Anda di halaman 1dari 20

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala


Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

MAKNA PELAMINAN KAMAR PENGANTIN SUKU ANEUK JAMEE


DI KECAMATAN TAPAKTUAN

Ardilla Septiana1*, Ramdiana1, Lindawati1


1
Program Studi Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala
*Email: ardillasept229@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Makna Pelaminan Kamar Pengantin Suku Aneuk Jamee
di Kecamatan Tapaktuan, mengankat masalah bagaimana fungsi dan makna simbolik
pelaminan kamar pengantin suku Anauk Jamee. Tujuan penelitian yaitu untuk
mendeskripsikan fungsi dan makna simbolik pelaminan kamar pengantin suku Aneuk
Jamee di kecamatan Tapaktuan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pendekatan Semiotika, jenis penelitian ini yaitu deskriptif. Subjek penelitian
ini ialah suku Aneuk Jamee dan objek penelitian ialah kamar pengantin suku Aneuk
Jamee. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, fungsi keseluruhan dari pelaminan kamar
pengantin ialah tempat pelaksanaan ritual adat pernikahan suku Aneuk Jamee dan di
kamar itulah mempelai wanita akan melepaskan keperwanannya untuk
dipersembahkan kepada sang suami. Makna simbolik yang terdapat di pelaminan
kamar pengantin suku Aneuk Jamee di kecamatan Tapaktuan ialah (1) Labah
Mangirok (lebah hinggap) yang bermaknakan seorang raja dan rakyat yang saling
tolong-menolong, (2) Banta Gadang Tagak (bantal besar berdiri) bermaknakan
seorang perempuan yang akan melahirkan keturunan, (3) Meracu dan Tapak
diibaratkan seorang raja dan ratu, (4) Kipas Berwarna Warni yang memiliki tiga warna
yaitu kuning, merah, dan hijau, (5) Banta Basusun (bantal bersusun) bermakna empat
pihak delapan kaum, (6) Tilam Pandak adalah tempat duduk pengantin yang
diumpamakan sebagai singgasana kehormatan untuk pengantin yang disandingkan di
pelaminan, (7) Renda Putih yang bermaknakan suatu kesucian, (8) Langik-langik
(langit-langit), (9) Buah Butun Kuning di Bangku yang berjumlah lima ruas
mengartikan rukun islam ada lima perkara, (10) Pancuang Soa Kelambu (kelambu
tujuh lapis) bagian utama yang terdapat pada pelaminan kamar pengantin, Bii (kening
kelambu) maknanya kesucian hati suami istri dalam menjalankan bahtera rumah
tangga, (11) Seprai Berlapis Tujuh, (12) Sampang Kain berfungsi tempat
penyampangan kain yang dibawa oleh mempelai laki-laki, (13) Tikar Jajakan. Selain
itu properti yang juga terdapat di kamar pengantin yaitu Ceurano (tempat sirih),
Tuduang saji (tudung saji). Pelaminan Kamar Pengantin Suku Aneuk Jamee di
Kecamatan Tapaktuan hanya dapat digunakan oleh perempuan yang bisa menjaga
kehormatannya.
Kata Kunci: Fungsi, makna simbolik, pelaminan kamar pengantin, Suku Aneuk Jame

1
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

PENDAHULUAN
Aceh yang sering disebut dengan Serambi Mekkah mempunyai bermacam
ragam suku seperti Aceh, Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Kluet, Simeulu, Singkil dan
Tamiang. Dalam bahasa setiap suku ini berbeda seperti halnya Gayo Luwes
menggunakan bahasa Gayo, Aceh Tamiang dominan menggunakan bahasa Tamiang
(Melayu), Aceh Tenggara menggunakan bahasa Alas, Aceh Besar dominan
menggunakan bahasa Aceh, Tapaktuan, Manggeng, Blang Pidie menggunakan bahasa
campuran Aceh dan Minang (bahasa Jamee), daerah Kluet seperti Kluet Selatan,
Kluet Tengah, Kluet Utara dan Kluet Timur dominan menggunakan bahasa Kluet.
Masing-masing dari daerah ini mempunyai ciri khas dalam berbahasa itulah yang
membedakan satu suku dengan suku yang lain dan berlaku juga dengan adat istiadat
mereka. Dari berbagai macam etnik tersebut tentu saja mempunyai berbagai macam
adat, budaya dan tradisi pula dari setiap suku yang ada.
Di Aceh juga terdapat berbagai macam upacara pernikahan dengan ciri khas
masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari pakaian adat, prosesi adatnya dan bentuk
pelaminannya yang menjadi karaktekristik masyarakat tersebut. Adapun yang
menjadi ketertarikan penulis dalam hal ini adalah pelaminan kamar pengantin etnis
aceh yang memiliki keunikan dan kekhasannya. Salah satunya adalah pelaminan
kamar pengantin suku Aneuk Jamee. Pelaminan Kamar pengantin ini sangat besar
fungsinya dalam pelaksaan tradisi adat di suku Aneuk Jamee. Karena segala proses
pelaksaan dari malam berinai sampai hari H di dalam kamar tersebutlah semuanya
dilaksanakan. Pemakaian pelaminan kamar pengantin ini tidak bisa digunakan oleh
sembarang orang karena ketentuan adat yang berlaku di sini. Pada zaman dahulu
pelaminan kamar pengantin hanya digunakan untuk perempuan yang menjaga
kehormatannya. Jika perempuan tersebut sudah hamil duluan sebelum adanya ikatan
pernikahan, maka tidak bisa digunakan dalam acara pesta pernikahan. Supaya adat ini
tidak kian tenggelam, saya juga menanyakan hal ini kepada T. Laksamana dan
Ernawati. Supaya para calon pengantin mengetahui penggunaan dari pelaminan
kamar pengantin tersebut dalam proses perkawinan.
Barbara Leigh (1989) “mendefinisikan kamar pengantin ialah ruangan dalam
rumah yang paling sarat dengan hiasan. Langit-langit seluruhnya tertutup oleh bahan
katun berwarna merah. Ragam hiasan lantainya bercorak, dan dilapisi dengan tikar
serta dindingnya dihiasi dengan kain gantung”.
Pelaminan kamar pengantin suku Aneuk Jamee memiliki keunikan yang terletak
pada penempatan pelaminan yang berada didalam kamar pengantin dan juga pada
pola bentuk pelaminannya, warna serta memiliki fungsi dan makna pada setiap bagian
didalam kamar pengantin tersebut, yang pada umumnya tidak dijumpai pada daerah
lainnya. Fungsi dan makna penciptanya diwujudkan dalam bentuk simbolik. Tetapi,
pada saat sekarang dalam pelestariannya sudah mulai memudar, dikarenakan bagian
tersebut dianggap tidak sesuai dengan zamannya, proses adaptasi budaya asli dengan
budaya luar dan sekarang realitanya masyarakat lebih memilih mengikuti perubahan

2
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

pada lingkungannya. Hal ini dapat kita lihat semakin jarangnya penggunaan
pelaminan tersebut pada upacara adat pernikahan. Ini terjadi karena kekurang
pahaman masyarakat atau perangkat desa (Geuchik) terhadap kebudayaan sendiri
yang dipengaruhi datangnya unsur-unsur budaya baru dari luar. Karena pada dasarnya
sudah menjadi tugas masyarakat suku Aneuk Jamee untuk melestarikan dan
membudayakan kebudayaan asli suku Aneuk Jamee tetap terjaga dan lestari. Upaya
tersebut dapat bermanfaat sekaligus menjadi jawaban atas permasalahan yang
dihadapi dari perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud ialah perubahan yang
terjadi akibat penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menjadikan sikap,
pengalaman, pola pikir dan perilaku yang berbeda pula. Dalam penelitian ini, peneliti
ingin mengangkat masalah ini untuk mendeskripsikan secara jelas pelaminan kamar
pengantin suku Aneuk Jamee dan menggali fungsi dan makna simbolik dari bagian
kamar pengantin suku Aneuk Jamee.

METODE PENELITIAN
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
semiotic atau semiologi. Pendekatan semiotik/semiologi yaitu ilmu yang mengkaji
tentang tanda-tanda dalam masyarakat. “Semiotika merupakan suatu ilmu atau metode
analisis untuk mengkaji tanda, tanda yang dimaksudkan merupakan perangkat yang
biasa digunakan oleh masyarakat dalam upaya mempelajari kehidupan” (Sobur, 2013).
Penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian deskriptif yang mencoba untuk
mengungkapkan dan menjelaskan fungsi dan makna simbolik pelaminan kamar
pengantin suku Aneuk Jamee. Sugiyono (2014:289) “penelitian deskriptif adalah
suatu penelitian yang memandu peneliti untuk mengekplorisasi atau memotret
situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan masalah-masalah yang berhubungan
dengan fungsi dan makna yang terdapat pada pelaminan kamar pengantin seperti
bentuk motif, makna denotatif dan konotatif yang terdapat pada pelaminan kamar
pengantin tersebut.
Penelitian ini dilakukan di kabupaten Aceh Selatan, kecamatan Tapaktuan
tepatnya di Kota Tapaktuan di desa Tepi Air. Di daerah tersebut masih ada yang
menggunakan pelaminan tersebut. Keakuratan data yang dihasilkan tidak lepas dari
sumber data yang diperoleh untuk mendukung suatu penelitian. Narasumber dalam
penelitian ini yaitu T. Laksamana bin Teuku Fitahruddin adalah keturunan XI raja
Tapaktuan dan Ernawati yang memahami tentang pelaminan suku Aneuk Jamee.
Teknik pengumpulan datanya menurut Sugiyono (2014:194) mengatakan “bila
dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data
yang digunakan interview (wawancara), observasi (pengamatan), dokumentasi dan
gabungan ketiganya” Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran akan
objek yang akan diteliti, terutama mengenai fungsi dan makna simbolik pelaminan
kamar pengantin yang ada di suku Aneuk Jamee, kabupaten Aceh Selatan. Adapun

3
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

instrumen yang digunakan dalam observasi ini yaitu panduan observasi yang
berfungsi untuk memudahkan peneliti dalam mengamati objek penelitian. Wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data karena peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan dan menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga karena
peneliti ingin mengetahui hal-hal mengenai bentuk lebih dalam. Dokumentasi
merupakan bukti atau catatan peristiwa yang sudah berlalu. Catatan ini dapat
berbentuk tulisan gambar atau video. Dalam penelitian ini peneliti melakukan
pencarian hasil gambar atau foto-foto yang dahulu dimiliki seniman dan masyarakat
di Tapaktuan kabupaten Aceh Selatan salah satu nya dokumentasi dari Ernawati.
Setelah semua data terkumpul dengan menggunakan teknik pengumpulan data,
tahapan selanjutnya ialah mengolah data dengan menggunakan teknik analisis data
semiotik. Menurut Rusmana (2014:33) berkenaan dengan masalah tanda-tanda dapat
dilakukan analisis dengan cara Semiotik Semantik
Semiotik semantik merupakan tinjauan tentang suatu sistem tanda yang dapat
sesuai dengan arti yang disampaikan. Dalam bahasa Indonesia, semiotik
semantik adalah perwujudan makna yang ingin disampaikan oleh penuturnya
dan disampaikan melalui ekspresi wujudnya.
Van (1996:5-6) mengatakan bahwa “semiotik semantik (studi relasi dengan
penafsirannya), yaitu studi tentang tanda yang menonjolkan hubungan tanda-tanda
dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya”. Hal ini dilakukan
untuk mendeskripsikan tentang makna yang terdapat pada pelaminan kamar
pengantin suku Aneuk Jame di Kecamatan Tapaktuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Fungsi dan Makna Simbolik Kamar Pengantin Suku Aneuk Jamee di
Kecamatan Tapaktuan
Di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan terdapat beberapa bentuk
pelaminan yang beraneka ragam khususnya pelaminan suku Aneuk Jamee. Di
Pelaminan Suku Aneuk Jamee juga mempunyai pelaminan kamar pengantin. Pelamian
kamar pengantin suku Aneuk Jamee memiliki fungsi dan makna simbolik.
a. Labah Mangirok (Lebah Hinggap)
Labah Mangirok dalam bahasa Indonesianya adalah lebah hinggap. Disebut
sebagai labah mangirok karena motif jahitan kasapnya berbentuk lebah hinggap di
dahan kayu. Saat pesta pernikahan labah mangirok terletak di bagian atas kamar.

4
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

Gambar 1. Labah Mangirok


Sumber: Yelli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Motif ini melambangkan kerajaan dan rakyat, dimana motif tersebut memiliki
makna sebagaimana sifat lebah yang suka gotong- royong dan selalu hidup dalam
sebuah kumpulan.
b. Banta Gadang Tagak (Bantal Besar Berdiri)
Banta gadang tagak terletak di bawah Labah Mangirok, berdampingan dengan
Meracu Tunggal. Banta gadang tagak dilambangkan sebagai perempuan atau
mempelai wanita. Bentuk yang terdapat di dalamnya berupa batang kayu yang
mempunyai banyak cabang, ranting, dan tunas.

Gambar 2. Banta Gadang Tagak


Sumber: Yelli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Fungsi dari banta gadang tagak ialah untuk mengetahui motif yang terdapat
pada gambar tersebut memiliki makna dan arti yang sangat penting untuk diketahui.
Sebagaimana sebuah batang kayu yang mempunyai cabang, ranting, dan tunas,
begitu juga seorang perempuan akan melahirkan keturunan berupa anak, cucu, dan
buyut. Selain itu, terdapat bentuk pucuk rebung yang terletak pada bagian atasnya
yang bermakna seorang pemimpin.
c. Maracu dan Tapak
Maracu dan T apak terletak di samping banta gadang tagak. Inilah yang
melambangkan seorang raja atau mempelai pria. Meracu berbentuk segitiga dan di
samping sisi kiri dan kanan terdapat kipas yang berwarna warni. Selain itu meracu
ini di lengkapi dengan hiasan kasap emas. Tapak berbentuk persegi empat dimana di
tepi bagian tapak terdapat jahitan kain yang berwarna kuning dan hijau, dan terdapat
juga hiasan kasap pada permukaan tapak.

5
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

Gambar 3. Maracu dan Tapak


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Fungsi dari meracu dan tapak ialah untuk mengetahui derajat golongan
seseorang. Banta gadang tagak berdampingan dengan meracu, seperti halnya
mempelai wanita yang berdampingan dengan mempelai pria. Meracu berbentuk
segitiga yang melambangkan peta Aceh. Bentuk segitiga ini di sebut dengan Aceh
Lhee Sago. Di dalam meracu terdapat motif situnjung yang makna lambangnya
lambang keagungan, kebesaran jiwa, dan hati nurani masyarakat Aneuk Jamee,
khususnya masyarakat di Kota Naga.
Di bawah meracu terdapat Tapak yang berbentuk persegi empat. Setiap sudut
dari persegi itu melambangkan ada empat golongan masyarakat yang ada di Aceh
keempat golongan tersebut yaitu; golongan bangsawan, cerdik pandai (cendikiawan),
alim ulama dan masyarakat biasaatau rakyat banyak. Pemakaian tapak hanya satu
buah, berbeda dengan tapak yang digunakan di pelaminan adat penuh (tunggang
baliak) berjumlah lima buah. Maknanya pun berubah, kalau lima buah tapak
bermakna sebagai pondasi islam, maka pemakaian satu Tapak ialah bahwa Allah
SWT itu Esa.
d. Kipas Berwarna Warni
Secara denotasi kipas berwarna warni ini diletakkan di sisi samping kiri
dan kanan Maracu. Terdiri dari enam buah yang dimaknai sebagai rukun iman ada
enam perkara.

Gambar 4. Kipas Berwarna Warni


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Fungsi dari kipas berwarna-warni adalah untuk menambah keindahan pada
pelaminan tersebut. Warna kipas terdiri dari tiga warna, yaitu kuning yang

6
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

melambangkan sebagai raja dan keturunannya, warna merah cerdik pandai/panglima,


dan warna hijau sebagai rakyat dan masyarakat biasa.
e. Banta Basusun (Bantal Besusun)
Banta basusun dalam bahasa Indonesianya ialah bantal bersusun yang diletakkan di
atas bangku tempat duduk pengantin.

Gambar 5. Banta Basusun


Sumber: Yulli Sutarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Secara denotasi bantal bersusun terdiri dari empat sebelah kiri dan empat
sebelah kanan. Bantal bersusun ini berbentuk persegi panjang yang di lapisi oleh kain
berwarna kuning, di bagian sisi depan bantal terdapat ukiran kasab emas. Bantal
bersusun ini bermakna ada empat pihak delapan kaum. Dalam adat Aneuk Jame,
saat saudara dari orang tua, kakak atau adik laki-laki dari kedua orang tua. Saudara
laik-laki dari pihak ayah disebut dengan wali, sedangkan saudara laki-laki dari pihak
ibu disebut mamak. Mereka inilah yang disebut empat pihak delapan kaum. Mereka
merupakan orang yang harus hadir saat musyawarah atau pakat dalam menentukan
tanggal dan hari pesta/alek delapan kaum.
Fungsi dari banta basusun sebagai hiasan atau pengisi ranjang yang diletakan
pada sisi kiri dan kanan pelaminan. Selain itu untuk mengetahui makna yang terdapat
pada banta basusun.
f. Tilam Pandak
Denotasi Tilam Pandak adalah tempat duduk pengantin yang diumpakan sebagai
singgasana kehormatan untuk pengantin yang disandingkan di pelaminan. Singgasana
itu merupakan sepasang bantal persegi dengan ketebalan sekitar 7-10cm
dilengkapi sulam kasab. Tilam pandak bisa diletakan dimana saja, seperti ketika akad
nikah di mesjid ataupun pada saat malam berinai.

7
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

Gambar 6. Tilam Pandak


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Fungsi dari tilam pandak ialah sebagai alas duduk sang pengantin.
g. Renda Putih
Denotasi dari renda putih diletakkan di bawah tilam pandak, melambangkan
kesucian, renda putih ini terletak di antara tilam pandak dan kain kasab yang berbentuk
ukiran segitiga berwarna merah. Saat diduduki oleh sepasang pengantin, berarti
mereka berpegang kepada agama Allah swt yang suci. Warna putih yang diidentikkan
sebagai warna suci dan juga warna kesukaan Rasulullah SAW, sesuai dengan
pelaminan adat Tapaktuan yang bernafaskan Islam.

Gambar 7. Renda Putih


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Fungsi dari renda putih adalah untuk mempercantik ranjang pelaminan dan untuk
mengetahui makna renda tersebut. Makna konotasi yang terdapat pada renda putih
ialah renda putih itu diibarat sebagai lambang kesucian yang artinya putih bersih
h. Langik-langik (Langit-langit)
Secara denotasi langit-langit terdapat di bagian atas kamar yang menutupi
plafon rumah yang berwarna merah. Langit-langit itu sendiri dari empat sudut yang
melambangkan empat golongan yaitu; golongan bangsawan, cerdik pandai
(cendikiawan), alim ulama dan rakyat biasa. Ditengah-tengahnya terdapat motif
situnjung melingkar bulat yang digambarkan sebagai raja. Sedangkan bulan dan
bintang yang bertaburan digambarkan sebagai rakyat banyak.

8
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

Gambar 8. Langik-langik (Langit-langit)


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019
Makna yang terkandung dalam langit-langit ini ialah bagaimanapun besar dan
tingginya pangkat seorang raja/pengantin yang sedang duduk bersanding di
pelaminan, hendaknya sadar bahwa ada yang lebih berkuasa lagi dari segala makhluk,
yaitu Allah SWT. Makna dari setiap bagian yang melekat dalam sebuah
pelaminan Aneuk Jame, tentunya mejadi sebuah ciri kekhususan dari masrakat yang
mendiami pantai barat selatan ini. Dari penamaan setiap bagian-bagian susunan
pelaminan, sangat terliht begitu kentalnya perpaduan budaya Aceh dan Minangkabau.
Hal itu dikarenakan suku Aneuk Jamee berasal dari keturunan Minangkabau, Sumatra
Barat.
Fungsi dari langit-langit ini ialah untuk mengetahui kasta atau derajat seseorang.
Makna konotasinya ialah langit-langit tersebut diumpamakan sebagai derajat atau
kasta seseorang.
i. Buah Buntun Kuning di Bangku
Secara denotasinya Buah buntun kuning terletak di bangku tempat duduk
pengantin, berjumlah lima ruas berwarna kuning. Buah butun terletak dibagian
samping kiri dan kana ranjang, tepat di samping banta basusun dan renda putih, yang
melambangkan Rukun Islam ada Lima perkara.

Gambar 9. Buah Butun Kuning di Bangku


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Fungsi dari buah butun ini ialah sebagai pelengkap sekaligus memperindah
pelaminan dan di balik itu semua buah butun kuning ini memiliki makna tersendiri.
Secara konotasinya buah butun kuning ini diibaratkan sebagai rukun Islam ada lima
perkara.

9
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

j. Pancuang Soa Kelambu


Terdapat beberapa bagian yang disebut sebagai pancuang soa kelambu. Inilah
yang menjadi bagian utama dari kamar pengantin. Bagian-bagiannya yaitu:
1. Kelambu Tujuh Lapis
Makna dari kelambu tujuh lapis ialah kehormatan seorang wanita Aneuk Jame
yang diadatkan sebagai pelepasan dunia remajanya di dalam kelambu berlapis,
bukan di jalan-jalan, atau di semak-semak. Begitulah istimewa bagi wanita yang
menjaga kehormatannya.

Gambar 10. Pancuang Soa Kelambu Tuju Lapis


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Secara denotasi kelambu tujuh lapis terletak di tengah-tengah pancuang soa
kelambu, kelambu tujuh lapis itu terdiri dari lapisan-lapisan kain yang berwarna
warni. Fungsi dari kelambu tujuh lapis ini ialah sebagai pusat dari bentuk
pelaminann dan dari lapisan tersebut seseorang dapat membedakan kasta pada
seseorang. Konotasinya ialah diibaratkan sebagai kehormatan atau keperawanan
seorang wanita.
2. Bii (Kening Kelambu)
Bii atau yang disebut sebagai kening kelambu, secara konotasi Bii terdapat pada
bagian teratas kamar pengantin yang berwarna merah yang berbentuk persegi
panjang, yang memilki berbagai macam motif kasab emas. Maknanya
konotasinya ialah kesucian hati suami istri dalam menjalankan bahtera rumah
tangga. Bagaimana pun susah dan melaratnya hidup, mereka harus senantiasa
tenang dan berserah diri kepada Allah SWT.

Gambar 11. Bii (Kening Kelambu)


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Fungsinya sebagai kening kelambu dari pelaminan suku Aneuk Jamee, selain itu
sebagai penyemarak atau memperindah dari pelaminan tersebut

10
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

k. Seprai Belapis Tujuh


Seprai berlapis digunakan untuk seprai kasur sesuai dengan jumlah lapisan
kelambu yang digunakan. Warnanya disesuaikan dengan kelambu yang dipakai.
Fungsi dari seprai berlapis tujuh ialah sebagai las kasur yang ada di dalam kamar
pengantin tersebut dan maknanya sama dri kelambu tujuh lapis.
l. Sampang Kain
Sampang kain merupakan tempat penyampangan kain yang dibawa oleh
mempelai lelaki. Ini merupakan bagian pelngkap di kamar pengantin.

Gambar 12. Sampang kain


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)
Di Tapaktuan khusunya Aneuk Jame, kalau nikahnya beradat maka dari pihak
laki- laki akan membawa antaran kepada sang mempelai wanitanya. Isi antaranya
terdiri atas perlengkapan sang wanita, seperti pakaian, seperangkat alat shalat, dan
berbagai peralatan hias wanita. Barang-barang seperti kain songket itu di letakkan di
sampang kain sebagai petanda pembawan suami kepada istri.
Fungsi sampang kain ini ialah sebagai tempat penyampangan kain yang diberikan
oleh pihak suami dan tempat peletakan barang-barang bawaan dari suami untuk istri.
m. Tikar Jajakan
Secara denotasinya kain berwarna-warni yang dibuat berliku-liku disebut Tikar
Jajakan. Artinya bagaimana pun lika-liku kehidupan yang dijalani oleh suami
istri, harus tabah menerimanya baik itu senang maupun susah.

Gambar 13. Tikar Jajakan


Sumber: Yulli Sustarina
Foto: Ardilla Septiana (2019)

11
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

Fungsi dari tikar jajakan ini ialah sebagai tempat untuk pengantin laki-laki
berjalan atau pijakan untuk menuju tempat duduk pengantin dan bersanding dengan
mempelai wanita. Konotasinya ialah diibaratkan sebagai perjalan hidup yang penuh
lika-liku yang harus dijalani oleh sepasang suami istri.

Pembahasan
Fungsi dan Makna Pelaminan Kamar Pengantin Suku Aneuk Jamee di
Kecamatan Tapaktuan
Pelaminan adalah tempat dimana sang pengantin berdiri atau duduk saat
menyambut tamu pesta pernikahan. Pada pelaminan banyak sekali terdapat hiasan
pernikahan, pelaminan adalah kerajaan pengantin dari sebuah pesta pernikahan salah
satu kegiatan penting yang berhubungan dengan proses pelaksanaan adat istiadat
adalah membuat pelaminan atau menghias rumah. Pelaminan ini biasa nya terletak
di bagian pada ruang depan rumah, khususnya di suku Aneuk Jamee pelaminan juga
digunakan di dalam kamar pengantin, pelaminan itu berfungsi sarana atau media bagi
pengantin atau keluarga melakukan kegiatan sesuai dengan adat pernikahan suku
tersebut.
Lazimnya sepasang pengantin baru, kamar pengantin merupakan bagian yang
harus ditata dan dihiasi seindah dan senyaman mungkin. Karena di kamar tersebutlah
seorang gadis akan melepaskan keperawanannya untuk dipersembahkan kedapa sang
suami. Pada bagian pelaminan di kamar pengantin tersebut miliki banyak makna
simbolik diantaranya:
1. Labah Manghirok (Lebah Hinggap)
Labah mangirok yang melambangkan seorang raja dan rakyatnya yang mana
demikian labah mangirok yang berarti lebah hinggap memilki sifat lebah yang suka
bergotong royong dan selalu hidup berkumpulan, maka dari itu raja dan rakyat
haruslah saling membantu dan mendukung apabilah ketika ada musuh yang datang
bisa dilawan bersama-sama.
2. Banta Gadang Tagak (Bantal Besar Berdiri)
Banta gadang tagak memiliki makna simbolik sebuah batang kayu yang
mempunyai
cabang, ranting, dan tunas. Diibarat seorang perempuan yang akan melahirkan
keturunan berupa anak, cucu, dan buyut. Banta gadang tagak juga memiliki motif
pucuk rebung yang terletak pada bagian paling atas yang mengartikan seorang
pemimpin.
3. Meracu dan Tapak
Maracu dan tapak terletak di samping banta gadang tagak. Inilah yang
melambangkan seorang raja atau mempelai pria. Banta gadang tagak berdampingan
dengan meracu, seperti halnya mempelai wanita yang berdampingan dengan
mempelai pria. Meracu berbentuk segitiga yang melambangkan peta Aceh. Bentuk
segita ini di sebut dengan Aceh Lhee Sago. Di dalam meracu terdapat motif situnjung
yang makna lambangnya lambang keagungan, kebesaran jiwa, dan hati nurani

12
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

masyarakat Aneuk Jamee, khususnya masyarakat di Kota Naga. Di bawah meracu


terdapat Tapak yang berbentuk persegi empat. Setiap sudut dari persegi itu
melambangkan ada empat golongan masyarakat yang ada di Aceh keempat golongan
tersebut yaitu; golongan bangsawan, cerdik pandai (cendikiawan), alim ulama dan
masyarakat biasaatau rakyat banyak.
Pemakaian tapak hanya satu buah, berbeda dengan tapak yang digunakan
di pelaminan adat penuh (tunggang baliak) berjumlah lima buah. Maknanya pun
berubah, kalau lima buah tapak bermakna sebagai pondasi islam, maka pemakaian
satu tapak ialah bahwa Allah SWT itu Esa. Lantas kenapa maracu dan tapaknya hanya
dipakai satu buah? Hal ini dikarenakan hanya seorang raja yang menikah dengan
seorang putri, dan kamar itu diperuntukan hanya untuk mereka berdua, maka maracu
dan tapak ini diletakan di kamar pengantin.
4. Kipas Berwarna-warni
Kipas berwarna warni yang dimaksud ialah kipas yang dijahit dengan sulam
benang emas dan diselipkan di samping kiri dan kanan meracu. Jumlahnya terdiri dari
17 kipas bermaknakan 17 rakaat shalat dalam lima waktu sehari –semalam. Kipas ini
mempunyai 4 warna yang melambangkan stara kehidupan yaitu kuning sebagai
raja dan keturunanya, merah cendikiwan/panglima, putih alim ulama, hijau rakyat
biasa. Lain hal nya pada pelaminan kamar pengantin, kipas berwarna warni ini
diletakkan di sisi samping kiri dan kanan Maracu. Terdiri dari enam buah yang
dimaknai sebagai rukun iman ada enam perkara. Warna kipas terdiri dari tiga
warna, yaitu kuning yang melambangkan sebagai raja dan keturunannya, warna
merah cerdik pandai/panglima, dan warna hijau sebagai rakyat dan masyarakat biasa.
5. Banta Basusun (bantal bersusun)
Banta basusun dalam bahasa Indonesianya ialah bantal bersusun yang
diletakkan di atas bangku tempat duduk pengantin. Terdiri dari empat sebelah kiri dan
empat sebelah kanan, bermakna ada empat pihak delapan kaum. Dalam adat Aneuk
Jame, saat saudara dari orang tua, kakak atau adik laki-laki dari kedua orang tua.
Saudara laik-laki dari pihak ayah disebut dengan wali, sedangkan saudara laki-laki
dari pihak ibu disebut mamak. Mereka inilah yang disebut empat pihak delapan
kaum. Mereka merupakan orang yang harus hadir saat musyawarah atau pakat dalam
menentukan tanggal dan hari pesta/alek. Motif yang terdapat di banta basusun adalah
motif nago baralih. Motif yang berbentuk seperti huruf S tidur ini bermakna sebagai
lambang kota Tapaktuan yang disebut juga sebagai Kota Naga dalam kisah Legenda
Tapaktuan.
Munthasir (2011:36) mengemukakan: Pengertian ninik mamak merupakan
saudara laki-laki dari pihak ibu baik itu abang maupun adik laki-laki. Dengan
kata lain ninik mamak dalam masyarakat Aneuk Jamee merupakan kesatuan
saudara laki-laki pihak ibu yang berada satu derajat di atasnya. Dalam upacara daur
hidup niniuk mamak memegang peranan penting dan selalu diperlukan

13
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

persetujuannya, dan jika mengabaikannya status ninik mamak dapat mengakibatkan


tersisihnya seseorang dari kerabatnya.
6. Tilam Pandak
Tilam pandak yang terdapat di pelaminan kamar pengantin adalah tempat
duduk pengantin yang diumpakan sebagai singgasana kehormatan untuk pengantin
yang disandingkan di pelaminan. Singgasana itu merupakan sepasang bantal persegi
dengan ketebatan sekitar 7-10cm dilengkapi sulam kasab. Tilam pandak bisa
diletakan dimana saja, seperti ketika akad nikah di mesjid ataupun pada saat malam
berinai. Motif di dalam tilam pandak sangat dilarang menggunakan motif bunga
situnjung, karena tilam pandak ini digunakan sebagai alas duduk. Jadi, motif sebagai
pilihannya digunakanlah motif tumbuhan. Berikut ini makna dari motif tilam pandak:
Empat petak dari akar-akar yang bergolak. Terdapat empat golongan dalam
masyarakat Aneuk JameTapaktuan yaitu; Golongan pertama adalah raja dan
keturunannya atau disebut juga golongan bangsawan. Golongan kedua yaitu Cerdik
pandai atau cendikiawan, golongan ketiga alim ulama dan golongan yang keempat
rakyat banyak atau masyarakat biasa.
7. Renda Putih
Renda Putih dan Langit-langit, renda putih diletakkan di bawah tilam
pandak, melambangkan kesucian. Saat diduduki oleh sepasang pengantin, berarti
mereka berpegang kepada agama Allah swt yang suci. Warna putih yang
diidentikan sebagai warna suci dan juga warna kesukaan Rasulullah saw, sesuai
dengan pelaminan adat Tapaktuan yang bernafaskan Islam.
8. Langik-langik (Langit-langit)
Langit-langit terdapat di bagian atas kamar yang menutupi plafon rumah.
Langit-langit itu sendiri dari empat sudut yang melambangkan empat golongan yaitu;
golongan bangsawan, cerdik pandai (cendikiawan), alim ulama dan rakyat biasa.
Ditengah-tengahnya terdapat motif situnjung melingkar bulat yang digambarkan
sebagai raja. Sedangkan bulan dan bintang yang bertaburan digambarkan sebagai
rakyat banyak. Makna yang terkandung dalam langit-langit ini ialah bagaimanapun
besar dan tingginya pangkat seorang raja/pengantin yang sedang duduk
bersanding di pelaminan, hendaknya sadar bahwa ada yang lebih berkuasa lagi
dari segala makhluk, yaitu Allah SWT. Makna dari setiap bagian yang melekat
dalam sebuah pelaminan Aneuk Jame, tentunya menjadi sebuah ciri kekhususan dari
masrakat yang mendiami pantai barat selatan ini.
Rusmana (2014:6) “Dalam konteks semiotik, Peirce memaknai semiotik
sebagai studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengan tanda; cara
berfungsi, hubungan antar tanda serta mengkaji pengirim dan penerimanya”.
Berdasarkan teori Peirce maka motif-motif yang terdapat pada Pelaminan Kamar
Pengantin Suku Aneuk Jamee memiliki cara fungsi, hubungan antar tanda serta
memiliki makna masing-masing.

14
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

Dari penamaan setiap bagian-bagian susunan pelaminan, sangat terlihat begitu


kentalnya perpaduan budaya Aceh dan Minangkabau. Hal itu dikarenakan suku Aneuk
Jamee berasal dari keturunan Minangkabau, Sumatra Barat. Selain itu, unsur-unsur
keislaman sangat kental di setiap pemaknaan dari pelaminan Aneuk Jamee. Hal ini
menunjukan bahwa Islam sudah berkembang secara pesat di Aceh, khusunya di
bagian pantai barat selatan. Kejayaan Islam sangat jelas terlihat dari kemewahan yang
tergambar di pelaminan, semua berbalutkan warna emas. Secara tidak langsung
dapat terlihat betapa makmurnya kehidupan pada masa lalu yang di pimpin oleh
seorang raja. Susunan dalam pelaminan kasab benang emas ini tidak bisa di ubah-
ubah, karena pemakaian dan letaknya sudah disepakati secara adat. Begitu juga
warna, bentuk, dan motifnya.
9. Buah Butun Kuning di Bangku
Buah butun kuning ialah kain kuning yang diikat-ikat dengan tali menyerupai
paying kuncup. Buah butun kuning terdiri dari dua macam yaitu: Buah butun kuning
yang terdapat di pelaminan kamar pengantin terletak di bangku tempat duduk
pengantin, berjumlah lima ruas yang melambangkan Rukun Islam ada Lima perkara.
Berbeda dengan buah butun kuning delapan ruas yang terdapat pada pelaminan
tunggang baliak terletak di antara banta gadang dan dalansi. Dimaknai sebagai paying
kerajaan yang memayungi 9 buah meracu/raja. Ruas dari buah butun ini bermaknakan
bahwa ada 8 tingkatan surga.
10. Pancuang Soa Kelambu (Kelambu Tujuh Lapis)
Pancuang Soa Kelambu adalah bagian utama dari kamar pengantin. Bagian-
bagiannya yaitu: Kelambu tujuh lapis, makna dari kelambu tujuh lapis ialah
kehormatan seorang wanita Aneuk Jame yang diadatkan sebagai pelepasan dunia
remajanya di dalam kelambu berlapis, bukan di jalan-jalan, atau di semak-semak.
Begitulah istimewa bagi wanita yang menjaga kehormatannya. Tidak semua wanita
bisa berhasil memsuki kelambu berlapis ini, hanya wanita yang menjaga
kehormatannyalah yang bisa merakan ini. Karena dengan nikah beradatlah pasangan
pengantin bisa memasuki tempat ini, kalau tidak beradat maka perempuan
tersebut tidak pernah menggunakan kamar pengantin yang berdekorasi kasab
benang emas itu. ternyata wanita yang hamil duluan sebelum menikah, tidak
bisa diperlakukan sama dengan wanita yang menjaga kehormatannya sampai berada
di kelambu ini. Perlakuan istimewa ini menurut adat agar memotivasi perempuan
untuk menjaga kehormatan dirinya. Sehingga dia tidak disentuh oleh laki-laki
sebelum tiba waktunya. Terlihatlah bagaimana hukum adat menjaga seorang
perempuan tersebut. Ini merupakan bentuk penghargaan bagi wanita yang menjaga
kehormatannya.
Kelambu tujuh lapis terbuat dari kain berwarna-warni yang diletakan di pintu
tempat tidur pengantin. Warnanya juga disesuaikan dengan seprei tempat tidurnya.
Jumlah kain yang digunakan juga disesuaikan dengan tingkatan pestanya. Kalau yang
mengadakan pesta tersebut ialah orang bangsawan/raja, maka jumlah kainya Sembilan

15
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

lapis. Akan tetapi, jika yang mengadakan rakyat/masyarakat biasa, tetapi mereka
menyembelih satu ekor kerbau walaupun sejengkal tanduknya disaksikan oleh
masyarakat banyak, maka kainnya berjumlah tujuh lapis, kalau memotong kambing
lima lapis, kalau memotong ayam tiga lapis, dan jika pestanya hanya pesta kecil seperti
memasak ikan maka kain yang digunakan cukup satu lapis saja. Semua itu sudah diatur
sesuai adat, dengan melihat kemampuan si pembuat pesta.
Dulunya adat tersusun rapi hanya saja sekarang sudah banyak diubah-ubah. Ini
disesuaikan dengan kemampuan seseorang. Adat tidak memaksa, tetapi adat mengatur
sesuai dengan tingkat kemampuan seseorang. Dalam melaksanakan pesta jangan
memaksakan kehendak, ibarat pepatah mengatakan “nafsu besar tenaga kurang.”
Dipaksakan untuk membuat walimah atau pesta besar-besaran, setelah itu berhutang,
maka dari itu adat telah mengatur sesuai dengan kadar kemampuan seseorang, supaya
manusia tidak berlaku sombong dan tamak. Begitu juga orang yang memaksakan
kehendak untuk melakukan pesta secara besar-besaran, padahal semua orang
mengetahui bahwa mereka tidak mampu, maka muncul omongan dari masyarakat
“Berkokok ayam bertanya orang” Sebenarnya mereka tidak sanggup namun tetap
memaksakan, ibarat seperti baju pinjaman yang terkadang kebesaran ataupun
kekecilan. Kemudian di pancuang Soa kelambu juga terdapat yang nama nya Bii atau
kening kelambu. Maknanya ialah kesucian hati suami istri dalam menjalankan bahtera
rumah tangga.
Bagaimanapun susah dan melaratnya hidup, mereka harus senantiasa tenang dan
berserah diri kepada Allah SWT. Mereka juga harus mematuhi nasihat-nasihat orang
tua, cerdik pandai, alim ulama yang dilandasi kalimah tauhid (Al-Quran dan hadist).
Motif yang terdapat pada bii ini adalah sepasak burung merak. Burung ini diibaratkan
sebagai sepasang pengantin yang hidup penuh rasa kasih saying. Mereka bersama-
sama mencari nafkah di batang-batang kayu seperti yang tergambar di kasab. Bila di
kampong halamannya susah mencari rezeki, hendaklah berusaha pindah ke negri lain,
berani terbang pergi meniggalkan kampong halamannya sendiri.
11. Seprai Berlapis Tujuh
Seprai berlapis digunakan untuk seprai kasur sesuai dengan jumlah lapisan
kelambu yang digunakan. Warnanya disesuaikan dengan kelambu yang dipakai.
12. Sampang Kain
Sampang kain merupakan tempat penyampangan kain yang dibawa oleh
mempelai lelaki. Ini merupakan bagian pelengkap di kamar pengantin. Di Tapaktuan
khusunya Aneuk Jame, kalau nikahnya beradat maka dari pihak laki-laki akan
membawa antaran kepada sang mmempelai wanitanya. Isi antaranya terdiri atas
perlengkapan sang wanita, seperti pakaian, seperangkat alat shalat, dan berbagai
peralatan hias wanita. Barang-barang seperti kain songket itu diletakkan di sampang
kain sebagai petanda pembawan suami kepada istri.
Barang-barang itu dijadikan sebuah pusaka untuk istri, tidak boleh barang-
barang tersebut digunakan oleh orang lain. Kalau sekiranya ada saudara baik itu dari

16
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

pihak perempuan maupun laki-laki yang datang bertamu ke rumah mereka, tidak
boleh barang- barang tersebut digunakan untuk tamu tersebut. Kemudia saat mempelai
wanita pergi ke rumah pada malam kedua disebut dengan menjalang. Saat pulang
nantinya sang mempelai wanita diberi oleh mertuanya berupa peralatan makan seperti
piring, mangkuk, gelas, cerek dan sebagainya.
Barang-barang tersebut dimasukan ke dalam lemari yang terletak di samping
kamar pengantin. Apabila seorang suami pergi mencari nafkah dan tidak ada di
rumah, maka barang-barang tersebut tidak boleh digunakan oleh siapapun, terkecuali
istrinya. Apabila sang suami pulang ke rumah barang-barang yang disimpan itulah
yang digunakan untuk sang suami. Begitulah kuatnya adat Aneuk Jamee di Kota
Naga dalam menjaga barang-barang yang diberikan oleh pihak suami.
13. Tikar Jajakan
Kain berwarna-warni yang dibuat berliki-liku disebut Tikar Jajakan. Artinya
bagaimana pun lika liku kehidupan yang di jalani oleh suami istri, harus tabah
menerimanya baik itu senang maupun susah. Sebelum pengantin laki-laki menuju ke
pelaminan kamar pengantin, dia harus menginjak telur yang bermakna bahwasanya
manusia diciptakan Tuhan dari air yang tidak berguna (mani). Oleh karena itu, tidak
boleh sombong atas kesuksesan dan keberhasilan hidup yang diberikan Tuhan.
Prosesi menginjak telur tersebut mengandung makna bahwa manusia berasal dari
tanah yang diinjak, jadi hendaklah sadar darimana asal kita sebenarnya. Oleh karena
itu, manusia tidak boleh sombong dan angkuh. Kemudian ibu jari laki-laki dibasuh
dengan sari pati kelpa untuk menyucikan manusia yang daif itu.
Tikar jajakan adalah proses terakhir yang dilakukan di dalam kamar pengantin
tersebut, setelah semua proses dan mempelai wanita dijemput oleh mempelai pria
barulah dua sejoli tersebut keluar dan melayani tamu-tamu yang datang. Karena
sebelum selesainya semua prosesi adat tersebut pengantin wanita tidak diperbolehkan
untuk keluar sebelum dijemput oleh pengantin pria melalui proses adat di tikar jajakan
ini.
Selain penjelasan yang di atas di dalam kamar pengantin tersebut juga
terdapat Tampek siriah (ceurano). Tampek Siriah adalah satu bagian pelengkap
pelaminan. Tampek siriah berarti tempat sirih. Biasanya dalam Tampek Siriah berisi
dengan sirih, sirih tersebut terbuat dari daun sirih yang di dalamnya diletakkan kapur
sirih, pinang dan gambir. Karena sirih adalah salah satu ciri khas Aceh untuk
memuliakan tamu. Fungsi Tampek Siriah adalah pelengkap upacara adat perkawinan
suku Aneuk Jamee. Sedangkan makna simbolik dari Tampek Siriah adalah sebagai alat
untuk memuliakan tamu yang datang dalam upacara adat perkawinan tersebut, karena
dalam adat Aceh juga wajib memuliakan tamu.

17
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

Gambar 14. Tampek Siriah


Foto: Ardilla Septiana (2019)
Selain Tampek Siriah ada juga Tuduang Saji yang terdapat di dalam kamar
pengantin tersebut. Tuduang Saji adalah salah satu bagian pelengkap dari peaminan
suku Aneuk Jamee. Tuduang Saji berarti tutup atau tempat diletaknya inai yang
sudah digiling atau dihaluskan dan tempat bahan Peusijuk. Tuduang Saji biasanya
diletakkan pada sisi sebelah kanan pelaminan. Tuduang Saji berbentuk segitiga bulat
mirip dengan tutup kepala pengantin laki- laki dengan di bawahnya terdapat sejenis
talam dengan penutupnya kain bewarna merah dengan untaian kasab yang berbentuk
segitiga dengan benang emas. Kemudian diletakkan di atas Ceurano yang berukuran
besar yang disebut juga dengan Daluang. Tuduang Saji ini biasanya berisi makanan
berupa ketan, manisan, serta perlengkapan Peusejuk dan Inai yang sudah digiling
halus.

Gambar 15. Tuduang Saji


Foto: Ardilla Septiana 2019

Fungsi dari Tuduang Saji adalah tempat diletakkannya manisan, ketan serta
bahan untuk Peusijuk dan inai yang sudah digiling halus untuk dipakaikan pada
pengantin wanita atau pengantin laki-laki pada malam kedua dan ketiga berinai.
Makna simbolik yang terkandung dari Tuduang Saji ini diambil isi yang ada di
dalam Tuduang Saji ini, yaitu bahan-bahan peusijuk, diantaranya Cawan (cangkir)
yang diisi air putih bening bermaknakan kesucian hati dalam memulai pernikahan.
Ketan putih atau kuning bermaknakan pernikahan kedua pengantin ini selalu utuh
seperti sifat ketan yang lengket. Beras bermaknakan kesuburan atau mudah rezeki,
dan mengambil sifat padi, yaitu semakin berisi semakin merunduk. Daun peusijuk
bermakan pernikahan yang dilaksanakan akan kokoh dan selalu terikat, seperti tali
pengikat daun Peusijuk dan daun-daun yang diikat tersebut bermaknakan menjadi obat
penawar dalam permasalahan rumah tangga, agar dalam mengambil keputusan dengan
kepala dingin dan bermusyawarah. Manisan bermaknakan agar pernikahan kedua

18
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

pengantin ini selalu manis seperti sifat manisan yang diberikan kepada kedua
pengantin. Serta Inai yang bermaknakan untuk menjauhkan pengantin dari roh-roh
halus dan makluk gaib yang dipercaya takut dengan bau dari Inai, sehingga pengantin
tidak dirasuki setan

Gambar 16. Pengantin Wanita Sedang Menunggu Datangnya Pengantin Pria Memasuki
Kamar Pengantin Kelambu Tujuh Lapis
Foto: Ardilla Septiana (2019)

Gambar 17. Pelaminan Kamar Pengantin Suku Aneuk Jamee


Foto: Ardilla Septiana (2019)

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan antara lain
yaitu:
1. Pelaminan kamar pengantin suku Aneuk Jamee di kecamatan Tapaktuan digunakan
hanya untuk perempuan yang menjaga kehormatannya. Kamar pengantin tersebut
merupakan sebuah penghargaan bagi wanita yang menjaga kehormatannya. Bagian
utama yang terdapat di pelaminan kamar pengantin itu ialah Pancuang soa
kelambu, bagian dari dari pancuang soa kelambu terdapat kelambu tujuh lapis dan
bii (kening kelambu).
2. Fungsi keseluruhan dari pelaminan kamar pengantin ialah tempat pelaksanaan
ritual adat pernikahan suku Aneuk Jamee. Makna simbolik yang terdapat di
pelaminan kamar pengantin suku Aneuk Jamee di kecamatan Tapaktuan ialah (1)

19
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020

Labah Mangirok (lebah hinggap) yang bermaknakan seorang raja dan rakyat yang
saling tolong-menolong, (2) Banta Gadang Tagak (bantal besar berdiri)
bermaknakan seorang perempuan yang akan melahirkan keturunan, (3) Meracu
dan Tapak diibaratkan seorang raja dan ratu, (4) Kipas Berwarna Warni yang
memiliki tiga warna yaitu kuning, merah, dan hijau, (5) Banta Basusun (bantal
bersusun) bermakna empat pihak delapan kaum, (6) Tilam Pandak adalah tempat
duduk pengantin yang diumpamakan sebagai singgasana kehormatan untuk
pengantin yang disandingkan di pelaminan, (7) Renda Putih yang bermaknakan
suatu kesucian, (8) Langik-langik (langit-langit), (9) Buah Butun Kuning di Bangku
yang berjumlah lima ruas mengartikan rukun islam ada lima perkara, (10)
Pancuang Soa Kelambu (kelambu tujuh lapis) bagian utama yang terdapat pada
pelaminan kamar pengantin, Bii (kening kelambu) maknanya kesucian hati suami
istri dalam menjalankan bahtera rumah tangga, (11) Seprai Berlapis Tujuh, (12)
Sampang Kain berfungsi tempat penyampangan kain yang dibawa oleh mempelai
laki-laki, (13) Tikar Jajakan. Selain itu properti yang juga terdapat di kamar
pengantin yaitu Ceurano (tempat sirih), Tuduang saji (tudung saji).

DAFTAR PUSTAKA

Leigh, Barbara. 1989. Tangan-tangan Terampil. Jakarta: Djambatan


Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarnya.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Zeost, Aart Van. 1996. Interpretasi dan Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

20

Anda mungkin juga menyukai