Anda di halaman 1dari 18

PENUGASAN MATA KULIAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II

Dosen Pengampu : M. Sandi Haryanto, S.Kep., Ners, M.Kep

RESUME MATERI

NAMA : ANNISAA SHOFIYULLAH

NPM : 1119053

KELAS : KEPERAWATAN 4B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG

2023
KONSEP ASUHAN PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI DAN
TERAPI DIET PADA KASUS GAWAT DARURAT DENGAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: KAD
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS GAWAT DARURAT
DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: KAD

A. DEFINISI
Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan dekompensasi
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.
Ketoasidosis daiabteikum merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis,
dan ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1 (
Samijean Nordmark, 2008).
B. ETIOLOGI
• Infeksi
• Ketidakpatuhan
• Pengobatan : onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
• Kardovaskuler : infark miokardium
• Penyebab lain : pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikokosteroid dan adnergik.
C. TANDA DAN GEJALA
• Sekitar 80% pasien DM ( komplikasi akut )
• Penarfasan cepat dan dalam ( kussmaul )
• Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering
• Kadang-kadang hipovolemi dan syok
• Bau aseton dan hawa napas
• Didahului poliuria, polidipsi
• Riwayat berhenti menyuntik insulin’
• Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Glukosa
• Natrium
• Kalium ( EKG )
• Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0 -15 mE/ql dengan
pH yang rendah ( 6,8 – 7,3 ). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10-30
mmHg ) mencerminkan kompensasi respiratorik ( pernapasan
kussmaul ) terhadap asidosis metabolik.
PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI DAN TERAPI DIET PADA KASUS
GAWAT DARURAT DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGIS :
CEDERA KEPALA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS GAWAT DARURAT DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGIS : CEDERA KEPALA

Lobus Otak

A. DEFINISI
Adalah traumatik terjdi pada otak yang mampu menghasilkan
perubahan pada phisik intelektual, emosional,sosial,dan vokational.
Trauma atau cedera kepala adalah suatu bentuk trauma yang dapat
mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan
fisik,intelektual,emosional,sosial dan pekerjaan atau dapat di katakan
sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan
perubahan-perubahan fungsi otak ( Black, 2005).
Menurut konsesus PERDOSI ( 2006), cedera kepala yang
sinonimnya ( trauma kapitis) / head brain injuy merupakan trauma
mekanik menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.
B. ETIOLOGI
- Trauma tumpul
- Trauma tajam ( penetrasi)
C. TIPE CEDERA
- Focal adalah kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya
piameter. Kerusakan tersebut berupa gabungan antara daerah
perdarahan (kerusakan pembuluh darah kecil seperti kapiler, vena,
dan arteri), nekrosis otak, dan infark.
- Diffuse adalah cedera menyeluruh karena benda tumpul.
- Frakture
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi cedera otak traumatik berdasarkan kerusakan
jaringan saraf yang terjadi dapat kita kelompokkan dalam dua kategori,
yaitu: cedera primer atau cedera yang disebabkan langsung gaya
mekanik pada awal cedera, dan cedera sekunder atau kerusakan lanjut
dari jaringan dan sel setelan cedera primer terjadi.
- Fraktur tengkorak
- Hematoma epidural, hematoma subdural
- Perdarahan subaraknoid, perdarahan intraparankim, perdarahan
intraventrikular, kontusio serebri.
- cedera aksonal fokal dan diffuse dengan edema serebri.

- Kepala dengan bangunan intrakranial dapat mengalami jejas oleh


tenaga percepatan ( akselerasi ), tenaga perlambatan ( deselerasi ).
- Jejas karena perbedaan gerakan pada tulang dan otak.
- Dasar lobus frontal adalah permukaan kasar fossa anterior.
- Lobus temporal adalah pinggiran tulang sfenoid
- Korpus kallosum adalah pinggiran falks serebri
- Tentorium serebri adalah permukaan superior serebllum batang
otak.
- Hantaman
- Deselerasi mendadak
- Deformitas tengkorak
- Volume kranial
- Tekanan cairan serebrorospinal
- Hantaman awal : contercoup, robekan jaringan rotasi. Robekan
pada otak, akson difus, pembuluh darah, selaput otak.
- Hantaman trauatik
- Hematoma intrakranial, Hematoma epidural, Hematoma subdural,
perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial, perdarahan
intraserebral, rinore, otorea.
E. PERGOLONGAN BERDASARKAN JEJAS
- Lesi primer ( hantaman langsung pada kepala, akselerasi,
deselerasi, rotasi, fraktur tengkorak, sel neuron rusak, pembuluh
darah robek)
- Lesi sekunder
Proses patologik dinamis, komplikasi intracranial hematoma
intrakranial: epidural, subdural, subarakhnoid, intraserebral,
intraserebelar. pembengkakan otak, edema otak → TIK meningkat,
aliran darah setempat menurun, spasme pembuluh darah, infark.
F. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
1) Cedera kepala ringan (GCS : 13 – 15 )
2) Cedera kepala sedang (GCS : 9 - 12 )
3) Cedera kepala berat (GCS : =< 8 )
G. JEJAS KEPALA TERTUTUP
- Komosio serebri atau gegar otak merupakan keadaan pingsan yg
berlangsung kurang dari 10 menit setelah trauma kepala
- kontusio serebri dapat terjadi dalam waktu beberapa jam atau
hari, berubah menjadi perdarahan intraserebral yg membutuhkan
tindakan operasi
- Fraktur depresi tulang tengkorak
- Fraktur komplikata tulang tengkorak
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) CT
2) MRI
3) Cerebral angiography
4) EEG
5) ABG’s
a. TINDAKAN RESUSITASI ABC (KEGAWATAN)
1. Jalan nafas (airway)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun kebelakang dengan
posisi kepala ekstensi, kalau perlu pasang pipa oropharing (OPA )/
endotrakheal, bersihkan sisa muntah, darah ,lendir, atau gigi palsu. Isi
lambung dikosongkan melalui pipa NGT untuk menghindari aspirasi
muntahan dan kalau ada stress ulcer.
2. Pernafasan (breathing)
- Gangguan sentral : lesi medula oblongata, nafas cheyne stokes, dan
central neurogenik hiperventilasi.
- Gangguan perifer: aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli
paru, infeksi.
- Tindakan Oksigen, cari dan atasi faktor penyebab, kalau perlu
ventilator.
3. Sirkulasi (circulation)
- Hipotensi– iskemik—kerusakan sekunder otak. Hipotensi jarang
akibat kelainan intrakranial, sering ekstrakranial, akibat
hipovolemi, perdarahan luar, ruptur organ dalam, trauma dada
disertai tamponade jantung atau pneumotorak, shock septik.
- Tindakan: hentikan sumber perdarahan, perbaiki fungsi jantung
mengganti darah yang hilang dengan plasma, darah
PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI DAN TERAPI DIET PADA KASUS
GAWATDARURAT DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGIS :
SPINAL TRAUMA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS GAWATDARURAT DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGIS : SPINAL TRAUMA

Anatomi Tulang Belakang

Bagian tulang belakang dilihat dari atas


A. DEFINISI
Trauma pada cord dan akar-akar saraf dapat berupa cedera ringan
fleksi-ektensi sampai trakseksi komplit. Terjadi akibat dari gegar otak,
memar, laserasi, hemorrage transeksi, atau penurunan suplai darah ke
susum tulang belakang, terjadi iskemic.

B. KLASIFIKASI CEDERA MEDULA SPINALIS


1) Cedera lengkap yaitu tidak adanya semua fungsinya, motorik,
sensorik dan vosomotor dibawah tingkat cedera.
2) Cedera tidak lengkap yaitu masih didapatkan vasomotor dan
sensorik dibawah tingkat cedera.
C. NEUROGENIK SHOCK
Cedera pada daerah thoracal 10 ke atas dan cervical gangguan jalur saraf
simpatik → kardiovaskular tidak stabil.
D. TANDA SPINAL SYOK
1) Sensorik dan motorik absen
2) Flacid paralysis
3) Hipotensi dan brakikardi
4) Refleks menurun atau hilang, ini dapat menyebabkan retensio
urine, paralisis usus dan ileus.
5) Kehilangan kontrol suhu, vasodilatasi dan ketidakmampuan untuk
menggigil, sulit untuk mengubah panas dalam lingkungan dingin
dan ketidakmampuan untuk berkeringat.
E. ETIOLOGI
- Trauma
Kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan sport, luka
tembak dan luka tusuk.
- Non Trauma
Malformasi vaskuler : Anurisma pembuluh darah
Infeksi : Myelitis transversa, spondilitis
Tumor : Primer ( meningioma, glioma, multiple myeloma),
sekunder ( paru, prostat, mamae, tiroid ).
F. GEJALA KLINIS
1. Cedera cervical
Lesi C1 C4
- Otot diapragma dan otot inter costae mengalami paralisis dan
tidak ada, gerakan volunter.
- Kehilangan sensasi pada oksipital, telinga dan daerah wajah.
- Pasien cedera C1 C3 ini sangat ketergantungan ventilator
mekanis
- Sangat ketergantungan ADL nya
- Cedera C4 ketergantungan ventilator dan mungkin dspat
dilepas secara intermiten.
- Mobilisasi

Lesi 5

- Kerusakan fungsi diafragma


- Paralisis interstinal dan dilatasi lambung
- Depresi pernapasan
- Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar
- Setelah fase akur terjadi spastisitas
- Sensasi ada pada daerah leher dan lengan atas
- Pasien ini mengalami ketergantungan terhadap aktivitas mandi,
menyisir rambut, dan mencukur
- Pasien ini mempunyai koordinasi tangan dan mulut, biasanya
pasien ini dapat makan dan menulis dengan bantuan alat
mekanis.

Lesi 6

- Distres pernafasan akibat paralisis istestinal dan asendden dari


medula spinalis
- Bahu biasanya naik dengan lengan atas abduksi dan lengan
bawah fleksi
- Mandiri dalam hiegiene dan kadang-kadang bersih dalam
memakai dan melepas pakaian, mandiri dalam makan dengan
atau bantuan alat.

Lesi 7

- Ekstermitas atas mengalami abduksi dan lengan bawah fleksi


- Otot diafragma dan asesoris untuk mengkompensasi otot
abdomen dan intercotae.
- Fleksi jari tangan berlebihan pada saat spastik
- Pasien ini mempunyai potensi hidup mandiri tanpa perhatian
husus.
- Dapat berpakaian dan melepas pakaian sendiri dan dapat
melakukan pekerjaan rumah yg ringan
Lesi 8
- Ekstermitas atas mengalami abduksi dan lengan bawah fleksi.
- Otot diafragma dan asesoris untuk mengkompensasi otot
abdomen dan intercotae.
- Fleksi jari tangan berlebihan padasaat spastik.
- Pasien ini mempunyai potensi hidup mandiri tanpa perhatian
husus.
- Dapat berpakaian dan melepas pakaian sendiri dan dpt
melakukan pekerjaan rumah yg ringan.

2. Cedera Torakal
Lesi T1- T5
- Pernafasan diafragma
- Funsi inspirasi paru meningkat
- Biasanya muncul hipotensi postural
- Paralisis otot abduktor polici , interosius, an otot lubrikan
tangan
- Kehilangan sensori sentuhan nyeri dan suhu.
- T5 keatas dapat menyebabkan penurunan motilitas motorik
gastrointestinal paralitik illeus setres ulcer.
Lesi T6 – T10
- Kerusakan T6 dpt menyebabkan penurunan sistem saraf
simpati dapat menyebabkan vasodilatasi terjadi hipotensi
dan bradikardi.
- Refleks abdomen hilang dari T 6 ke bawah
- Terdapat paralisi dan spastik pada anggota bawah
- ADL pasien mandiri.
Lesi T11 – T 12
- Kehilangan control bowel dan kontrol kandung kemih, tetapi
pasien akan memiliki refleks pengosongan usus.
- Pria mungkin mengalami kesulitan untuk mencapai dan
mempertahankan ereksi dan mungkin telah berkurang emisi
mani.
3. Cedera Lumbal
L1 – L5
- Kehilangan sensasi
L1 : semua area ekstermitas bawah sampai lipat paha dan bagian
belakang dari bokong.
L2 : sepertiga bagian paha depan
L3 : Ekstermitas bagian bawah daerah sadel
L4 : Bagian medial kaki dan betis
L5 : Bagian lateral kaki dan ibu jari kaki

G. TAHAP PEMULIHAN SPINAL SYOK


1) kejang fleksor ditimbulkan oleh stimulasi kulit
2) Refleks pengosongan kandung kemih dan usus
3) Fleksor ekstensor atau kekakuan
4) Hyperreflexic
5) Ejakulasi pada pria, yg ditimbulkan oleh stimulasi kulit

H. KOMPLIKASI
1) Atelektasis
Atelektasis → pengembangan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau
akibat pernafasan yang sangat dangkal.
faktor risiko:
- Pembiusan (anestesia)/pembedahan
- Tirah baring lama
- Pernafasan dangkal
- Penyakit paru-paru.

Pencegahan :

- Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak


- Postural drainase
- Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk
bernafas dalam, batuk efektif dan kembali melakukan aktivitas
secepat mungkin.
- Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang
menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin
akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk
membantu pernafasannya.
2) Disrefleksia otonomik
Adalah reflek yg berlebih dari saraf otonom akibat cedera vertebra
pada torakal 6 keatas. Menyebabkan ;
- Blader distensi
- Bowel distensi
- Luka tekan
- Abdominal distensi
- Infeksi sakuran kemih

Triad Classic

- Sakit kepala berdenyut


- Vasodilatasi kulit,( Kulit merah)
- Berkeringat, di atas tingkat lesi.

Tanda lainnya :

- Hipertensi (BP> 250 - 300 / 150 mmHg).


- Hidung tersumbat
- Kulit memerah (di atas tingkat lesi).
- Penglihatan kabur, mual,
- Bradikardia, dan nyeri dada.
- Di bawah tingkat lesi akan ada ereksi pilomotor (merinding), muka
pucat, menggigil, dan vasocontriction.

I. ASSESMENT
1) Spinal shok
- flaccid, ( sensorik motorik absen )
- Refleks tendon dalam tidak ada
- Retensi urin dan fekal
- Tidak adanya keringat dibawah cedera
2) Neurogenik shock
- Vasodilatasi
- Bradikardi
- Hipotensi
3) Manajemen kolaborative
- Imobilisasi
- Cedera cervical : Hard collar, traksi leher , halo, traksi.
4) Manajemen pernapasan
- Ventilasi mecanical
- Trakeostomi
- Physioterapy dada
- Intubasi
5) Management cairan ( cairan kristaloid)
Pada pasien dengan shoch nerogenic, volume darah normal, tetapi
ruang vaskuler diperbesar, menyebabkan, menurun kembali venous,
dan penurunan cardiac output.
6) Mencegah aspirasi dan ilieus paralitik
Dekompresi lambung ( pasang NGT )
7) Management Bladder (Incontinensia Crade/ tapping )
Pasang D/C
Setelah fase spinal shock hilang timbul reflex pada cedera diatas
vertebra toracal 12 di sebut refleksic bladder (yg mengisi dan
mengosongkan secara otomatis ).

8) Farmakoterapi
- Methylprednisolone
Dosis loading (30 mg / kg) ini diberikan per bolus ( IV ) selama
15 menit. 45 menit kemudian 5,4 mg / kg / jam kemudian
dilanjutkan dalam infus selama 23 jam.
- Antasida: untuk mencegah ulkus lambung
- Cimetidine atau ranitidin: untuk menekan sekresi asam
lambung dan mencegah mengobati ulkus lambung.
- Pelunak tinja
- Analgesik untuk mengurangi nyeri
- Antihipertensi (methyldopa), untuk mengobati hipertensi berat
yang terjadi pada AD
- Anti koagulan: untuk mencegah tromboflebitis, DVT dan
emboli paru.
9) Diagnosa keperawatan
- Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
kelemahan neurologic
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan
neurologik.
- Penurunan CO berhubungan dengan venous return
- Pengaturan suhu tidak efektif berhbungan dengan disfungsi
autonomic
- Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi
- Resiko konstipasi berhubungan dengan atoni usus, imobilisasi.
- Gangguan eliminasi urine / bowel berhubungan dengan
kelemahan neurologik.

Anda mungkin juga menyukai