ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Makna Pelaminan Kamar Pengantin Suku Aneuk Jamee
di Kecamatan Tapaktuan, mengankat masalah bagaimana fungsi dan makna simbolik
pelaminan kamar pengantin suku Anauk Jamee. Tujuan penelitian yaitu untuk
mendeskripsikan fungsi dan makna simbolik pelaminan kamar pengantin suku Aneuk
Jamee di kecamatan Tapaktuan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pendekatan Semiotika, jenis penelitian ini yaitu deskriptif. Subjek penelitian
ini ialah suku Aneuk Jamee dan objek penelitian ialah kamar pengantin suku Aneuk
Jamee. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, fungsi keseluruhan dari pelaminan kamar
pengantin ialah tempat pelaksanaan ritual adat pernikahan suku Aneuk Jamee dan di
kamar itulah mempelai wanita akan melepaskan keperwanannya untuk
dipersembahkan kepada sang suami. Makna simbolik yang terdapat di pelaminan
kamar pengantin suku Aneuk Jamee di kecamatan Tapaktuan ialah (1) Labah
Mangirok (lebah hinggap) yang bermaknakan seorang raja dan rakyat yang saling
tolong-menolong, (2) Banta Gadang Tagak (bantal besar berdiri) bermaknakan
seorang perempuan yang akan melahirkan keturunan, (3) Meracu dan Tapak
diibaratkan seorang raja dan ratu, (4) Kipas Berwarna Warni yang memiliki tiga warna
yaitu kuning, merah, dan hijau, (5) Banta Basusun (bantal bersusun) bermakna empat
pihak delapan kaum, (6) Tilam Pandak adalah tempat duduk pengantin yang
diumpamakan sebagai singgasana kehormatan untuk pengantin yang disandingkan di
pelaminan, (7) Renda Putih yang bermaknakan suatu kesucian, (8) Langik-langik
(langit-langit), (9) Buah Butun Kuning di Bangku yang berjumlah lima ruas
mengartikan rukun islam ada lima perkara, (10) Pancuang Soa Kelambu (kelambu
tujuh lapis) bagian utama yang terdapat pada pelaminan kamar pengantin, Bii (kening
kelambu) maknanya kesucian hati suami istri dalam menjalankan bahtera rumah
tangga, (11) Seprai Berlapis Tujuh, (12) Sampang Kain berfungsi tempat
penyampangan kain yang dibawa oleh mempelai laki-laki, (13) Tikar Jajakan. Selain
itu properti yang juga terdapat di kamar pengantin yaitu Ceurano (tempat sirih),
Tuduang saji (tudung saji). Pelaminan Kamar Pengantin Suku Aneuk Jamee di
Kecamatan Tapaktuan hanya dapat digunakan oleh perempuan yang bisa menjaga
kehormatannya.
Kata Kunci: Fungsi, makna simbolik, pelaminan kamar pengantin, Suku Aneuk Jame
1
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
PENDAHULUAN
Aceh yang sering disebut dengan Serambi Mekkah mempunyai bermacam
ragam suku seperti Aceh, Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Kluet, Simeulu, Singkil dan
Tamiang. Dalam bahasa setiap suku ini berbeda seperti halnya Gayo Luwes
menggunakan bahasa Gayo, Aceh Tamiang dominan menggunakan bahasa Tamiang
(Melayu), Aceh Tenggara menggunakan bahasa Alas, Aceh Besar dominan
menggunakan bahasa Aceh, Tapaktuan, Manggeng, Blang Pidie menggunakan bahasa
campuran Aceh dan Minang (bahasa Jamee), daerah Kluet seperti Kluet Selatan,
Kluet Tengah, Kluet Utara dan Kluet Timur dominan menggunakan bahasa Kluet.
Masing-masing dari daerah ini mempunyai ciri khas dalam berbahasa itulah yang
membedakan satu suku dengan suku yang lain dan berlaku juga dengan adat istiadat
mereka. Dari berbagai macam etnik tersebut tentu saja mempunyai berbagai macam
adat, budaya dan tradisi pula dari setiap suku yang ada.
Di Aceh juga terdapat berbagai macam upacara pernikahan dengan ciri khas
masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari pakaian adat, prosesi adatnya dan bentuk
pelaminannya yang menjadi karaktekristik masyarakat tersebut. Adapun yang
menjadi ketertarikan penulis dalam hal ini adalah pelaminan kamar pengantin etnis
aceh yang memiliki keunikan dan kekhasannya. Salah satunya adalah pelaminan
kamar pengantin suku Aneuk Jamee. Pelaminan Kamar pengantin ini sangat besar
fungsinya dalam pelaksaan tradisi adat di suku Aneuk Jamee. Karena segala proses
pelaksaan dari malam berinai sampai hari H di dalam kamar tersebutlah semuanya
dilaksanakan. Pemakaian pelaminan kamar pengantin ini tidak bisa digunakan oleh
sembarang orang karena ketentuan adat yang berlaku di sini. Pada zaman dahulu
pelaminan kamar pengantin hanya digunakan untuk perempuan yang menjaga
kehormatannya. Jika perempuan tersebut sudah hamil duluan sebelum adanya ikatan
pernikahan, maka tidak bisa digunakan dalam acara pesta pernikahan. Supaya adat ini
tidak kian tenggelam, saya juga menanyakan hal ini kepada T. Laksamana dan
Ernawati. Supaya para calon pengantin mengetahui penggunaan dari pelaminan
kamar pengantin tersebut dalam proses perkawinan.
Barbara Leigh (1989) “mendefinisikan kamar pengantin ialah ruangan dalam
rumah yang paling sarat dengan hiasan. Langit-langit seluruhnya tertutup oleh bahan
katun berwarna merah. Ragam hiasan lantainya bercorak, dan dilapisi dengan tikar
serta dindingnya dihiasi dengan kain gantung”.
Pelaminan kamar pengantin suku Aneuk Jamee memiliki keunikan yang terletak
pada penempatan pelaminan yang berada didalam kamar pengantin dan juga pada
pola bentuk pelaminannya, warna serta memiliki fungsi dan makna pada setiap bagian
didalam kamar pengantin tersebut, yang pada umumnya tidak dijumpai pada daerah
lainnya. Fungsi dan makna penciptanya diwujudkan dalam bentuk simbolik. Tetapi,
pada saat sekarang dalam pelestariannya sudah mulai memudar, dikarenakan bagian
tersebut dianggap tidak sesuai dengan zamannya, proses adaptasi budaya asli dengan
budaya luar dan sekarang realitanya masyarakat lebih memilih mengikuti perubahan
2
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
pada lingkungannya. Hal ini dapat kita lihat semakin jarangnya penggunaan
pelaminan tersebut pada upacara adat pernikahan. Ini terjadi karena kekurang
pahaman masyarakat atau perangkat desa (Geuchik) terhadap kebudayaan sendiri
yang dipengaruhi datangnya unsur-unsur budaya baru dari luar. Karena pada dasarnya
sudah menjadi tugas masyarakat suku Aneuk Jamee untuk melestarikan dan
membudayakan kebudayaan asli suku Aneuk Jamee tetap terjaga dan lestari. Upaya
tersebut dapat bermanfaat sekaligus menjadi jawaban atas permasalahan yang
dihadapi dari perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud ialah perubahan yang
terjadi akibat penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menjadikan sikap,
pengalaman, pola pikir dan perilaku yang berbeda pula. Dalam penelitian ini, peneliti
ingin mengangkat masalah ini untuk mendeskripsikan secara jelas pelaminan kamar
pengantin suku Aneuk Jamee dan menggali fungsi dan makna simbolik dari bagian
kamar pengantin suku Aneuk Jamee.
METODE PENELITIAN
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
semiotic atau semiologi. Pendekatan semiotik/semiologi yaitu ilmu yang mengkaji
tentang tanda-tanda dalam masyarakat. “Semiotika merupakan suatu ilmu atau metode
analisis untuk mengkaji tanda, tanda yang dimaksudkan merupakan perangkat yang
biasa digunakan oleh masyarakat dalam upaya mempelajari kehidupan” (Sobur, 2013).
Penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian deskriptif yang mencoba untuk
mengungkapkan dan menjelaskan fungsi dan makna simbolik pelaminan kamar
pengantin suku Aneuk Jamee. Sugiyono (2014:289) “penelitian deskriptif adalah
suatu penelitian yang memandu peneliti untuk mengekplorisasi atau memotret
situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan masalah-masalah yang berhubungan
dengan fungsi dan makna yang terdapat pada pelaminan kamar pengantin seperti
bentuk motif, makna denotatif dan konotatif yang terdapat pada pelaminan kamar
pengantin tersebut.
Penelitian ini dilakukan di kabupaten Aceh Selatan, kecamatan Tapaktuan
tepatnya di Kota Tapaktuan di desa Tepi Air. Di daerah tersebut masih ada yang
menggunakan pelaminan tersebut. Keakuratan data yang dihasilkan tidak lepas dari
sumber data yang diperoleh untuk mendukung suatu penelitian. Narasumber dalam
penelitian ini yaitu T. Laksamana bin Teuku Fitahruddin adalah keturunan XI raja
Tapaktuan dan Ernawati yang memahami tentang pelaminan suku Aneuk Jamee.
Teknik pengumpulan datanya menurut Sugiyono (2014:194) mengatakan “bila
dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data
yang digunakan interview (wawancara), observasi (pengamatan), dokumentasi dan
gabungan ketiganya” Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran akan
objek yang akan diteliti, terutama mengenai fungsi dan makna simbolik pelaminan
kamar pengantin yang ada di suku Aneuk Jamee, kabupaten Aceh Selatan. Adapun
3
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
instrumen yang digunakan dalam observasi ini yaitu panduan observasi yang
berfungsi untuk memudahkan peneliti dalam mengamati objek penelitian. Wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data karena peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan dan menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga karena
peneliti ingin mengetahui hal-hal mengenai bentuk lebih dalam. Dokumentasi
merupakan bukti atau catatan peristiwa yang sudah berlalu. Catatan ini dapat
berbentuk tulisan gambar atau video. Dalam penelitian ini peneliti melakukan
pencarian hasil gambar atau foto-foto yang dahulu dimiliki seniman dan masyarakat
di Tapaktuan kabupaten Aceh Selatan salah satu nya dokumentasi dari Ernawati.
Setelah semua data terkumpul dengan menggunakan teknik pengumpulan data,
tahapan selanjutnya ialah mengolah data dengan menggunakan teknik analisis data
semiotik. Menurut Rusmana (2014:33) berkenaan dengan masalah tanda-tanda dapat
dilakukan analisis dengan cara Semiotik Semantik
Semiotik semantik merupakan tinjauan tentang suatu sistem tanda yang dapat
sesuai dengan arti yang disampaikan. Dalam bahasa Indonesia, semiotik
semantik adalah perwujudan makna yang ingin disampaikan oleh penuturnya
dan disampaikan melalui ekspresi wujudnya.
Van (1996:5-6) mengatakan bahwa “semiotik semantik (studi relasi dengan
penafsirannya), yaitu studi tentang tanda yang menonjolkan hubungan tanda-tanda
dengan acuannya dan dengan interpretasi yang dihasilkannya”. Hal ini dilakukan
untuk mendeskripsikan tentang makna yang terdapat pada pelaminan kamar
pengantin suku Aneuk Jame di Kecamatan Tapaktuan.
4
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
5
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
6
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
7
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
8
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
9
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
10
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
11
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
Fungsi dari tikar jajakan ini ialah sebagai tempat untuk pengantin laki-laki
berjalan atau pijakan untuk menuju tempat duduk pengantin dan bersanding dengan
mempelai wanita. Konotasinya ialah diibaratkan sebagai perjalan hidup yang penuh
lika-liku yang harus dijalani oleh sepasang suami istri.
Pembahasan
Fungsi dan Makna Pelaminan Kamar Pengantin Suku Aneuk Jamee di
Kecamatan Tapaktuan
Pelaminan adalah tempat dimana sang pengantin berdiri atau duduk saat
menyambut tamu pesta pernikahan. Pada pelaminan banyak sekali terdapat hiasan
pernikahan, pelaminan adalah kerajaan pengantin dari sebuah pesta pernikahan salah
satu kegiatan penting yang berhubungan dengan proses pelaksanaan adat istiadat
adalah membuat pelaminan atau menghias rumah. Pelaminan ini biasa nya terletak
di bagian pada ruang depan rumah, khususnya di suku Aneuk Jamee pelaminan juga
digunakan di dalam kamar pengantin, pelaminan itu berfungsi sarana atau media bagi
pengantin atau keluarga melakukan kegiatan sesuai dengan adat pernikahan suku
tersebut.
Lazimnya sepasang pengantin baru, kamar pengantin merupakan bagian yang
harus ditata dan dihiasi seindah dan senyaman mungkin. Karena di kamar tersebutlah
seorang gadis akan melepaskan keperawanannya untuk dipersembahkan kedapa sang
suami. Pada bagian pelaminan di kamar pengantin tersebut miliki banyak makna
simbolik diantaranya:
1. Labah Manghirok (Lebah Hinggap)
Labah mangirok yang melambangkan seorang raja dan rakyatnya yang mana
demikian labah mangirok yang berarti lebah hinggap memilki sifat lebah yang suka
bergotong royong dan selalu hidup berkumpulan, maka dari itu raja dan rakyat
haruslah saling membantu dan mendukung apabilah ketika ada musuh yang datang
bisa dilawan bersama-sama.
2. Banta Gadang Tagak (Bantal Besar Berdiri)
Banta gadang tagak memiliki makna simbolik sebuah batang kayu yang
mempunyai
cabang, ranting, dan tunas. Diibarat seorang perempuan yang akan melahirkan
keturunan berupa anak, cucu, dan buyut. Banta gadang tagak juga memiliki motif
pucuk rebung yang terletak pada bagian paling atas yang mengartikan seorang
pemimpin.
3. Meracu dan Tapak
Maracu dan tapak terletak di samping banta gadang tagak. Inilah yang
melambangkan seorang raja atau mempelai pria. Banta gadang tagak berdampingan
dengan meracu, seperti halnya mempelai wanita yang berdampingan dengan
mempelai pria. Meracu berbentuk segitiga yang melambangkan peta Aceh. Bentuk
segita ini di sebut dengan Aceh Lhee Sago. Di dalam meracu terdapat motif situnjung
yang makna lambangnya lambang keagungan, kebesaran jiwa, dan hati nurani
12
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
13
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
14
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
15
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
lapis. Akan tetapi, jika yang mengadakan rakyat/masyarakat biasa, tetapi mereka
menyembelih satu ekor kerbau walaupun sejengkal tanduknya disaksikan oleh
masyarakat banyak, maka kainnya berjumlah tujuh lapis, kalau memotong kambing
lima lapis, kalau memotong ayam tiga lapis, dan jika pestanya hanya pesta kecil seperti
memasak ikan maka kain yang digunakan cukup satu lapis saja. Semua itu sudah diatur
sesuai adat, dengan melihat kemampuan si pembuat pesta.
Dulunya adat tersusun rapi hanya saja sekarang sudah banyak diubah-ubah. Ini
disesuaikan dengan kemampuan seseorang. Adat tidak memaksa, tetapi adat mengatur
sesuai dengan tingkat kemampuan seseorang. Dalam melaksanakan pesta jangan
memaksakan kehendak, ibarat pepatah mengatakan “nafsu besar tenaga kurang.”
Dipaksakan untuk membuat walimah atau pesta besar-besaran, setelah itu berhutang,
maka dari itu adat telah mengatur sesuai dengan kadar kemampuan seseorang, supaya
manusia tidak berlaku sombong dan tamak. Begitu juga orang yang memaksakan
kehendak untuk melakukan pesta secara besar-besaran, padahal semua orang
mengetahui bahwa mereka tidak mampu, maka muncul omongan dari masyarakat
“Berkokok ayam bertanya orang” Sebenarnya mereka tidak sanggup namun tetap
memaksakan, ibarat seperti baju pinjaman yang terkadang kebesaran ataupun
kekecilan. Kemudian di pancuang Soa kelambu juga terdapat yang nama nya Bii atau
kening kelambu. Maknanya ialah kesucian hati suami istri dalam menjalankan bahtera
rumah tangga.
Bagaimanapun susah dan melaratnya hidup, mereka harus senantiasa tenang dan
berserah diri kepada Allah SWT. Mereka juga harus mematuhi nasihat-nasihat orang
tua, cerdik pandai, alim ulama yang dilandasi kalimah tauhid (Al-Quran dan hadist).
Motif yang terdapat pada bii ini adalah sepasak burung merak. Burung ini diibaratkan
sebagai sepasang pengantin yang hidup penuh rasa kasih saying. Mereka bersama-
sama mencari nafkah di batang-batang kayu seperti yang tergambar di kasab. Bila di
kampong halamannya susah mencari rezeki, hendaklah berusaha pindah ke negri lain,
berani terbang pergi meniggalkan kampong halamannya sendiri.
11. Seprai Berlapis Tujuh
Seprai berlapis digunakan untuk seprai kasur sesuai dengan jumlah lapisan
kelambu yang digunakan. Warnanya disesuaikan dengan kelambu yang dipakai.
12. Sampang Kain
Sampang kain merupakan tempat penyampangan kain yang dibawa oleh
mempelai lelaki. Ini merupakan bagian pelengkap di kamar pengantin. Di Tapaktuan
khusunya Aneuk Jame, kalau nikahnya beradat maka dari pihak laki-laki akan
membawa antaran kepada sang mmempelai wanitanya. Isi antaranya terdiri atas
perlengkapan sang wanita, seperti pakaian, seperangkat alat shalat, dan berbagai
peralatan hias wanita. Barang-barang seperti kain songket itu diletakkan di sampang
kain sebagai petanda pembawan suami kepada istri.
Barang-barang itu dijadikan sebuah pusaka untuk istri, tidak boleh barang-
barang tersebut digunakan oleh orang lain. Kalau sekiranya ada saudara baik itu dari
16
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
pihak perempuan maupun laki-laki yang datang bertamu ke rumah mereka, tidak
boleh barang- barang tersebut digunakan untuk tamu tersebut. Kemudia saat mempelai
wanita pergi ke rumah pada malam kedua disebut dengan menjalang. Saat pulang
nantinya sang mempelai wanita diberi oleh mertuanya berupa peralatan makan seperti
piring, mangkuk, gelas, cerek dan sebagainya.
Barang-barang tersebut dimasukan ke dalam lemari yang terletak di samping
kamar pengantin. Apabila seorang suami pergi mencari nafkah dan tidak ada di
rumah, maka barang-barang tersebut tidak boleh digunakan oleh siapapun, terkecuali
istrinya. Apabila sang suami pulang ke rumah barang-barang yang disimpan itulah
yang digunakan untuk sang suami. Begitulah kuatnya adat Aneuk Jamee di Kota
Naga dalam menjaga barang-barang yang diberikan oleh pihak suami.
13. Tikar Jajakan
Kain berwarna-warni yang dibuat berliki-liku disebut Tikar Jajakan. Artinya
bagaimana pun lika liku kehidupan yang di jalani oleh suami istri, harus tabah
menerimanya baik itu senang maupun susah. Sebelum pengantin laki-laki menuju ke
pelaminan kamar pengantin, dia harus menginjak telur yang bermakna bahwasanya
manusia diciptakan Tuhan dari air yang tidak berguna (mani). Oleh karena itu, tidak
boleh sombong atas kesuksesan dan keberhasilan hidup yang diberikan Tuhan.
Prosesi menginjak telur tersebut mengandung makna bahwa manusia berasal dari
tanah yang diinjak, jadi hendaklah sadar darimana asal kita sebenarnya. Oleh karena
itu, manusia tidak boleh sombong dan angkuh. Kemudian ibu jari laki-laki dibasuh
dengan sari pati kelpa untuk menyucikan manusia yang daif itu.
Tikar jajakan adalah proses terakhir yang dilakukan di dalam kamar pengantin
tersebut, setelah semua proses dan mempelai wanita dijemput oleh mempelai pria
barulah dua sejoli tersebut keluar dan melayani tamu-tamu yang datang. Karena
sebelum selesainya semua prosesi adat tersebut pengantin wanita tidak diperbolehkan
untuk keluar sebelum dijemput oleh pengantin pria melalui proses adat di tikar jajakan
ini.
Selain penjelasan yang di atas di dalam kamar pengantin tersebut juga
terdapat Tampek siriah (ceurano). Tampek Siriah adalah satu bagian pelengkap
pelaminan. Tampek siriah berarti tempat sirih. Biasanya dalam Tampek Siriah berisi
dengan sirih, sirih tersebut terbuat dari daun sirih yang di dalamnya diletakkan kapur
sirih, pinang dan gambir. Karena sirih adalah salah satu ciri khas Aceh untuk
memuliakan tamu. Fungsi Tampek Siriah adalah pelengkap upacara adat perkawinan
suku Aneuk Jamee. Sedangkan makna simbolik dari Tampek Siriah adalah sebagai alat
untuk memuliakan tamu yang datang dalam upacara adat perkawinan tersebut, karena
dalam adat Aceh juga wajib memuliakan tamu.
17
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
Fungsi dari Tuduang Saji adalah tempat diletakkannya manisan, ketan serta
bahan untuk Peusijuk dan inai yang sudah digiling halus untuk dipakaikan pada
pengantin wanita atau pengantin laki-laki pada malam kedua dan ketiga berinai.
Makna simbolik yang terkandung dari Tuduang Saji ini diambil isi yang ada di
dalam Tuduang Saji ini, yaitu bahan-bahan peusijuk, diantaranya Cawan (cangkir)
yang diisi air putih bening bermaknakan kesucian hati dalam memulai pernikahan.
Ketan putih atau kuning bermaknakan pernikahan kedua pengantin ini selalu utuh
seperti sifat ketan yang lengket. Beras bermaknakan kesuburan atau mudah rezeki,
dan mengambil sifat padi, yaitu semakin berisi semakin merunduk. Daun peusijuk
bermakan pernikahan yang dilaksanakan akan kokoh dan selalu terikat, seperti tali
pengikat daun Peusijuk dan daun-daun yang diikat tersebut bermaknakan menjadi obat
penawar dalam permasalahan rumah tangga, agar dalam mengambil keputusan dengan
kepala dingin dan bermusyawarah. Manisan bermaknakan agar pernikahan kedua
18
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
pengantin ini selalu manis seperti sifat manisan yang diberikan kepada kedua
pengantin. Serta Inai yang bermaknakan untuk menjauhkan pengantin dari roh-roh
halus dan makluk gaib yang dipercaya takut dengan bau dari Inai, sehingga pengantin
tidak dirasuki setan
Gambar 16. Pengantin Wanita Sedang Menunggu Datangnya Pengantin Pria Memasuki
Kamar Pengantin Kelambu Tujuh Lapis
Foto: Ardilla Septiana (2019)
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan antara lain
yaitu:
1. Pelaminan kamar pengantin suku Aneuk Jamee di kecamatan Tapaktuan digunakan
hanya untuk perempuan yang menjaga kehormatannya. Kamar pengantin tersebut
merupakan sebuah penghargaan bagi wanita yang menjaga kehormatannya. Bagian
utama yang terdapat di pelaminan kamar pengantin itu ialah Pancuang soa
kelambu, bagian dari dari pancuang soa kelambu terdapat kelambu tujuh lapis dan
bii (kening kelambu).
2. Fungsi keseluruhan dari pelaminan kamar pengantin ialah tempat pelaksanaan
ritual adat pernikahan suku Aneuk Jamee. Makna simbolik yang terdapat di
pelaminan kamar pengantin suku Aneuk Jamee di kecamatan Tapaktuan ialah (1)
19
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Volume V, Nomor 1:1-20
Februari 2020
Labah Mangirok (lebah hinggap) yang bermaknakan seorang raja dan rakyat yang
saling tolong-menolong, (2) Banta Gadang Tagak (bantal besar berdiri)
bermaknakan seorang perempuan yang akan melahirkan keturunan, (3) Meracu
dan Tapak diibaratkan seorang raja dan ratu, (4) Kipas Berwarna Warni yang
memiliki tiga warna yaitu kuning, merah, dan hijau, (5) Banta Basusun (bantal
bersusun) bermakna empat pihak delapan kaum, (6) Tilam Pandak adalah tempat
duduk pengantin yang diumpamakan sebagai singgasana kehormatan untuk
pengantin yang disandingkan di pelaminan, (7) Renda Putih yang bermaknakan
suatu kesucian, (8) Langik-langik (langit-langit), (9) Buah Butun Kuning di Bangku
yang berjumlah lima ruas mengartikan rukun islam ada lima perkara, (10)
Pancuang Soa Kelambu (kelambu tujuh lapis) bagian utama yang terdapat pada
pelaminan kamar pengantin, Bii (kening kelambu) maknanya kesucian hati suami
istri dalam menjalankan bahtera rumah tangga, (11) Seprai Berlapis Tujuh, (12)
Sampang Kain berfungsi tempat penyampangan kain yang dibawa oleh mempelai
laki-laki, (13) Tikar Jajakan. Selain itu properti yang juga terdapat di kamar
pengantin yaitu Ceurano (tempat sirih), Tuduang saji (tudung saji).
DAFTAR PUSTAKA
20