirian menjadi diperkirakan mencapai 28 juta ton, dengan
pondasi dasarnya. Tulisan ini mencoba komposisi berkisar 17-18 juta ton diekspor
untuk menganalisis kemampuan pasar terutama ke India, Cina, dan Eropa.
domestik, yaitu pasar sawit Indonesia Produksi CPO Indonesia akan terus
sebagai bagian dari mendukung kebijakan mengalami perkembangan, tidak saja
peningkatan penggunaan produk turunan karena meningkatnya lahan perkebunan
CPO sebagai campuran BBM, khususnya sawit, namun juga pada saat ini,
solar. Penting bagi publik untuk produktivitas tanaman kelapa sawit berada
mengetahui kemampuan pasar domestik pada saat masa yang tinggi.
terutama karena pada dasarnya, muatan Pada tabel 1 dapat dilihat
yang tercantum dalam Perpres Nomor 5 perkembangan produksi CPO duniadari
Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi tahun 2004 hingga 2012 yang selalu
Nasional, fokus pada keamanan energi mengalami peningkatan dengan rata-rata
yang berbasis diversifikasi energi nasional produksi setiap tahunnya adalah 42,95 juta
(Fery Triatmojo, 2013). tonsedangkan pertumbuhannya pada
periode tersebut adalah 44 persen. Begitu
Potensi Kelapa Sawit
pula dengan konsumsi CPO dunia, rata-
Salah satu upaya adalah mengurangi rata konsumsi pertahunnya dari tahun 2004
subsidi BBM adalah dengan cara hingga 2012 adalah 41,21 juta ton dengan
meningkatkan persentase pemakaian laju perkembangan konsumsi sebesar 42,54
biodiesel dalam BBM solar bersubsidi dari persen. Tidak ada perbedaan yang
7 persen menjadi 10 persen pada tahun signifikan antara pertumbuhan produksi
2013. Implikasinya diperkirakan akan dan konsumsi dunia. Hal ini menandakan
terjadi penghematan sekitar Rp 18 triliun. bahwa produksi yang dihasilkan bisa jadi
Untuk mendukung kebijakan tersebut, akan terserap oleh permintaan pasar dunia.
Indonesia tidak mengalami hambatan dari Hingga tahun 2012, produksi CPO dunia
sisi pasokan bahan baku biodiesel. Dengan lebih tinggi dibandingkan dengan
berlimpahnya bahan baku, kebijakan konsumsi CPO dunia, tetapi laju
tersebut menjadi langkah strategis menuju peningkatan konsumsi CPO dunia lebih
kemandirian energi. tinggi dari laju produksinya, yaitu 5,96
Kemandirian ini tercipta karena persen untuk laju produksi pertahunnya
Indonesia merupakan salah satu negara dan 7,38 persen untuk laju konsumsi
terbesar produsen Crude Palm Oil (CPO) pertahunnya. Jika kondisi ini terus
98 di dunia. Jika hasil produksi CPO bertahan dalam beberapa tahun ke depan,
Indonesia digabungkan dengan produksi permintaan global produk CPO akan
CPO Malayisa, maka hasil produksi kedua

A. Faroby Falatehan dan A. Dwi Siswanto Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit Di Indonesia
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014

menjadikan industri CPO semakin menarik dunia. Dalam lima tahun terakhir, peran
untuk investasi. Indonesia sebagai produsen CPO dunia
Sementara itu, sejak 2006, Indonesia meningkat menjadi 44,30 persen pada
menggeser posisi Malaysia sebagai 2008. Sebaliknya peran Malaysia menurun.
produsen dan eksportir CPO terbesar di
Tabel 1. Produksi, Konsumsi dan Produsen CPO Dunia 2004 – 2010
Kontribusi Negara Produsen
Produksi Konsumsi
Tahun Malaysia Indonesia Lainnya
(juta ton) (juta ton) (%) (%) (%)
2004 33,50 29,20 45,40 40,60 14,00
2005 36,00 32,50 43,10 43,30 13,60
2006 37,30 35,50 41,00 44,50 14,50
2007 41,00 37,80 42,90 43,90 13,20
2008 42,80 42,60 40,90 44,30 14,80
2009 45,10 45,30 38,90 46,30 14,70
2010 47,10 47,50 38,20 47,00 14,80
2011 50,55 49,05 37,41 47,68 14,92
2012 53,16 51,43 35,35 49,85 14,80
Rata-rata 42,95 41,21 40,35 45,27 14,37
Perkembangan 2004
5,96% 7,38%
- 2012
Sumber: Miranti (2010) dalam Arti, 2011.
Pada tabel 1 pun dapat dilihat persennya. Laju pertumbuhan luas tanaman
kontribusi dari Indonesia dan Malaysia. rakyat dari tahun 2000 hingga 2012 lebih
Kedua negara ini rata-rata kontribusidari tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
tahun 2004 hingga 2012 lebih dari 40 luas perkebunan besar, yaitu 10,37 persen
persen. Malaysia 40,35 persen dan 45,27 berbanding dengan 4,96 persen laju
persen untuk Indonesia. Sementara itu perkebunan besar.
untuk negara-negara selain Indonesia dan Data menunjukkan adanya partisipasi
Malaysia kontribusinya hanya 14,37 tinggi publik dalam bisnis perkebunan
persen. Dari tabel 1, dapat disimpulkan kelapa sawit. Hal ini menandakan bahwa
bahwa produksi dan konsumsi dunia terus minat rakyat untuk melakukan kegiatan
mengalami peningkatan dan kontribusi penanaman kelapa sawit semakin
Indonesia memiliki kecenderungan yang meningkat. Minat rakyat yang meningkat
semakin meningkat.Kontribusi Indonesia ini mengindikasikan bahwa bisnis
yang terus meningkat tersebut bersumber penanaman kelapa sawit memberikan
dari dukungan kegiatan di sektor hulunya. keuntungan yang menarik bagi rakyat.
Produksi CPO tergantung dari sisi Rakyat memperoleh manfaat dari kegiatan
hulunya, yaitu tanaman kelapa sawit. Pada mereka menanam kelapa sawit. Dan pada
Tabel 2 dapat dilihat bahwa terjadi umumnya kegiatan pertanian yang
peningkatan dari tahun 2000 hingga tahun memberikan manfaat bagi petani, akan
2013, yaitu untuk perkebunan besar, dari diikuti oleh petani-petani lainnya atau oleh
2,99 juta Ha menjadi 5,59 juta Ha. Hal penduduk/masyarakat yang tinggal di
yang sama terjadi pada perkebunan rakyat, sepanjang wilayah perkebunan kelapa
di tahun 2000 baru seluas 1,19 juta Ha sawit. Semakin meningkat penghasilan
berubah menjadi 3,77 juta Ha di tahun para pemilik kebun tersebut akan
2012. Luasan perkebunan besar sekitar 60 mendorong semakin tinggi minat untuk 99
persen dari seluruh model perkebunan, berinvestasi di kebun kelapa sawit. Di sisi
sedangkan perkebunan rakyat sekitar 40 lain, ada peran pemerintah melalui

A. Faroby Falatehan dan A. Dwi Siswanto Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit Di Indonesia
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014

program-program di sektor pertanian. Baik kelapa sawit secara total adalah 19.84 juta
melalui Kementerian Pertanian, Badan Ha. Meningkat menjadi 3 kali lipat jika
Usaha Milik Negara (BUMN) sektor dilihat proyeksi luas perkebunan kelapa
perkebunan, dan dinas-dinas pertanian dan sawit inimaka pengembangan perkebunan
perkebunan diberbagai level pemerintahan. kelapa sawit akan lebih massive lagi. Ini
Dengan memperhatikan kondisi dapat dilihat pada tahun 2013 dimana
tersebut, pemerintah mulai melakukan luasan perkebunan kelapa sawit baru
beberapa kegiatan yang mendukung mencapai 9.3 juta Ha. Konsentrasi target
perkembangan bisnis kelapa sawit.Sejak perluasan akan ada di Kalimantan Barat (5
2007, terdapat pemerintah mengeluarkan juta Ha), Papua dan Riau (3 juta Ha), dan
program revitalisasi perkebunan dan Sumatera Utara, Jambi dan Sumatera
pembenihan. Target pemerintah selama Selatan (1 juta Ha) serta Kalimantan
2007-2010 dala program revitalisasi Selatan dan Kalimantan Timur yang
perkebunan kelapa sawit, karet dan kakao, diharapkan mencapai 1 juta Ha lahan baru
diharapkan telah menjangkau lahan seluas perkebunan kelapa sawit.
2 juta ha meliputi 1,5 juta ha perluasan Pada Tabel 3. propinsi yang memiliki
lahan, 429 ribu ha peremajaan tanaman dan perkebunan kelapa sawit terluas di
36 ribu ha rehabilitasi tanaman. Indonesia adalah Propinsi Riau. yaitu 1.48
juta Ha atau sekitar 24.96 persen dari
Tabel 2. Luas Tanaman Perkebunan seluruh luasan kelapa sawit di Indonesia.
Berdasarkan atas Model Perkebunan (ribuan Berikutnya adalah Propinsi Sumatera Utara
ha) seluas 1 juta Ha atau 17.62 persen.
Perkebunan Perkebunan Sementara itu pada proyeksi
Tahun
Besar Rakyat
pengembangan luas perkebunan kelapa
2000 2.991,30 1.190,20
sawit, perubahan yang paling massive
2001 3.152,40 1.566,00
adalah di Propinsi Kalimantan Barat dari
2002 3.258,60 1.808,40 349 ribu Ha menjadi 5 juta Ha. Sedangkan
2003 3.429,20 1.854,40 untuk Riau rencananya adalah 3 juta Ha.
2004 3.496,70 2.220,30 Namun demikian Sumatera Utara hanya
2005 3.593,40 2.356,90 dikembangkan dalam kisaran 1 juta Ha.
2006 3.748,50 2.536,50 Beberapa propinsi yang tidak akan
2007 4.101,70 2.571,20 diproyeksikan memiliki perkebunan kelapa
2008 4.451,80 2.881,90 sawit adalah di Propinsi Jawa Barat,
2009 4.888,00 3.061,40 Banten dan Bangka Belitung.
2010 5.161,60 3.387,30
Dari sisi produksi, produksi minyak
kelapa sawit antara perkebunan besar dan
2011 5.349,80 3.580,40
perkebunan rakyat, rata-rata hasil
2012* 5.456,50 3.773,50
perkebunan perusahaan besar adalah lebih
2013** 5.592,00 0
dari 60 persen.Sedangkan untuk
Pertumbuhan
rata-rata per- 4,96% 10,37%
perkebunan rakyat kurang dari 40 persen.
tahun Tetapi jika dilihat pertumbuhan per
Sumber: BPS, 2013. tahunnya. Pertumbuhan hasil minyak
kelapa sawit untuk perkebunan besar
Sementara itu pada Tabel 3 dapat adalah 9.83 persen. Sedangkan untuk
dilihat luas area perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat adalah 13.95 persen.
per provinsi dan proyeksi pengembangan
luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun
2005 adalah 6 juta Ha. Selanjutnya
100
pemerintah mentargetkan adanya
peningkatan luasan lahan perkebunan

A. Faroby Falatehan dan A. Dwi Siswanto Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit Di Indonesia
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014

Tabel 3. Luas Area Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2005 dan Proyeksi Pengembangan Luas
Perkebunan Kelapa Sawit
Proyeksi
No Propinsi Luas Areal (ha) Share Share
Pengembangan ( ha)
1 NAD 222,389 3,58% 340,000 1,71%
2 Sumatera Utara 1,093,033 17,62% 1,000,000 5,04%
3 Sumatera Barat 489,000 7,88% 500,000 2,52%
4 Riau 1,486,989 23,96% 3,000,000 15,12%
5 Jambi 350,000 5,64% 1,000,000 5,04%
6 Sumatera Selatan 416,000 6,70% 1,000,000 5,04%
7 Bangka Belitung 112,762 1,82% - 0,00%
8 Bengkulu 81,532 1,31% 500,000 2,52%
9 Lampung 145,619 2,35% 500,000 2,52%
10 Jawa Barat 3,747 0,06% - 0,00%
11 Banten 17,375 0,28% - 0,00%
12 Kalimantan Barat 349,101 5,63% 5,000,000 25,20%
13 Kalimantan Tengah 583,000 9,40% 1,000,000 5,04%
14 Kalimantan Selatan 391,671 6,31% 500,000 2,52%
15 Kalimantan Timur 303,040 4,88% 1,000,000 5,04%
16 Sulawesi Tengah 43,032 0,69% 500,000 2,52%
17 Sulawesi Selatan 72,133 1,16% 500,000 2,52%
18 Sulawesi Tenggara 3,602 0,06% 500,000 2,52%
19 Papua 40,889 0,66% 3,000,000 15,12%
Jumlah 6.204.914 100,00% 19,840,000 100,00%
Sumber : FPP dan PSW, 2006.

Peningkatan produksi minyak sawit Perkebunan Perkebunan


perkebunan besar yang tertinggi adalah Tahun
Besar Rakyat
pada periode 2003 - 2004 sebesar 22.47 2009 13.872,6 7.517,70
persen.Sedangkan untuk perkebunan
2010 14.038,15 8.458,70
rakyatpertumbuhan produksi yang paling
2011 15.198,05 8.716,30
tinggi adalah dari tahun 2000 ke tahun
2012* 15.420,67 8.973,90
2001 yaitu sebesar 41 persen.
Perkembangan 9,83% 13,95%
Tabel 4. Produksi Minyak Sawit Sumber: BPS, 2013
Berdasarkan atas Perkebunan
Perkebunan Perkebunan
Hasil produksi minyak kelapa sawit
Tahun perkebunan besarpada tahuan 2012 yang
Besar Rakyat
sebesar 15.420 ribu ton berasal dari 1510
2000 5.094,86 1.977,80
perusahaan perkebunan besar. Jumlah ini
2001 5.598,44 2.800,70
selalu meningkat dari tahun 2000 hingga
2002 6.195,61 3.426,70 2012. Pada tahun 2000 jumlah perusahaan
2003 6.923,51 3.517,30 perkebunan besar kelapa sawit adalah 693
2004 8.479,26 3.847,20 perusahaan, sedangkan pada tahun 2012
2005 10.119,06 4.500,80 sebesar 1510 perusahaan.
2006 10.961,76 5.608,20
2007 11.437,99 5.811,00 101
2008 12.477,75 6.923,00

A. Faroby Falatehan dan A. Dwi Siswanto Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit Di Indonesia
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014

1600
Jumlah Perusahaan 1400
1200
1000
800
600
400
200
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012*

Sumber: BPS, 2013


Gambar 1. Perkembangan Perusahaan Perkebunan Besar Minyak Sawit di Indonesia

memproduksi CPO sebagai bahan baku


Perangkap Kepentingan Jangka Pendek biodiesel tidak memberi manfaat bagi
Sebagai produk yang dihasilkan dari program diversifikasi energi nasional.
alam, kelapa sawit merupakan produk di Untuk itu perlu ada regulasi yang mengatur
sektor pertanian yang cocok dengan iklim agar kepentingan perekonomian domestik
tropis di Indonesia. Dalam 15 tahun menjadi prioritas dalam kegiatan usaha di
terakhir ini, bisnis kelapa sawit dan produk bidang kelapa sawit dan produk
turunannya dikuasai oleh swasta dengan turunannya.
kemampuan ekspansi dan produksi yang Untuk meningkatkan kontribusi
sangat tinggi. Dengan komposisi sebagian sektor perkebunan, khususnya perkebunan
besar ekspor dalam bentuk CPO yang kelapa sawit tersebut, dikeluarkan regulasi
hakekatnya merupakan minyak nabati yang yang mengatur berbagai aspek, seperti
diperoleh dari proses pengempaan perijinan, kepemilikan, hilirisasi dan lain
(ekstraksi) daging buah tanaman elaeis sebagainya. Sebagai komoditas unggulan
guinneensis, dapat dikatakan bahwa dalam pembangunan ekonomi dan
produk tersebut masih diolah dengan cara- kesejahteraan masyarakat pada umumnya
cara mekanik. Dalam bentuk ekspor CPO, dan pembangunan agro-industri di
nilai tambah yang dihasilkan belum besar. Indonesia, kelapa sawit dan produk
Mengingat CPO dapat digunakan sebagai turunannya merupakan sumber devisa bagi
bahan baku produk-produk seperti obat- pemerintah Indonesia.Karenanyaperlu
obatan, kosmetik, sabun, dan lainnya. upaya untuk memelihara dan
Dengan kata lain, perkebunan kelapa sawit mengembangkan kesinambungan
dan pabrik CPO di Indonesia masih peningkatan kelapa sawit sebagai
mengekspor produk setengah jadi. sumberdaya alam yang potensial.
Saat ini, Badan Koordinasi Oleh karena itu Pemerintah melalui
Penanaman Modal (BKPM) mencatat Kementerian Pertanian menerbitkan
terdapat 10 perusahaan yang tengah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
berinvestasi membangun industri biodiesel No 98/2013 tentang izin usaha
dengan kapasitas sebesar 1,4 juta kilo liter. perkebunan.Aturan baru yang terbit akhir
Pabrik biodiesel akan menggunakan CPO September 2013 itu cenderung membatasi
yang berasal dari perkebunan di Propinsi perluasan lahan/kebun 11 komoditas di
Riau. Namun demikian hampir semuanya Indonesia.salah satunya adalah untuk
berorientasi pada ekspor bukan kebutuhan kelapa sawit. Dalam aturan baru itu,
dalam negeri (Fery Triatmojo, 2013). ditetapkan empat kebijakan penting.
102 Dalam kondisi demikian maka Pertama, kewajiban integrasi sisi
ketersediaan kelapa sawit sebagai bahan hulu dan hilir industri perkebunan kelapa
mentah dan kemampuan Indonesia sawit (CPO), tebu, dan teh.Tujuan dari

A. Faroby Falatehan dan A. Dwi Siswanto Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit Di Indonesia
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014

hilirisasi adalah menciptakan nilai tambah baik pasar domestik maupun global.
yang lebih besar di dalam negeri.Hilirisasi Dengan kepemilikan yang terdistribusi,
mendorong industri-industri perkebunan tidak ada grup usaha yang memiliki
dan pabrik untuk mengolah lebih lanjut kekuatan pasar yang lebih besar di antara
CPO sehingga ekspor tidak lagi dalam mereka. Terkait dengan regulasi tersebut,
bentuk tersebut. Dengan meningkatkan batasan kepemilikan tersebut tidak
kemampuan mengolah CPO menjadi menyebutkan berlaku pada level nasional,
berbagai produk turunan, pasar domestik propinsi atau kabupaten. Apalagi ijin
akan lebih berkembang menjadi pasar yang lokasi merupakan kewenangan Bupati/
menjual barang jadi bukan bahan baku. Walikota dan Gubernur selaku kepala
Kedua, kewajiban divestasi daerah. Beberapa perusahaan besar, seperti
(menjual) saham pabrik pengolahan CPO PT Astra Agro Lestari Tbk, Golden Agri
kepada masyarakat. Aturan ini menetapkan Resources Ltd, dan Wilmar International,
pabrik pengolahan CPO wajib melepas maupun perusahaan asing, seperti Sime
minimal 30% saham pabrik CPO itu secara Darby, memiliki perkebunan dengan luas
bertahap selama 10 tahun. Tahap pertama lebih dari 100 ribu hekter.
divestasi sebesar 5% pada tahun Keempat, pengusaha diwajibkan
kelima.dan tahun ke 15 sudah terjual untuk mengembangkan bisnis dengan
minimal 30% saham pabrik. pendekatan kebun inti-plasma. Luas kebun
Tujuan dari divestasi adalah plasma minimal 20 persen dari luas kebun
memberikan kesempatan publik, milik pengusaha. Implikasi dari kebijakan
khususnya petani pemilik kebun kelapa ini adalah pengusaha diwajibkan
sawit untuk memiliki pabrik pengolahan bekerjasama dengan petani yang berada di
tersebut sehingga dalam jangka panjang, sekitar lokasi perkebunan inti atau
keberlangsungan dan keberlanjutan bisnis melibatkan petani-petani yang berada di
merupakan kewajiban bersama antara dalam wilayah kerja perusahaan tersebut.
petani pemilik lahan dan pengusaha pabrik. Dengan konsep pengelolaan perkebunan
Di sisi lain, pabrik yang sebagian ini, petani atau masyarakat di wilayah kerja
kepemilikannya ada di tangan petani akan perusahaan tersebut bukan lagi menjadi
meningkatkan daya tawar petani dalam penonton. Petani dan masyarakat menjadi
perdagangan kelapa sawit. Sebab selama pihak yang aktif terlibat dan berpartisipasi
ini harga jual tandan buah segar (TBS) mengelola dan menjaga bisnis tersebut.
lebih banyak ditentukan oleh pabrik Harapannya adalah target produksi
pengolahan CPO. Sehingga petani berada 40 juta ton per tahun di tahun 2020
dalam posisi price taker. tercapai dan 60 juta ton di tahun 2040
Ketiga, adanya pembatasan luas menjadi terealisasi. Peraturan Permentan
maksimal lahan perkebunan yang dimiliki No 98 Tahun 2013 tidak saja membatasi
oleh satu grup usaha. Sebagai contohsatu ekspansi yang tidak fair namun juga
kelompok usaha hanya boleh memiliki memastikan bisnis berjalan secara adil dan
kebun sawit maksimal 100.000 Ha. Jika memberi kesejahteraan bersama.
lebih, pengusaha wajib melepas sebagian Melalui regulasi tersebut, walaupun
sampai memenuhi batas maksimal. Tujuan mendapat reaksi berbeda dari kalangan
dari kebijakan ini adalah untuk dunia usaha, pemerintah menghendaki
mendistribusikan penguasaan lahan tidak adanya iklim usaha yang lebih kompetitif
pada satu kelompok usaha yang dan mendorong persaingan yang
mengakibatkan calon pengusaha maupun fair.Sebagaimana publik ketahui, regulasi
usaha yang sudah ada, didominasi oleh tersebut termuat dalam Permentan No
satu grup besar. Dengan terdistribusinya 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang
kepemilikan dan penguasaan lahan, tidak Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
terjadi konsentrasi kepemilikan yang Regulasi ini merupakan revisi dari 103
kerapkali dapat digunakan sebagai alat Permentan No 26/Permentan/OT.140/2
untuk mengendalikan pasokan di pasar,

A. Faroby Falatehan dan A. Dwi Siswanto Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit Di Indonesia
Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Volume 6 Nomor 1, Juni 2014

/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Seluruh paket kebijakan sektoral


Perkebunan. maupun kebijakan fiskal, tentu saja
Pemerintah harus memastikan bahwa membutuhkan dukungan lebih lanjut dari
regulasi yang dikeluarkan tidak semata- pemerintah.Termasuk pengawasan untuk
mata untuk menjalankan kegiatan bisnis memastikan bahwa regulasi tersebut dapat
dalam jangka pendek dan mengorbankan dieksekusi oleh para pelaku usaha.
program ketahanan energi nasional. Kelemahan yang kerap terjadi adalah
Perangkap kebijakan jangka pendek ketidakmampuan pemerintah untuk
kerapkali muncul sehingga Indonesia mengawasi dan mengkontrol tindakan-
hanya memusatkan perhatian pada tindakan yang melanggar peraturan yang
persoalan-persoalan artifisial. Kebijakan telah dibuat. Walaupun potensi Indonesia
yang ada saat ini telah menempatkan dalam memproduksi bahan bakubiodiesel
Indonesia sebagai negara produsen kelapa sangat besar, namun jika dalam
sawit dan eksportir terbesar CPO. Namun pelaksanaannya tidak ada penegakan
demikian belum mampu mendorong regulasi maka ancaman terhadap pasokan
memanfaatan komoditi tersebut bagi energi untuk program diversifikasi menjadi
kepentingan perekonomian domestik, nyata.
khususnya program diversifikasi
energi.Perlu ada kebijakan lanjutan untuk DAFTAR PUSTAKA
menciptakan pasar yang menghasilkan
produk-produk turunan berikutnya yang Arti, Dini Bayu. 2011. Analisis Strategi
dapat dimanfaatkan bagi kepentingan Kebijakan Pemerintah Terkait
industri dan energi domestik. dengan Perkembangan Industri
Kelapa Sawit Nasional (Studi Kasus
SIMPULAN di PTPN IV Medan Sumatera Utara).
Tesis Program Studi Teknologi
Kementerian Keuangan sebagai Industri Pertanian
pembuat kebijakan fiskal, telah BPS. 2013. BPS dalam Angka. Jakarta
mengeluarkan paket kebijakan untuk Info Sawit. 2013. Swasta baru Hanya
mendorong munculnya industri-industri Boleh Kuasai Lahan 100.000 Ha.
baru yang berbasis bahan baku CPO. Info Sawit Vol 2 No. 12 Edisi 6 - 26
Kebijakan luas lahan, dan beberapa April 2013. Jakarta
kebijakan pemerintah berkaitan dengan Marcus Colchester, Norman Jiwan,
pentingnya peningkatan nilai tambah dari Andiko, Martua Sirait, Asep Yunan
suatu komoditas merupakan paket Firdaus, A. Surambo, Herbert Pane.
kebijakan nasional yang terus didorong 2006. Tanah yang Dijanjikan. FPP
agar memperbaiki kinerja hilirisasi dan PSW.Bogor
komoditi kelapa sawit. Menteri Keuangan Triatmojo, Ferry (2013). “Dinamika
telah mengeluarkan kebijakan agar terjadi Kebijakan Diversifikasi Energi di
hilirisasi, yaitu Peraturan Menteri Indonesia: Analisis Kebijakan
Keuangan No. 128/PMK.011/2011 tentang Pengembangan Energi Terbarukan
Penetaptan Barang Ekspor Yang Di Indonesia”. Jurnal Ilmiah
Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Administrasi Publik dan
Keluar yang mengatur jika perusahaan Pembangunan. 4. (2). 146 – 158.
mengekspor dalam bentuk biji kelapa Permentan No 26/Permentan/OT.140
sawitmaka akan dikenakan pajak ekspor /2/2007 tentang Pedoman Perizinan
hingga 40 persen. Tetapi jika mengekspor Usaha Perkebunan
dalam bentuk CPO dan produk turunannya Permentan No 98/Permentan/OT.140
besarnya bea keluar adalah antara 6%-7%. /9/2013 tentang Pedoman Perizinan
104 Sedangkan jika mengekspor biodiesel dari Usaha Perkebunan
minyak sawit (Fatty Acid Methyl Esters)
maka bea keluarnya adalah 0 persen.

A. Faroby Falatehan dan A. Dwi Siswanto Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit Di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai