Anda di halaman 1dari 2

Contoh bentuk kritik

Suria seorang mantri Kabupaten di Sumedang. Sifatnya yang sombong, gila hormat, suka
mementing diri sendiri dan pemboros. Sebagai Mantri Kabupaten, gajinya tidak seberapa
besar tetapi hidupnya menyamai hidup orang yang berpangkat tinggi. Perabot rumah
tangganya mahal-mahal, memelihara beberapa pelayan, dan anak-anaknya disekolahkan di
HIS dan MULO. Semuanya dapat berjalan hanya karena bantuan ayah mertuanya yang kaya,
Haji Hasbullah, dan juga kaum priyayi di Jawa Barat pada umumnya beroleh kepercayaan
kaum pedagang sehingga mereka dapat hidup dengan membon.

Yang menderita dan menahan segala kepahitan tentu istrinya Zubaedah. Dia yang selalu
berhadapan dengan penagih hutang. Dia juga mendengarkan buah tutur orang – orang yang
mencela kesombongan dan keborosan suaminya. Dia harus menekan perasaan sehingga
tingkah laku Suria yang sering berlawanan dengan keinginannya.

Perkenalan Suria dengan Haji Junaedi, seorang haji kaya raya yang tidak dikenalnya,
mulanya dianggap rendah, ternyata membawa akibat buruk baginya.Suria yang pergi
berkunjung ke rumah H.Junaedi melihat gadis haji itu, lalu ia ingin mengawininya. Tetapi
pinangan Suria yang dilakukan tanpa sepengetahuan istrinya itu, ditolak H.Junaedi, Suria
benci pada Kosim bahkan anaknya dikawinkannya dengan Kosim ,teman sekantor Suria yang
amat dibencinya. Ssuria tidak suka pada Kosin karena kosim tamatan MULO dan dianggap
dapat menyaingi kedudukannya di kantornya. Dugaannya benar karena pangkat klerk yang
diincar-incarnya jatuh ke tangan Kosim. Kemudian Suria ingin meminang gadis H.Junaedi
dengan maksud kelak dapat mempergunakan kekayaan istrinya untuk menutupi utang-
utangnya yang telah melilit tubuh itu. Ini pun gagal dan Kosim pulahlah yang beruntung.

Karena kecewa, dia ingin berhenti dari jabatannya yang sekarang. Diam-diam diambilnya
uang kas dari kantornya. Perbuatannya diketahui atasannya.Untunglah Pak Patih,
majikannay masih mau menolong. Suria disuruh mengganti uangnya yang telah terpakai
olehnya. Dan disuruh berhenti saja. Suria terpaksa menyetujuinya. Suria melelang barang-
barangnya untuk melunasi hutang hutangnya dan untuk melunasi uang kantornya yang
digelapkannya. Kemudian dia berhenti dari kantornya. Karena tak bekerja lagi, Mereka
sekeluarga pindah ke Bandung dan menumpang anak sulungnya, Abdul Halim yang ketika
itu menjadi amtenar.

Di rumah Abdul Halim, Suria mau berkuasa saja, sikapnya menyakiti perasaan hati istri dan
anaknya. Lebih-lebih istri A.Halim, menantunya merasa sangat tertekan perasaanya oleh
pekerti Suria, ayah mertuanya itu.

Nasihat istrinya agar tidak mencampuri urusan rumah tangga anaknya diabaikan.Akhirnya
sering terjadi pertengkaran antara Suria dan Abdul Halim. Zubaedah istrinya menahan
bathinnya yang sakit dan akhirnya jatuh sakit....akhirnya meninggal dunia. Kematian ibunya
membuat Abdul Halim memutuskan agar ayahnya meninggalkan rumah itu.

Dengan marah, Suria turun dari rumah Abdul Halim dan pergi mencari pekerjaan di
Jakarta.Namun sia-sia, uang bawaannya juga habis dan perkerjaan pun tak dapat. Maklun
masa itu musim malaise (penghematan). Akhirnya Suria kembali ke kampung halamannya ke
Rajapolah di Tasikmalaya. Di sana Suria menumpang di rumah bekas pelayan ayahnya.

Tak tahan hidup dengan bathin yang tertekan...Suria pergi meninggalkan rumah itu dan
pergi entah.. tak tentu rimbanya. Demikian akhir hidup Suria yang tragis.

Anda mungkin juga menyukai