PENYELENGGARAAN
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya maka buku Pedoman Penyusunan Tata Naskah Dokumen
UPT Puskesmas Kragilan Kabupaten Serang Tahun 2023 ini dapat tersusun.
Buku ini kami susun sebagai salah satu upaya untuk memberikan acuan dan
kemudahan dalam pelaksanaan persiapan Akreditasi UPT Puskesmas Kibin. Sesuai
dengan buku pedoman penyusunannya, Buku Pedoman Penyusunan Tata
Naskah Dokumen UPT Puskesmas Kibin Kabupaten Serang Tahun 2023 ini
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, baik Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah,
Peraturan Menteri dan pedoman-pedoman teknis yang berlaku seperti yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Dinas
Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Pedoman Penyusunan Tata
Naskah Dokumen UPT Puskesmas Kragilan Kabupaten Serang Tahun 2023 ini
masih banyak kekurangan baik kelengkapan maupun akurasi serta
ketepatan waktu maupun penyajiannya, untuk itu kritik dan saran membangun
kami perlukan demi kesempurnaan di masa datang. Kepada semua staf yang
telah membantu dan berkontribusi dalam penyusunan Buku Pedoman
Penyusunan Tata Naskah Dokumen UPT Puskesmas Kibin Kabupaten Serang
Tahun 2023 ini kami menyampaikan terimakasih dan, semoga Allah SWT,
senantiasa memberikan rahmat dan pahalanya yang berlipat ganda atas amal baik
tersebut
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 2
DAFTAR ISI
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Terwujudnya kondisi kesehatan masyarakat yang baik adalah tugas dan
tanggung jawab dari negara sebagai bentuk amanah konstitusi yaitu Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam pelaksanaanya
negara berkewajiban menjaga mutu pelayanan kesehatan terhaap masyarakat.
Mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh fasilitas kesehatan serta
tenaga kesehatan yang berkualitas. Negara sangat membutuhkan peran organisasi
profesi tenaga kesehatan yang memiliki peran menjaga kompetensi anggotanya.
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan individu, keluarga,
kelompok, danmasyarakat.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang
dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode
etik dan standard pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Sebelum pelayanan imunisasi ini dilaksanakan perlu ditetapkan adanya
pedoman yang menjadi dasar tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelayanan
imunisasi di wilayah puskesmas Rogotrunan.
B. Tujuan Pedoman
Sebagai acuan petugas imunisasi dalam melaksanakan pelayanan
imunisasi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan
mempertahankan status kesehatan dengan tindakan imunisasi sebagai tindakan
preventif untuk masyarakat di wilayah Puskesmas Kedungjajang.
C. Sasaran Pedoman
Seluruh petugas yang memberikan pelayanan imunisasi di wilayah
Puskesmas Kedungjajang.
D. Ruang Lingkup Pedoman
Ruang lingkup pelayanan imunisasi meliputi jenis imunisasi,
penyelenggaraan imunisasi wajib, distribusi dan pemyimpanan vaksin,
pelaksanaan pelayanan imunisasi wajib, penanganan limbah imunisasi,
pemantauan dan evaluasi, pemantauan dan penanganan KIPI, pencatatan dan
pelaporan kegiatan imunisasi di Puskesmas Kibin.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Pola pengaturan ketenagaan pelayanan imunisasi,di puskesmas Kibin yaitu :
a. Poli KIA-KB-Imunisasi : dokter, bidan, tenaga terlatih
b. Pustu : bidan, perawat
c. Poskesdes : bidan, perawat
d. Posyandu : bidan, perawat
e. Sekolah : dokter, bidan, perawat.
C. Jadwal Kegiatan
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 5
Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi semua antigen di Puskesmas Kibin
dilaksanakan setiap hari Senin dan kamis pukul 07.30 – 11.00, kecuali hari besar
dan libur.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 6
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
Kriteria Ruang imunisasi dan penempatan lemari es adalah :
NO STANDART REALISASI KETERANGAN
Ruangan mempunyai sirkulasi Ruangan mempunyai
udara yang cukup (dapat sirkulasi udara yaitu AC
menggunakan exchaust fan
atau AC).
Lemari es pada posisi datar Lemari es pada posisi datar
Satu stop kontak untuk setiap Satu stop kontak untuk setiap
lemari es lemari es
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 7
NO STANDART REALISASI KETERANGAN
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 8
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan di dalam pelayanan imunisasi di Puskesmas Kibin
adalah Poli Imunisasi, Posyandu, BPM, Klinik dan Sekolah.
B. Metode
1. Pelayanan imunisasi harus dilakukan berdasarkan standar pelayanan dan
standar operasional prosedur yang telah ditetapkan di puskesmas Kibin sesuai
ketentuan perundang-undangan.
2. Proses pemberian imunisasi harus memperhatikan keamanan vaksin dan
penyuntikan agar tidak terjadi penularan penyakit terhadap tenaga kesehatan
pelaksana pelayanan imunisasi dan masyarakat serta menghindari terjadinya
KIPI.
C. Langkah Kegiatan
a. Pengenalan Jenis Vaksin
1. Vaksin Hepatitis B
Deskripsi :
Vaksin Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus recombinan
yang telah diinaktivasikan dan bersifaat non infeksius, berasal dari HbsAg
yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha)
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus Hepatitis B.
Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A
atau C atau yang diketahui dapat menginfeksi hati.
Cara Pemberian :
1) Petugas mencuci tangan.
2) Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu
kamar.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 9
3) Lakukan desinfektan pada lokasi penyuntikan dengan kapas
hangat.
4) Petugas membuka kantong aluminium /plastik dan keluarkan alat
suntik PID;
5) Lakukan desinfektan pada lokasi penyuntikan dengan kapas
hangat.
6) petugas memegang alat suntik PID pada leher dan tutup jarum
dengan memegang keduanya diantara jari telunjuk dan jempol,
dan dengan gerakan cepat dorong tutup kearah leher teruskan
mendorong sampai tidak ada jarak antara tutup jarum dan leher;
7) petugas membuka tutup jarum, tetep pegang alat suntik pada
anterolateral paha secara IM ,tidak perlu dilakukan aspirasi.
8) Di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan :
(1) Vaksin belum kedaluwarsa.
(2) Vaksin disimpan dalam suhu 2oC s/d 8oC.
(3) Tidak pernah terendam air.
(4) Sterilitasnya terjaga.
(5) VVM masih dalam kondisi A atau B.
9) Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh
digunakan lagi untuk hari berikutnya.
10) Sedikit tekan bekas suntukan dengan kapas hangat.
11) Buang bekas suntikan ke dalam savety box.
12) Catat di buku KIA/KMS, Rekam medis, dan regester
Kontra Indikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-
vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi
berat yang disertai kejang.
2. Vaksin BCG
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 10
Deskripsi :
Vaksin BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung
Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa.
Cara Pemberian :
1. Petugas mencuci tangan.
2. Petugas meletakkan bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu
dan lepas baju bayi dari lengan dan bahu;
3. Petugas menganjurkan ibu untuk memegang bayi dekat dengan
tubuhnya, menyangga kepala bayi dan memegang lengan dekat
dengan tubuh;
4. Petugas memegang semprit dengan tangan kanan anda dengan
lubang pada ujung jarum menghadap ke depan;
5. petugas memegang permukaan kulit menjadi datar dengan
mengunakan ibu jari dan jari telunjuk;
6. petugas memasukkan ujung jarum tepat di bawah permukaan kulit
tetapi di dalam kulit yang tebal – cukup masukkan bewel (lubang di
ujung jarum);
7. petugas menjaga agar posisi jarum tetap datar di sepanjang kulit;
8. petugas meletakkan ibu jari kiri pada ujung bawah semprit dekat
jarum;
9. petugas menyuntikkan 0,05 ml vaksin sapai kulit berwarna putih
dan lepaskan jarum.
Kontra Indikasi :
Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti : eksim,
furunkulosis dan sebagainya. Mereka yang sedang menderita TBC.
3.Vaksin Polio (Oral Polio Vaksin)
Deskripsi :
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri
dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3(strain Sabin) yang sudah
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 11
dilemahkan, dibuatkan dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan
dengan sukrosa.
Indikasi :
2. Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.
Cara Pemberian :
1. Petugas meminta orangtua untuk memegang bayi dengan kepala di
sangga dan di miringkan ke belakang;
2. petugas membuka mulut bayi secara hati-hati, baik dengan ibu jari
petugas padu dagu (untuk bayi kecil) atau dengan menekan pipi
bayi dengan jari-jari anda;
3. petugas meneteskan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah,
jangan biarkan alat tetes menyetuh bayi.
Efek Samping :
3. Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa
paralis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang
dari 0,17 : 1.000.000; Bull WHO 66 : 1988).
4. Vaksin Pentabio
Dekripsi :
Pentabio adalah vaksin DPT-HB-Hib (Vaksin Jerap Difteri, Tetanus,
Pertusis, Hepatitis B Rekombinan, Haemophilus Influenzae Tipe B).
Berupa suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus dan difter-i
murni, bakteri pertusis (batuk rejan) inaktif, antigen permukaan Hepatitis
B (HbsAg) murni yang tidak infeksius.
Indikasi :
4. Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus,
pertusis dan hepatitis B.
Cara Pemberian :
1) Petugas mencuci tangan.
2) Pastikan vaksin dan spuit yang akan digunakan.
3) Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 12
4) Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu
kamar.
5) Lakukan desinfektan dengan menggunakan kapas dan air hangat.
6) Suntikkan vaksin secara intramuskular. Penyuntikan dilakukan pada
anterolateral pada atas, satu dosis adalah 0,5 ml.
7) Tutup bekas suntikan dengan kapas hangat.
8) Buang jarum bekas suntikan ke dalam savety box dan tanpa
menutup jarum.
9) Catat di buku KIA / KMS, Rekam medis dan regester
Efek Samping :
5. Reaksi lokal dan sistemik ringan umum terjadi. Beberapa reaksi
lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi
suntikan di sertai demam dapat timbul.
5. Vaksin Campak
Dekripsi :
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit
virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan
30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering
yang harus dilarutkan dengan pelarut yang sudah disediakan.
Indikasi :
6. Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Cara Pemberian :
1. Petugas mengatur bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu
dengan seluruh lengan telanjang;
2. petugas menganjurkan orang tua memegang kaki bayi;
3. petugas menggunakan jari-jari kiri untuk menekan ke atas lengan
bayi;
4. petugas menekan dengan cepat jarum ke dalam kulit yang menonjol
ke atas dengan sudut 45º;
5. untuk mengontrol jarum, peganglah ujung semprit dengan ibu jari
dan jari telunjuk jangan sentuh jarum.
6. Mencatat dalam buku KIA/KMS, rekam medik dan regester.
Efek Samping :
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 13
7. Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8 – 12 hari setelah vaksinasi.
6. Vaksin Td
Deskripsi :
Vaksin jerap Td (Tetanus dan Difteri) adalah vaksin yang
mengandung toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan teradsobsi
kedalam 3 mg/ml alumunium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan
sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi
sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi yang
baru lahir dengan imunisasi WUS, dan juga untuk pencegahan tetanus.
Indikasi :
8. Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.
Cara Pemberian :
1. Petugas menyarankan pasien untuk duduk;
2. petugas menganjurkan menurunkan bahunya;
3. petugas meletakkan jari & ibu jari pada bagian luar lengan atas;
4. petugas dengan menggunakan tangan kiri untuk menekan ke atas
otot lengan;
5. cepat tekan jarum ke bawah melalui kulit diantara jari-jari petugas
memasukkan ke dalam otot;
6. petugas menekan alat penyedot dengan menggunakan ibu jari untuk
menyuntikkan vaksin;
7. petugas menarik jarum dengan cepat dan hati-hati;
8. petugas meminta pasien untuk menekan tempat suntikkan secara
hati-hati dengan kapas jika terjadi perdarahan.
Efek Samping :
9. Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti
lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementera,
dan kadang-kadang gejala demam. Imunisasi Td aman diberikan
selama periode kehamilan.
7. Vaksin DT
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 14
Deskripsi :
Vaksin jerap DT (Difteri dan Tetanus) adalah vaksin yang mengadung toxoid
difteri dan tetanus yang telah dimurnikan dan teradsorbsi kedalam 3 mg/ml
alumunium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet.
Potensi komponen vaksin per dosis tunggal sedikitnya 3 IU untuk potensi
toksoid Difteri dan 40 IU untuk potensi toksoid Tetanus.
Indikasi :
10. Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus.
Cara Pemberian :
1. Petugas menyarankan pasien untuk duduk;
2. petugas menganjurkan menurunkan bahunya;
3. petugas meletakkan jari & ibu jari pada bagian luar lengan atas;
4. petugas dengan menggunakan tangan kiri untuk menekan ke atas otot
lengan;
5. cepat tekan jarum ke bawah melalui kulit diantara jari-jari petugas
memasukkan ke dalam otot;
6. petugas menekan alat penyedot dengan menggunakan ibu jari untuk
menyuntikkan vaksin;
7. petugas menarik jarum dengan cepat dan hati-hati;
8. petugas meminta pasien untuk menekan tempat suntikkan secara hati-hati
dengan kapas jika terjadi perdarahan.
Efek Samping :
11. Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat
sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Catatan:
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 15
- Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik
Swasta, imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum
dipulangkan.
- Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1,DPT-
HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai status imunisasi
T2.
2. Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi
imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak usia sekolah,
dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil.
Imunisasi lanjutan pada WUS hamil salah satunya dilaksanakan pada
waktu melakukan pelayanan antenatal.
Catatan:
- Batita yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib Boster dinyatakan
mempunyai status imunisasi T3.
- Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan Td dinyatakan
mempunyai status imunisasi T4 dan T5.
T1 - -
Catatan:
- Sebelum imunisasi, dilakukan status imunisasi T (screening) terlebih
dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.
- Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila pemberian imunisasi TT
sudah lengkap (status T5) yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu
dan Anak, rekam medis, dan/atau kohort.
3. Imunisasi Tambahan
a. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 16
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara serentak
di suatu negara dalam waktu yang singkat. PIN bertujuan untuk
memutuskan mata rantai penyebaran suatu penyakit (misalnya polio).
Imunisasi yang diberikan pada PIN diberikan tanpa memandang
status imunisasi sebelumnya.
b. Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan
pada wilayah wilayah terbatas (beberapa provinsi atau kabupaten/kota).
c. Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response
Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB
disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit masing-masing.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 17
8) Petugas mencuci tangan.
c) Penyimpanan
Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai
didistribusikan ketingkat berikutnya (atau digunakan), vaksin harus
selalu disimpan pada suhu yang telah ditetapkan, yaitu:
1. Pastikan suhu cold cain antara 2oC -8oC;
2. bagian bawah keranjang, letakkan coolpack / kotak dingin cair
sesuaikan dengan luas coln cain sebagai penahan dingin dan
kestabilan suhu;
3. penempatan vaksin HS (BCG, Campak, Polio) diletakkan dekat
evaporator;
4. penempatan vaksin FS (Penta, TT, Td, DT, HB uniject) di letakkan
jauh dengan evaporator;
5. beri jarak antara kotak vaksin minimal 1 cm atau 1 jari tangan, agar
terjadi sirkulasi udara yang baik;
6. letakkan 1 buah muller di bagian tengah cold cain, dan freez tag di
antara vaksin FS dan atau freege tag di bagian vaksin FS;
7. vaksin selalu di simpan dalam kotak kemasan;
8. pelarut di simpan pada suhu 2oC -8oC; pelarut di simpan pada suhu
2oC -8oC atau suhu ruang terhindar dari sinar matahari langsung
9. petugas menutup cold cain rapat-rapat dan pastikan terkunci.
d) Sarana Penyimpanan
a. Lemari Es
1) Bentuk buka dari depan (front opening)
Lemari es dengan bentuk pintu buka dari depan banyak digunakan
dalam rumah tangga atau pertokoan, seperti: untuk meyimpan
makanan, minuman, buah-buahan yang sifat penyimpanannya
sangat terbatas. Bentuk ini tidak dianjurkan untuk penyimpanan
vaksin tetapi untuk menyimpan coolpack.
2) Bentuk buka keatas (top opening)
Yaitu lemari es dengan suhu bagian dalam +2oC s/d +8oC, hal ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan volume penyimpanan
vaksin pada lemari es. Modifikasi dilakukan dengan meletakkan
kotak dingin cair (cool pack) pada sekeliling bagian dalam
freezer sebagai penahan dingin dan diberi pembatas berupa
aluminium atau multiplex atau acrylic plastic.
e) Perbedaan antara bentuk pintu buka depan dan bentuk pintu buka ke atas
Bentuk buka dari depan Bentuk buka dari atas
a. Suhu tidak stabil a. Suhu lebih stabil
b. Pada saat pintu lemari es b. Pada saat pintu lemari es
dibuka ke depan maka suhu dibuka ke atas maka suhu
dingin dari atas akan turun dingin dari atas akan turun ke
ke bawah dan keluar bawah dan tertampung
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 18
c. Bila listrik padam c. Bila listrik pada relatif suhu
relative tidak dapat dapat bertahan lama
d. bertahan
Jumlahlama vaksin yang d. Jumlah vaksin yang
dapat ditampung dapat ditampung lebih
sedikit banyak
e. Susunan vaksin e. Penyusunan vaksin agak
menjadi mudah dan sulit karena vaksin
vaksin terlihat bertumpuk dan
jelas dari samping tidak jelas dilihat dari atas
depan
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 19
f) Selama membersihkan badan lemari es, jangan membuka
pintu lemari es agar suhu tetap terjaga 2 s.d. 80C.
g) Setelah selesai membersihkan badan lemari es colok
kembali steker.
h) Mencatat kegiatan pemeliharaan mingguan pada kartu
pemeliharaan lemari es.
3) Pemeliharaan Bulanan
a) Sehari sebelum melakukan pemeliharaan bulanan,
kondisikan cool pack (kotak dingin cair), vaksin carrier atau
cold box dan pindahkan vaksin ke dalamnya.
b) Agar tidak terjadi konsleting saat melakukan pencairan
bunga es (defrosting), lepaskan steker dari stop kontak.
c) Membersihkan kondensor pada lemari es model terbuka
menggunakan sikat lembut atau tekanan udara. Pada model
tertutup hal ini tidak perlu dilakukan.
d) Memeriksa kerapatan pintu dengan menggunakan selembar
kertas, bila kertas sulit ditarik berarti karet pintu masih baik,
sebaliknya bila kertas mudah ditarik berarti karet sudah
sudah mengeras atau kaku. Olesi karet pintu dengan bedak
atau minyak goreng agar kembali lentur.
e) Memeriksa steker jangan sampai kendor, bila kendor
gunakan obeng untuk mengencangkan baut.
f) Selama membersihkan badan lemari es, jangan membuka
pintu lemari es agar suhu tetap terjaga 2 s.d. 8 0C.
g) Setelah selesai membersihkan badan lemari es colok
kembali steker.
h) Mencatat kegiatan pemeliharaan bulanan pada kartu
pemeliharaan lemari es.
Pencairan bunga es (defrosting)
a) Pencairan bunga es dilakukan minimal 1 bulan sekali atau
ketika bunga es mencapai ketebalan 0,5 cm.
b) Sehari sebelum pencairan bunga es, kondisikan coolpack
(kotak dingin cair), vaksin carrier atau cold box.
c) Memindahkan vaksin ke dalam vaksin carrier atau coldbox
yang telah berisi cool pack (kotak dingin cair).
d) Mencabut steker saat ingin melakukan pencairan bunga es.
e) Melakukan pencairan bunga es dapat dilakukan dengan cara
membiarkan hingga mencair atau menyiram dengan air
hangat.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 20
f) Pergunakan lap kering untuk mengeringkan bagian dalam
lemari es termasuk evaporator saat bunga es mencair.
g) Memasang kembali steker dan jangan merubah
thermostathingga suhu lemari es kembali stabil (2 s.d. 8
0C).
h) Menyusun kembali vaksin dari dalam vaksin carier atau
cold box kedalam lemari es sesuai dengan ketentuan setelah
suhulemari telah mencapai 2 s.d. 8 0C.
i) Mencatat kegiatan pemeliharaan bulanan pada kartu
pemeliharaan lemari es.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 21
Secara umum vaksin dapat digunakan sampai dengan akhir bulan
masa kadalwuarsa vaksin.
2) Vaksin sensitif beku belum pernah mengalami pembekuan Apabila
terdapat kecurigaan vaksin sensitif beku pernah mengalami
pembekuan, maka harus dilakukan uji kocok (shake test) terhadap
vaksin tersebut. Sebagai pembanding digunakan jenis dan nomor
batch vaksin yang sama.
3) Vaksin belum terpapar suhu panas yang berlebihan.Dalam setiap
kemasan vaksin (kecuali BCG) telah dilengkapi dengan alat
pemantau paparan suhu panas yang disebutVaccine Vial Monitor
(VVM).
4) Vaksin belum melampaui batas waktu ketentuan pemakaian
vaksin yang telah dibuka.Vaksin yang telah dipakai pada tempat
pelayanan statis bias digunakan lagi pada pelayanan berikutnya,
sedangkan sisa pelayanan dinamis harus dibuang.
5) Pencampuran vaksin dengan pelarut
Antara pelarut dan vaksin harus berasal dari pabrik yang sama.
b. Pemakaian alat suntik
Untuk menghindarkan terjadinya penyebaran penyakit yang
diakibatkan oleh penggunaan berulang alat suntik bekas, maka setiap
pelayanan imunisasi harus menggunakan alat suntik yang akan mengalami
kerusakan setelah sekali pemakaian (Auto Disable Syringe/ADS), baik
untuk penyuntikan maupun pencampuran vaksin dengan pelarut.
2) Interval pemberian
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 22
Jarak minimal antar dua pemberian imunisasi yang sama adalah 4
(empat) minggu. Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian
imunisasi.
3) Tindakan antiseptic
Setiap petugas yang akan melakukan pemberian imunisasi harus
mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu.
Untuk membersihkan tempat suntikan digunakan kapas kering dengan
melakukan sekali usapan pada tempat yang akan disuntik. Tidak
dibenarkan menggunakan alkohol untuk tindakan antiseptik.
4) Kontra indikasi
Pada umumnya tidak terdapat kontra indikasi imunisasi untuk individu
sehat kecuali untuk kelompok risiko. Pada setiap sediaan vaksin
selalu terdapat petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi
kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin.
Tabel 14. Petunjuk Kontra Indikasi Dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi
Indikasi kontra dan perhatian Bukan indikasi kontra
khusus (imunisasi dapat dilakukan)
Berlaku umum untuk semua vaksin DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B
Kontra Indikasi Bukan kontra indikasi
Perhatian khusus
- Demam >40,5oC dalam 48 jam - Demam <40,5oC pasca DPT
pasca DPT sebelumnya, yang tidak sebelumnya
berhubungan dengan penyebab lain - Riwayat kejang dalam keluarga
- Kolaps dan keadaan seperti syok - Riwayat SIDS dalam keluarga
(episode hipotonik-hiporesponsif) - Riwayat KIPI dalam keluarga
dalam 48 jam pasca DPT pasca DPT
sebelumnya
- Kejang dalam 3 hari pasca DPT
sebelumnya
- Menangis terus >3 jam dalam 48
jam pasca DPT sebelumnya
- Sindrom Guillain-Barre dalam 6
minggu pasca vaksinasi
Vaksin Polio
Kontra Indikasi Bukan kontra indikasi
- Infeksi HIV atau kontak HIV - Menyusui
serumah - Sedang dalam terapi antibiotik
- Imunodefisiensi (keganasan - Diare ringan
hematologi atau tumor padat,
imuno-defisiensi kongenital, terapi
imunosupresan jangka panjang)
- Imunodefisiensi penghuni
Serumah
Kehamilan
Campak
Perhatian khusus
- Mendapat transfusi darah/produk
darah atau imunoglobulin (dalam 3-
11 bulan, tergantung produk darah
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 23
Indikasi kontra dan perhatian Bukan indikasi kontra
khusus (imunisasi dapat dilakukan)
dan dosisnya)
Hepatitis B
Kontra Indikasi Bukan kontra indikasi
Reaksi anafilaktoid terhadap ragi Kehamilan
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 24
2. Dampak tidak langsung
Sisa vaksin yang terbuang bisa mencemari dan menimbulkan
mikroorganisme lain yang dapat menimbulkan risiko tidak langsung
terhadap lingkungan.
Berbagai risiko yang mungkin timbul akibat pengelolaan
limbah imunisasi yang tidak benar terlihat pada Tabel 15.
Jenis Kategori Pengelolaan
Limbah Infeksius/Non yang ada saat Risiko Penyebab
Tajam Infeksius ini
Jarum dan Infeksius Dimasukkan ke Tertusuk, Safety box sobek,
Syringe dalam Safety penularan meluap sehingga
Box penyakit tercecer, tetesan
vaksin/darah pasien
waktu menunggu
pembuangan tanpa
desinfeksi saat
disimpan/ditumpuk
di ruang terbuka
Dibakar di Polusi Tong/besi beton
dalam udara, terbuka (ditumpuk
tong/besi penularan hingga meluap,
beton penyakit memungkinkan
angin/kucing/tikus/
serangga
menularkan
penyakit), suhu
pembakaran belum
mampu mematikan
mikroba patogen
Dibakar dalam Polusi Beberapa
incenerator udara, incinerator belum di
penularan lengkapi scrubber,
penyakit
jarum tidak hancur
Dipotong Penularan Tanpa desinfeksi
dengan needle penyakit dahulu, tidak efektif
cutter jika kapasitas
potong
sedikit dan potongan
hanya ditumpuk
Ditampung Penularan Tanpa desinfeksi
dalam penyakit tidak efektif jika
needle pit permukaan air tanah
tinggi dan limbah
hanya ditumpuk
dalam tanah
Ampul dan Infeksius Ditumpuk di Tertusuk, Dibungkus kresek
Vial gudang terluka, dalam dus, atau
penularan ditumpuk dalam
penyakit wadah plastik, tanpa
desinfeksi/sterilisasi
Dibakar di Pencemar Residu limbah
incenerator an ditumpuk di gudang
Seal Non Infeksius Dibuang pada Tertusuk, Seal biasanya tajam
Aluminiu tempat sampah terluka, dan dibuang tanpa
m Vial penularan kemasan
penyakit pembungkus yang
aman, risiko dari
tetesan/cipratan
vaksin saat
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 25
Jenis Kategori Pengelolaan
Limbah Infeksius/Non yang ada saat Risiko Penyebab
Tajam Infeksius ini
membuka
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 26
2) Safety box adalah kotak tahan air dan tusukan jarum yang
dipakai untuk menampung limbah ADS sebelum
dimusnahkan,terbuat dari kardus atau plastik.
3) Safety box maksimum diisi sampai ¾ dari volume.
4) Model pembakaran dengan menggunakan Incinerator
doubleChamber dengan tujuan untuk menghindari asap yang
keluar dari proses pembakaran incinerator. Asap ini mengandung
dioxin, mercury dan lead yang berbahaya bagi lingkungan.
Dengan Incinerator double Chamber maka asap yang keluar dari
proses pembakaran menjadi aman untuk lingkungan.
b. Alternatif Pengelolaan Jarum
Alat pemisah antara jarum dengan syringe plastic dapat
menggunakan alat needle cutter atau needle destroyer.
Gambar pemotong jarum
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 27
b. Setelah safety box berisi maksimal: y. bagian, tutup dan kirim
safety box ke sarana pemusnahan limbah medis yang memiliki
incinerator dengan suhu pembakaran minimal 1000 DC.
c. Apabila tidak memiliki incinerator dapat ditanam di dalam sumur
galian yang kedap air(silo). Teknis pembuatan sumur galian
yang kedap air dapat dilihat pada Pedoman Penyelenggaraan
Imunisasi.
2. Dengan Needle Burner atau Needle Destroyer,
a. Setelah selesai melakukan penyuntikan hancurkan jarum dengan
needle burner atau needle destroyer.
b. Masukkan bagianplastik dari alat suntik ke dalamsafety box.
c. Setelah safety box berisi maksimal Y. bagian, tutup dan kirim safety
box ke saranapemusnahanlim bah medis yang memiliki
incineratordengan suhu pembakaran minimal1000DC.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 28
b) Tepat waktu agar tidak terlambat dalam mengambil
keputusan.
5) Lebih dimanfaatkan sendiri atau sebagai umpan balik untuk
dapat mengambil tindakan daripada hanya dikirimkan sebagai
laporan.
6) Membuat grafik dan menganalisa data dengan
menggunakan software PWS dalam program microsoft excel.
2. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui hasil ataupun proses
kegiatan bila dibandingkan dengan target atau yang diharapkan. Beberapa
macam kegiatan evaluasi dilakukan secara berkala dalamimunisasi.
Berdasarkan sumber data, ada dua macam evaluasi:
a. Evaluasi Dengan Data Sekunder
Dari angka-angka yang dikumpulkan oleh puskesmas
selaindilaporkan perlu dianalisis. Bila cara menganalisisnya baik dan
teratur, akan memberikan banyak informasi penting yang dapat menentukan
kebijaksanaan program.
1) Stok Vaksin
Stok vaksin dilaporkan oleh petugas puskesmas, kabupaten dan provinsi
ke tingkat yang di atasnya untuk pengambilan ataudistribusi vaksin.
Grafik dibuat menurut waktu, dapatdibandingkan dengan cakupan
dan batas stok maksimum dan minimum untuk menilai kesiapan
stok vaksin menghadapi kegiatan program. Data stok vaksin diambil
dari kartu stok.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 29
3) Suhu Lemari Es
Pencatatan suhu lemari es atau freezer dilakukan setiap hari pada grafik
suhu yang tersedia untuk masing-masing unit. Pencatatan suhu dilakukan
2 kali setiap hari pagi dan sore hari. Denganmenambah catatan saat
terjadinya peristiwa penting pada grafik tersebut, seperti sweeping, KLB,
KIPI, penggantian suku cadang,grafik suhu ini akan menjadi sumber
informasi penting.
4) Cakupan per Tahun
Untuk setiap antigen grafik cakupan per tahun dapat memberikan
gambaran secara keseluruhan tentang adanya kecendrungan:
a) Tingkat pencapaian cakupan imunisasi.
b) Indikasi adanya masalah.
c) Acuan untuk memperbaiki kebijaksanaan atau strategi yang perlu
diambil untuk tahun berikutnya.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 30
Keterangan:
1. Prevaksinasi. Pada saat ini insidens penyakit masih tinggi (jumlah kasus
banyak), imunisasi belum dilakukan sehingga KIPI belum menjadi
masalah
2. Cakupan meningkat. Pada fase ini, imunisasi telah menjadi program di
suatu negara, maka makin lama cakupan makin meningkat yang
berakibat penurunan insidens penyakit. Seiring dengan
peningkatan cakupanimunisasi terjadi peningkatan KIPI di masyarakat
3. Kepercayaan masyarakat (terhadap imunisasi) menurun. Meningkatnya
KIPI dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap program
imunisasi. Faseini sangat berbahaya oleh karena akan menurunkan
cakupan imunisasi, walaupun kejadian KIPI tampak menurun tetapi
berakibatmeningkatnya kembali insidens penyakit sehingga terjadi
kejadian luar biasa(KLB)
4. Kepercayaan masyarakat timbul kembali. Apabila KIPI dapat
diselesaikan dengan baik, yaitu pelaporan dan pencatatan yang baik,
penanganan KIPI segera, maka kepercayaan masyarakat terhadap
program imunisasi akan pulih kembali. Pada saat ini, cakupan imunisasi
yang tinggi akan tercapai kembali dan diikuti penurunan angka kejadian
penyakit, walaupun KIPI tampak akan meningkat lagi
5. Eradikasi. Hasil akhir program imunisasi adalah eradikasi suatu
penyakit.Pada fase ini telah terjadi maturasi kepercayaan masyarakat
terhadap imunisasi, walaupun KIPI tetap dapat dijumpai
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 31
A. Tata Cara Penanganan KIPI
Beberapa ketentuan dalam penanganan KIPI adalah:
1. setiap KIPI yang dilaporkan oleh petugas maupun oleh masyarakat harus
dilacak, dicatat, dan ditanggapi oleh pelaksana imunisasi;
2. KIPI harus dilaporkan oleh pelaksana imunisasi ke tingkat administrasiyang
lebih tinggi;
3. KIPI yang memerlukan pengobatan/perawatan dilaksanakan di fasilitas
pelayanan kesehatan pemerintah (perawatan kelas III);
4. Untuk setiap KIPI, masyarakat berhak untuk mendapatkan penjelasan resmi
atas hasil analisis resmi yang dilakukan Komda PP KIPI atau Komnas PP
KIPI;
5. Hasil kajian KIPI oleh Komda PP KIPI atau Komnas PP KIPI dipergunakan
untuk perbaikan Imunisasi; dan
6. Pemerintah dan pemerintah daerah turut bertanggung jawab dalam
penanggulangan KIPI di daerahnya atau sistem penganggaran lainnya.
Komnas PP KIPI mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 (dua) klasifikasi yaitu
klasifikasi lapangan dan klasifikasi kausalitas.
1. Klasifikasi lapangan
Sesuai dengan manfaat di lapangan maka Komnas PP KIPI memakai kriteria
WHO Western Pacific untuk memilah KIPI dalam lima kelompokpenyebab,
yaitu:
a. Kesalahan prosedur/teknik pelaksanaan (programmatic errors)
Sebagian besar KIPI berhubungan dengan masalah prosedur danteknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan prosedur penyimpanan,
pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.
b. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntikbaik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat
suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut,
pusing, mual, sampai sinkope.
c. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapatdiprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis
biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat
seperti reaksi anafilaktik sistemik dengan risiko kematian.
d. Faktor kebetulan (koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadisecara
kebetulan saja setelah imunisasi. Salah satu indikator faktor kebetulan ini
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 32
ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada
kelompok populasi setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak
mendapat imunisasi.
e. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum
dapatdikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk sementara
dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut.
Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan
kelompok penyebab KIPI.
2. Klasifikasi kausalitas
Klasifikasi kausalitas mengelompokkan KIPI menjadi 6 (enam) kelompok yaitu:
a. Very likely / Certain
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang mungkin (masuk akal)terhadap
pemberian vaksin dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan penyakit penyerta
atau obat atau zat kimia lain.
b. Probable
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang masuk akal denganpemberian
vaksin dan sepertinya tidak berhubungan dengan penyakit penyerta atau obat
atau zat kimia lain.
c. Possible
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang masuk akal denganpemberian
vaksin namun dapat berhubungan dengan penyakit penyerta atau obat atau zat
kimia lain.
d. Unlikely
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang mungkin (masuk akal)terhadap
pemberian vaksin menyebabkan hubungan kasual tidak mungkin namun
mungkin dapat dijelaskan berdasarkan penyakit penyerta atau obat atau zat
kimia lain.
e. Unrelated
Kejadian klinis dengan hubungan waktu yang tidak mungkin (masukakal)
terhadap pemberian vaksin dan dapat dijelaskan berdasarkan penyakit
penyerta atau obat atau zat kimia lain.
f. Unclassifiable
Kejadian klinis dengan informasi yang tidak cukup
untukmemungkinkan dilakukan penilaian dan identifikasi penyebab.
B. Pemantauan KIPI
Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi dengan KIPI diperlukan pencatatan
dan pelaporan semua reaksi simpang yang timbul setelah pemberian imunisasi
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 33
yang merupakan kegiatan dari surveilans KIPI.Surveilans KIPI tersebut
sangat membantu imunisasi, untuk mengetahui apakah kejadian tersebut
berhubungan dengan vaksin yang diberikan ataukah terjadi secara kebetulan hal
ini penting untuk memperkuat keyakinan masyarakat akan pentingnya
imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling efektif.
Pemantauan KIPI yang efektif melibatkan:
1. Masyarakat atau petugas kesehatan di lapangan, yang bertugas
melaporkan bila ditemukan KIPI kepada petugas kesehatan Puskesmas
setempat;
2. Supervisor tingkat Puskesmas (petugas kesehatan/Kepala Puskesmas)dan
Kabupaten/Kota, yang melengkapi laporan kronologis KIPI;
3. Tim KIPI tingkat Kabupaten/Kota, yang menilai laporan KIPI dan
menginvestigasi KIPI apakah memenuhi kriteria klasifikasi lapangan, dan
melaporkan kesimpulan investigasi ke Komda PP KIPI;
4. Komda PP KIPI;
5. Komnas PP KIPI; dan
6. Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang bertanggung jawab terhadap
keamanan vaksin.
Tujuan utama pemantauan KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon KIPI
dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi terhadap kesehatan
individu dan terhadap imunisasi. Hal ini merupakan indikator kualitas program.
Bagian yang terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan informasi
KIPI secara lengkap agar dapat dengan cepat dinilai dan dianalisis untuk
mengidentifikasi dan merespon suatu masalah. Respon merupakan suatu aspek
tindak lanjut yang penting dalam pemantauan KIPI.
Pemantauan KIPI pada dasarnya terdiri dari penemuan, pelacakan, analisis
kejadian, tindak lanjut, pelaporan dan evaluasi, seperti tertera pada diagram
berikut:
Pada keadaan tertentu KIPI yang menimbulkan perhatian berlebihan dari
masyarakat, maka pelaporan dapat dilakukan langsung kepada Kementerian
Kesehatan cq. Sub Direktorat Imunisasi/Komnas PP KIPI.
Skema alur kegiatan pelaporan dan pelacakan KIPI, mulai dari penemuan KIPI di
masyarakat kemudian dilaporkan dan dilacak hingga akhirnya dilaporkan pada
Menteri Kesehatan seperti skema berikut:
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 34
Skema alur pelaporan dan pelacakan KIPI
Dari gambar di atas masyarakat akan mengadukan adanya KIPI ke Puskesmas, UPS
atau RS. Kemudian UPS akan melaporkan ke Puskesmas, sementara Puskesmas dan
RS akan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Untuk kasus KIPI serius maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan melakukan
konfirmasi kebenaran kasus KIPI serius tersebut, bila ternyata benar maka akan
melaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi. Kemudian bila perlu dilakukan
investigasi, maka Dinas Kesehatan Provinsi akan berkoordinasi dengan Komda
PP KIPI dan Balai POM Provinsi.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 35
Tabel 16. Kurun waktu pelaporan berdasarkan jenjang administrasi yang
menerima laporan
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada pelaporan:
1. Identitas : nama anak, tanggal dan tahun lahir (umur), jenis kelamin, nama
orang tua dan alamat.
2. Waktu dan tempat pemberian imunisasi (tanggal, jam, lokasi).
3. Jenis vaksin yang diberikan, cara pemberian, dosis, nomor batch, siapa yang
memberikan, bila disuntik tuliskan lokasi suntikan.
4. Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui berapa lama interval
waktuantara pemberian imunisasi dengan terjadinya KIPI.
5. Adakah gejala KIPI pada imunisasi terdahulu?
6. Bila gejala klinis atau diagnosis yang terdeteksi tidak terdapat dalam kolom
isian, maka dibuat dalam laporan tertulis.
7. Pengobatan yang diberikan dan perjalanan penyakit (sembuh, dirawatatau
meninggal).
8. Sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan.
9. Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh.
10. Tulis juga apabila terdapat penyakit lain yang menyertainya.
11. Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologis).
12. Adakah tuntutan dari keluarga.
13. Nama dokter yang bertanggung jawab.
14. Nama pelapor KIPI.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 36
E. Pelacakan KIPI
Pelacakan KIPI mengikuti standar prinsip pelacakan epidemiologi, dengan
memperhatikan kaidah pelacakan vaksin, teknik dan prosedur imunisasiserta
melakukan perbaikan berdasarkan temuan yang didapat.
Langkah-langkah dalam Pelacakan KIPI
Langkah Tindakan
1. Pastikan informasi • Dapatkan catatan medik pasien (atau catatan klinis
padalaporan lain)
• Periksa informasi tentang pasien dari catatan medik
dan dokumen lain
• Isi setiap kelengkapan yang kurang dari formulir
laporan KIPI
• Tentukan informasi dari kasus lain yang
dibutuhkan untuk melengkapi pelacakan
2. Lacak dan Tentang pasien
kumpulkan data • Riwayat imunisasi
• Riwayat medis sebelumnya, termasuk riwayat
sebelumnya dengan reaksi yang sama atau reaksi
alergi yang lain
• Riwayat keluarga dengan kejadian yang sama
Tentang kejadian
• Riwayat, deskripsi klinis, setiap hasil
laboratorium yang relevan dengan KIPI dan diagnosis
dari kejadian
• Tindakan, apakah dirawat, dan hasilnya
Tentang tersangka vaksin-vaksin
• Pada keadaan-keadaan bagaimana vaksin dikirim,
kondisi penyimpanan, keadaan vaccine vial monitor,
dan catatan suhu pada lemari es.
• Penyimpanan vaksin sebelum tiba di fasilitas
kesehatan, dimana vaksin ini tiba dari pengelolaan cold
chain yang lebih tinggi, kartu suhu.
Tentang orang-orang lain
• Apakah ada orang lain yang mendapat imunisasi dari
vaksin yang sama dan menimbulkan penyakit.
• Apakah ada orang lain yang mempunyai penyakit
yang sama (mungkin butuh definisi kasus); jika ya
tentukan paparan pada kasus- kasus terhadap tersangka
vaksin yang dicurigai.
• Investigasi pelayanan imunisasi.
3. Menilai • Penyimpanan vaksin (termasuk vial/ampul vaksin
pelayanan yang telah dibuka), distribusi dan pembuangan limbah.
dengan • Penyimpanan pelarut, distribusi.
menanyakan • Pelarutan vaksin (proses dan waktu/jam
tentang: dilakukan).
• Penggunaan dan sterilisasi dari syringe dan jarum .
• Penjelasan tentang pelatihan praktek imunisasi,
supervisi dan pelaksana imunisasi.
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 37
Langkah Tindakan
4. Mengamati • Apakah melayani imunisasi dalam jumlah yang lebih
pelayanan : banyak daripada biasa?Lemari pendingin: apa saja
yang disimpan (catat jika ada kotak penyimpanan yang
serupa dekat dengan vial vaksin yang dapat
menimbulkan kebingungan); vaksin/pelarut apa saja
yang disimpan dengan obat lain, apakah ada vial yang
kehilangan labelnya.
• Prosedur imunisasi (pelarutan, menyusun vaksin,
teknik penyuntikan, keamanan jarum suntik dan
syringe; pembuangan vial-vial yang sudah terbuka).
• Apakah ada vial-vial yang sudah terbuka tampak
terkontaminasi?
[Type text]
UPT Puskesmas Kibin 38
I. Tindak lanjut KIPI
1. Pengobatan
Dengan adanya data KIPI dokter Puskesmas dapat memberikan pengobatan segera. Apabila KIPI tergolong serius harus
segera dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut dan pemberian pengobatan segera.
Tabel 19. Gejala KIPI dan tindakan yang harus dilakukan
No KIPI Gejala Tindakan Keterangan
1 Vaksin
Reaksi local ringan Nyeri,eritema,bengkakdi • Kompres hangat Pengobatan dapat
daerah bekas suntikan< 1cm. Jika nyeri mengganggu dilakukan oleh guru UKS
Timbul<48 jam setelah dapat diberikan atau orang tua
imunisasi parasetamol10mg Berikan pengertian kepada
/kgBB/kali pemberian. ibu/keluarga bahwa hal ini
< 6 bln:60mg/kali dapat sembuh sendiri
pemberian walaupun tanpa obat
6– 12bl:90mg/kali
pemberian
1– 3th:120mg/kali
pemberian
Reaksilokalberat • Eritema/indurasi> 8cm • Kompres hangat Jika tidak ada
(jarangterjadi) • Nyeri, bengkak dan • Parasetamol perubahan hubungi
manifestasi sistemik Puskesmas terdekat.
• Sindrom Guillain- Barre • Lumpuh layu, Rujuk segera ke RS Perlu untuk survey AFP
(jarang terjadi) simetris, asendens untuk perawatan dan
(menjalarkeatas) pemeriksaan lebih
biasanya tungkai lanjut
bawah
• Ataksia
• Penurunan refleksi tendon
• Gangguan menelan
• Gangguan pernafasan
• Neuritis brakialis •• Parestesi
Nyeri dalam terus • Parasetamol
(Neuropati pleksus menerus pada daerah • Bila gejala
brakialis) bahu dan lengan atas menetap rujuk ke
• Terjadi7 jam sd RS untuk
3minggu setelah fisioterapi.
imunisasi
2 Tatalaksana Program
Absesdingin • Bengkak dan keras, nyeri • Kompres hangat Jika tidak ada
daerah bekas suntikan. • Parasetamol perubahan hubungan
Terjadi karena vaksin Puskesmas terdekat
disuntikkan masih dingin
DINAS KESEHATAN
KABUPATEN / KOTA
PUSKESMAS
Alur Pelaporan
Umpan Balik
Logistik imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe dan safety box.
Ketiga kebutuhan tersebut harus direncanakan secara bersamaan dalam jumlah yang
berimbang (system bundling).
a. Perencanaan Vaksin
Dalam menghitung jumlah kebutuhan vaksin, harus diperhatikan
beberapa hal, yaitu jumlah sasaran, jumlah pemberian, targetcakupan
dan indeks pemakaian vaksin dengan memperhitungkan sisa vaksin (stok)
sebelumnya.
Proses Pelayanan imunisasi yang baik merupakan salah satu tolok ukur
kinerja puskesmas yang diperlukan untuk peningkatan mutu pelayanan imunisasi di
Puskesmas Kibin.