Anda di halaman 1dari 32

PENGANGKUTAN BAHAN BERACUN BERBAHAYA (B3) MENGGUNAKAN KERETA

API (TRANSPORTATION OF DANGEROUS GOODS BY RAIL)

TUGAS MANAJEMEN K3

1. M. FAHREZY PUTRA Y
2. M. SAHRI LAKSONO
3. SHAFIRA RAMADHANI
4. TEGAR DWI SETYAWAN
5. TRI MOH ALI YAFI
6. ZAENAL ABIDIN

PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI MEKANIKA PERKERETAAPIAN

POLITEKNIK PERKERETAAPIAN INDONESIA MADIUN

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Limbah B3 merupakan limbah yang mengandung bahan-bahan yang mengandung zat


berbahaya bagi manusia dan lingkungan jika tidak ditangani dengan benar. Pengangkutan limbah
B3 dengan angkutan kereta yang dirancang khusus dapat membantu mengurangi risiko
kebocoran atau tumpahan. Setiap negara memiliki regulasi yang ketat terkait penanganan dan
tata cara pengangkutan limbah B3.

Kereta seringkali menjadi pilihan untuk mengangkut limbah B3 dalam jumlah besar,
terutama jika jarak perjalanan yang cukup jauh. Selain itu pengangkutan limbah B3 dengan
kereta api lebih aman terhadap dampak lingkungan dan lebih hemat biaya dan mengurangi
kepadatan lalu lintas jika dibandingkan menggunakan truk pengangkut. Dalam beberapa kasus,
penggunaan kereta dapat lebih ramah lingkungan daripada penggunaan truk atau kendaraan
bermotor lainnya. Ini dapat membantu mengurangi emisi gas buang dan dampak negatif lainnya
pada lingkungan.

Namun, pengangkutan limbah B3 dengan kereta juga memerlukan perencanaan,


manajemen, dan pengawasan yang ketat untuk memastikan keamanan dan sesuai dengan
peraturan yang ada. Hal ini dilakukan mengingat potensi bahaya yang mungkin terjadi akibat
limbah B3. Sebelum mengangkut limbah B3 dengan kereta, perusahaan atau organisasi yang
bersangkutan harus memahami persyaratan hukum, teknis, dan keselamatan yang berlaku serta
memastikan bahwa limbah B3 telah di packing dengan benar dan sesuai dengan ketentuan.

Pengangkutan Barang Berbahaya dan Beracun (B3) serta limbah B3 dengan moda
transportasi kereta api (KA) harus mendapat rekomendasi dari instansi terkait dan juga harus
mendapat izin dari Menteri Perhubungan (Menhub). Dalam pasal 7 PM No. 48 Tahun 2014
disebutkan bahwa kegiatan pengangkutan barang dengan kereta api didasarkan atas perjanjian
angkutan barang antara penyelenggara sarana perkeretaapian dan pengguna jasa perkeretaapian
serta adanya surat angkutan barang yang diterbitkan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian
atau badan usaha sebagai penyelenggara kegiatan jasa angkutan kereta api

1.2 Dasar Hukum

1. PM No. 48 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemuatan, Penyusunan, Pengangkutan dan
Pembongkaran Barang Dengan Kereta Api.
2. PM 48 Tahun 2014 pada pasal 2
3. PM 48 Tahun 2014 pada pasal 3
4. PM 48 Tahun 2014 pada pasal 5 tentang Klasisfikasi B3
5. PM 48 Tahun 2014 pada pasal 6
6. PM 48 Tahun 2014 pada pasal 7
7. PM 48 Tahun 2014 pada pasal 8
8. PP No. 74 Tahun 2014
9. PP No. 74 Tahun 2001
10. PP 101 Tahun 2014
11. UU 23 Tahun 2007

1.3 Definisi

1.3.1 Sistem Manajemen K3

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PP No. 50 Tahun 2012)
merupakan wujud pelaksanaan dari pasal 87 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
SMK3 wajib dillaksanakan oleh perusahaan yang memperkerjakan minimal 100 tenaga kerja
atau perusahaan yang memiliki tingkat potensi kecelakaan kerja yang lebih tinggi akibat
karakteristik proses. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah
bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif (PP No.50 Tahun 2012). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Perusahaan atau organisasi
yang akan ataupun telah menerapkan SMK3 diharapkan dapat meningkatkan efektifitas
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur dan
terintegrasi, kemudian dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen dan pekerja, dan juga perusahaan dapat
menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong produktivitas.

1.3.2 Bahan Berbahaya dan Beracun

Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan
yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lainnya.

Pengelolaan B3 yang mencakup kegiatan menghasilkan,mengangkut, mengedarkan,


menyimpan, menggunakan dan/atau membuang B3 harus dilakukan secara baik dan benar,
sehingga penggunaan dan penanganan B3 tersebut akan aman bagi pengguna dan tidak
mencemari lingkungan dan membahayakan makhluk hidup lainya.

Menurut PP No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3), yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya dan Beracun atau disingkat B3 adalah bahan
karena sifatnya dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lainnya. Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the
United State Government) B3 adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya
sangat berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan dan atau
pencemaran lingkungan. Lirnbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut
Lirnbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.

1.3.3 Angkutan Kereta Api


Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat
ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3 menjadi
dasar diterbitkannya izin Pengangkutan Limbah B3 oleh Menteri Perhubungan. Angkutan
barang yang dilakukan oleh kereta api yaitu angkutan barang umum, angkutan barang khusus,
angkutan B3, angkutan limbah B3. Pengangkutan menggunakan kereta api adalah metode
transportasi yang melibatkan penggunaan rel dan kereta sebagai sarana untuk mengirimkan kargo
atau penumpang dari satu tempat ke tempat lain. Kereta api telah menjadi bagian penting dalam
sistem transportasi di banyak negara karena beberapa keunggulan, termasuk kapasitas besar,
efisiensi energi, dan kurangnya kemacetan lalu lintas.

1.4 Keunggulan pengangkutan B3 melalui Kereta Api

Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) melalui kereta api memiliki beberapa
keunggulan yang membuatnya menjadi pilihan yang baik dalam mengatasi pengiriman B3.
Beberapa keunggulan utama meliputi:

1. Kapasitas Besar
Kereta barang memiliki kapasitas besar untuk mengangkut kargo dalam jumlah besar. Ini
menjadikannya pilihan yang efisien ketika Anda perlu mengirimkan B3 dalam volume besar.
2. Keamanan
Kereta api memiliki sejarah yang baik dalam hal keamanan pengangkutan B3. Mereka
biasanya memiliki standar keselamatan yang ketat dan sistem pengamanan untuk mencegah
insiden dan kebocoran. Hal ini membantu mengurangi risiko insiden yang melibatkan B3
selama transportasi.
3. Kurangnya Kemacetan
Kereta api memiliki jalur sendiri dan jarang mengalami kemacetan lalu lintas seperti yang
sering terjadi di jalan raya. Hal ini memungkinkan pengiriman B3 lebih terjadwal dan dapat
diandalkan.
4. Efisiensi Energi:
Kereta api biasanya lebih efisien dalam hal konsumsi energi per unit kargo yang diangkut
dibandingkan dengan truk atau kendaraan bermotor lainnya. Ini dapat membantu
mengurangi dampak lingkungan dan biaya operasional.
5. Pengurangan Emisi
Kereta api sering menggunakan sumber daya energi yang lebih bersih, seperti listrik atau
tenaga diesel yang lebih efisien. Ini berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca
selama pengangkutan B3.
6. Jaringan Rel yang Luas
Banyak negara memiliki jaringan rel yang luas, yang menghubungkan berbagai wilayah,
bahkan hingga ke daerah-daerah terpencil. Ini memudahkan pengiriman B3 dari satu lokasi
ke lokasi lain dengan kereta api.
7. Kemudahan Pelacakan dan Manajemen
Penggunaan teknologi modern telah memungkinkan sistem pelacakan yang lebih baik untuk
pengiriman B3 melalui kereta api. Ini memungkinkan pengelola untuk memantau pergerakan
B3 dan mengambil tindakan segera jika terjadi masalah.
8. Pengurangan Kebutuhan Truk
Menggunakan kereta api untuk pengangkutan B3 dapat mengurangi kebutuhan untuk truk
dan kendaraan bermotor lainnya di jalan raya, yang dapat membantu mengurangi kemacetan
lalu lintas dan risiko insiden di jalan.
9. Pengiriman Terjadwal
Kereta api sering memiliki jadwal tetap, yang dapat membuat perencanaan pengiriman B3
lebih mudah dan terstruktur.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ATURAN PENGANGKUTAN B3

2.1.1 PERSYARATAN INTERNASIONAL

2.1.1.1 RID
Dangerous goods transportation (DGT) dengan kereta api
Pengangkutan internasional barang-barang berbahaya dengan kereta api dalam negeri
UE diatur oleh lampiran I Konvensi Mengenai Pengangkutan Internasional dengan
Kereta Api (COTIF).
Lampiran I adalah 'Peraturan Mengenai Internasional
Pengangkutan Barang Berbahaya dengan Kereta Api, lebih umum dilakukan dikenal
sebagai 'RID'. RID diterbitkan oleh OTIF dan diperbarui setiap 2 tahun. Setiap perubahan
peraturan dibahas dan disetujui oleh Komite Ahli RID.
Struktur peraturan RID terbagi menjadi tujuh bagian, masing masing terbagi menjadi 7
bagian. Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam RID , barang berbahaya dibagi
menjadi 9 kelas bahaya yaitu :
Prosedur untuk meningkatkan keselamatan angkutan barang berbahaya dengan kereta api
A. Kualifikasi yang ketat, penguatan pelatihan praktisi.
Tujuan ini dapat dicapai dengan meningkatkan pelatihan profesional melalui lembaga
pelatihan yang berkualitas.
B. Penerapan langkah-langkah keamanan
Penanganan barang berbahaya harus diawasi secara ketat, dan semua prosedur keamanan
harus dipatuhi. Persyaratan mengenai pelabelan dan penandaan kiriman, pengisian dan
penanganan kapal tanker harus dipenuhi
C. Rencana darurat
Pengangkutan barang berbahaya merupakan tanggung jawab yang besar. Jika terjadi
kecelakaan, tidak hanya kerugian ekonomi yang signifikan, namun juga dampak sosial
yang serius dapat ditimbulkan. Untuk menjamin keselamatan, jika terjadi kebocoran,
kebakaran atau kecelakaan lainnya, penanganan yang cepat harus dilakukan.

2.1.2 PERSYARATAN NASIONAL


2.1.2.1 PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.4/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2020 TENTANG
PENGANGKUTAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
1. PASAL 4

Spesifikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

b. untuk alat angkut berupa angkutan perkeretaapian, memiliki gerbong yang disesuaikan dengan
karakteristik Limbah B3

2. PASAL 9 ayat (3)

Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi syarat teknis. Kegiatan
pengangkutan limbah B3 yang tidak memerlukan rekomendasi pengangkutan limbah B3 dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, wajib memenuhi persyaratan teknis
pengangkutan limbah B3, antara lain untuk alat angkut berupa angkutan perkeretaapian,
meliputi:

1. surat bukti kelayakan alat angkut; dan


2. sertifikasi kompetensi masinis pengangkutan Limbah B3 yang diterbitkan oleh
lembaga yang berwenang.

2.1.2.2 PM 48 TAHUN 2014

Pasal7
(1) Kegiatan pengangkutan barang sebagaimana dimaksud Pasal 2 didasarkan atas:
a. Perjanjian Angkutan Barang antara penyelenggara sarana perkeretapian dan pengguna
jasa angkutan kereta api;
b. Surat Angkutan Barang yang diterbitkan oleh penyelenggara sarana perkeretapian atau
badan usaha sebagai penyelenggara kegiatan jasa angkutan; dan/atau
c. khusus untuk pengangkutan B3 dan Limbah B3 harus dilengkapi dengan Izin Menteri
setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang berwenang.
(2) Isi Perjanjian Angkutan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling
sedikit memuat:
a. nama dan alamat penyelenggara sarana perkeretaapian dan pengguna jasa angkutan
kereta api;
b. nama stasiun pemberangkatan dan stasiun tujuan;
c. tanggal dan waktu keberangkatan dan kedatangan;
d. jenis barang yang diangkut; dan
e. tarif yang disepakati.

(3) Perjanjian Angkutan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat
dalam rangkap 2 (dua) yang masing-masing disimpan oleh penyelenggara sarana
perkeretapian dan pengguna jasa angkutan barang.

(4) Perjanjian Angkutan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
dibuat untuk satu kali keberangkatan pengiriman barang atau lebih sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak.

(5) Isi Surat Angkutan Barang yang diterbitkan oleh penyelenggara sarana perkeretapian
atau badan usaha sebagai penyelenggara kegiatan jasa angkutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
a. nama dan alamat penyelenggara sarana perkeretapian atau badan usaha sebagai
penyelenggara kegiatan jasa angkutan;
b. nama dan alamat pengguna jasa angkutan barang;
c. jenis, karakteristik, dan berat barang;
d. nama stasiun pemberangkatan dan stasiun tujuan;
e. tanggal dan waktu keberangkatan dan kedatangan;
f. tarif yang disepakati; dan g. tanda tangan penyelenggara sarana perkeretapian atau
badan usaha sebagai penyelenggara kegiatan jasa angkutan.

(6) Surat Angkutan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dalam
rangkap 4 (empat) yang masing-masing disimpan oleh:
a. 1 (satu) eksemplar penyelenggara sarana perkeretaapian atau badan usaha sebagai
penyelenggara kegiatan jasa angkutan;
b. 1 (satu) eksemplar pengguna jasa pengiriman barang; dan
c. 2 (dua) eksemplar disertakan pada barang yang dikirimkan yang akan disimpan
masing-masing oleh pengirim barang dan penerima barang.

(7) Surat Angkutan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

2.2 Identifikasi dan klasifikasi B3

2.2.1 Jenis Limbah B3

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :


Limbah B3 dari sumber tidak spesifik. Limbah ini tidak berasal dari proses utama,
melainkan dari kegiatan pemeliharaan alat, inhibitor korosi, pelarutan kerak, pencucian,
pengemasan dan lain-lain. Limbah B3 dari sumber spesifik. Limbah ini berasal dari
proses suatu industri (kegiatan utama). Limbah B3 dari sumber lain. Limbah ini berasal
dari sumber yang tidak diduga, misalnya prodak kedaluwarsa, sisa kemasan, tumpahan,
dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

2.2.2 Tujuan Identifikasi dan Klasifikasi Hazardous Material


Bahan berbahaya yang digunakan secara tidak tepat bisa menimbulkan akibat
yang fatal, seperti terjadinya ledakan dan kebakaran. Untuk mencegah insiden tersebut
akibat kesalahan penanganan bahan berbahaya, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah melakukan identifikasi terhadap bahan tersebut.

Identifikasi bahan berbahaya adalah upaya untuk mengklarifikasi dan


mengendalikan bahaya serta resiko yang dapat timbul akibat penggunaan bahan tertentu.
Sementara itu, klasifikasi bahan berbahaya merupakan proses identifikasi dan
kategorisasi sebuah bahan kimia berdasarkan sifat bahaya yang dimiliki.

Tujuan klasifikasi bahan berbahaya adalah untuk memudahkan pengelolaan yang


meliputi penyimpanan, penanganan, serta pengawasan. Selain itu, klasifikasi bahan
berbahaya juga merupakan langkah preventif awal yang paling esensial dalam rangka
pengurangan risiko.

2.2.3 Sistem Klasifikasi Bahan Berbahaya Standar Internasional


Bedasarkan gambar diatas B3 terdiri dari Sembilan kelas dimana 9 kelas terbagi ke dalam
beberapa divisi yaitu untuk kelas 1,2,4,5, dan 6 serta categori I, II, dan III untuk kelas 7.
Masing masing ada 6 devisi untuk 1 kelas. Dan ada tiga untuk kelas 2 dan 4 untuk kelas 5 dan
6, jadi total semuanya adalah 16 devisi. Berikut adalah klasifikasinya :

1. Mudah Meledak
mudah meledak (mudah meledak) adalah Limbah yang pada suhu dan tekanan
standar yaitu 25oC (dua puluh lima derajat Celcius) atau 760 mmHg (tujuh ratus enam
puluh millimeters of mercury) dapat meledak, atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika
dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan sekitarnya. melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan
gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat meledak..

2. Gases
Bahan gas yang dilarang bisa berupa gas yang mudah terbakar atau tidak mudah
terbakar, hingga gas beracun.
3. Flammable Liquid
Cairan mudah menyala adalah cairan atau campuran yang mengandung larutan
padat atau larutan jenuh yang mudah terbakar pada suhu di bawah 35 derajat celcius dan
tidak boleh terkena panas maupun di bawah tekanan 101.3 kPa

4. Oxidizer
Limbah pengoksidasi adalah limbah yang dapat melepaskan panas karena
teroksidasi sehingga menimbulkan api saat bereaksi dengan bahan lainnya. Limbah ini
jika tidak ditangani dengan serius dapat menyebabkan kebakaran besar pada ekosistem.
Contoh limbah b3 dengan sifat pengoksidasi misalnya kaporit

5. Flammable Solid
Bahan kimia dalam kategori ini berwujud padat dan mudah terbakar. Karakteristik
zat kimia ini adalah dapat bereaksi sendiri akibat ketidakstabilannya terhadap panas
sehingga proses pencegahannya pun harus dihindarkan dengan panas atau reduktor,
kontak dengan air, dan bahan-bahan yang mudah terbakar
6. Toxic & Infectious Substance
Bahan atau barang beracun yang dapat mengakibatkan kematian atau kerusakan
kesehatan yang akut meskipun terjadi kontak (terpapar, tertelan, terhirup atau terkena
kulit) dengan konsentrasi rendah. Contoh zat beracun adalah Metanol, Benzena, arsen
triklorida dan merkuri klorida, sianida, dan pestisida

7. Radioactive Material
Barang yang dalam jumlah kecil maupun besar bersifat sangat berbahaya karena
dapat menimbulkan bahaya radiasi apabila terkena sinar yang tidak kelihatan dan dapat
merusak pori-pori. Contoh bahan radioaktif adalah Tritium, Uranium, Caesium 131,
Iodine 132, dan detektor asap

8. Corrosive Substance
Korosif merupakan zat yang dapat menyerang dan merusak jaringan tubuh dari
makhluk hidup. Zat yang bersifat korosif bahkan mampu merusak permukaan logam dan
menghancurkannya. Pada manusia, zat korosif mampu menyebabkan kerusakan yang
terjadi secara langsung saat bersentuhan dengan senyawa kimia tersebut, baik itu pada
permukaan kulit, mata, saluran pernapasan, hingga pencernaan

9. Miscellaneous
Bahan padat atau cair yang mempunyai sifat iritasi yang dapat menyebabkan
ketidak nyamanan dan mengancam keselamatan penerbangan apabila diangkut dengan
menggunakan moda transportasi udara

bahan berbahaya dikalsifikasikan dalam 14 kategori, yaitu:

1. Padatan, cairan, atau gas korosif


2. Padatan mudah terbakar
3. Gas mudah terbakar
4. Cairan kriogenik mudah terbakar
5. Cairan kriogenik inert
6. Gas inert
7. Formulasi peroksida organik
8. Oksidator padat atau cair
9. Gas pengoksidasi
10. Cairan kriogenik pengoksidasi
11. Padatan, cairan, atau gas piroforik
12. Padatan, cairan, dan gas beracun atau sangat beracun
13. Padatan, cairan, atau gas tidak stabil
14. Padatan atau cairan yang reaktif terhadap air

2.2.4 Cara Identifikasi Hazardous Material

Sebelum menggunakan, menyimpan, atau mengangkut bahan berbahaya, maka


Anda harus mengidentifikasi bahan berbahaya tersebut terlebih dahulu. Tujuannya agar
upaya tersebut bisa dilakukan secara aman sesuai dengan karakteristik bahan berbahaya
tersebut.

Langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah menentukan tujuan identifikasi
bahan berbahaya tersebut. Apakah tujuan identifikasi bahan berbahaya tersebut untuk
keperluan pengangkutan, penggunaan, penanganan, atau penyimpanan.

Sebagai contoh, jika bertujuan untuk pengangkutan material, maka bisa mengacu
pada klasifikasi hazardous material dari U.S. Department of Transportation
(DOT). Sementara itu, jika identifikasi bahan berbahaya yang bertujuan untuk
penanganan, penggunaan, atau penyimpanan, maka bisa mengacu pada NFPA 400.

Selain itu, sangat penting untuk mengetahui sistem apa yang digunakan oleh
bahan berbahaya tersebut untuk menentukan klasifikasi yang tepat. Baik dengan melihat
pada Safety Data Sheet (SDS) atau menggunakan data uji yang sebenarnya. Dengan
begitu, maka klasifikasi bahan berbahaya bisa ditentukan berdasarkan definisi yang tepat.

2.3 Packing (pengemasan)


2.3.1 Klasifikasi pengemasan limbah B3

1. Menentukan klasifikasi bahaya dari suatu bahan B3 anatar no 1 s/d 9


2. Menentukan kelas divisi dari bahan B3 yaitu 1,2,4,5,6
3. Menuliskan nama dan deskripsi dari suatu bahan B3 dan di tempel pada kemasan
dengan ukuran sesuai yang tekah ditentukan
4. Menentukan kelas pengemasan yaitu:
a. Kelompok pengemasan I ( bahaya tinggi )
b. Kelompok pengemasan II ( bahaya sedang )
c. Kelompok pengemasan III ( bahaya rendah )

2.3.2 Label Limbah B3

Label Limbah B3 berfungsi untuk memberikan informasi tentang asal usul limbah
B3, identitas limbah B3, serta kuantifikasi limbah B3 dalam kemasan limbah B3. Label
Limbah B3 berukuran paling rendah 15cm X 20cm, dengan warna dasar kuning dan tulisan
identitas berwarna hitam serta tulisan PERINGATAN dengan huruf yang lebih besar
berwarna merah.
Pada Label Limbah B3 wajib dicantumkan identitas sebagai berikut:
1. Penghasil : nama perusahaan yang menghasilkan limbah B3 dalam kemasan.
2. Alamat : alamat jelas perusahaan diatas termasuk kode wilayah.
3. Telp : nomor telpon penghasil termasuk kode area.
4. Fax : nomor faksimile penghasil termasuk kode area.
5. Nomor penghasil : nomor yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup kepada
penghasil ketika melaporkan.
6. Tanggal Pengemasan : data tanggal saat pengemasan dilakukan.
7. Jenis limbah : keterangan limbah berkaitan dengan fasa atau kelompok jenisnya (cair,
padat, sludge anorganik ata organik, dll).
8. Kode limbah : kode limbah yang dikemas didasarkan pada daftar limbah B3.
9. Jumlah Limbah : jumlah total kualitas limbah dalam kemasan (ton, kg atau m3)
10. Sifat Limbah : karakterisitik Limbah B3 yang dikemas (sesuai simbol limbah B3 yang
dipasang).
11. Nomor : nomor urut pengemasan.
Label Limbah B3 untuk penunjuk tutup wadah dan/atau kemasan.

1. ukuran paling rendah 7cm X 15cm


2. warna dasar putih
3. terdapat gambar dua buah anak panah yang mengarah ke atas.

2.3.3 Macam-macam pengemasan pada limbah B3

a. Single Packaging : Hanya satu cara pengepakan tanpa bungkus tambahan misalnya
Steel Drum.

b. Combination Packaging : Biasanya terdapat 2 cara pengepakan, satu bagian dalam


dan bungkus diluarnya, misalnya botol plastik didalam kotak fibre.

c. Intermediate Bulk Container ( IBC ) : Pengepakan yang besar tidak boleh lebih dari
3000 m3 atau 3000 liter, yang diangkut memakai alat mekanik (seperti forklift).

d. Tank : Pengertian tangki termasuk "Portable Tank" atau "Road tank vehicle" dengan
kapasitas lebih dari 450 liters dan dilengkapi peralatan pelayanannya seperti slang,
kran dll.

2.3.4 Spesifikasi kemasan dan instruksi pengemasan

Untuk barang berbahaya yang dikemas dalam jenis botol atau kemasan kecil lainya,
dapat diangkut dengan menggunakan kendaraan pengangkut biasa sepanjang keamanan
bahan berbahaya dapat dijamin selama dalam perjalanan dengan menggunakan kemasan
tersebut.
1. Setiap jenis kemasan sebagaimana dimaksud harus memenuhi persyaratan kekuatan
bahan berdasarkan serangkaian pengujian terhadap bahan kemasan
2. Pengujian terhadap bahan kemasan sebagaimana dimaksud point (1) meliputi :
a. Test jatuh;
b. Test anti bocor;
c. Test tekanan internal;
d. Test penumpukan.
3. Pengujian sebagaimana dimaksud point (2) harus dilakukan pada saat bahan kemasan
pertama dibuat dan secara periodik pada periode tertentu.
4. Barang berbahaya harus dikemas kedalam kemasan yang memiliki kualitas yang
baik.

a. Memiliki kontruksi yang kuat untuk menahan guncangan selama proses


pengangkutan dan pemuatan normal.

b. Memiliki kontruksi yang kuat dan tertutup sehingga bisa menahan isi pada
kemasan agar tidak berkurang atau hilang akibat kondisi normal seperti getaran,
perubahan suhu, perubahan tekanan, perubahan kelembaban, atau perubahan
tekanan yang terjadi selama proses pemuatan, pengangkutan dan penyimpanan.

c. Kondisi kemasan masih sesuai dengan informasi yang dikeluarkan oleh pembuat
kemasan.

d. Tidak terdapat residu barang berbahaya yang menempel pada bagian luar
kemasan.

e. Kemasan yang digunakan untuk barang berbahaya harus dipastikan terbebas dari
korosi, kontaminasi, dan kerusakan lainnya.

f. Bagian kemasan yang bersentuhan langsung dengan barang berbahaya tidak


bereaksi dan atau menimbulkan effek signifikan seperti pelemahan kontruksi
kemasan ketika kontak dengan barang berbahaya yang dimuat kedalamnya.

g. Kemasan harus mampu menahan tekanan internal yang ditimbulkan oleh barang
berbahaya pada kondisi normal pengangkutan.
h. Untuk kemasan yang akan diisi cairan, harus dipastikan bahwa kemasan tidak
bocor dan mampu menahan kebocoran ketika terjadi ekspansi cairan yang
disebabkan oleh perubahan suhu ketika proses pengangkutan. Meskipun
demikian pengisian cairan tidak lebih dari 98% dari batas kapasitas maksimum
kemasan tersebut, dan harus memprhitungkan untuk menyisakan ruang agar pada
saat terjadi ekspansi bahan seperti akibat perubahan suhu.

2.3.5 Persyaratan pengepakan dan tangki- tangki

Barang berbahaya yang dilakukan proses pengepakan dalam tangki terdiri dari :

1. Liquid Dangerous Goods ( tangki tipe 1, 2 dan 4)


2. Non - Refrigerated Liquefied Gases ( tangki tipe 5 dan 6)
3. Refrigerated Liquefied Gases ( tangki tipe 7 dan 8)

Tipe tangki-tangki adalah sebagai berikut :

1. Tipe 1 Tangki Portable dengan tekanan diatas 1, 75 bar


2. Tipe 2 Tangki portable dengan tekanan antara 1,0 - 1,75 bar
3. Tipe 4 Tangki permanen yang ditempatkan pada chasis dengan 4 – ISO Twistlocks
berkapasitas lebih dari 450 liters dan hanya digunakan untuk "Short International
Voyage".
4. Tipe 5 Tangki portable untuk "Non - Refrigerated Liquefied Gases"
5. Tipe 6 Tangki mobil untuk "Non - Refrigerated Liquefied Gases"
6. Tipe 7 Tangki Portable yang dilapisi bahan tahan panas untuk "Refrigerated
Liquefied Gases"
7. Tipe 8 Tangki mobil untuk "Refrigerated Liquefied Gases " Short international
Voyages artinya kapal berlayar tidak lebih dari 200 mil dari tempat atau pelabuhan
yang aman, jarak pelayaran pulang pergi tidak lebih dari 600 mil.

2.4 Marking dan labeling

2.4.4 Ketentuan umum dalam marking kemasan limbah B3

Marka yang digunakan harus memenuhi ketentuan berikut ini:


a. Mudah terlihat dan mudah dibaca
b. Masih daoat teridentifikasi dan bertahan paling tidak selama tiga bulan bila terendam
dilaut
c. Dibuat dengan menggunakan warna yang kontras dengan kemasan
d. Tidak dicetak atau ditempelkan pada bagian kemasan yang telah terdapat marka atau
symbol lain
e. Pada setiap kemasan bang berbahaya harus mencantumkan nama pengapalan
(propper shipping name) dan nomor PBB (UN number)
f. Penulisan nomor PBB harus lengkap dengan huruf “UN” dan diikuti nomornya
( contoh penulisan UN1202, tidak boleh hanya ditulius 1202, tetapi harus lengkap
“UN 1202”)
A. POSISI DAN UKURAN MARKING
a. Untuk IBC dengan kapasitas diatas 450 liter dan kemasan besar harus diberikan
marka di dua tempat yang berlawanan.
b. Ukuran Minimal Penulisan kode UN:

B. Pelabelan (labelling)
a. Setiap pekat barang berbahaya harus diberikan labekl bahya sesuai dengan klasifikasi
bahaya barang yang ada di dalamnya
b. Bila didalam kemasan terdapat lebih dari satu klasifikasi atau barang tersebut
memiliki bahaya sampingan (subsidiary hazard) maka seluruh label bahayanya harus
dicantumkan
Gambar a Gambar b

Gambar contoh label barang berbahaya dan beracun

Letak labelk berdasarkan Standar Internasional :


1. Jenis peti kemas, semi trailer diletakkan satu pada tiap sisi dan satu didepan dan
satu dibelakang
2. Jenis tanki portable > 3000 L diletakkan satu pada tiap sisi dan satu didepan dan
satu dibelakang
3. Jenis tanki portable < 3000 L bisa menggunakan plakat atau labekl dab cukup
hanya pada dua sisi yang berlawanan
4. Gerbong kereta api diletakkan minimal satu pada setiap sisinya
5. Multiple compartment tank diletkkan pada setiap sisi disetiap kompartmenya
( bila seluruh isi kompartmen memiliki kelas bahaya dan divisi yanag sama maka
hanya cukup satu jenis plakat
6. Jenis lainya diletakkan pada setiap sisi dan pada bagian belakang
Contoh label container

Menurut PM No. 60 Tentang Angkutan Barang Khusus paragraph 2 tentang angkutan


berbahaya pasal 13 disebutkan:

1. Mobil barang yang digunakan untuk mengangkut barang berbahaya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 12 huruf a harus sesuai dengan jenis dan karakteristik barang
berbahaya yang diangkut.

2. Jenis dan karakteristik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Plakat atau label
Barang Berbahaya yang memuat tanda khusus harus melekat pada sisi kiri, kanan,
depan dan belakang Mobil Barang dan disesuaikan dengan jenis peruntukannya.
Gambar contoh plakat

2.5 Pendokumentasian
2.5.1 Manifes

Manifes adalah dokumen dokumen penyerahan limbah B3 oleh penghasil kepada pengangkut
yang didapat dari KLH mencakup informasi penghasil, pengangkut, dan penerima. Kegiatan
pemuatan B3 dan Limbah B3 wajib memperhatikan:

a. karakteristik dan jenis B3 dan Limbah B3;

b. dikemas sesuai dengan klasifikasinya dan diberikan simbol dan label;

c. dilengkapi dengan Lembar Data Keselamatan 8ahan (Material Safety Data Sheet);

d. dibawah pengawasan dan pengawalan petugas yang memiliki keahlian sebagaimana


diatur di dalam peraturan perundang-undangan;

e. dimuat dalam gerbong yang dipersyaratkan secara khusus sesuai dengan karakateristik 83
dan Limbah 83 dan diberi tanda khusus;

f. diberi gerbong penyekat di antara gerbong yang berisi 83 dan Limbah 83; dan

g. pemuatan ke gerbong dilakukan pada tempat dan/atau stasiun tertentu yang mempunyai
fasilitas bongkar muat sesuai dengan kekhususan bahan yang diangkut.
(2) Pengemasan, pemberian simbol dan label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Petugas pengawal harus mengambil tindakan apabila terjadi halhal yang membahayakan
keamanan dan keselamatan 83 dan Limbah 83 yang dibawa.

a. Penyusunan gerbong muatan B3 dan limbah B3 yang karena sifat dan karakteristiknya,
dilarang dicampur dengan kereta penumpang dalam rangkaian kereta api penumpang.

b. Penyusunan gerbong muatan 83 dan limbah 83 yang karena sifat dan karakteristiknya,
dilarang dicampur dengan gerbong barang umum dan/atau barang khusus.

c. Penyusunan gerbong muatan 83 dan limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dibawah pengawasan dan pengawal petugas yang memiliki keahlian sesuai
peraturan perundang-undangan.

d. Petugas pengawal harus mengambil tindakan apabila terjadi halhal yang membahayakan
keamanan dan keselamatan 83 dan Limbah 83 yang dibawa.

(1) Pengangkutan barang dengan gerbong diberi tanda yang terdiri dari:

a. kecepatan;

b. berat muatan (BM);

c. tanda kepemilikan gerbong;

d. tanda-tanda khusus untuk barang khusus;

e. kecepatan yang diperbolehkan sesuai dengan jenis dan karakteristik barang.

(2) Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penyelenggara sarana
perkeretaapian.

(3) Pengangkutan barang dengan gerbong khususnya untuk barang khusus, B3, dan Limbah
B3 wajib dilengkapi dengan simbol atau label khusus untuk B3 dan Limbah B3 dan fasilitas
pengaman sesuai dengan jenis dan karakteristik barang sesuai peraturan perundang-
undangan.
Kegiatan pengangkutan barang dilaksanakan berdasarkan jenis barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 yang terdiri dari:

a. pengangkutan barang umum;

b. pengangkutan barang khusus;

c. pengangkutan B3; dan

d. pengangkutan limbah B3. Pasal35 Kegiatan pengangkutan barang dilaksanakan oleh


penyelenggara sarana perkeretaapian.

Pengangkutan B3 dan/atau Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6


dapat menggunakan gerbong terbuka, gerbong tertutup, atau gerbong khusus setelah dikemas
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau dapat menggunakan gerbong
tangki untuk B3 dan/atau limbah B3 yang bersifat cair sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (2) Pengangkutan B3 dan/atau Limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan yang terdiri dari:

a. pengguna jasa merupakan instansi yang berwenang atau badan usaha yang telah memiliki
Izin Pengangkutan dari Menteri setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang
berwenang;

b. dilengkapi dengan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet),
dokumen B3, dan/atau dokumen Limbah B3 yang ditetapkan oleh instansi yang
berwenang;

c. setiap kemasan B3 dan/atau Limbah B3 wajib diberikan simbol dan label yang ditetapkan
instansi yang berwenang;

Kegiatan pembongkaran B3 dan/atau Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


dan Pasal 6 dilakukan pada stasiun barang dan tempat-tempat khusus yang disetujui oleh
Direktur Jenderal. (2) Kegiatan Pembongkaran 83 dan/atau Limbah 83 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan yang terdiri dari:
a. dilakukan oleh pengguna jasa yang merupakan instansi yang berwenang atau badan usaha
yang telah memiliki Izin Pengangkutan dari Menteri setelah mendapat rekomendasi dari
instansi yang berwenang;

b. Dilengkapi dengan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet),
dokumen B3, dan/atau dokumen Limbah B3 yang ditetapkan oleh instansi yang
berwenang;

c. dilakukan pengawalan dan/atau menyertakan petugas yang memiliki keterampilan dan


kualifikasi tertentu sesuai sifat B3 dan/atau Limbah B3 yang diangkut;

d. petugas pengawal harus mengambil tindakan apabila terjadi hal-hal yang membahayakan
keamanan dan keselamatan barang yang dibawa;

e. bongkar muat dilakukan pada tempat dan/atau stasiun tertentu yang mempunyai fasilitas
bongkar muat sesuai dengan karakteristik B3 dan/atau Limbah B3 yang diangkut; dan

f. petugas yang melakukan pembongkaran B3 dan/atau Limbah 83 harus mengetahui sifat


dan karakteristik barang.

2.6 MANAJEMEN RESIKO DAN PROSEDUR DARURAT

1. Perlengkapan yang harus dipersiapkan untuk digunakan


a. Alas kaki yang lembut, sepatu boot dan kaus kaki.
b. Sikat/ sapu yang lembut
c. Alat penadah dari plastik
d. Sarung tangan
e. Pakaian pelindung, baju tahan api dan lain-lain.
f. Pelindung kepala, kacamata pelindung.
g. Alat pernafasan automatis
h. Gas detector
2. Jenis alat pemadam yang dipergunakan.
a. Selang pemadam air (tidak untuk pemadaman kebakaran class 3)
b. T-isxarg h1vwa (foam)
c. Dry chemical
d. CO2 (carbon dioxide)

a) Cara menghadapi kejadian


a. Pakailah pakaian pelindung, gunakan baju tahan api jika kebakaran semakin
besar.
b. Bila terdapat gas beracun, gunakan alat pernafasan.
c) Jauhkan obyek dari segala sumber api, seperti nyala api terbuka,aliran listrik,
goncangan mekanik,gesekan-gesekan.
d) d.Kenali resiko dari sifat fisika dan sifat kimia barang
bahayatersebut.
e) e.Jika terdapat korban luka dan lain-lain, pertolongan ikuti prosedur sesuai ERG
(Emergency Respons Guidence)
Penanganan tumpahan untuk Cairan mudah terbakar

1. Laporkan kepada pihak yang berwenang pemerintahsetempat/ Perusahaan


2. Cegah tumpahan dengan melakukan isolasi terhadapdaerah yang terkena tumpahan
3. Lakukan tindakan pembersihan jika luasan tumpahan kecil dengan mempergunakan
bahan-bahan sebagai berikut:
a. Bahan/ Bubuk penyerap (sorbent)
b. Pasir
c. Serbuk Gergaji
d. Spill Kit
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Bahan B3 secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3 menjadi
dasar diterbitkannya izin Pengangkutan Limbah B3 oleh Menteri Perhubungan. Salah satu
rekomendasinya yaitu menggunakan angkutan kereta api dan sudah tertera pada PM No. 48
Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemuatan, Penyusunan, Pengangkutan dan Pembongkaran Barang
Dengan Kereta Api. Peraturan dan prosedur mulai dengan identifikasi dan klasifikasi, packing,
marking dan labeling, pendokumentasian (manifes B3, MSDS dll) dan juga handling,
menejemen resiko serta prosedur darurat pengangkutan B3 melalui kereta api sudah terdapat
aturan dan tatacara agar terhindar dari suatu kecelakaan yang tidak di inginkan. Semua tahapan
tersebut dalam pengangkutan B3 menggunakan angkutan kereta api harus diterapkan agar tidak
terjadi hal-hal yang diinginkan. Terdapat keunggulan dalam penggunaan angkutan kereta api
mulai dari kapasitas yang besar, efisiensi energi, keamanan, pengurangan emisi, dan lain-lain
sehingga penggunaan angkutan kereta api dalam mengangkut bahan B3 akan efisien dan efektif.

Anda mungkin juga menyukai