net/publication/357048208
CITATIONS READS
0 103
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Fikry Asri Islami on 15 December 2021.
MODUL HEC-HMS
Langkah-Langkah Pemodelan Hidrologi Sederhana
DISUSUN OLEH
Fikry Asri Islami, ST.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb.
Puji syukur atas nikmat Allah swt berupa kesehatan dan kesempatan sehingga modul
“Pemodelan Hidrologi Sederhana Menggunakan Software HEC-HMS” ini dapat
terselesaikan. Terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu
terselesaikan nya modul ini, dan juga terimakasih kepada @lokertekniksipil atas
kesempatan berbagi dalam online course.
Semoga sedikit yang saya bagikan ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang ingin
mempelajari basic dari software HEC-HMS. Mohon maaf apabila terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam modul ini. Terimakasih dan Selamat membaca!
Wassalamualaikum wr wb.
Presipitasi
Presipitasi adalah masukan utama bagi siklus hidrologi. Bentuk utamanya adalah hujan,
salju dan hujan es dan beberapa variasi bentuk lain seperti gerimis dan hujan yang bercampur
dengan salju (sleet). Presipitasi diperoleh dari atmosfer, bentuk dan kuantitasnya dipengaruhi
oleh faktor-faktor iklim yang lain seperti angin, suhu dan tekanan atmosfer (Viessman et al
1977). Curah hujan yang dibutuhkan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata seluruh daerah yang bersangkutan, bukan
curah hujan pada titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah yang diperkirakan
dari beberapa titik pengamatan curah hujan (Sosrodarsono dan Takeda 2003).
Terdapat beberapa teknik perhitungan curah hujan wilayah dari pengamatan di beberapa
titik, yaitu metode rata-rata aljabar, metode poligon Thiessen, dan metode isohyet. Jika titik-
titik pengamatan di dalam suatu daerah tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah
hujan wilayah dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.
Curah hujan wilayah metode Thiessen dihitung dengan rumus :
dimana,
R = curah hujan wilayah (mm),
Ai = luas wilayah yang mewakili tiap titik pengamatan i,
Ri = curah hujan di tiap titik pengamatan i (mm).
Perhitungan luas wilayah metode Thiessen didasarkan atas luas poligon yang digambar dari
garis bagi tegak lurus pada sisisisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan.
Analisis Frekuensi
Periode ulang sering dipakai sebagai pengganti probabilitas untuk melukiskan suatu
kejadian rencana. Periode ulang diartikan sebagai selang waktu rata-rata (sejumlah tahun) suatu
kejadian akan disamai atau dilampaui (Seyhan 1990). Jika suatu kejadian ekstrim rata-rata
terjadi setiap 25 tahun sekali, maka probabilitas atau peluang kejadian tersebut sebesar 1/25 =
0,04 atau 4 persen. Hubungan antara periode ulang T, dengan probabilitas P, adalah T = 1/P.
Hubungan ini merupakan definisi dasar dalam hidrologi statistik (Haan 1977).
Analisis frekuensi digunakan untuk menentukan periode ulang kejadian hujan harian
maksimum. Persamaan umum analisis frekuensi menurut Chow (1964) dapat dibuat dalam
bentuk :
dimana, XT adalah besar atau nilai suatu kejadian X dengan periode ulang T tahun, X adalah
harga rata-rata nilai pengamatan, KT adalah faktor frekuensi, dan S adalah standar deviasi. Nilai
faktor frekuensi berbeda untuk setiap tipe distribusi. Beberapa macam tipe distribusi
diantaranya adalah:
(1) distribusi normal,
(2) distribusi log normal,
(3) distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, serta
(4) distribusi log Pearson tipe III.
Disribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I dan log Pearson tipe III sering dipakai untuk analisis
frekuensi kejadian ekstrim.
Limpasan
Hujan efektif atau hujan lebih (excess precipitation) merupakan hujan yang
menyebabkan terjadinya limpasan (runoff). Besarnya curah hujan efektif yang terjadi pada
suatu DAS akan dipengaruhi oleh keadaan lahan setempat (landuse) dan karakteristik DAS.
Secara garis besar hujan efektif diperoleh dari pengurangan curah hujan yang turun (gross
precipitation) dengan besarnya infiltrasi, intersepsi, depresi dan evapotranspirasi atau disebut
sebagai precipitation loss. Limpasan adalah bagian dari presipitasi yang terdiri atas gerak
gravitasi air dan tampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus
(Chow 1964).
Limpasan yang dihasilkan oleh suatu DAS merupakan hasil proses yang ada di dalam
DAS. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan, serta elemen daerah pengaliran yang
menyatakan sifat-sifat fisik daerah pengaliran (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Hasil limpasan dari DAS di suatu tempat biasanya disajikan dalam bentuk tabel maupun
grafik. Grafik kontinyu yang menggambarkan fenomena aliran (tinggi muka air, debit,
kecepatan dll) dengan waktu disebut hidrograf. Umumnya ada dua macam hidrograf, yaitu:
hidrograf tinggi muka air (stage hydrograph) dan hidrograf aliran (discharge hydrograph).
Analisis limpasan dilakukan untuk mengetahui debit puncak limpasan dengan tahapan berikut.
1. Penentuan Daerah Tangkapan Air
Peta RBI Bogor dan citra satelit Google Earth digunakan untuk menentukan daerah
tangkapan air (DTA) bedasarkan permasalahan di wilayah penelitian. Penentuan DTA
dengan melakukan survei secara langsung dan menentukan titik asumsi outlet.
Selanjutnya digunakan software Map Windows untuk melakukan digitasi data SRTM
dengan titik outlet yang sudah ditentukan. Pemilihan metode dilakukan berdasarkan
kriteria desain hidrologi yang tersaji dalam Tabel 1 (Suripin 2004).
Tabel 1 Kriteria Desain Hidrologi
Metode Perhitungan
Luas DAS (ha) Periode Ulang (tahun)
Debit Banjir
<10 2 Metode Rasional
10-100 2-5 Metode Rasional
101-500 5-10 Metode Rasional
>500 10-25 Metode Hidrograf Satuan
Distribusi Log Normal digunakan apabila nilai dari variabel random tidak mengikuti
distribusi normal, namun nilai logaritmanya memenuhi distribusi normal. Persamaan
yang digunakan dalam distribusi Log Normal seperti pada persamaan (2) (Triatmodjo
2016).
Y = log x (2)
Keterangan:
Y = merupakan nilai transformasi dari X (distribusi Normal)
Distribusi Log Person III digunakan untuk mendapatkan kedekatan yang lebih kuat
antara data dan teori daripada yang ditunjukkan oleh Distribusi Normal dan Distribusi
Log Normal. Persamaan yang digunakan dalam distribusi Log Normal disajikan pada
persamaan (3) (Suripin 2004).
LogXr =logXratarata+ K.S (3)
Keterangan:
Xr = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun
S = deviasi standar
K = koefisien (Lampiran 2)
Distribusi Gumbel banyak digunakan untuk analisis data maksimum seperti analisis
frekuensi. Pada kenyataannya, tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi
terletak pada nilai rata-ratanya. Maka diperlukan pengukuran dispersi dengan
persamaan (4) dan (5) (Supirin 2004).
Keterangan:
Xr = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
X = nilai rata-rata
S = deviasi standar
YT = reduced variate
Sn = reduced standard deviation (Lampiran 3)
Yn = reduced mean (Lampiran 3)
Menurut Soewarno (1995) diperlukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan
distribusi frekuensi data terhadap fungsi distribusi peluang yang dapat mewakilinya.
Uji kecocokan yang digunakan adalah Chi Kuadrat. Uji Chi Kuadrat diperlukan untuk
menentukan persamaan distribusi probabilitas yang telah dipilih dapat mewakili dari
distribusi statistik data yang dianalisis (Suripin 2004).
Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung yang disebabkan oleh
curah hujan efektif dengan intensitas seragam jatuh merata diseluruh daerah aliran sungai
dengan durasi yang khas. Satuan hujan efektif biasanya 1 mm atau satuan limpasan langsung
setebal 1 mm di seluruh DAS. Untuk menghitung debit banjir menggunakan metode hidrograf
satuan, diperlukan curah hujan efektif sebagai masukan. Persamaan umum yang digunakan
untuk merubah hietograf hujan efektif menjadi limpasan adalah:
dimana Qn adalah ordinat limpasan ke-n, P adalah curah hujan efektif, dan Uj adalah ordinat
dari hidrograf satuan (j = n – i + 1).
Aliran Dasar
Aliran dasar (baseflow) merupakan aliran air di sungai pada saat tidak terjadi limpasan.
Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang
tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang
tertunda dari suatu kejadian hujan. Pemisahan aliran dasar dari total limpasan diperlukan untuk
menghitung aliran langsung yang nantinya dipakai untuk membuat hidrograf satuan.
Pemisahan aliran dasar dari total limpasan didasarkan pada analisis terhadap kurva resesi
(recession curve). Pada umumnya kurva resesi diekspresikan dalam bentuk persamaan
eksponensial (USACE 2000):
dimana, Qt adalah debit pada periode waktu t, Qo adalah debit awal (pada t=0), dan k adalah
konstanta resesi.
Penelusuran Banjir
Penelusuran banjir (routing) digunakan untuk memprediksi variasi temporal dan spasial
dari suatu gelombang banjir yang merambat sepanjang aliran sungai ataupun reservoir, atau
bisa juga digunakan untuk memprediksi aliran outflow hidrograf dari suatu DAS berdasarkan
input curah hujan. Teknik penelusuran banjir secara umum dapat diklasifikasi menjadi dua
kategori: penulusuran banjir hidrologis dan penelusuran banjir hidrolik (Viessman et al 1977).
Penulusuran banjir secara hidrologis dibangun berdasarkan persamaan kontinuitas dengan
beberapa analisis dan asumsi mengenai hubungan antara simpanan dengan alirannya di dalam
sistem.
Penelusuran banjir secara hidrolik lebih kompleks dan lebih akurat dibandingkan secara
hidrologis, karena menggabungkan persamaan kontinuitas dan persamaan momentum untuk
aliran tak jenuh pada saluran terbuka. Bentuk persamaan diferensial dari aliran tak jenuh
tersebut biasanya dipecahkan dengan metode numerik, baik secara implisit maupun eksplisit
dengan bantuan program komputer. Metode yang paling umum digunakan untuk penulusuran
banjir hidrologis adalah metode Muskingum yang dikembangkan oleh Mc Carthy (1938),
berdasarkan persamaan kontinuitas dan hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada
inflow dan outflow. Simpanan dalam saluran pada periode waktu tertentu diekspresikan dalam
bentuk persamaan (Chow 1959):
dimana, K adalah waktu tempuh (travel time), dan x adalah faktor pembobot, nilainya berkisar
antara 0–0,5. Bentuk persamaan Muskingum adalah:
dimana,
Dengan mengetahui nilai parameter K, x, dan Δt, nilai-nilai koefisien C0, C1 dan C2 dapat
segera ditentukan.
HEC-HMS
Penentuan metode perhitungan debit puncak dilakukan berdasarkan luasan daerah
tangkapan air wilayah penelitian dengan menggunakan metode Hidrograf Satuan. Salah satu
software yang digunakan untuk membantu pemodelan dan penentuan debit puncak adalah
HEC-HMS. Pendekatan sistem DAS yang digunakan dalam model HEC-HMS dapat
didiskripsikan bahwa hujan merupakan input yang diproses berdasarkan properties dari sistem
DAS menghasilkan suatu output berupa debit (Hidayah 2012). Komponen utama dalam model
HEC-HMS adalah sebagai berikut:
1. Basin model – berisi elemen-elemen DAS, hubungan antar elemen dan parameter
aliran
2. Meteorologic model – berisi data hujan dan penguapan
3. Control Specifications –berisi waktu mulai dan berakhirnya hitungan
4. Time series data – berisi masukan data antara lain hujan, debit
5. Paired data – berisi pasangan data seperti hidrograf satuan
Menurut Chow et al (1988) Alternating Block Method (ABM) merupakan salah satu
model distribusi hujan yang dikembangkan untuk mengalihragamkan hujan harian ke hujan
jam – jaman. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe pada persamaan 6.
(Asdak 2014)
I = (R24/24) x (24/t) ^2/3 (6)
Keterangan:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24= Curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)
t = Lama hujan (jam)
Kedalaman hujan diperoleh dari perkalian antara intensitas hujan dan durasi waktu
tersebut. Perbedaan antara nilai kedalaman hujan yang berurutan merupakan pertambahan
hujan dalam interval waktu Δt. Pertambahan hujan tersebut (blok-blok), diurutkan kembali ke
dalam rangkaian waktu dengan intensitas hujan maksimum berada pada tengah-tengah durasi
hujan Td dan blok-blok sisanya disusun dalam urutan menurun secara bolak-balik pada kanan
dan kiri dari blok tengah. Dengan demikian telah terbentuk hyetograph rencana, rumus dapat
dilihat pada persamaan 7 dan 8. (Triatmodjo 2016)
Td = n x Δt (7)
ItTd = It x Td (8)
Keterangan:
n = data
Δt = Pertambahan hujan dalam interval waktu
It = Intensitas (mm/jam)
Td = waktu (jam)
a) Metode Loss
merupakan metode yang berfungsi untuk memperhitungkan bagian curah hujan yang
hilang akibat infiltrasi, intersepsi, evaporasi, dan limpasan serta mencari curah hujan
yang efektif. Hujan efektif atau hujan lebih (excess precipitation) merupakan hujan
yang menyebabkan limpasan (runoff). Metode Loss yang digunakan adalah Metode
SCS CN, dengan parameter yang diperlukan yaitu Initial Abtraction/InitLoss (abstraksi
awal), Curve Number/CN (bilangan kurva), dan Persen Impervious/PctImp. Pemilihan
Metode SCS didasarkan pada penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu yang akan
mempengaruhi limpasan atau bagian curah hujan yang hilang. Metode SCS (Soil
Conservation Servise) merupakan metode konservasi tanah yang dikembangkan oleh
US Soil Conservation Service. Konsep dasar dari metode iniyaitu menghitung rata-rata
kehilangan air hujan yang terjadi selama hujan berlangsung melalui proses
infiltrasi/permeabilitas dan tutupan lahan sehingga berpengaruh pada debit yang
mengalir pada sungai.
Metode ini terdiri dari empat parameter. yaitu initial abstraction (Ia), bilangan kurva
aliran (CN) dan lapisan kedap air (impervious). Metode SCS runoff-Curve Number
(CN) secara sederhana dirumuskan pada Persamaan 2. (USDA 1986; Heimhuber 2013):
Q adalah volume runoff (mm), P adalah curah hujan (mm), S adalah potensial retensi
maksimum setelah runoff dimulai (mm) dan Ia adalah initial abstraction.
Bilangan kurva aliran permukaan (curve number) dihitung secara komposit ditentukan
melalui analisis overlay antara Peta Kelompok Hidrologi Tanah (KHT), Peta
Penggunaan Lahan. Peta tersebut dipadankan dengan atribut bilangan CN ke dalam
Tabel CN LookUp sesuai dengan data kondisi air tanah sebelumnya (Antecedent
Moisture Condition/AMC).
Initial Abtraction (InitLoss)
Nilai InitLoss (Abstraksi awal/ Ia) adalah fungsi dari penggunaan lahan, perlakuan dan
kondisi hidrologi, serta kandungan air tanah sebelumnya. Nilai Ia dihitung dengan
menggunakan Persamaan sebagai berikut:
Ia= 0.2 S
Kostanta rasio abstraksi awal adalah asumsi yang paling ambigu dan membutuhkan
perbaikan yang cukup. Hasilnya menunjukkan Ia/S nilai yang dengan menggunakan data
limpasan-curah hujan bervariasi dari 0.010-0.154, dengan median 0.048. Rasio abstraksi awal
rata-rata dengan nilai 0.053 (Zhi-Hua et al. 2009). Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa
estimasi limpasan bisa sangat sensitif terhadap rasio abstraksi awal, terutama untuk jumlah
curah hujan relatif rendah, untuk DAS yang tertutup oleh mendalam, kasar, dan tanah berpori,
kondisi yang mendominasi banyak DAS semi kering di seluruh dunia, dengan nilai dari 0.01-
0.53 (Yongping et al. 2009).
Hubungan yang mempengaruhi nilai Ia terhadap Metode Loss menggunakan Pehitungan
retensi menggunakan Persamaan sebagai berikut :
dengan Q adalah volume aliran permukaan (mm); P adalah curah hujan (mm); CN adalah
Bilangan Kurva yang nilainya berkisar 0 - 100 (Arsyad 2009).
Curve Number (CN)
Penentuan bilangan kurva CN pada model HEC-HMS yaitu dengan analisis overlay
antara peta penggunaan lahan dan peta kelompok hidrologi tanah. Hasil overlay tersebut
digunakan ke dalam Tabel CNLookUp. Dimana, metode ini dinyatakan sebagai pengaruh
hidrologi berdasarkan kelompok hidrologi tanah, penggunaan lahan, dan kandungan air tanah
sebelumnya (Abushandi dan Merkel 2013).
Kelompok Hidrologi Tanah
Metode SCS mengembangkan sistem klasifikasi tanah menjadi empat kelompok
hidrologi tanah (Hydrologic Soil Group/HSG). HSG dapat ditentukan dengan menganalisis
yaitu:
a) berdasarkan sifat-sifat tanah,
b) peta tanah dari survey tanah dan
c) permeabilitas.
Menentukan kelompok hidrologi tanah berkaitan erat dengan nilai kapasitas air efektif
dalam tanah. Penentuaan klasifikasi Kelompok Hidrologi Tanah ditetapkan berdasarkan
hubungan antara sifat fisik tanah yaitu jenis tekstur tanah dan nilai rata-rata permeabilitas
lapisan permukaan pada Tabel 5.
Tekstur tanah berpengaruh terhadap permeabilitas. Semakin halus tekstur tanah, maka
nilai permeabilitas akan semakin kecil. Permeabilitas dianalisis menggunakan contoh tanah
utuh. Perhitungan permeabilitas dengan Hukum Darcy pada persamaan:
dengan, K adalah permeabilitas (cm/jam), Q adalah banyaknya air yang mengalir setiap
pengukuran (ml), t adalah waktu pengukuran (jam), L adalah tebal contoh tanah (cm), h adalah
tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah /water head (cm), A adalah luas permukaan
contoh tanah (cm2).
Lag adalah basin lag time (jam), L adalah panjang maksimum saluran (meter), S adalah
kemiringan sungai (%). Komponen baseflow menggambarkan proses aliran dasar yang terjadi
pada saat terjadinya limpasan. Metode baseflow pada penelitian menggunakan metode
recession, parameter yang diperlukan yaitu: debit awal (initial discharge), konstanta resesi
(recession constant) dan ratio to peak. Debit awal (initial discharge) merupakan nilai debit
awal yang dihitung atau berdasarkan data observasi. Konstanta resesi (recession constant)
adalah rasio antara aliran yang terjadi sekarang dan kemarin secara konstan. Konstanta resesi
(recession constant) dasar dihitung dengan menggunakan persamaan Schulz (1976):
Qt adalah debit pada waktu t (m3/detik), adalah debit pada waktu t=0 (m3/detik) dan k
adalah konstanta resesi. Persamaan resesi aliran tersebut menunjukkan bahwa debit aliran pada
awal resesi (Qo) bervariasi secara logaritmatik terhadap waktu (t). Konstanta resesi (recession
constant) memiliki nilai 0 sampai 1. Berdasarkan penelitian Nathan and McMahon (1990) nilai
k bervariasi antara 0.2-0.8. Ratio to peak adalah rasio antara aliran limpasan dan aliran dasar.
Komponen routing menggambarkan analisis matematik yang berujuan untuk melacak
aliran melalui sistem hidrologi (Sitanggang et al.,2014). Metode routing yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan metode Lag. Lag time dihitung dengan persamaan Kirpich (1940)
sebagai berikut:
Persen
Penggunaan Lahan Impervious
Pohon 0
Rumput 5
Pemukiman sedikit penduduk 20
Pemukiman banyak penduduk 30
Komersial 85
Air 100
Sumber: USACE (2013)
b) Metode Transform
merupakan metode hidograf satuan yang akan digunakan untuk memperhitungkan
besarnya limpasan. Metode transform yang digunakan yaitu metode SCS Unit
Hydograph. Metode ini membutuhkan parameter seperti time lag yaitu tenggang waktu
antara titik berat hujan efektif dengan titik berat hidograf (debit puncak). Perhitungan
pada Persamaan empiris Metode SCS untuk estimasi lag yaitu (4)
dengan Lag adalah time lag/tenggang waktu (jam); L adalah panjang sungai utama
dalam DAS; S adalah retensi potensial maksimum (mm); Y adalah kemiringan lereng
(%) (USACE 2013).
c) Metode Baseflow
merupakan aliran dasar pada saat limpasan sehingga dapat dihitung tinggi puncak
hidograf yang terjadi. Metode Baseflow yang digunakan yaitu metode Recession
dengan asumsi aliran dasar ada sepanjang tahun dan memiliki puncak hidograf pada
satuan waktu terkait dengan curah hujan. Metode ini membutuhkan masukan parameter
seperti initial discharge (debit awal), recession constant (konstanta resesi) dan ratio to
peak. Perhitungan metode baseflow didapatkan dari hidograf data observasi SPAS
Katulampa menggunakan pemisahan aliran dasar dengan persamaan garis lurus.
Perhitungan menggunakan seperti pada Persamaan dibawah.
dengan Qt adalah nilai baseflow (waktu); Qo adalah initial baseflow (pada waktu 0); k
adalah konstanta exponensial.
d) Metode Routing
yang digunakan adalah Metode Lag. Perhitungan seperti pada Persamaan dibawah.
Ot = { It t < lag}
Ot = { It-lag t ≥ lag}
dengan Ot adalah outflow hidograf ordinat; It adalah inflow hidograf ordinat; lag
adalah time lag.
Perhitungan pertama dilakukan pada komponen meteorologi. Pada komponen ini analisis
meteorologi dilakukan terhadap data presipitasi, dimana diupayakan agar curah hujan
terdistribusi ke seluruh DAS secara spasial (dengan cara interpolasi, ekstrapolasi) dan temporal
(pengisian data yang tidak terukur, pembangkit data presipitasi hipotesis). Curah hujan yang
terdistribusi spasial dan temporal akan jatuh baik pada pemukaan pervious maupun impervious.
Sebagian hujan yang jatuh pada permukaan pervious akan hilang akibat intersepsi, infiltrasi,
evaporasi dan transpirasi, yang dimodelkan dalam komponen loss.
Curah hujan efektif yang berasal dari komponen loss akan berkontribusi terhadap aliran
limpasan langsung dan aliran airbumi dalam akuifer. Curah hujan yang jatuh pada permukaan
impervious akan langsung menjadi limpasan tanpa mengalami berbagai bentuk kehilangan
(losses), yang ditransformasi menjadi aliran permukaan (overland flow) dalam komponen
direct runoff. Pergerakan air dalam akuifer dimodelkan dalam komponen baseflow. Baik
baselow maupun overland flow akan mengalir pada saluran sungai. Proses translation dan
attenuation aliran sungai akan disimulasi pada komponen routing. Terakhir, efek dari fasilitas
hidrolik (bendungan) dan cekungan alami (danau, kolam, lahan basah) akan dimodelkan dalam
komponen reservoir.
dengan O adalah data observasi, adalah data debit observasi rata-rata, dan P adalah data
debit simulasi. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Nilai R2 mendekati 1 maka terdapat
hubungan yang erat antara hasil prediksi model dengan hasil observasi. NSE ini paling banyak
dipakai untuk menunjukkan performa dari suatu model karena dapat memberikan informasi
yang lebih akurat mengenai nilai yang diberikan, dimana merupakan metode statistik yang
dapat mengindikasikan seberapa dekat debit hasil pengukuran terhadap debit simulasi.
Tingkat performa model NSE disajikan dalam Tabel dibawah. Selain menggunakan
kalibrasi pada Model HEC-HMS juga dilakukan kalibrasi berdasarkan uji NSE dengan
menggunakan nilai koefisien efisiensi. Koefisien efisiensi menekankan perbandingan antara
aliran permukaan yang dihasilkan model (prediksi model) dan aliran permukaan hasil
pengamatan (observasi) (Kusdaryanto 2011).
Qobs adalah parameter model hasil pengukuran lapang (m3/detik), adalah parameter
model hasil simulasi model (m3/detik), ̅ adalah parameter model hasil pengukuran lapang rata-
rata (m3/detik), dan ̅ adalah parameter model hasil simulasi model rata-rata (m3/detik).
Nilai R2 yang digunakan pada penelitian ini ≥0.5 dan tingkat keandalan model
berdasarkan koefisien Nash-Sutcliffe ditentukan berdasarkan tingkat performa yang
selengkapnya disajikan pada Tabel dibawah. Validasi model dilakukan dengan memastikan
bahwa model tersebut cocok digunakan pada perhitungan periode ulang banjir selanjutnya.
NSE Kriteria
NSE ≥ 0.75 Sangat Memuaskan
0.75 > NSE > 0.36 Memuaskan
NSE < 0.36 Kurang Memuaskan
Sumber: Nash-Sutcliffe (1970)
Validasi model adalah proses untuk menguji konsistensi hasil suatu proses sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan. Validasi dilakukan dengan menjalankan model menggunakan
parameter yang telah ditentukan selama proses kalibrasi serta membandingkan data prediksi
dan data observasi yang tidak digunakan dalam proses kalibrasi. Metode statistik yang
digunakan dalam melakukan validasi adalah model koefisien determinasi (R2) dan model NSE
dengan kriteria yang sama seperti yang digunakan dalam proses kalibrasi.
3. Kemudian menyimpan project dengan nama dan lokasi sesuai dengan yang telah
disiapkan.
4. Setelah itu, komponen utama yang harus dibangun yaitu Basin Model Manager. Klik
pada Component-Basin Model Manager-New. Kemudian create a new basin model,
beri nama sesuai dengan lokasi DAS yang akan diteliti, yaitu “DAS Porong”. Setelah
itu jendela basin model akan tersedia.
5. Kemudian, hal yang perlu dilakukan adalah setting coordinate untuk lembar kerja,
karena DAS Porong berada di Jawa Timur, sehingga sistem koordinat UTM nya yaitu
49S. Setting koordinat dilakukan dengan klik GIS-Coordinate System-Pilih data
DEM yang sudah mempunyai koordinat UTM. Kemudian klik Set.
6. Setelah itu untuk membangun atau memasukkan data DEM, pilih Components-Terrain
Data Manager. Kemudian New-Terrain 1-Next-Pilih data DEM yang sama dengan
langkah no 5.
7. Kemudian untuk memunculkan data DEM yang telah di input, perlu disinkronkan
dengan Basin Model Manager yang telah dibangun sebelumnya, dengan cara klik pada
DAS Porong, kemudian pada Terrain Data pilih “Terrain 1” sesuai dengan data
terrain yang di inputkan pada proses no 6. Setelah itu save, dan klik View-Zoom +
apabila DEM belum muncul.
8. Langkah selanjutnya yakni Preprocess Sink. Dimana preprocess sink ini tujuannya
untuk mengisi daerah-daerah rendah/daerah cekungan di sekitar dari daerah aliran
sungai atau daerah topografi yang akan kita analisis. GIS-Preprocess Sink. Kemudian
tunggu beberapa waktu, dan daerah cekungan akan terbentuk. Kecepatan pada proses
ini ditentukan dari resolusi data DEM yang digunakan.
17. Kemudian intersect antara peta subcatchment dan peta penggunaan lahan pada wilayah
studi. Setelah itu klik kanan pada shp intersect, dan open attribute table, pastikan
bahwa atribut yang terinput sudah sesuai (Subcatchment+Penggunaan Lahan).
18. Kemudian pada atribut, tambahkan field untuk memasukkan data luasan (km2).
19. Kemudian peta shp intersect antara penggunaan lahan dan subcatchment di intersect
Kembali dengan peta jenis tanah. Tujuan nya agar dalam 1 peta tsb terdapat informasi
mengenai subcatchment, jenis tanah dan penggunaan lahan.
26. Selanjutnya untuk menghitung nilai CN, dihitung dengan membobotkan nilai CN pada
luasan subcatchment sesuai dengan penggunaan lahan (CN Tertimbang) dibutuhkan
informasi sebagai berikut; begitupula dengan Ia dan Impervious.
27. Setelah semua parameter SCS sudah dihitung dan direkap dalam excel, selanjutnya
input data pada model HEC-HMS yang sebelumnya sudah dibuat. Klik pada basin
dan tiap-tiap subbasin untuk memasukkan informasi yang dibutuhkan.
Pada menu subbasin:
- Loss Method: SCS Curve Number
- Transform Method: SCS Unit Hydrograph
Pada menu baseflow:
- Initial Discharge: 0.003 (sesuai hitungan baseflow)
- Recession Constant: 0.3 (sesuai table)
- Ratio to peak: 0.3 (sesuai table di Lampiran)
Pada menu Loss:
- Ia (hitungan)
- CN (hitungan)
- Impervious (hitungan)
No Parameter Nilai yang digunakan Unit
1 Curve Number 35-86
2 Transform (Lag Time) 80-225 Jam
3 Recession constant 0.3-0.85
4 Ratio to peak 0.3-0.55
5 Routing (Lag Time) 30-65 Jam
28. Komponen selanjutnya yang harus dimasukkan yaitu Meteorologic Model Manager.
Klik components-metereologic model manager-new-create. Pada penambahan time
series disesuaikan dengan data yang akan ditambahkan (Precipitation or Discharge).
Pada menu Met, diisikan untuk precipitation menggunakan metode Specified
Hydrograph. Setelah itu pada menu basins klik Yes pada Basins 1.
29. Komponen yang terakhir yaitu time series data manager. Pada komponen ini akan
diinputkan nilai time series data yaitu berupa data hujan dan data debit. Data hujan yang
digunakan merupakan data hujan wilayah yang sudah melalui uji koreksi. Kemudian
untuk data debit digunakan data debit observasi (AWLR dan semacamnya).
30. Kemudian lengkapi data hujan dan data debit pada time series data manager berikut;
Pada menu Gage:
- Time series interval → 1 day,
- Time series → 01Jan2020 pukul 00:00 hingga 31Dec2020 pukul 00:00
(disesuaikan dengan data hujan yang tersedia).
- Table → isi data hujan pada bagian precipitation gage dan data debit observasi
pada bagian discharge.
31. Penambahan time series untuk debit observasi, dengan cara yang sama dengan
langkah no 30.
32. Kemudian langkah terakhir yaitu menambahkan komponen Control Specification
Manager. Komponen ini digunakan sebagai pengontrol proses analisa dengan rentang
waktu yang telah ditentukan.
33. Kemudian setelah semua komponen diinputkan, Kembali pada masing-masing
subbasin, junction dan reach pada menu options kemudian mensinkronkan pilihan
Observed Flow → Data Debit.
34. Setelah itu pada data hujan, mensinkronkan tiap subbasin pada data hujan pada menu
Meteorologic Model → Met → Specified Hydrograph.
35. Setelah semua komponen dan input data lengkap, selanjutnya adalah Running
Model. Dengan klik pada menu Compute-Create Compute-Simulation Run-Next-
Finish. Hingga muncuk Run 1 pada jendela compute.
36. Kemudian klik compute all elements untuk merunning model dan mendapatkan hasil
dari analisa yang telah dilakukan. Tunggu hingga proses 100% berhasil dilakukan.
37. Setelah running selesai, maka ouput dari analisa dapat dilihat pada menu Results, dan
klik pada Run 1. Disana terdapat berbagai macam output diantara nya volume, peak
discharge, outflow, dll. Output yang dihasilkan model HEC-HMS merepresentasikan
setiap elemen subcatchment, junction, reach hingga sink. Sebagai acuan model
dikatakan mewakili kondisi sebenarnya dan dapat dilanjutkan untuk analisa lebih dalam
adalah ketika nilai NSE > 0,36 (dalam taraf memuaskan).
NSE Kriteria
NSE ≥ 0.75 Sangat Memuaskan
0.75 > NSE > 0.36 Memuaskan
NSE < 0.36 Kurang Memuaskan
Sumber: Nash-Sutcliffe (1970)
38. Karena nilai NSE yang dihasilkan model menunjukkan nilai 0.456, yang artinya
memuaskan, sehingga model dapat digunakan untuk analisa lebih lanjut. Akan tetapi
apabila ingin menambah nilai NSE untuk keakuratan hasil, dapat dilakukan
Optimization Trial Manager. Fungsi ini digunakan sebagai optimasi nilai data yang
diinput dalam HMS agar semakin mendekati nilai sebenarnya.
39. Pada optimization manager ini kita bisa mengatur parameter apa yang akan dioptimasi
dan pada bagian mana saja kalibrasi/optimasi harus dilakukan. Sebagai contoh pada
sub1 dengan parameter SCS-CN. Kemudian output dari optimization dapat dilihat pada
menu results.
SKENARIO PERUBAHAN LANDUSE
Pada berbagai peruntukan, HMS sering digunakan untuk menduga nilai debit puncak
masa depan akibat adanya perubahan penggunaan lahan. Dalam hal ini, mengasumsikan bahwa
di masa yang akan datang akan terjadi perubahan penggunaan lahan tanpa merubah iklim.
Sehingga parameter yang berubah adalah Curve Number (CN), Ia dan Impervious. Langkah-
langkah yang dilakukan sama seperti diatas dan didapatkan nilai debit puncak 60,sekian yang
artinya turun dari debit puncak sebelumnya.
LAMPIRAN
Curve Number sesuai dengan Kelompok Hidrologi Tanah
Impervious