Anda di halaman 1dari 13

PERBANDINGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN

DALAM PASAL 285 KUHP INDONESIA DENGAN PASAL 242 KUHP


BELANDA (CRIMINAL CODE OF KINGDOM OF NETHERLANDS)

Joan Rossy Rumbiak


(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti)
(Email: haloinijoan@gmail.com)

Ermania Widjajanti
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti)
(Email: ermania.w@trisakti.ac.id)

ABSTRAK

Tindak Pidana Perkosaan adalah kejahatan seksual yang diatur dalam


Pasal 285 KUHP Indonesia dan KUHP yang berlaku saat ini adalah KUHP
yang diadaptasi dari KUHP Belanda. KUHP Belanda sendiri telah
mengalami perubahan terutama pada Pasal 242 tentang perkosaan.
Berdasarkan hal tersebut penulis akan membandingkan pengaturan
perkosaan antara KUHP Indonesia dan Belanda. Permasalahannya adalah
bagaimana persamaan antara Pasal perkosaan dalam KUHP Indonesia
dan Belanda dan Bagaimana perbedaan Pasal Perkosaan yang diatur
dalam KUHP Indonesia dan KUHP Belanda. Metode penelitiannya adalah
penelitian hukum normatif, dengan sifat penelitian deskriptif dan analisis
data secara kualitatif serta cara penarikan kesimpulan secara deduktif.
Analisa permasalahan pertama adalah mengenai persamaan, bahwa
dalam kedua Pasal persamaannya yaitu diatur dalam bab mengenai
kejahatan seksual dan ada unsur pemaksaan. Analisa permasalahan kedua
adalah mengenai perbedaannya yaitu, (1) Pelaku, dalam KUHP Indonesia
pelaku selalu laki-laki, berbeda dengan KUHP Belanda Pelaku bisa dari
laki-laki dan Perempuan, (2) Korban, dalam KUHP Indonesia korban adalah
perempuan, berbeda dengan KUHP Belanda korban bisa laki-laki dan
Perempuan, (3) status antara koban dan pelaku yang dalam KUHP
Indonesia disebutkan dengan jelas bahwa tidak ada ikatan perkawinan
sedangkan KUHP Belanda tidak menyebutkan sama sekali, dan (4)
mengenai sanksi, dalam KUHP Indonesia tidak mengatur mengenai denda
sedangkan KUHP Belanda dikenakan juga denda yang diatur
menggunakan kategori yang berbeda-beda.

Kata Kunci : Perbandingan Hukum Pidana, Tindak Pidana Perkosaan


Indonesia dan Belanda.

1
A. PENDAHULUAN
Indonesia sebelumnya bukanlah suatu negara yang telah bersatu
atau satu kesatuan negara yang berdaulat, melainkan terdiri dari
kerajaan-kerajaan yang mana saat itu hukum yang berlaku adalah
hukum adat yang menjunjung tradisi dan ditaati oleh warganya.
Keadaan tersebut berubah haluan ketika pada saat kolonial Belanda
datang ke Nusantara dan mulai menjajah Nusantara. 1
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia saat ini adalah hukum
yang telah dikodifikasi, yaitu sebagian besar aturannya disusun dalam
satu Kitab Undang-undang (wetboek) 2 yang bersumber dari hukum
Belanda yang disebut Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-indie
yang sebenarnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Belanda yang diturunkan dari Hukum pidana di Prancis pada Tahun
1811 di zaman Napoleon. 3 Hukum Pidana terdiri dari dua kata yaitu
“Hukum” dan “Pidana”. Kata Pidana yang dimaksud oleh pembuat
undang-undang memaksudkan hukuman atau sanksi yang diberikan
oleh instansi yang berwenang 4 atau juga memaksudkan penderitaan
yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan
tertentu. 5
Hukum pidana Belanda ini diadopsi dari aturan hukum negara yang
pernah menjajahnya, yakni Prancis seperti yang disebutkan dalam
paragraf sebelumnya. Hukum pidana Belanda diatur dalam sebuah
kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda atau yang
dalam bahasa inggrisnya disebut dengan Criminal Code of Kingdom

1 Rocky Marbun, Politik Hukum Pidana dan Sistem Hukum Pidana di Indonesia,
(Malang: Setara Press, 2019) h.81
2 Barda Nanawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, 2008), h.17.


3 Christine Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Pramita, 2007), h.7.
4 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Rafika

Aditama, 2003), h.1.


5 A. Fuad Usfa dkk, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: UMM Press, 2004), h.2.

2
of Netherlands atau yang dalam bahasa aslinya diebut dengan
Wetboek van Strafrecht.
Tindak pidana perkosaan ini merupakan kejahatan yang termasuk
dalam kejahatan seksual dan seringkali disamakan dengan
perzinahan yang sesungguhnya memiliki arti yang berbeda. Arti dari
kata “perkosa” itu sendiri adalah memaksa, sedangkan kata
perzinahan ini memaksudkan hubungan seksual juga namun terdapat
unsur suka sama suka dan salah satu atau kedua pihaknya berada
dalam suatu ikatan perkawinan yang sah. Sehingga dapat disimpulkan
kejahatan ini memiliki hal yang berbeda yaitu dengan memaksa
seseorang untuk berhubungan badan atau bersetubuh dengan pelaku
perkosaan tersebut. Kejahatan seksual ini telah diatur dalam Pasal
285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Dalam Pasal ini
memuat bahwa jika hendak dikenakan Pasal ini harus memenuhi
unsur adanya kekerasan/ancaman kekerasan, adanya persetubuhan
dan korban adalah perempuan yang bukan isterinya. Dan unsur
tersebut mesti terpenuhi secara kumulatif.
Sehubungan hal yang di uraikan diatas, dapat dilihat banyak hal
yang dapat ditarik garis benang merahnya yang menyatakan bahwa
hukum yang diberlakukan di Indonesia adalah Hukum Perancis yang
diturunkan kepada Belanda dan diturunkan kepada Indonesia, namun
pengaturan mengenai tindak pidana perkosaan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Indonesia yaitu dalam Pasal 285 hingga saat
ini belu ada perubahan sedangkan negara asal yang negara kita pakai
aturan pidananya yakni Belanda telah menyadari bahwa aturan
mengenai tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 242 Kitab
Undang-Undang Hukum Belanda (Criminal Code of Kingdom of
Netherlands) sudah kuno dan telah mengalami perubahan pada tahun
2012 sehingga unsur-unsurnya pun berubah, maka jurnal ini
membahas mengenai Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana

3
Perkosaan dalam Pasal 285 KUHP Indonesia dengan Pasal 242
KUHP Belanda (Criminal Code of Kingdom of Netherlands).
Pokok permasalahannya ada dua, yakni mengenai persamaan dari
pengaturan tindak pidana perkosaan dalam Pasal 285 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Indonesia dengan Pasal 242 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Belanda (Criminal Code of Kingdom of
Netherlands) dan mengenaimperbedaan dari pengaturan tindak
pidana perkosaan dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Indonesia dengan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Belanda (Criminal Code of Kingdom of Netherlands).

B. METODE PENELITIAN
Penelitian tentang “Perbandingan pengaturan tindak pidana
perkosaan dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Indonesia dengan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Belanda (Criminal Code of Kingdom of Netherlands)” ini merupakan
suatu penelitian normatif, maka penelitian ini didasarkan pada analisis
norma hukum dan perbandingan hukum. Penelitian ini juga
menggunakan metode perbandingan hukum (comparative study), yaitu
untuk membandingkan aturan hukum dari berbagai sistem hukum tidak
mengakibatkan perumusan-perumusan aturan-aturan yang berdiri
sendiri. 6 Penelitian ini memiliki sifat penelitian berupa deskriptif analisis,
yang memaksudkan bahwa penelitian ini dilakukan untuk memberikan
gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. 7
Dalam penelitian ini sumber data diperoleh dari bahan hukum
primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum
primer yang digunakan dalam penulisan ini diantaranya adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Belanda (Criminal Code of Kingdom of Netherlands).

6
Barda Nanawi Arief, Op.Cit., h. 5.
7
Bambang Prasetyo, Metode Penelitian Kualitattif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.42

4
Juga bahan hukum sekunder,merupakan bahan hukum yang isinya
menjelaskan dan mendukung mengenai bahan hukum primer. Bahan
hukum sekunder yang digunakan berupa hasil penelitian dari jurnal-
jurnal ilmiah, buku-buku, atau bahan lainnya lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Studi
kepustakaan adalah suatu studi yang digunakan untuk
mengumpulkan suatu informasi dan data dengan bantuan dari
berbagai macam material yang ada di perpustakaan, seperti
dokumen, buku majalah, kisah-kisah sejarah dan lainnya. 8 Studi
kepustakaan tersebut dilakukan di beberapa tempat seperti
Perpustakaan Nasional, dan Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Trisakti dan mengangakses melalui internet. Data hasil
penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yaitu Analisis data dengan
lebih menitik beratkan pada kualitas atau isi dari data data yang ada, 9
yaitu data yang didapatkan dari studi kepustakaan sebelumnya
dikumpulkan, lalu diolah untuk mencari data-data yang sesuai dengan
rumusan masalah yang ada dan diuraikan ke dalam penulisan ini
dalam bentuk tulisan. Kesimpulan yang ditarik dalam penelitian ini,
menggunakan logika deduktif. Logika deduktif ini adalah cara menarik
kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.

C. ANALISIS HASIL PENELITIAN


Persamaan Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Indonesia dengan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Belanda (Criminal Code of Kingdom of Netherlands). Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, pengaturan mengenai tindak

8
Abdi Mirzaqon, Studi Kepustakaan Mengenai Landasan Teori dan Praktik Konseling
Expressive Writing, Jurnal BK Unesa, Vol. 8 No. 1 Tahun 2018 (online) diakses pada tanggal 15
november 2019 pukul 14.46, h.3
9
Soerjono Soekanto, Op.Cit., h. 13

5
pidana perkosaan terdapat dalam Buku II Bab XIV tentang Kejahatan
Terhadap Kesusilaan, tepatnya di Pasal 285, yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.”

Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda,


pengaturan mengenai tindak pidana perkosaan diatur dalam Buku II
Bab XIV Mengenai Pelanggaran Serius terhadap Moral, yaitu tepatnya
di Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda (Criminal
Code of Kingdom of Netherlands), yang berbunyi:
(bahasa Belanda)
Artikel 242
Hij die door geweld of een andere feitelijkheid of bedreiging met
geweld of een andere feitelijkheid iemand dwingt tot het ondergaan
van handelingen die bestaan uit of mede bestaan uit het seksueel
binnendringen van het lichaam , wordt als schuldig aan
verkrachting gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste twaalf
jaren of geldboete van de vijfde categorie.

(bahasa Inggris)
Section 242
Any person who by an act of violence or any other act or by threat
of violence or threat of any other act compels a person to submit to
acts comprising or including sexual penetration of the body shall be
guilty of rape and shall be liable to a term of imprisonment not
exceeding twelve years or a fine of the fifth category.

(bahasa Indonesia)
Pasal 242
Setiap orang yang dengan tindakan kekerasan atau tindakan
lainnya atau dengan ancaman kekerasan atau ancaman tindakan
lainnya memaksa seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau
penetrasi seksual pada tubuh dianggap bersalah atas
pemerkosaan dan di pidana penjara maksimal dua belas tahun atau
denda kategori kelima.

6
Persamaan dari Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Indonesia dan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Belanda atau Criminal Code of Kingdom of Netherlands yaitu:
a. Pengaturan mengenai tindak pidana perkosaan di Indonesia dan di
Belanda sama-sama diatur dalam kualifikasi kejahatan terhadap
kesusilaan atau dapat disebut sebagai hal-hal yang mengenai
seksualitas.
b. Adanya unsur pemaksaan yang dilakukan oleh pelaku tindak
pidana perkosaan, dengan adanya unsur ini maka dapat dikatakan
bahwa tindakan hubungan seks yang dilakukan oleh pelaku jelas-
jelas mendapat tentangan dari pihak korban dan dengan korban
yang tidak bersedia berhubungan seks maka adanya gerakan atau
sikap penolakan sehingga pelaku demi mencapai maksud
tujuannya untuk memperkosa korban perlu adanya tindakan
pemaksaan. Tindakan pemaksaan ini juga disebutkan dalam Pasal
perkosaan seperti dengan kekerasan atau dengan mengancam
akan menggunakan kekerasan.

Perbedaan Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


Indonesia dengan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Belanda (Criminal Code of Kingdom of Netherlands). Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, pengaturan mengenai tindak
pidana perkosaan terdapat dalam Buku II Bab XIV tentang Kejahatan
Terhadap Kesusilaan, tepatnya di Pasal 285, yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.”

Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda,


pengaturan mengenai tindak pidana perkosaan diatur dalam Buku II
Bab XIV Mengenai Pelanggaran Serius terhadap Moral, yaitu tepatnya

7
di Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda (Criminal
Code of Kingdom of Netherlands), yang berbunyi:
(bahasa Belanda)
Artikel 242
Hij die door geweld of een andere feitelijkheid of bedreiging met
geweld of een andere feitelijkheid iemand dwingt tot het ondergaan
van handelingen die bestaan uit of mede bestaan uit het seksueel
binnendringen van het lichaam , wordt als schuldig aan
verkrachting gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste twaalf
jaren of geldboete van de vijfde categorie.

(bahasa Inggris)
Section 242
Any person who by an act of violence or any other act or by threat
of violence or threat of any other act compels a person to submit to
acts comprising or including sexual penetration of the body shall be
guilty of rape and shall be liable to a term of imprisonment not
exceeding twelve years or a fine of the fifth category.

(bahasa Indonesia)
Pasal 242
Setiap orang yang dengan tindakan kekerasan atau tindakan
lainnya atau dengan ancaman kekerasan atau ancaman tindakan
lainnya memaksa seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau
penetrasi seksual pada tubuh dianggap bersalah atas
pemerkosaan dan di pidana penjara maksimal dua belas tahun atau
denda kategori kelima.

Dan juga Pasal perkosaan dalam rancangan KUHP ini terdapat


dalam Pasal 479 ayat (1), yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena
melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun”

Perbedaan dari Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


Indonesia dan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab
Undang-Undang hukum Belanda atau Criminal Code of Kingdom of
Netherlands yaitu:

8
a. Dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia
menyatakan bahwa pelaku tindak pidana perkosaan disebutkan
dengan unsur Pasal “Barangsiapa” begitu pula dengan Pasal 242
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda (Criminal Code of
Kingdom of Netherlands) pelaku tindak pidana perkosaan
disebutkan dengan unsur Pasal “any person” yang dalam bahasa
Indonesia dapat juga disebut dengan “setiap orang”. Sekalipun
dalam hal ini dilihat sebagai hal yang sama, namun dalam
prakteknya adalah di KUHP Indonesia pelaku tindak pidana
perkosaan adalah seorang Laki-Laki sedangkan di KUHP Belanda
unsur tersebut dapat mengartikan baik laki-laki maupu perempuan
ataupun pihak yang mengaku sebagai LGBT dapat menjadi pelaku
tindak pidana perkosaan.
b. Korban Tindak Pidana Perkosaan dalam Pasal 285 KUHP
Indonesia terdapat frasa “…. seorang wanita …. ” yang mana
menyatakan bahwa korban tindak pidana perkosaan ini adalah
seorang wanita. Sedangkan dalam Pasal 242 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Belanda (Criminal Code of Kingdom of
Netherlands) terdapat frasa “…. memaksa seseorang ….” yang
mana kata seseorang ini berarti memiliki arti yang lebih luas yaitu
korban bisa saja perempuan namun bisa juga laki-laki. Dalam
pengaturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia tidak
ada pembaharuan mengenai gender korban tindak pidana
perkosaan sehingga wanitalah yang tetap menjadi korban.
c. Dalam Pasal 285 KUHP Indonesia terdapat frasa “…. diluar
perkawinan ….” yang memaksudkan bahwa antara pelaku maupun
korban haruslah tidak ada hubungan seperti hubungan suami isteri.
Yang artinya juga apabila pelaku dan korban adalah suami isteri
maka perbuataan yang dilakukan pelaku tidak dapat dikenakan
Pasal perkosaan ini.

9
d. Sanksi yang diberikan juga berbeda. Tindak pidana perkosaan
yang diatur dalam Pasal 242 KUHP Belanda (Criminal Code of
Kingdom of Netherlands) memiliki sanksi yang berbeda dengan
Tindak pidana Perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP
Indonesia, yaitu dalam Pasal 242 KUHP Belanda (Criminal Code of
Kingdom of Netherlands) Tindak Pidana Perkosaan ini dijerat
dengan Pidana Penjara maksimal dua belas tahun atau denda
kategori kelima sedangkan Pasal 285 KUHP Indonesia tindak
pidana perkosaan ini dijerat dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun saja tanpa adanya pidana denda.

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Persamaan dari Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Indonesia dan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Belanda atau Criminal Code of Kingdom of Netherlands yaitu:
Pengaturan mengenai tindak pidana perkosaan di Indonesia dan di
Belanda sama-sama diatur dalam kualifikasi kejahatan terhadap
kesusilaan atau dapat disebut sebagai hal-hal yang mengenai
seksualitas. Dan Adanya unsur pemaksaan yang dilakukan oleh
pelaku tindak pidana perkosaan, dengan adanya unsur ini maka dapat
dikatakan bahwa tindakan hubungan seks yang dilakukan oleh pelaku
jelas-jelas mendapat tentangan dari pihak korban dan dengan korban
yang tidak bersedia berhubungan seks maka adanya gerakan atau
sikap penolakan sehingga pelaku demi mencapai maksud tujuannya
untuk memperkosa korban perlu adanya tindakan pemaksaan.
Tindakan pemaksaan ini juga disebutkan dalam Pasal perkosaan
seperti dengan kekerasan atau dengan mengancam akan
menggunakan kekerasan. Sedangkan Perbedaan dari Pasal 285
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia dan Pasal 242 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang hukum

1
Belanda atau Criminal Code of Kingdom of Netherlands yaitu dalam
Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia
menyatakan bahwa pelaku tindak pidana perkosaan disebutkan
dengan unsur Pasal “Barangsiapa” begitu pula dengan Pasal 242
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda (Criminal Code of
Kingdom of Netherlands) pelaku tindak pidana perkosaan disebutkan
dengan unsur Pasal “any person” yang dalam bahasa Indonesia dapat
juga disebut dengan “setiap orang”. Sekalipun dalam hal ini dilihat
sebagai hal yang sama, namun dalam prakteknya adalah di KUHP
Indonesia pelaku tindak pidana perkosaan adalah seorang Laki-Laki
sedangkan di KUHP Belanda unsur tersebut dapat mengartikan baik
laki-laki maupun perempuan ataupun pihak yang mengaku sebagai
LGBT dapat menjadi pelaku tindak pidana perkosaan. Lalu Korban
Tindak Pidana Perkosaan dalam Pasal 285 KUHP Indonesia terdapat
frasa “…. seorang wanita …. ” yang mana menyatakan bahwa korban
tindak pidana perkosaan ini adalah seorang wanita. Sedangkan dalam
Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda (Criminal
Code of Kingdom of Netherlands) terdapat frasa “…. memaksa
seseorang ….” yang mana kata seseorang ini berarti memiliki arti yang
lebih luas yaitu korban bisa saja perempuan namun bisa juga laki-laki.
Dalam pengaturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia
tidak ada pembaharuan mengenai gender korban tindak pidana
perkosaan sehingga wanitalah yang tetap menjadi korban. Dan
dalam Pasal 285 KUHP Indonesia terdapat frasa “…. diluar
perkawinan ….” yang memaksudkan bahwa antara pelaku maupun
korban haruslah tidak ada hubungan seperti hubungan suami isteri.
Yang artinya juga apabila pelaku dan korban adalah suami isteri maka
perbuataan yang dilakukan pelaku tidak dapat dikenakan Pasal
perkosaan ini. Serta Sanksi yang diberikan juga berbeda. Tindak
pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 242 KUHP Belanda
(Criminal Code of Kingdom of Netherlands) memiliki sanksi yang

1
berbeda dengan Tindak pidana Perkosaan yang diatur dalam Pasal
285 KUHP Indonesia, yaitu dalam Pasal 242 KUHP Belanda (Criminal
Code of Kingdom of Netherlands) Tindak Pidana Perkosaan ini dijerat
dengan Pidana Penjara maksimal dua belas tahun atau denda
kategori kelima sedangkan Pasal 285 KUHP Indonesia tindak pidana
perkosaan ini dijerat dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun saja tanpa adanya pidana denda.
2. Saran
1. Aturan Hukum Pidana yang diatur dalam KUHP Indonesia sudah
terlalu lama dan perlu adanya revisi KUHP terutama terhadap Pasal
tindak pidana perkosaan. Mengapa ini penting? Pelaku tindak
pidana perkosaan selama ini hanya diasumsikan sebagai laki-laki
kepada korban yang adalah perempuan, padahal pelaku perkosaan
pun dapat dilakukan oleh pihak perempuan terhdapap laki-laki.
2. Dengan perbandingan seperti ini, pembuat undang-undang dapat
melihat KUHP Belanda sebagai contoh untuk merevisi KUHP
Indonesia yang berlaku saat ini.

E. DAFTAR PUSTAKA

BUKU
A.Fuad Usfa, dkk, Pengantar Hukum Pidana, Malang: UMM Press, 2004.
A. S. Alam, Kriminologi Suatu Pengantar, Jakarta: Prenadamedia Group,
2018).
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2014.
Andi Hamzah, Delik-delik Tertentu Dalam Kuhp, Jakarta : Sinar Grafika,
2011.
Andi Hamzah, Pegantar dalam Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: PT.
Yarsif Watampone, 2010.
Andi Hamzah, Perbandingan Hukum Pidana Beberapa Negara, Jakarta:
Sinar Grafika, 2009.
Andika Wijaya, dkk, Darurat Kejahatan Seksual, Jakarta: Sinar Grafika,
2016.
Bambang Prasetyo, Metode Penelitian Kualitattif, Jakarta: Rajawali Pers,
2013.
Barda Nanawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008.

1
Christine Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Pramita,
2007.
Erdianto Effendi, Suatu Pengantar Hukum Pidana Indonesia, Bandung :
PT. Refika Aditama, 2011.
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Jakarta:
PT Rajawali Pers, 2013.
Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam,
Jakrta: Kencana, 2009.
Rocky Marbun, Politik Hukum Pidana dan Sistem Hukum Pidana di
Indonesia, Malang: Setara Press, 2019.
Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: CV,
Mandar Maju, 2000.
Soerjono Soekanto, Pegantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press,
2004.
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung:
Rafika Aditama, 2003.

UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda (Dutch version)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda (english version)

WEBSITE
Central Intelligence Agency, The World Factbook Netherlands, tahun
2020,(cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/th.html),
diakses pada tanggal 20 April 2020.
Legislationline,
(https://www.legislationline.org/documents/section/criminal-
codes/country/12/Netherlands/show), diakses pada 20 April 2020.

Anda mungkin juga menyukai