Anda di halaman 1dari 123

PERUBAHAN GEOMETRIK JALAN PADA RUAS

(ENREKANG - TORAJA)

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat


Untuk Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Teknik
dan Mencapai Gelar Sarjana Teknik

OLEH

ILHAM YUNUS
45 13 041 216

PROGAM STUDI S1 TEKNIK


JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA
2015 / 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

Rahmat dan Karunia Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan

kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya,

sahabatnya, dan umatnya yang masih turut dengan ajarannya. Amiin.

Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Teknik Universitas Bosowa. Judul yang penulis

ajukan adalah berjudul “PERUBAHAN GEOMETRIK JALAN PADA RUAS

(ENREKANG TORAJA)”

Kelancaran proses penulisan skripsi ini berkat bimbingan, arahan,

dan petunjuk serta kerja sama dari berbagai pihak, baik pada tahap

persiapan, penyusunan hingga terselesainya skripsi ini. Penulis dalam

kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya khususnya kepada Ayah, Ibu yang penulis cintai,

senantiasa memberikan bantuan moril dan dorongan sampai selesainya

studi ini. Ucapan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya

penulis sampaikan pula kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Ir. H.M. Saleh Pallu, M. Eng sebagai Rector

Universitas Bosowa yang telah memberikan ijin penelitian kepada

penulis.

iii
2. Ibu DR. Hamsina, ST, MSi sebagai Dekan Fakultas Teknik

Universitas Bosowa yang telah memberikan ijin penelitian kepada

penulis.

3. Ibu Savitri Prasandi Mulyani, ST. MT sebagai Ketua Program Studi

Fakultas Teknik yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan

arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Abdul Rahim Nurdin, MT sebagai pembimbing I dan

Bapak Ir. Tamrin Mallawangeng, MT sebagai pembimbing II yang

telah memberikan bantuan, bimbingan dan arahan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen yang telah membekali penulis dengan berbagai

ilmu selama mengikuti perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi

ini.

6. Seluruh staf Tata Usaha Universitas Bosowa yang telah

memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan motivasi

demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

8. Teman – teman dan rekan – rekan mahasiswa Universitas Bosowa

yang telah memberikan motivasi dan menyumbangkan tenaga dan

pikiran dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu. Mudah-mudahan segala amalan mereka diterima Allah

sebagai manifestasi ibadah kapada – Nya. Amin

iv
Akhir kata, semoga usulan penelitian ini ada manfaatnya,

khususnya bagi penulis dan umumnya bagi kita semua dalam rangka

menambah wawasan pengetahuan dan pemikiran kita. Penulis menyadari

bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk

itulah kritik dan saran yang sifatnya mendidik dan dukungan yang

membangun, senantiasa penulis terima dengan lapang dada untuk

penyempurnaan skripsi yang lebih baik lagi.

Makassar, Januari 2017

Penulis

Ilham Yunus

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

LEMBAR PENGAJUAN .................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah ........................................................ I - 1

I.2. Maksud dan Tujuan Penelitian ............................................... I - 3

I.3. Batasan Masalah ..................................................................I - 3

I.4. Sistematika Penulisan........................................................... I – 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Geometrik Jalan Raya .................................... II - 1

2.1.1 Umum ........................................................................ II - 1

2.1.2 Klasifikasi Jalan Raya ................................................ II - 2

a. Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan ......................... II - 2

b. Klasifiaksi Menurut Medan Jalan ......................... II - 3

c. Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan II - 4

2.1.3 Kriteria Perencanaan ................................................. II - 5

a. Kendaraan Rencana ............................................. II - 5

b. Kecepatan Rencana.............................................. II - 6

c. Satuan Mobil Penumpang ..................................... II - 8

d. Volume Lalu Lintas................................................ II - 9

e. Data Peta Topografi .............................................. II - 9

f. Jarak Pandang.................................................... II - 10

g. Gaya Sentrifugal ................................................. II - 12

vi
2.2 Penentuan Alinyemen......................................................... II - 24

2.2.1 Alinyemen Horizontal................................................ II - 24

a. Jenis-Jenis Tikungan .......................................... II - 25

b. Superelevasi ....................................................... II - 32

2.2.2 Alinyemen Vertikal .................................................. II - 40

a. Landai maksimum ............................................... II - 42

b. Panjang Landai Kritis .......................................... II - 42

c. Jalur Pendakian .................................................. II - 43

d. Lengkung Vertikal ............................................... II - 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bagan Alir Penelitian............................................................ III - 1

3.2 Gambaran Umum ................................................................ III - 2

3.2.1 Kondisi Existing ........................................................ III - 2

3.2.2 Kondisi Geometrik .................................................... III - 3

3.3 Metodologi Penelitian......................................................... III - 10

3.4 Tahapan Studi.................................................................... III - 10

3.4.1 Survei Pendahuluan ............................................... III - 11

3.4.2 Pengumpulan Data................................................. III - 11

a. Pengumpulan Data Sekunder ............................ III - 11

b. Pengumpulan Data Primer ................................ III – 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Titik Gambaran Umum Kondisi Gemetrik Jalan................... IV - 1

4.2. Data Hasil Penelitian........................................................... IV - 1

4.2.1 Data Skunder............................................................. IV - 1

4.2.2 Data Primer................................................................ IV - 2

vii
4.3. Analisa Perhitungan Geometrik Pada setiap Ruas............. IV - 3

4.3.1. Analisa KM. 249+000 – KM. 249+350........................ IV - 3

a. Perhitungan Jarak dan Sudut ................................ IV - 3

b. Perhitungan Aligment Horizontal ( Tikungan ) ....... IV - 4

4.3.2. Analisa KM. 249+000 – KM. 249+350........................ IV - 6

a. Perhitungan Jarak dan Sudut ................................ IV - 6

b. Perhitungan Aligment Horizontal ( Tikungan ) ....... IV - 7

4.3.3. Analisa KM. 249+000 – KM. 249+350........................ IV - 9

a. Perhitungan Jarak dan Sudut ............................... IV - 9

b. Perhitungan Alignment Horizontal ( Tikungan ).....IV - 10

4.3.4. Analisa KM. 249+000 – KM. 249+350.......................IV - 12

a. Perhitungan Jarak dan Sudut ...............................IV - 12

b. Perhitungan Aligment Horizontal ( Tikungan ) ......IV - 13

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kesimpulan ............................................................................. V - 1

5.2 Saran ...................................................................................... V - 2

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Menurut Medan Jalan II – 3

Tabel 2.2. Dimensi Kendaraan Rencana II – 6

Tabel 2.3. Kecepatan Rencana II – 7

Tabel 2.4. Dimensi Kendaraan Maksimum II – 7

Tabel 2.5. Kecepatan Rencana (Vr) II – 7

Tabel 2.6. Jenis Kendaraan dan Kondisi Medan II – 8

Tabel 2.7. Detail Nilai SMP II – 8

Tabel 2.8. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Lalu Lintas II – 9

Rata - Rata

Tabel 2.9. Syarat untuk Menentukan Jarak Pandang II – 11

Henti Minimum

Tabel 2.10. Besarnya R minimum dan D maksimum Untuk II – 19

Beberapa Kecepatan Rencana

Tabel 2.11. Nilai Landai Relatif Maksimum berdasarkan Empiris II – 22

Tabel 2.12. Jari – Jari Tikungan Yang Tidak Memerlukan II – 25

Lengkung Peralihan

Tabel 2.13. Panjang Minimum Bagian Peralihan II – 40

Tabel 2.14. Landai Maksimum II – 42

Tabel 2.15. Panjang Kritis Pada Kelandaian II – 43

Tabel 2.16. Panjang Lengkung Peralihan Minimum dan II – 45

Superelevasi Yang Dibutuhkan

Tabel 2.17. Besaran Nilai P* dan K* II – 46

ix
x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan era globalisasi diberbagai sektor, misalnya sektor

ekonomi, pendidikan, pariwisata dan teknologi hal ini harus didukung

dengan adanya lalu lintas dan angkutan jalansebagai bagian dari sistem

transportasi Nasional yang cepat, aman dan nyaman. Untuk memenuhi

hal tersebut perlu perencanaan geometrik jalan yang dititik beratkan pada

perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari

jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan

pengembangan wilayah khususnya di daerah Sulawesi Selatan.,

Dalam lingkup perencanaan geometrik tidak termasuk perencanaan

tebal perkerasan jalan, walaupun perkerasan merupakan bagian dari

perencanaan geometrik sebagai bagian dari perencanaan jalan. Yang

menjadi tujuan dari perencanaan geometrik adalah menghasilkan infra

struktur yang aman dan tingkat keselamatan yang tinggi yang di berikan

bagi pengguna jalan.

Laju pertumbuhan lalu lintas jalan raya sering kali tidak sesuai dengan

pertumbuhan pemakai jalan raya yang direncanakan. Hal ini menimbulkan

berbagai macam masalah serius jika tidak ditangani dan direncanakan

sejak dini. Masalah geometrki misalnya, perencanaan tikungan,

kecepatan rencana dan kelandaian yang tidak sejalan dengan

I-1
pertumbuhan kendaraan, bisa menimbulkan masalah baru. Untuk

mengetahui kelayakan tersebut perlu adanya peninjauan ulang/observasi

untuk mendapatkan data yang diinginkan. Data tersebut dianalisis dan

dilakukan penanganan yang tepat.

Banyaknya geometrik tikungan yang sering kali menyebabkan

terjadinya banyak kecelakaan, dikarenakan jarak pandang, radius

tikungan, kecepatan rencana, pelebaran perkerasan di tikungan,

kelandaian jalan yang tidak sesuai pedoman dari aspek jalan yang

berlaku, dan lain sebagainya, maka perlu adanya peninjauan kembali

jalan dengan tikungan-tikungan yang membahayakan pengguna jalan.

Namun ada sebuah lokasi yang menjadi perhatian saya yaitu ruas jalan

ENREKANG – TORAJA yang ada di Provinsi SULAWESI SELATAN

yang berkarakter daerah pegunungan yang berkelok-kelok sering terjadi

kecelakaan di ruas jalan tersebut, Berdasarkan data dari kepolisian dan

Dinas Perhubungan pada ruas jalan Enrekang - Toraja KM. 249+000 –

KM. 249+600, KM. 254+900 – KM. 255+200, KM. 255+600 – KM.

256+000, KM. 279+050 – KM. 279+400. Terjadi kecelakaan lalu lintas di

akibatkan karena tikungan jalan dan R yang tidak sesuai ada beberapa

tikungan yang ada pada ruas jalan tersebut sering terjadi kecelakaan.

Dalam pengkajian teknis saya secara umum kondisi tersebut menjadi

suatu masalah mengingat kabupaten Toraja memiliki berbagai pesona

alam yang menarik wisatawan loka maupun wisatawan asing untuk

I-2
berkunjung ke daerah toraja, dan salah satu akses kedaerah tersebut

melaluil ruas Enrekang – Toraja merupakan jalur lintas nasional.

Sistem jaringan jalan di Sulawesi Selatan merupakan bagian dari

konsep Trans Sulawesi dimana sangat penting dan perlu mendapat

perhatian untuk penanganannya,

Melihat berbagai aspek dan uraian penjelasan di atas, maka saya

berupaya mengambil salah satu judul tugas akhir dengan judul :

“PERUBAHAN GEOMETRIK JALAN PADA RUAS (ENREKANG

TORAJA) “

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

A. Maksud Penulisan

Meninjau ulang geometrik jalan dengan metode dan syarat teknik

kementerian pekerjanaan umum di provinsi pada ruas jalan Enrekang

Toraja.

B. Tujuan Penulisan

Menganalisis dan meremcanakan geometrik sesuai dengan syarat

teknik bina marga di Ruas jalan Enrekang -Toraja.

1.3 BATASAN MASALAH

Adapaun batasan masalah dalam kajian teknis kami adalah

sebagai berikut :

I-3
1. Lokasi Penelitian Ruas Jalan jalan Enrekang - Toraja KM.

249+000 – KM. 249+350, KM. 254+900 – KM. 255+125, KM.

255+650 – KM. 255+950, KM. 279+050 – KM. 279+335.

2. Merencanakan geometrik jalan dengan metode Bina Marga

3. Tidak merencanakan tebal perkerasan (struktur)

4. Tidak menghitung biaya pekerjaan.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini disajikan dalam lima bab

yang berurutan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang

masalah, maksud dan tujuan kajian teknis, batasan masalah, dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas tentang teori - teori dan penjelasan yang

menyangkut kajian teknis yang akan saya lakukan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang gambaran umum lokasi penelitian, dan

dalam penilitian ini penulis menggunakan pengumpulan data dari

pihak terkait seperti Satuan Lakalantas Polres Maros, P2JN

Sulawesi - Selatan, survey lapangan dan perbandingan studi yang

I-4
relevan untuk mendapatkan parameter-parameter yang dibutuhkan

untuk bahan analisis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil desain geometrik jalan yang telah

diterapkan dilokasi tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan analisis, pemetaan dan acuan teknis akan

dibuat secara sistematis dan saran mengenai pengembangan

rekayasa lalu lintas di lokasi tersebut.

I-5
gBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Geometrik Jalan Raya

2.1.1 Umum

Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan

dimana bentuk dan ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan

beserta bagian bagiannya disesuaikan dengan kebutuhan serta sifat lalu

lintas yang ada. Dengan perencanaan geometrik ini diharapkan dapat

diciptakan hubungan yang harmonis antara waktu dan ruang sehubungan

dengan kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan

efisiensi, keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas

ekonomi yang layak (PPGJR No. 13/1970).

Tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infra

struktur yang aman, efisien pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan

rasio tingkat penggunaan biaya pelaksanaan ruang.

Yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat, gerakan,

ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerakan

kendaraannya dan karakteristik arus lalu lintas.

Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan

perencanaan sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang

gerak kendaraan yang memenuhi tingkat keamanan dan kenyamanan

yang diharapkan.

II - 1
Perencanaan konstruksi jalan raya membutuhkan data – data

perencanaan yang meliputi data lalu lintas, data topografi, data

penyelidikan tanah, data penyelidikan material dan data penunjang lainnya.

Semua data ini sangat diperlukan dalam merencanakan suatu konstruksi

jalan raya, karena data ini memberikan gambaran yang sebenarnya dari

kondisi suatu daerah dimana ruas jalan ini akan dibangun. Dengan

adanya data - data ini, kita dapat menentukan geometrik dan tebal

perkerasan yang diperlukan dalam merencanakan suatu konstruksi

jalan raya (Sukirman, 1999).

2.1.2 Klasifikasi Jalan Raya

Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali harus

diidentifikasikan sebelum melakukan perancangan jalan. Karena kriteria

desain suatu rencana jalan yang ditentukan dari standar desain yang telah

ditentukan oleh klasifikasi jalan . Klasifikasi jalan dibagi dalam beberapa

kelompok (TPGJAK,1997), yaitu :

a. Klasifikasi menurut fungsi jalan, terbagi atas:

- Jalan Arteri

Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan

ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan

masuk dibatasi secara efisien.

II - 2
- Jalan Kolektor

Jalan Kolektor adalahj jalan yang melayani angkutan

pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan

rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

- Jalan Lokal

Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan

ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah

jalan masuk tidak dibatasi.

- Jalan Lingkungan

Jalan Lingkungan adalah jalan yang melayani lingkungan setempat

dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan

jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

b. Klasifikasi Menurut Medan Jalan

- Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar

kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi

menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat

dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Medan Jalan

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1997)

II - 3
- Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus

mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana

trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian

kecil dari segmen rencana jalan tersebut.

c. Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan

Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaan jalan sesuai PP.

No. 26/1985a dalah jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/

kotamadya, jalan desa, dan jalan khusus.

Jalan nasional merupakan jalan arteri dan kolektor dalam sistem

jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi

dan jalan strategis nasional serta jalan tol.

- Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer

yang menghubungkan ibu kota provinsi dan ibu kota kabupaten.

- Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer

yang menghungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan

serta jalan umum dalam jaringan jalan sekunder dalam suatu wilayah

kabupaten.

- Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang

fungsinya menghubungkan pusat pelayanan dalam kota, pusat

pelayanan dengan persil serta antar permungkiman dalam kota.

- Jalan desa adalah jalan umum yang berfungsi menghubungkan

wilayah pemungkiman dalam desa.

II - 4
- Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,

perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.

2.1.3 Kriteria Perencanaan

Dalam perancangan jalan, bentuk geometrik jalan terdapat

parameter- parameter perencanaan yang merupakan penentu tingkat

kenyamanan dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik

jalan.

a. Kendaraan Rencana

1. Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius

putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.

Untuk perencanaan, setiap kelompok diwakili oleh satu ukuran

standar. Dan ukuran kendaraan rencana untuk masing-masing

kelompok adalah ukuran terbesar yang mewakili kelompoknya.

2. Berdasarkan dari bentuk, ukuran, dan daya dari kendaraan-kendaraan

yang mempergunakan jalan kendaraan-kendaraan tersebut

dikelompokkan menjadi tiga kategori (TPGJAK, 1997) :

a. Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang.

b. Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem dan bus besar 2

as.

c. Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.

II - 5
Tabel 2.2 Dimensi Kendaraan Rencana

(Sumber : tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, 1997)

b. Kecepatan rencana

Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan

perencanaan setiap bagian jalan raya seperti : tikungan, kemiringan jalan,

jarak pandang, kelandaian jalan, dan lain–lain. Kecepatan rencana

tersebut merupakan kecepatan tertinggi menerus dimana kendaraan

dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu sepenuhnya bergantung

dari bentuk jalan.

Kecepatan rencana tergantung kepada :

a. Kondisi pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan.

b. Sifat fisik jalan dan keadaan medan disekitarnya.

c. Cuaca.

d. Adanya gangguan dari kendaraan lain . Batasan kecepatan yang

diijinkan.

Kecepatan rencana inilah yang dipergunakan untuk dasar

perencanaan geometrik (alinyemen). Kecepatan rencana dari masing–

masing kendaraan dapat ditetapkan pada tabel 2.3.

II - 6
Tabel 2.3 Kecepatan Rencana (V R) Sesuai Klasifikasi Dan Kelas

Jalan

(Sumber : tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, 1997)

Tabel 2.4 Kalsifikasi Jalan Secara Umum Menurut Kelas, Dimensi

Kendaraan Maksimum, Dan Muatan Sumbu Terberat (MST)

(Sumber : tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, 2004)

Tabel 2.5 kecepatan rencana (VR) sesuai klasifikasi jalan dikawasan

perkotaan

(Sumber : tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, 2004)

II - 7
c. Satuan Mobil Penumpang ( SMP )

Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah angka satuan kendaraan

dalam hal kapasitas jalan, dimana setiap mobil penumpang memiliki satu

SMP. SMP untuk jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat

dilihat pada tabel 2.6. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual

Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) No. 036/TBM/1997.

Tabel 2.6 Jenis Kendaraa dan Kondisi Medan

(Sumber : tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, 1997

Tabel 2.7 Detail Nilai SMP

(Sumber : tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, 2004)

II - 8
d. Volume lalu lintas

Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang

melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam,

menit). Volume lalu lintas dalam SMP ini menunjukkan besarnya jumlah

Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) yang melintasi jalan tersebut. Dari Lalu

Lintas Rata-rata (LHR) yang didapatkan kemudian dapat diklasifikasikan

seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.8 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Lalu Lintas Rata-Rata

(LHR)

(Sumber : tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota, 2004)

Lalu lintas Harian Rata – rata Tahunan (LHRT)

Lalu lintas yang menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu

titik pengamatan selama 24 jam dalam satu tahun penuh.

e. Data peta topografi

Pengukuran peta topografi dimaksudkan untuk mengumpulkan

data topografi yang cukup untuk kebutuhan perencanaan dan dilakukan

pada sepanjang ruas jalan yang direncanakan. Hasil dari pengukuran ini

II - 9
digunakan dalam perencanaan geometrik. Pengukuran peta topografi

dilakukan pada sepanjang trase jalan rencana dengan mengadakan

tambahan dan pengukuran detail pada tempat-tempat yang memerlukan

realinyemen dan tempat-tempat persilangan dengan sungai atau jalan

lain, sehingga memungkinkan didapatkannya trase jalan yang sesuai

dengan standar. Pekerjaan pengukuran ini terdiri dari beberapa kegiatan

yakni:

1. Kegiatan perintisan untuk pengukuran, dimana secara garis lurus

ditentukan kemungkinan rute alternatif dari trase jalan.

2. Kegiatan pengukuran yang meliputi:

a. Penentuan titik kontrol vertikal dan horizontal yang dipasang setiap

interval 25m, 50m atau 100 m pada rencana as jalan.

b. Pengukuran situasi selebar kiri kanan right of way dari jalan yang

dimaksud dan disebutkan tata guna tanah sekitar trase jalan.

c. Pengukuran penampang melintang (cross section) dan penampang

memanjang (long section).

d. Perhitungan perencanaan desain jalan dan penggambaran peta

topographi berdasarkan atas koordinat titik-titik kontrol diatas.

f. Jarak pandang

Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang

pengemudi pada saat mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika

pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan pengemudi

dapat melakukan sesuatu (antisipasi) untuk menghindari bahaya tersebut

II - 10
dengan aman (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,

1997).

Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh

setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman

begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik disepanjang jalan

harus memenuhi ketentuan jarak pandang henti. Jarak pandang henti

diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm

dan panjang halangan 15 cm yang diukur dari permukaan jarak. (Tata

Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997).

Jarak pandang henti terdiri dari 2 elemen, yaitu :

- Jarak tanggap (Jht)

Jarak yang dibutuhkan oleh pengemudi sejak pengemudi

melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti

sampai saat pengemudi menginjak rem.

- Jarak Pengereman (Jhr)

Jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak

pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti

Syarat untuk menentukan jarak pandang henti minimum dapat dilihat


pada tabel 2.9.
Tabel 2.9 Syarat Untuk Menentukan Jarak Pandang Henti Minimum

II - 11
g. Gaya Sentrifugal

Apabila suatu kendaaan bergerak dengan kecepatan tetap V pada

bidang datar atau miring dengan lintasan berbentuk suatu lengkung

seperti lingkaran, maka pada kendaraan tersebut bekerja gaya kecepatan

V dan gaya sentrifugal F. gaya sentrifugal mendorong kendaraan secara

radial keluar dari lajur jalannya, berarah tegak lurus terhadap gaya

kecepatan V. Gaya ini menimbulkan rasa tidak nyaman pada si

pengemudi.

Gaya sentrifugal (F) yang terjadi F = m a

Dimana :

m = massa = G/g

G = berat kendaraan

g = gaya gravitasi bumi

a = percepatan sentrifugal

V2/R V = kecepatan kendaraan

R = jari-jari lengkung lintasan

Dengan demikian besarnya gaya sentrifugal dapat ditulis sebagai berikut :


2
GV ................................................................ ( 1 )
F
g R

Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap pada

sumbu lajur jalannya, maka perlu adanya gaya yang dapat mengimbangi

gaya tersebut sehingga terjadi suatu keseimbangan :

II - 12
1. Gaya Gesekan Meintang (Fs) Antara Ban Kendaraan Dan

Permukaan Jalan

Gaya gesekan melintang (Fs) adalah besarnya gesekan yang

timbul antara ban dan permukaan jalan dalam arah melintang jalan yang

berfungsi untuk mengimbangi gaya sentrifugal.

Perbandingan antara gaya gesekan melintang dan gaya normal

yang bekerja disebut koefisien gesekan melintang. Besarnya koefisien

gesekan melintang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis dan

kondisi ban, tekanan ban, kekerasan permukaan perkerasan, kecepatan

kendaraan, dan keadaan cuaca. Akan menyebabkan rasa tidaknyaman

bagi pengemudi yang mengendarai kendaraannya dengan kecepatan

rendah.

Gambar 2.1 Koefisien gesekan melintang maksimum untuk

desain

II - 13
 Keadaan lingkungan, perkotaan (urban) atau luar kota (rural).

Di dalam kota kendaraan bergerak lebih perlahan-lahan, banyak

terdapat persimpangan-persimpangan, rambu-rambu lalu lintas yang

harus diperhatikan, arus pejalan kaki, arus lalu lintas yang lebih

padat, sehingga sebaiknya superelevasi maksimum perkotaan dipilh

lebih kecil daripada di luar kota.

 Komposisi jenis kendaraan dari arus lalu lintas.

Banyaknya kendaraan berat yang bergerak lebih lambat serta

adanya kendaraan yang ditarik oleh hewan atau kendaraan tak bermesin,

mengakibatkan gerak arus lalu lintas menjadi tidak menentu. Pada

kondisi ini sebaiknya dipilih superelevasi maksimum yang lebih rendah.

Terdapatnya faktor-faktor yang membatasi seperti yang disebutkan

di atas serta timbulnya hal-hal tersebut tidaklah sama untuk setiap

tempat, maka dengan demikian akan terdapat beragam nilai superelevasi

maksimum jalan yang diperbolehkan untuk setiap tempat dan Negara.

Untuk daerah yang licin akibat sering turun hujan atau kabut

sebaiknya e maksimm 8%menurut AASTO dan 10% untuk Bina Marga,

dan di daerah perkotaan dimana sering kali terjadi kemacetan dianjurkan

menggunakan e maksimum 4% - 6%. Pada daerah persimpangan tempat

pertemuan beberapa jalur jalan, e maksimum yang dipergunakan

sebaiknya rendah, bahkan dapat tanpa superelevasi. AASHTO

menganjurkan pemakaian beberapa nilai superelevasi maksimum yaitu

0.04, 0.06, 0.08, 0.10, dan 0.12. Indonesia pada saat ini umumnya

II - 14
mengambil nilai 0,08 dan 0,10. Bina Marga (luar kota) menganjurkan

superelevasi maksimum 10 % untuk kecepatan rencana > 40 km/jam dan

8 % untuk kecepatan rencana 30 km/jam, sedangkan untuk jalan di

dalam kota dapat dipergunakan suerelevasi maksimum 6%. Untuk

keepatan rencana < 80 km/jam berlaku f = -0,00065 V + 0,192 dan untuk

kecepatan rencana antara 80 - 112 km/jam berlaku f = - 0,00125 V +

0,24.

2. Kemirigan melintang permukaan pada lengkung horizontal

(superelevasi)

Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya sentrifugal

diperoleh dengan membuat kemiringan melintang jalan. Kemiringan

melintang jalan pada lengkung horizontal yang bertujuan untuk

memperoleh komponen berat kendaraan guna mengimbangi gaya

sentrifugal biasanya disebut superelevasi. Semakin besar superelevasi

semakin besar pula komponen berat kendaraan yang diperoleh.

Supereleasi maksimum yang dapat dipergunakan pada suatu jalan

raya dibatasi oleh beberapa keadaan seperti :

 Keadaan cuaca, seperti sering turun hujan, berkabut. Di daerah yang

memiliki 4 musim, superelevasi maksimum yang dipilih dipengaruhi

juga oleh sering dan banyaknya salju yang turun.

 Jalan yang berada di daerah yang sering turun hujan, berkabut, atau

sering turun salju, superelevasi maksimum lebih rendah dari pada

jalan yang berada di daerah yang selalu bercuaca baik.

II - 15
 Keadaan medan, seperti datar, berbukit-bukit atau pegunungan. Di

daerah datar superelevasi maksimum dapat dipilih lebih tinggi dari

pada di daerah berbukit - bukit, atau di daerah pegunungan. Dalam

hal ini batasan superelevasi maksimum yang dipilih lebih ditentukan

dari kesukaran yang dialami dalam hal pembuatan dan pelaksanaan

dari jalan dengan superelevasi maksimum yang besar. Di

samping itu superelevasi maksimum yang terlalu tinggi.

3. Rumus Umum Lengkung Horizontal

Gesekan melintang antara ban kendaraan dengan permukaan

jalan bersama-sama dengan komponen berat kendaraan akibat adanya

kemiringan melintang lengkung horizontal digunakan untuk mengimbangi

gaya sentrifugal yang timbul.

Gaya-gaya yang bekerja yaitu gaya sentrifugal F, berat kendaraan

G, dan gaya gesekan antara ban dan permukaan jalan Fs.

Ketajaman lengkung horizontal dapat dinyatakan dengan

besarnya radius dari lengkung tersebut atau dengan besarnya derajat

lengkung.

Derajat lengkung adalah besarnya sudut lengkung yang

menghasilkan panjang busur. Semakin besar R semakin besar D dan

semakin tumpul lengkung horizontal rencana. Sebaliknya semakin kecil

R, semakin besar D dan semakin tajam lengkung horizontal yang

direncanakan.

II - 16
Gambar 2.2 Korelasi antara derajat lengkung (D)dan radius langkung (R)

4. Radius Minimum Atau Derajat Lengkung Maksimum

Dari persamaan :

+ = ........................................................ ( 2 )

Terlihat bahwa besarnya radius lengkung horizontal dipengaruhi

oleh nilai e dan f serta nilai kecepatan rencana yang ditetapkan. Ini berarti

terdapat nilai radius minimum atau derajat lengkung maksimum untuk

nilai superelevasi maksimum dan koefisien gesekan melintang

maksimum. Lengkung tersebut dinamakan lengkung tertajam yang dapat

direncanakan untuk satu nilai kecepatan rencana yang dipilih pada satu

nilai superelevasi maksimum.

Berdasarkan pertimbangan peningkatan jalan dikemudian hari

sebaiknya dihindarkan merencanakan alinyemen horizontal jalan dengan

II - 17
mempergunakan radius minimum yang menghasilkan lengkung tertajam

tersebut. Di samping sukar menyesuaikan diri dengan peningkatan jalan

juga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pengemudi yang bergerak

dengan kecepatan lebih tinggi dari kecepatan rencana. Harga radius

minimum ini sebaiknya hanya merupakan harga batas sebagai petunjuk

dalam memilih radius untuk perencanaan R minimum dapat ditentukan

dengan mempergunakan rumus tersebut dibawah ini.

R min = ....................................... ( 3 )
(

Tabel 2.10. memberikan nilai R minimum yang dapat

dipergunakan untuk superelevasi maksimum 8 % dan 10 % serta untuk

koefisien gesekan melintang maksimum sehubungan dengan nilai

kecepatan rencana yang dipilih.

II - 18
Tabel 2.10. Besarnya R minimum dan D Maksimum Untuk Beberapa
Kecepatan Rencana

(Sumber : dasar – dasar Perencanaan Geometrik Jalan, 1999)

5. Kemiringan Melintang Jalan Lurus

Pada jalan lurus kendaraan bergerak tanpa membutuhkan

kemiringan melintang jalan. Tetapi agar air hujan yang jatuh di atas

permukaan jalan cepat mengalir kesamping dan masuk ke selokan

samping, maka dibuatkan kemiringan melintang jalan yang umum yang

II - 19
disebut sebagai kemiringan melintang normal. Besarnya kemiringan

melintang normal ini sangat tergantung dari jenis lapis permukaan yang

dipergunakan. Semakin kedap air muka jalan tersebut semakin landai

kemiringan melintang jalan yang dibutuhkan, sebaliknya lapis permukaan

yang bisa dirembesi oleh air harus mempunyai kemiringan lintang jalan

yang cukup besar, sehingga kerusakan konstruksi perkerasan dapat

dihindari. Besarnya kemiringan melintang ini (=en) berkisar antara 2 – 4%

Jika kendaraan melakukan membelok ke kiri dan kendaraan

bergerak disebelah kiri, maka pada bentuk kemiringan normal, kendaraan

tersebut sudah memiliki superelevasi sebesar en. Tepai jika kendaraan

membelok ke kanan, en memberikan superelevasi negatif.

6. Landai Relatif

Proses pencapaian kemiringan melintang sebesar superelevasi

dari kemiringan melintang normal pada jalan lurus sampai kemiringan

melintang sebesar superelevasi pada lengkung berbentuk busur

lingkaran, menyebabkan peralihan tinggi perkerasan sebelah luar dari

dari elevasi kemiringan normal pada jalan lurus ke elevasi sesuai

kemiringan superelevasi pada busur lingkaran.

Landai relatif (1/m) adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan

elevasi tepi perkerasan sebelah luar sepanjang lengkung peralihan.

Perbedaan elevasi dalam hal ini hanya berdasarkan tinjauan perubahan

bentuk penampang melintang jalan, belum merupakan gabungan dari

perbedaan elevasi akibat kelandaian vertikal jalan.

II - 20
Menurut Bina Marga Menurut AASHTO

Landai relatif Landai relatif

( . ) ( )

Dimana :

1/m = landai relative

Ls = panjang lengkung peralihan

B = lebar jalur 1 arah, m

E = superelevasi m/m

en = kemiringan melintang normal, m/m

Besarnya landai relatif maksimum dipengaruhi oleh kecepatan

dari tingkah laku pengemudi. Pada jalan berlajur banyak maka

pencapaian kemiringan tidak dapat mempergunakan data di atas dengan

begitu saja. Dari pengamatan secara empiris diperoleh bahwa

pencapaian kemiringan untuk jalan 3 lajur adalah 1,2 kali dari panjang

pencapaian kemiringan untuk jalan 2 lajur, jalan dengan 4 lajur

memerlukan panjang pencapaian 1,5 kali panjang pencapaian untuk

jalan 2 lajur, dan untuk jalan 6 lajur panjang pencapaian yang diperlukan

adalah 2 kali panjang pencapaian untuk jalan 2 lajur.

II - 21
Tabel 2.11. Nilai Kelandaian Realtif Maksimum Berdasarkan Empiris

(Sumber : dasar – dasar Perencanaan Geometrik Jalan, 1999)

Dari batasan landai relative maksimum dapat ditentukan panjang

lengkung peralihan minimum yang dibutuhkan :

Menurut Bina Marga Menurut AASHTO

Landai relatif Landai relatif

m ≥ m maks m ≥ m maks

( . ) ( )

Ls ≥ (e+en)B mmaks Ls ≥ (e)B mmaks

II - 22
Gambar 2.3. Landai Relatif Maksimum Berdasarkan Bina Marga

7. Panjang lengkung peralihan (Ls) perencanaan

Panjang lengkung peralihan Ls yang dipilih untuk perencanaan

merupakan panjang terpanjang dari pemenuhan persyaratan untuk :

a. Kelandaian relatif maksimum yang dipergunakan.

b. Panjang lengkung pealihan bedasarkan modifikasi SHORTT.

c. Lama perjalanan yang dilakukan pengemudi selama 2 detik menurut

AASHTO dan 3 detik menurut Bina Marga (luar kota) yang berguna

untuk menghindari kesan patahnya tepi perkerasan.

II - 23
d. Bentuk tikungan.

.Tabel 2.12 memberikan panjang lengkung peralihan minimum

yang diperoleh dari panjang terpanjang dari ketiga kondisi a, b, dan c di

atas, dan besarnya superelevasi yang dibutuhkan untuk setiap radius

yang dipilih pada kecepatan rencana tertentu dan superelevasi

maksimum = 10%. Kelandaian relatif maksimum yang dipergunakan dan

dasar pengukuran panjang lengkung peralihan Ls mengikuti yang

diberikan oleh AASHTO.

Keterangan :

LN = lereng jalan normal di asumsikan = 2%

LP = lereng luar di putar sehingga perkerasan mendapatkan

superelevasi sebesar lereng jalan normal = 2%

Ls = diperhitungkan dengan mempertimbangkan rumus modifikasi

short, Landai relati maksimum jarak tempuh 2 detik, dan lebar

perkerasan 2 x 3,75 m

Jika suatu dari besaran-besaran tersebut adalah.

Ls = Panjang lengkung spiral, m

R = jari- jari busur lingkaran, m

V = kecepatan rencana,km/jam

C = perubahan percepatan, m/ det,yg bernilai antara 1-3 m/ det .

LS = 0,022

Untuk mengimbamgi gaya sentrifugal sebenarnya telah dibuat

II - 24
superelevasi oleh kerena itu gaya yg bekerja adalah gaya sentrifugal dan

komponen berat kendaraan akibat dibuatkannya kemiringan melintah

sebesar superelevasi degan demikian rumus SHORTT menjadi:

8. Pelebaran Pada Daerah Tikungan

Pelebaran pada lengkugan horizontal harus dilakukan secara

perlahan lahan dimulai dari awal lengkugan ke bentuk lengkugan penuh

dan sebaliknya hal ini bertujuan untuk memberikan bentuk lintasan yang

baik bagi kendaraan yg hendak memasuki lengkugan atau

meninggalkannya pada lengkung lengkung lingkaran sederhana tanpa

munggunakan lengkung peralihan pelebaran perkerasan dapat dilakukan

di sepanjang lengkung peralihan fiktif yaitu bertepatan degan tempat

perubahan kemirigan melintang yaitu sesuai degan pencapaian kemirigan

pencapaian pelebaran sebesar nya diadakan pada bagian lengkung pada

lengkung lengkung degan menggunakan lengkung peralihan tambahan

lebar perkerasan di lakukan pada tepi dalam saja atau dibagi sama pada

kedua sisi lengkung panjang pencapaian pelebaran dalam hal ini sesuai

degan panjang pencapaian kemiringan diadakan sepanjang busur

peralihan yg bersangkutan apabila standar minimum seperti disebutkan

diatas sulit untuk di capai di pertimbangkan cara penyelesaian lain

misalnya :

Apabila panjang keritis melebibihi stsndar yg ada dapat di usahakan

untuk memperlebar jalan atau menyediakan tempat perhentian

II - 25
sementara untuk digunakan sewaktu- waktu pada saat darurat

Pada suatu lengkung cembung bila mana jarak pandangan yg

dihitung untuk suatu kecepatan rencana,terlalu pendek,maka harus di

pasang tanda lalu lintas pada kedua sisi lengkung cembung tersebut

untuk memberikan peringatan pada pengendara, Pelebran Jalan di

daerah tikungan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan rumus


,
Z= .....................................................................

Dimana : V = Kecepatan Renana ( Km/Jam )

R = Radius Lengkung ( meter )

2.2 Penentuan Alinyemen

2.2.1 Alinyemen horizontal

Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak

lurus bidang datar peta (trase). Trase jalan biasa disebut situasi jalan,

secara umum menunjukan arah dari jalan yang bersangkutan. (Sukirman,

1999).

Desain alinyemen horizontal sangat dipengaruhi oleh kecepatan

rencana yang ditentukan berdasarkan tipe dan kelas jalan. Pada

perencanaan alinyemen horizontal, umumnya akan ditemui dua jenis

bagian jalan, yaitu bagian lurus dan bagian lengkung. Umumnya tikungan

terdiri dari tiga jenis tikungan, yaitu :

II - 26
a. Jenis – jenis tikungan

1. Tikungan Full Circle (F-C)

Full circle adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu

lingkaran saja. Tikungan full circle hanya digunakan untuk R (jari-jari

tikungan) yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil

maka diperlukan superelevasi yang besar. Jari-jari tikungan untuk

tikungan jenis full circle ditunjukkan pada tabel 2.11

Tabel 2.12. Jari – Jari Tikungan Yang Tidak Memerlukan

Lengkung Peralihan

Gambar 2.3. Landai Relatif Maksimum Berdasarkan Bina Marga

II - 27
Gambar 2.4. Tikungan Full Circle

Keterangan :

PI =Nomor Station (Point of Interaction)

R =Jari- jari tikungan (meter)

= Sudut tangen (o)

TC =Tangen Circle

CT =Circle Tangen

T =Jarak antara TC dan PI

L =Panjang bagian tikungan

E =Jarak PI ke lengkung peralihan

Perhitungan Data Kurva :

Ls = 0 ................................................... ( 4 )

Tc = Rc tan(0,5 ) ............................................. ( 5 )

II - 28
( / )
Ec = /
.............................................. ( 6)

Ec = Tc tan1/4 .............................................. ( 7 )

Lc = Rc ( ) ......................... ( 8 )

Lc = 0,01745 Rc ( ) .............. ( 9 )

Lc = Rc ( ) ......................... ( 10 )

Syarat Pemakaian :

Rc > Rmin

a. Tergantug dari harga V rencana dan nilai R

b. ∆C = 0

c. Lc = 20

2. Tikungan Spiral - Spiral (S -- S)

Bentuk tikungan ini digunakan pada daerah-daerah perbukitan atau

pegunungan, karena tikungan jenis ini memilki lengkung peralihan yang

memungkinkan perubahan menikung tidak secara mendadak dan

tikungan tersebut menjadi aman.

Lengkung spiral merupakan peralihan dari suatu bagian lurus

ke bagian lingkaran (circle) yang panjangnya diperhitungkan dengan

mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal dari nol sampai

mencapai bagian lengkung. Jari-jari yang diambil untuk tikungan spiral-

circle- spiral haruslah sesuai dengan kecepatan rencana dan tidak

mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang melebihi harga

II - 29
maksimum yang telah ditentukan.

Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana

ditentukan berdasarkan :

- Kemiringan tikungan maksimum.

- Koefisien gesekan melintang maksimum.

Ketentuan dan rumus yang digunakan untuk jenis tikungan ini adalah

sebagai berikut :

Gambar 2.5 Tikungan Spiral – Spiral

Qs = ½ β ..............................................,,,,,,,..............,............. ( 19)

Ls = ....................................................................,............ ( 20 )

= − (1− ) ...........................................,............ ( 21 )

= − − sin ........................................,,,,,,,......... ( 22 )

L= 2 Ls ........................................,,,,,,,........ ( 23 )

II - 30
=( + ) 1 − .....................................,,,......... ( 24 )
2

=( + ) 1 + ...............................................,,,... ( 25 )
2

Keterangan:

Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dan titik TS ke SC (m).

Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus pada garis tangen (m).

Ls = panjang lengkung peralihan (m).

L’ = panjang busur lingkaran (dari titik SC ke CS) (m).

Ts = panjang tangen (dan titik PI ke TS atau ke ST) (m).

TS = titik dari tangen ke spiral (m).

SC = titik dari spiral ke lingkaran (m).

Es = jarak dari PI ke lingkaran (m).

R = jari-jari lingkaran (m).

P = pergeseran tangen terhadap spiral (m).

K = absis dari p pada garis tangen spiral m)

S = sudut lengkung spiral (º)

Syarat Pemakaian :

a. Kontrol perhitungan 2 Ls < 2 Tt, Ls > Ls min

Pada lengkun spiral – spiral sudut spiral harus sama dengan ½ sudut

β dan Lc=0. Radius minimum untuk jenis lengkung spiral – spiral adalah

radius yang menghasilkan kelandaian relatif <kelandaian relatif

maksimum. jika Lc <20 dan Ls > Ls minimum

II - 31
3. Tikungan Spiral - Circle – Spiral

Bentuk tikungan ini digunakan pada keadaan yang sangat tajam.

Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur

lingkaran, sehingga SC berimpit dengan titik CS. Adapun semua rumus

dan aturannya sama seperti rumus spiral-circle-spiral, yaitu :

Gambar 2.6. Tikungan Spiral-Circle-Spiral

= ............................................................................. (11)

= −2 ........................................................................ (12)

= 2 ................................................................... (13)

= +2 .......................................................................... (14)

= − (1− ) .................................................... (15)

II - 32
= − − ..................................................... (16)

=( + ) 1 − .................................................. (17)
2

=( + ) 1 + ...................... ............................. (18)


2

Keterangan :

Ts = Titik perubahan dari tangen ke spiral

SL = Titik Perubahan dari spiral ke Lingkaran

L = Panjang Bagian spiral ke Tengah

TC = Tangen Circle

ST = Perubahan dari spiral ke tangen

Ls = Panjang total spiral dari Ts sampai SL

Δ = Sudut lengkungan

Tt = Panjang tangen total yaitu jarak antara RP dan ST

Es = Jarak tangen total yaitu jarak antara RP dan titik tangen

busur lingkaran

syarat Pemakaian :

b. ∆C > 0

c. Lc > 20

Lengkung Spiral Merupakan peralihan bagian lurus ke bagian circle

panjang Lengkung Peralihan ( Spiral ) di perhitungkan dengan

II - 33
mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal dari nol ( pada

bagian lurus ).Radius minimum jenis lengkung spiral – lingkaran – spiral di

tentukan oleh panjang busur lingkaran yang terjadi. Hal ini sangat

tergantung pada sudut b yang direncanakan. Jadi R min untuk jenis

lengkung Spiral – lingkaran – spiral adalah radius yang menghasilkan Lc

>20 m untuk sudut β yang direncanakan.

b. Superelevasi

Superelevasi yaitu suatu diagram yang memperlihatkan panjang

yang dibutuhkan guna merubah kemiringan melintang jalan pada

bagian - bagian tertentu pada suatu tikungan. Superelevasi penuh adalah

kemiringan maksimum yang harus dicapai pada suatu tikungan dan

tergantung dari kecepatan rencana yang digunakan, dan nilai

superelevasi maksimum ditetapkan 10%. Adapun diagram superelevasi

ini terbagi dalam tiga bentuk, yaitu :

II - 34
1. Tikungan Full Circle

Gambar 2.7. Diagram Superelevasi pada Tikungan Tipe FC

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

II - 35
2. Tikungan spiral - spiral

Harga emak dan en didapat dari tabel berdasarkan harga Ls yang

dipakai.

Gambar 2.8. Diagram Superelevasi pada Tikungan Tipe S - S

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997

II - 36
3. Tikungan spiral – circle - spiral

Untuk tikungan ini, kemiringan yang timbul adalah sebesar en seperti

terlihat pada diagram superelevasi gambar, yang dihitung berdasarkan

rumus - rumus seperti terlihat dalam alinyemen horizontal.

Gambar 2.9. Diagram Superelevasi pada Tikungan Tipe S - C - S

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Adapun ketentuan-ketentuan dalam pencapaian superelevasi untuk

semua jenis tikungan tersebut antara lain :

1) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang

normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh

II - 37
(superelevasi) pada bagian lengkung.

2) Pada tikungan S - C - S, pencapaian superelevasi dilakukan secara

linear, diawali dari bentuk normal ( ) sampai awal

lengkung peralihan (TS) yang berbentuk ( ) pada

bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh

( ) pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).

3) Pada tikungan F - C, pencapaian superelevasi dilakukan secara

linear, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan

bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 Ls.

4) Pada tikungan S - S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan

pada bagian spiral.

5) Superelevasi tidak diperlukan jika radius (R) cukup besar, untuk itu

cukup lereng luar diputar sebesar lereng normal (LP), atau bahkan

tetap lereng normal (LN)

II - 38
Gambar 2.10. Diagram Superelevasi pada Tikungan Tipe S - C - S

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

II - 39
e. Kebebasan samping pada tikungan.

Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin

kebebasan pandangan pengemudi dari halangan benda-benda di sisi

jalan (daerah bebas samping).Daerah beba samping dimaksudkan untuk

memberikan kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan

obyek- obyek penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur

dalam sampai obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh

dipenuhi. Pada tikungan ini tidak selalu harus dilengkapi dengan

kebebasan samping (jarak pembebasan). Hal ini tergantung pada :

a) Jari-jari tikungan (R).

b) Kecepatan rencana (Vr) yang langsung berhubungan dengan

jarak pandang

c) Keadaan medan lapangan.

Seandainya pada perhitungan diperlukan adanya kebebasan

samping akan tetapi keadaan memungkinkan, maka diatasi

dengan memberikan atau memasang rambu peringatan

sehubungan dengan kecepatan yang diizinkan. Daerah bebas

samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

d. Penentuan stationing

Penomoran (stationing) panjang jalan pada tahap perencanaan

adalah memberikan nomor pada interval-interval tertentu dari awal

pekerjaan. Nomor jalan (Sta jalan) dibutuhkan sebagai sarana

komunikasi untuk dengan cepat mengenali lokasi yang sedang

II - 40
dibicarakan, selanjutnya menjadi panduan untuk lokasi suatu tempat.

Nomor jalan ini sangat bermanfaat pada saat pelaksanaan dan

perencanaan. Disamping itu dari penomoran jalan tersebut diperoleh

informasi tentang panjang jalan secara keseluruhan. Setiap Sta jalan

dilengkapi dengan gambar potongan melintangnya.

Adapun interval untuk masing-masing penomoran jika tidak

adanya perubahan arah tangen pada alinyemen horizontal maupun

alinyemen vertikal adalah sebagai berikut :

- Setiap 100 m, untuk daerah datar

- Setiap 50 m, untuk daerah bukit

- Setiap 25 m, untuk daerah gunung

Nomor jalan (Sta jalan) ini sama fungsinya dengan patok-patok km

disepanjang jalan, namun juga terdapat perbedaannya antara lain :

a. Patok km merupakan petunjuk jarak yang diukur dari patok km 0,

yang umumnya terletak di ibukota provinsi atau kotamadya,

sedangkan patok Sta merupakan petunjuk jarak yang diukur dari

awal sampai akhir pekerjaan.

b. Patok km berupa patok permanen yang dipasang dengan ukuran

standar yang berlaku, sedangkan patok Sta merupakan patok

sementara selama masa pelaksanaan proyek jalan tersebut

(Sukirman, 1999).

II - 41
Sistem penomoran jalan pada tikungan dapat dilihat pada gambar 2.11.

Sta SC
Gambar 2.11 Sistem Penomoran Jalan

a. Bagian Peralihan

Bagian peralihan pada prinsipnya harus disediakan antara

bagian lurus dan curva lingkaran. Panjang minimum bagian

peralihan harus seperti yang tertera dalam tabel 2.13 sesuai

engan kecepatan rencana jalan tersebut.

II - 42
Tabel 2.14 Panjang Minimum Bagian Peralihan

(Sumber : dasar – dasar Perencanaan Geometrik Jalan, 1999)

2.2.2 Alinyemen vertikal

Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal yang

melalui sumbu jalan atau proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini

menggambarkan tinggi rendahnya jalan terhadap keadaan muka tanah

asli, sehingga memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan

dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (untuk itu truk digunakan

sebagai kendaraan standar).

Alinyemen vertikal sangat erat hubungannya dengan biaya

konstruksi jalan, biaya penggunaan kendaraan dan jumlah lalu lintas. Jika

pada alinyemen horizontal (bagian tikungan), maka pada alinyemen

vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus.

Kemampuan pendakian dari kendaraan truk dipengaruhi oleh panjang

pendakian (panjang kritis landai) dan juga besarnya landai (Sukirman,

II - 43
1999).

Dalam perencanaan alinyemen vertikal harus dipertimbangkan hal-

hal sebagai berikut:

- Kondisi tanah dasar (elevasi)

- Keadaan medan.

- Fungsi jalan.

- Muka air banjir.

- Muka air tanah.

- Kelandaian yang masih memungkinkan.

a. Landai Maksimum

Landai maksimum yang diizinkan pada kondisi normal tercantum

Tabel 2.14 Landai maksimum

(Sumber : dasar – dasar Perencanaan Geometrik Jalan, 1999)

b. Panjang Landai Kritis

Kelandaian yang lebih besar dari kemiringan maksimum yang

disebutkan dalam paragraf di atas dapat digunakan, apabila

panjang kelandaian lebih kecil daripada panjang kritis yang

ditetapkan dalam tabel 2.24 sesuai dengan kecepatan rencana.

II - 44
Tabel 2.15 Panjang Kritis pada Kelandaian

(Sumber : dasar – dasar Perencanaan Geometrik Jalan, 1999)

c. Jalur Pendakian

Pada bagian tanjakan dengan landai 5% atau lebih (3%

atau lebih untuk jalan yang kecepatan rencana 100 km/jam atau

lebih. Jalur pendakian untuk kendaraan berat hendaknya

disediakan, tergantung pada panjang dan karakteristik lalu lintas.

Lebar jalur tanjakan pada umumnya 3,0 m.

II - 45
d. Lengkung Vertikal

Pada setiap perubahan kelandaian dapat diberikan

lengkung vertikal. Lengkung vertikal hendaknya merupakan

lengkung parabola yang sederhana.

Standar minimum jari-jari lengkung vertikal pada lengkung

cembung dan lengkung cekung yang ditetapkan dalam tabel 2.25

(kolom 3) sesuai dengan kecepatan rencana. Untuk kenyamanan

dan keamanan pengemudi, pemakaian standar jari-jari minimum

dalam merencanakan dibatasi oleh masalah-masalah pelik.

Sebagai ganti standar jari-jari minimum, besar nilai-nilai pada

kolom 4 tabel 2.16 dapat digunakan dalam perencanaan pada

kondisi normal.

II - 46
Tabel 2.16 Panjang Kritis pada Kelandaian

(Sumber : dasar – dasar Perencanaan Geometrik Jalan, 1999)

II - 47
Tabel 2.17 Tabel Panjang Lengkung Peralihan Minimum dan
superelevasi Yang Dibutuhkan

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1999)

II - 48
Tabel 2.18. Besaran p* dan k*

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,1999)

II - 49
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 BAGAN ALIR PENELITIAN

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

III - 1
3.2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

Toraja merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi

Sulawesi Selatan, berikut ini kami yang menguaraikan dan menjelaskan

identifikasi terhadap karakteristik kondisi wilayah tersebut meliputi, kondisi

umum wilayah karakteristik kondisi fisik dasar dan sumber daya alam,

sosial kependudukan, perekonomian, prasarana dan sarana kota serta

sistem transportasi. Tinjauan terhadap kondisi kabupaten Enrekang ini

menjadi dasar kajian dalam tahapan analisis penanganan ruas jalan

Enrekang – Toraja.

Kondisi fisik dasar merupakan aspek penting dalam penyusunan

suatu penataan ruang. Setiap wilayah memiliki karakteristik kondisi fisik

yang berbeda sehingga akan berpengaruh pada interaksi wilayah yang

akan berimplikasi pada pergerakan lalu-lintas pada suatu daerah.

Beberapa aspek yang dibahas dalam sub bahasan ini, diuraikan sebagai

berikut.

3.2.1 KONDISI EXISTING

Pada setiap wilayah mempunyai kondisi existing yang berbeda oleh

sebab itu di sini kami akan menjelaskan tinjuan tentang identifikasi

terhadap karakteristik kondisi wilayah meliputi, kondisi umum fisik dasar

dan sumber alam, sosial kependudukan, perekonomian, prasarana dan

sarana kota sistem transportasi. Tinjauan terhadap kondisi wilayah

III - 2
kabupaten Enrekang - Toraja menjadi suatu dasar dalam tahapan

menganalisa kecelakaan pada ruas jalan Enrekang – Toraja.

Kondisi fisik dasar merupakan aspek penting dalam penyusunan

suatu penataan ruang. Setiap Wilayah memiliki karakteristik kondisi fisik

yang berbeda sehingga akan berpengaruh pada interaksi wilayah yang

akan berimplikasi dan pergerakan lalu – lintas pada suatu daerah. Dalam

pembahasan ini ada beberapa gambar kondisi existing dan aspek yang

akan di jelaskan, sebagai berikut.

3.2.2 KONDISI GEOMETRIK

Kondisi geometrik ruas jalan ini secara umum adalah merupakan

dataran, Jalan ini mempunyai 1 jajur dan 2 lajur dengan lebar jalan 6m.

Jalan ini merupakan jalur lintas nasional yang cukup potensial untuk

menunjang perekonomian Regional maupun Nasional. Dimana ruas jalan

Enrekang - Toraja ini adalah jalur yang menghubungkan langsung daerah

Enrekang dan Toraja , pada umumnya geometrik ruas jalan ini adalah

cukup bagus, baik ditinjau secara horizontal maupun vertikal,

Tetapi antara Lokasi Penelitian pada ruas jalan Enrekang -

Toraja terdapat beberapa segmen yang kerab terjadi kecelakaan lalu

lintas, ). KM. 249+000 – KM. 249+350, KM. 254+900 – KM. 255+125,

KM. 255+650 – KM. 255+950, KM. 279+050 – KM. 279+335.. adapun

faktor penyebabnya antara lain kelalainan manusia (human error.

Banyaknya geometrik tikungan yang sering kali menyebabkan terjadinya

III - 3
banyak kecelakaan, dikarenakan jarak pandang, radius tikungan,

kecepatan rencana, pelebaran perkerasan di tikungan, kelandaian jalan

yang tidak sesuai pedoman dari aspek jalan yang berlaku, dan lain

sebagainya, maka perlu adanya peninjauan kembali jalan dengan

tikungan-tikungan yang membahayakan pengguna jalan, sehingga pada

daerah ini mengharuskan para pengemudi harus ekstra hati-hati dan

harus mengurangi kecepatan antara 20 - 40 km/jam.

Dalam kajian teknis ini kami akan melakukan analisa data tentang

angka kecelakaan dan menentukan daerah rawan kecelakaan (black

spot), sehingga menjadi pertimbangan untuk melakukan rekayasa lalu

lintas di segmen yang akan ditetapkan sebagai titik rawan kecelakaan

(black spot), adapun rekayasa lalu lintas disini bertujuan untuk mencegah

dan mengurangi kecelakaan pada segmen ini akan kami sesuaikan dari

hasil kajian teknis yang kami akan lakukan kajian teknis.

Perencanaan Rekayasa Lalu Lintas ini merupakan pengembangan

pelayanan dalam segi standar keamanan dan kenyamanan Ruas Jalan

Bts Enrekang – Toraja yang pada saat ini belum dari kata sempurna.

Selain itu juga untuk pengembangan jangka panjang jaringan jalan dalam

rangka mengakomodir kenaikan lalu lintas. Berikut peta dan foto yang

menggambarkan kondisi geometrik.

III - 4
Peta Lokasi Proyek Enrekang - Toraja

LOKASI
PERENCANAAN
GEOMETRIK
JALAN

Gambar 3.2. Peta lokasi proyek


Sumber : Survey Lapangan

III - 5
Gambar 3.3. Foto Kondisi Geometrik KM. 249+000 – KM. 249+600
Sumber : Survey Lapangan

Gambar 3.4. Foto Kondisi Geometrik KM. 249+000


Sumber : Survey Lapangan

Gambar 3.5. Foto Kondisi Geometrik KM. 249+250


Sumber : Survey Lapangan

III - 6
Gambar 3.6. Foto Kondisi Geometrik KM. 254+900 – KM. 255+200
Sumber : Survey Lapangan

Gambar 3.7. Foto Kondisi Geometrik KM. 254+950


Sumber : Survey Lapangan

Gambar 3.8. Foto Kondisi Geometrik KM. 255+000


Sumber : Survey Lapangan

III - 7
Gambar 3.9. Foto Kondisi Geometrik KM. 255+600 – KM. 256+000
Sumber : Survey Lapangan

Gambar 3.10 Foto Kondisi Geometrik KM.255+700


Sumber : Survey Lapangan

Gambar 3.11 Foto Kondisi Geometrik KM.255+900


Sumber : Survey Lapangan

III - 8
Gambar 3.12. Foto Kondisi Geometrik KM. 279+050 – KM. 279+400
Sumber : Survey Lapangan

Gambar 3.12. Foto Kondisi Geometrik KM.279+100


Sumber : Survey Lapangan

Gambar 3.13. Foto Kondisi Geometrik KM.279+200


Sumber : Survey Lapangan

III - 9
3.3 METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian yang akan dilaksanakan merupakan

metodologi pendekatan tentang kajian kelayakan teknis ruas jalan

Enrekang - Toraja, dalam metodologi ini dapat kita terapkan pendekatan

umum dan pendekatan kronologis implementatif.

Pendekatan pada umumnya didasarkan pada pemahaman secara

memadai terhadap karakteristik pekerjaan, sedangkan pendekatan

kronologis implemtatif didasarkan oleh logika mengenai tata urutan/

tahapan – tahapan kegiatan dalam pelaksanaan pekerjaan.

Jadi jelas dalam kedua pendekatan tersebut kita dapat

menyimpulkan secara detail dengan mengkaji lebih jauh tentang lokasi

Enrekang – Toraja.

3.4 TAHAPAN STUDI

Berdasarkan dengan kelayakan kajian teknis dalam tahapan studi

ini secara garis besar bertumpuh pada tahapan kegiatan yang dapat di

jabarkan sebagai berikut :

1. Survey Pendahuluan

2. Pengumpulan Data

3. Menentukan Daerah Rawan Kecelakaan (Black Spot)

4. Desain Geometrik Jalan Pada Titik Rawan Kecelakaan

III - 10
3.4.1 SURVEI PENDAHULUAN

Survey pendahuluan dilakukan guna mendapatkan gambaran jelas

akan lingkup kajian teknis. Dalam melakukan survey pendahuluan,

dikumpulkan data sebanyak mungkin untuk kebutuhan untuk menganalisa

dan menyimpulkan hasil pengamatan.

Hasil dari survey pendahuluan yang berupa laporan hasil

peninjauan/pengamatan lapangan, dan usulan rencana survey detail.

Secara teknis, kegiatan survey pendahuluan adalah sebagai

berikut :

1. Mengumpulkan data pendukung untuk kajian teknis untuk menganalisa

daerah yang kerab menjadi titik kecelakaan.

2. Mengumpulkan dan mereview data mengenai alinyemen jalan dan

situasinya serta mencari informasi lainnya secara umum.

3. Mengumpulkan data dengan melakukan inventarisasi untuk

mendapatkan informasi secara menyeluruh.

4. Melakukan survey kunjungan ke instansi – instansi terkait mengenai

dearah penilitian, bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih

jelas mengenai keadaan wilayah yang akan kita kaji.

3.4.2 PENGUMPULAN DATA

3.4.2.1 PENGUMPULAN DATA SEKUNDER

Data Sekunder dapat diperoleh dari informasi / penjelasan dari

instansi yang terkait seperti Polres, Dinas PU, Dinas Kesbangpol, dan

DISHUB setempat.

III - 11
Adapun data yang diperlukan antara lain :

1. Data Kecelakaan (Unit Lalu lintas Polres Enrekang)

2. LHRT (P2JN)

3.4.2.2 PENGUMPULAN DATA PRIMER

Data primer dapat kita peroleh dengan melakukan survei langsung

lapangan. Adapun data primer yang diperoleh yang akan di perlukan

meliputi :

a. Data Teknis Jalan (Geometrik)

Data Teknis Jalan diperoleh dengan melakukan survey langsung di

lapangan, guna mendapatkan data meliputi :

 Penentuan Panjang daerah kritis penilitian.

 Kondisi geometrik jalan.

 Rambu-rambu pengaman, marka dan fasilitas penerangan jalan.

b. Data Kondisi Sekitar Lokasi Penilitian

Data Kondisi Sekitar Lokasi Penilitian diperoleh dengan melakukan

survey langsung di lapangan. Survey ini dilakukan untuk mendapatkan

kondisi lokasi penilitian diliat dari aspek pendukung yaitu kondisi

lingkungan sekitar lokasi penilitian antara lain kegiatan masyarakat

disekitar lokasi penilitian, pengetahuan berlalu lintas rata-rata masyarakat

setempat, jalur.

III - 12
III - 13
4.3 Analisa Perhitungan Geometrik Pada Setiap Ruas
4.3.1 Analisa KM.249+000 - KM. 249+350
A. Koordinat tiap titik :
X Y Z
- Titik A = 9619425.425 , 822613.522 493.584
- Titik P1 = 9619551.428 , 822620.250 500.126
- Titik B = 9619806.934 , 822537.800 485.908

B. Perhitungan Jarak dan Sudut :


- Jarak A-P1

D = √ ( Δ x^2 + Dy^2 )
= √ ( 9619551.43 - 9619425.425 )2 + ( 822613.522 - 822620.250 )2
2
= √ ( 126.003 ) + ( -6.73 )2
= √ 15876.756 + 45.2660
= √ 15922.02
= 126.18

- Jarak P1-P2

D = √ ( Δ x^2 + Dy^2 )
= √ ( 9619806.93 - 9619551.428 )2 + ( 822620.250 - 822537.800 )2
2
= √ ( 255.506 ) + ( 82.45 )2
= √ 65283.316 + 6798.002
= √ 72081.32
= 268.48

β1 = 195 o
X1 - X2
Ǿ1 = act tag
Y1 - Y2

9619425.43 9619551.43 -126.00


= act tag - = = 86.94
822613.52 822620.25 -6.73

Y2 - Y3
Ǿ2 = act tag
X2 - X3

822620.250 822537.800 82.45


= act tag - = = -17.88
9619551.428 9619806.934 -255.51

β1 = Ǿ1 - Ǿ2 + 90 o
= 86.94 - -17.88 + 90 o
= 195 o

IV - 1
C. Perhitungan Aligment Horizontal

V = 50 km/jam (di tentukan dari tabel 2.12)


Ls = 45 m (dari tabel 2.13)
R = 179 m (dari tabel 2.13)
β = 21 ° (dari gambar perencanaan geometrik jalan )
e = 0.069 (dari tabel 2.13)

1. Full Circle (FC)

Rmin = 500 m (untuk V = 50 Km/jam)


R = 179 m < 500 m (tidak memenuhi syarat )
R 500 diperoleh dari tabel 2.12 perencanaan jalan antar kota, 1999

2. Spiral Circle Spiral (SCS)

Ls x 90 ………………………………………………
Ѳs =
πR
45 x 90 4050 °
= = = 7.21
3.1 x 179.00 562.06

Ѳc = β - 2 x Ѳs
= # - 2 x 7.21 = 6.59 °

Ѳc …………………………………………
Lc = x 2πR
360
6.59
= x 2 x 3.14 x 179
360
= 20.57 m > 20 m ( memenuhi )

L = Lc + 2 Ls ……………………………………………
= 20.57 + 2 x #
= 110.57 m

Dari Tabel 2.14 Besaran nilai p* dan k* bisa diperoleh


( apabila tidak ada di dalam tabel maka di interpolasi )
Ѳs = 7.00 = 0.0102786
Ѳs = 7.21 = 0.0105830
Ѳs = 7.50 = 0.0110188

Untuk nilai k*
Ѳs = 7.00 = 0.4997130
Ѳs = 7.21 = 0.4996966
Ѳs = 7.50 = 0.4996732
p = P* x Ls
= 0.0105830 x 45 = 0.4762 m

k = k* x Ls
= 0.4996966 x 45 = 22.486348 m

R + p
Es = - R
cos β / 2
179 + 0.48
= - 179
cos 21 / 2
179.48
= - 179
0.98
= 3.53 m

Ts = ( R + P ) tg ½ β1 + k
= ( 179 + 0.48 ) x tg ½ 21 + 22.49
= 55.75 m

L = 2 Ls + Lc + 2 Ts

= 2 x 45 + 20.57 + 2 x 55.75
= 110.57 m < 111.50 m ( memenuhi )

Ls²
Xs = Ls ( 1 - )
40 x R²

2025
= 45 ( 1 - ) = 44.929 m
40 x 32041.00
Ls²
Ys =
6 x R

2025
= = 1.89 m
6 x 179

S-C-S
NO P1
VR 50 Km/jam
Es 3.53 m
Ts 55.75 m
L 110.57 m
Lc 20.57 m
e 0.069
Ls 45 m
P 0.4762 m
K 22.486 m
4.3 Analisa Perhitungan Geometrik Pada Setiap Ruas
4.3.1 Analisa KM. 254+900 - KM. 255+200
A. Koordinat tiap titik :
X Y Z
- Titik A = 9620061.008 , 815686.170 602.578
- Titik P1 = 9620166.454 , 815729.899 605.864
- Titik B = 9620296.766 , 815730.838 606.525

B. Perhitungan Jarak dan Sudut :


- Jarak A-P1

D = √ ( Δ x^2 + Dy^2 )
= √ ( 9620166.45 - 9620061.008 )2 + ( 815686.170 - 815729.899 )2
2
= √( 105.446 ) +( -43.73 )2
= √ 11118.859 + 1912.2254
= √ 13031.08
= 114.15

- Jarak P1-P2

D = √ ( Δ x^2 + Dy^2 )
= √ ( 9620296.77 - 9620166.454 )2 + ( 815729.899 - 815730.838 )2
2
= √ ( 130.312 ) + ( -0.94 )2
= √ 16981.217 + 0.882
= √ 16982.10
= 130.32

β1 = 157 o
X1 - X2
Ǿ1 = act tag
Y1 - Y2

9620061.01 9620166.45 -105.45


= act tag - = = 67.48
815686.17 815729.90 -43.73

Y2 - Y3
Ǿ2 = act tag
X2 - X3

815729.899 815730.838 -0.94


= act tag - = = 0.41
9620166.454 9620296.766 -130.31

β1 = Ǿ1 - Ǿ2 + 90 o
= 67.48 - 0.41 + 90 o
= 157 o

IV - 4
C. Perhitungan Aligment Horizontal

V = 50 km/jam (di tentukan dari tabel 2.12)


Ls = 45 m (dari tabel 2.13)
R = 179 m (dari tabel 2.13)
β = 22 ° (dari gambar perencanaan geometrik jalan )
e = 0.069 (dari tabel 2.13)

1. Full Circle (FC)

Rmin = 500 m (untuk V = 50 Km/jam)


R = 179 m < 500 m (tidak memenuhi syarat )
R 500 diperoleh dari tabel 2.12 perencanaan jalan antar kota, 1999

2. Spiral Circle Spiral (SCS)

Ls x 90 ………………………………………
Ѳs =
πR
45 x 90 4050 °
= = = 7.21
3.14 x 179.00 562.06

Ѳc = β - 2 x Ѳs
= 22 - 2 x 7.21 = 7.59 °

Ѳc ………………………………………
Lc = x 2πR
360
7.59
= x 2 x 3.14 x 179
360
= 23.70 m > 20 m ( memenuhi )

L = Lc + 2 Ls ……………………………………………
= 23.70 + 2 x #
= 113.70 m

Dari Tabel 2.14 Besaran nilai p* dan k* bisa diperoleh


( apabila tidak ada di dalam tabel maka di interpolasi )
Ѳs = 7.00 = 0.0102786
Ѳs = 7.21 = 0.0105830
Ѳs = 7.50 = 0.0110188

Untuk nilai k*
Ѳs = 7.00 = 0.4997130
Ѳs = 7.21 = 0.4996966
Ѳs = 7.50 = 0.4996732

IV - 6
p = P* x Ls
= 0.0105830 x 45 = 0.4762 m

k = k* x Ls
= 0.4996966 x 45 = 22.486348 m

R + p
Es = - R
cos β / 2
179 + 0.48
= - 179
cos 22 / 2
179.48
= - 179
0.98
= 3.84 m

Ts = ( R + P ) tg ½ β1 + k
= ( 179 + 0.48 ) x tg ½ 22 + 22.49

= 57.37 m

L = 2 Ls + Lc + 2 Ts

= 2 x 45 + 23.70 + 2 x 57.37
= 113.70 m < 114.75 m ( memenuhi )

Ls²
Xs = Ls ( 1 - )
40 x R²

2025
= 45 ( 1 - ) = 44.929 m
40 x 32041.00
Ls²
Ys =
6 x R

2025
= = 1.89 m
6 x 179

S-C-S
NO P1
VR 50 Km/jam
Es 3.84 m
Ts 57.37 m
L 113.70 m
Lc 23.70 m
e 0.069
Ls 45 m
P 0.4762 m
K 22.486 m

IV - 6
4.3 Analisa Perhitungan Geometrik Pada Setiap Ruas
4.3.1 Analisa KM.249+000 - KM. 249+350
A. Koordinat tiap titik :
X Y Z
- Titik A = 9618310.322 , 813927.617 629.295
- Titik P1 = 9618303.033 , 813999.133 635
- Titik B = 9618388.645 , 814083.297 639.563

B. Perhitungan Jarak dan Sudut :


- Jarak A-P1

D = √ ( Δ x^2 + Dy^2 )
= √ ( 9618303.03 - 9618310.322 )2 + ( 813927.617 - 813999.133 )2
2
= √ ( -7.289 ) + ( -71.52 )2
= √ 53.130 + 5114.5383
= √ 5167.67
= 71.89

- Jarak P1-P2

D = √ ( Δ x^2 + Dy^2 )
= √ ( 9618388.65 - 9618303.033 )2 + ( 813999.133 - 814083.297 )2
2
= √ ( 85.612 ) + ( -84.16 )2
= √ 7329.415 + 7083.579
= √ 14412.99
= 120.05

β1 = 40 o
X1 - X2
Ǿ1 = act tag
Y1 - Y2

9618310.32 9618303.03 7.29


= act tag - = = -5.82
813927.62 813999.13 -71.52

Y2 - Y3
Ǿ2 = act tag
X2 - X3

813999.133 814083.297 -84.16


= act tag - = = 44.51
9618303.033 9618388.645 -85.61

β1 = Ǿ1 - Ǿ2 + 90 o
= -5.82 - 44.51 + 90 o
= 40 o
C. Perhitungan Aligment Horizontal

V = 50 km/jam (di tentukan dari tabel 2.12)


Ls = 50 m (dari tabel 2.13)
R = 95 m (dari tabel 2.13)
β = 59 ° (dari gambar perencanaan geometrik jalan )
e = 0.091 (dari tabel 2.13)

1. Full Circle (FC)

Rmin = 500 m (untuk V = 50 Km/jam)


R = 95 m < 500 m (tidak memenuhi syarat )
R 500 diperoleh dari tabel 2.12 perencanaan jalan antar kota, 1999

2. Spiral Circle Spiral (SCS)

Ls x # ………………………………………………………………………
Ѳs =
πR
50 x 90 4500 °
= = = 15.09
3.14 x 95.00 298.3

Ѳc = β - 2 x Ѳs
= 59 - 2 x 15.09 = 28.83 °

Ѳc ………………………………………………………………………
Lc = x 2πR
360
28.83
= x 2 x 3.14 x 95
360
= 47.78 m > 20 m ( memenuhi )

L = Lc + 2 Ls ………………………………………………………………………
= 47.78 + 2 x 50
= 147.78 m

Dari Tabel 2.14 Besaran nilai p* dan k* bisa diperoleh


( apabila tidak ada di dalam tabel maka di interpolasi )
Ѳs = 7.00 = 0.0102786
Ѳs = 15.09 = 0.0222484
Ѳs = 7.50 = 0.0110188

Untuk nilai k*
Ѳs = 7.00 = 0.4997130
Ѳs = 15.09 = 0.4990694
Ѳs = 7.50 = 0.4996732
p = P* x Ls
= 0.0222484 x 50 = 1.1124 m

k = k* x Ls
= 0.4990694 x 50 = 24.953470 m

R + p
Es = - R
cos β / 2
95 + 1.11
= - 95
cos 59 / 2
96.11
= - 95
0.87
= 15.43 m

Ts = ( R + P ) tg ½ β1 + k
= ( 95 + 1.11 ) x tg ½ 59 + 24.95

= 79.33 m

L = 2 Ls + Lc + 2 Ts

= 2 x # + 47.78 + 2 x 79.33
= 147.78 m < 158.66 m ( memenuhi )

Ls²
Xs = Ls ( 1 - )
40 x R²

2500
= 50 ( 1 - ) = 49.654 m
40 x 9025.00
Ls²
Ys =
6 x R

2500
= = 4.39 m
6 x 95

S-C-S
NO P1
VR 50 Km/jam
Es 15.43 m
Ts 79.33 m
L 147.78 m
Lc 47.78 m
e 0.091
Ls 50 m
P 1.1124 m
K 24.953 m
4.3 Analisa Perhitungan Geometrik Pada Setiap Ruas
4.3.1 Analisa KM. 279+050 - KM. 279+400
A. Koordinat tiap titik :
X Y Z
- Titik A = 9637449.231 , 820077.627 832.627
- Titik P1 = 9637524.625 , 820182.461 843.461
- Titik B = 9637449.231 , 820077.627 833.463

B. Perhitungan Jarak dan Sudut :


- Jarak A-P1

D = √ ( Δ x^2 + Dy^2 )
= √ ( 9637524.63 - 9637449.231 )2 + ( 820077.627 - 820182.461 )2
= √ ( 75.394 ) + ( -104.83 )2
2

= √ 5684.255 + 10990.1676
= √ 16674.42
= 129.13

- Jarak P1-P2

D = √ ( Δ x^2 + Dy^2 )
= √ ( 9637449.23 - 9637524.625 )2 + ( 820182.461 - 820077.627 )2
= √ ( -75.394 )2 + ( 104.83 )2
= √ 5684.255 + 10990.168
= √ 16674.42
= 129.13

β1 = 71 o
X1 - X2
Ǿ1 = act tag
Y1 - Y2

9637449.23 9637524.63 -75.39


= act tag - = = 35.72
820077.63 820182.46 -104.83

Y2 - Y3
Ǿ2 = act tag
X2 - X3

820182.461 820077.627 104.83


= act tag - = = 54.28
9637524.625 9637449.231 75.39

β1 = Ǿ1 - Ǿ2 + 90 o
= 35.72 - 54.28 + 90 o
= 71 o

IV - 13
C. Perhitungan Aligment Horizontal

V = 50 km/jam (di tentukan dari tabel 2.12)


Ls = 45 m (dari tabel 2.13)
R = 159 m (dari tabel 2.13)
β = 30 ° (dari gambar perencanaan geometrik jalan )
e = 0.074 (dari tabel 2.13)

1. Full Circle (FC)

Rmin = 500 m (untuk V = 50 Km/jam)


R = 159 m < 500 m (tidak memenuhi syarat )
R 500 diperoleh dari tabel 2.12 perencanaan jalan antar kota, 1999

2. Spiral Circle Spiral (SCS)

Ls x # ………………………………………………………………………
Ѳs =
πR
45 x 90 4050 °
= = = 8.11
3.14 x 159.00 499.26

Ѳc = β - 2 x Ѳs
= # - 2 x 8.11 = 13.78 °

Ѳc ………………………………………………………………………
Lc = x 2πR
360
13.78
= x 2 x 3.14 x 159
360
= 38.21 m > 20 m ( memenuhi )

L = Lc + 2 Ls ………………………………………………………………………
= 38.21 + 2 x #
= 128.21 m

Dari Tabel 2.14 Besaran nilai p* dan k* bisa diperoleh


( apabila tidak ada di dalam tabel maka di interpolasi )
Ѳs = 7.00 = 0.0102786
Ѳs = 8.11 = 0.0119248
Ѳs = 7.50 = 0.0110188

Untuk nilai k*
Ѳs = 7.00 = 0.4997130
Ѳs = 8.11 = 0.4996245
Ѳs = 7.50 = 0.4996732

IV - 15
p = P* x Ls
= 0.0119248 x 45 = 0.5366 m

k = k* x Ls
= 0.4996245 x 45 = 22.483102 m

R + p
Es = - R
cos β / 2
159 + 0.54
= - 159
cos 30 / 2
159.54
= - 159
0.97
= 6.16 m

Ts = ( R + P ) tg ½ β1 + k
= ( 159 + 0.54 ) x tg ½ 30 + 22.48

= 65.23 m

L = 2 Ls + Lc + 2 Ts

= 2 x # + 38.21 + 2 x 65.23
= 128.21 m < 130.46 m ( memenuhi )

Ls²
Xs = Ls ( 1 - )
40 x R²

2025
= # ( 1 - ) = 44.910 m
40 x 25281.00
Ls²
Ys =
6 x R

2025
= = 2.12 m
6 x 159

S-C-S
NO P1
VR 50 Km/jam
Es 6.16 m
Ts 65.23 m
L 128.21 m
Lc 38.21 m
e 0.074
Ls 45 m
P 0.5366 m
K 22.483 m

IV - 15
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil perhitungan di atas dengan menggunakan beberapa metode

diantara :

a. Perhitungan kebutahan ruang parkir berdasarkan luas bangunan

diperoleh ± 898 SRP, perhitungan parkir tersebut melebihi kapasitas

parkir yang tersedia, dimana kapasitas yang tersedia ± 680 SRP.

Sehingga perlu penambahan ruang parkir.

b. Perhitungan kebutuhan ruang parkir berdasarkan luas lantai efektif

diperoleh min 1448 SRP dan max 3102 SRP.

2. Dalam perhitungan biaya parkir digunakan pula dua metode yaitu

dengan metode tarif tetap (flat) dan metode tarif progresif dihitung

dari jumlah SRP yang diperoleh berdasarkan luas bangunan, dari

hasil perhitungan dua metode perhitungan biaya parkir di atas

diperoleh biaya total untuk ± 898 kendaraan dengan sistem tetap

adalah Rp 1.834.200, dan dengan sistem progresif adalah Rp

2.966.400

V-1
3. Sistem penarikan biaya progresif diperoleh hasil keuntungan yang

lebih besar dalam penarikan tarif parkirnya karena disesuaikan

dengan lamanya kendaraan tersebut di parkir.

5.2. Saran

1. Pihak manajemen pusat perbelanjaan sebaiknya melakukan

penambahan ruang parkir untuk ruang parkir yang lebih efisien

nantinya.

2. Pihak manajemen pusat perbelanjaan sebaiknya memisahkan tempat

parkir antara pengunjung dan karyawan karena karyawan lebih lama

parkir dibandingkan dengan pengunjung.

3. Hasil perhitungan diatas diperoleh dengan metode pengasumsian

jumlah pengunjung , metode berdasarkan luas bangunan dan metode

berdasarkan luas efektif bangunan dikarenakan lokasi pusat

perbelanjaan yang saat ini masih belum berjalan dengan efisien, untuk

kedepannya bisa dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan ruang

parkir dengan survey kendaraan yang keluar masuk untuk didapatkan

hasil yang lebih baik.

V-2

Anda mungkin juga menyukai