Anda di halaman 1dari 11

Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 108-118

DOI:https://doi.org/10.24114/gondang.v5i1.23973

Gondang: Jurnal Seni dan Budaya


Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/GDG

Tari Troen U Laôt: Identitas Masyarakat Pesisir Pidie


Provinsi Aceh
Troen U Laôt Dance: The Identity of Pidie Coastal
Communities Aceh Province
Yusri Yusuf1), Yanti Heriyawati2) Magfhirah Murni Bintang Permata3)*,
& Saniman Andi Kafri4)
1) Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan Ilmu Pendidikan, Syiah Kuala University, Aceh Indonesia,
2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Pascasarjana Institut Seni Budaya Indonesia Bandung, Indonesia
3)Program Studi Seni Tari, Jurusan Seni Pertunjukan, Institut Seni Budaya Indonesia Aceh, Indonesia
4)Program Studi Kriya Seni, Jurusan Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Budaya Indonesia Aceh,

Indonesia

Diterima: 22 Maret 2021; Direview: 24 Maret 2021; Disetujui: 06 Mei 2021


Abstrak
Tarian Troen U Laôt merupakan cerminan masyarakat Pesisir Pidie Aceh dalam pola hidup dan perilaku
masyarakatnya, yang dominan bermata pencaharian sebagai nelayan. Tari ini diadopsi dari prosesi menangkap ikan
di laut dengan cara menjaring, yang dilakukan bersama-sama, menjadi pola-pola gerak yang tersusun diringi syair,
sholawat, dan zikir. Masyarakat Pesisir Pidie menjadikan tarian ini bagian dari kehidupan mereka, yang terlihat pada
aktivitas nelayan terlihat dalam struktur penyajian berkaitan dengan susunan, bentuk, pengolahan elemen tari,
pengolahan gerak, ruang, waktu, dan isi.berisi pesan Dari penyajian Tari Troen U Laôt.Penelitian ini bersifat deskriftif
kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnokoreologi, dengan menggunakan pendekatan dari ilmu lain dalam
melihat aspek- penyajian tari yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat nelayan, sehingga menjadi ciri dari
masyarakatnya. Dalampenelitian ini digunakan teori bentuk oleh Soedarsono, estetika Djenlantik sebagai analisis
dalam melihat bentuk penyajian tari berkaitan dengan filosofi keindahan tari bedasar latar belakang masyarakatnya,
dan pendekatan sejarah, melihat keberadaan tari Troen U Laôt. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
tentang tari Trouen U laot Sebagai iedntitas masyarakat Aceh khususnya masyrakat pidie. Hasil penelitian
menjelaskan, beberapa hal tersebut tergambar dari kebiasan masyarakat saat melakukan aktivitas dilaut, gotong
royong, diiringi oleh tiga orang pemusik dengan menggunakan alat musik rapai, serune kale, dan geundrang. Tarian
ini dibentuk dari bagian, yaitu: (1) Babakan Mukayoeh (2) Babakan Mulinggang; (3) Babakan Mukayoeh, (4) Pouget
Pukat (5) Babakan Tarek Pukat.
Kata kunci: Tari; Troen U Laôt; Identitas; Pidie.
Abstrak
The Troen U Laôt dance is a reflection of the Aceh Pidie Coastal community in the lifestyle and behavior of the people,
who predominantly work as fishermen. This dance is adopted from the procession of catching fish in the sea by means
of netting, which is done together, into movement patterns composed of verses, prayers, and remembrance. The Pidie
Coastal community makes this dance part of their life, which can be seen in fisherman activities seen in the presentation
structure related to the arrangement, form, processing of dance elements, processing of motion, space, time, and content.
contains a message from the presentation of the Troen U Laôt Dance. This study is a qualitative descriptive study using
an ethnochoreological approach, using approaches from other sciences in looking at aspects of dance related to the life
of fishing communities, so that it becomes a characteristic of the community. In this study, Soedarsono used the form
theory, Djenlantic aesthetics as an analysis in seeing the form of dance presentation related to the philosophy of beauty
of dance based on the background of society, and historical approaches, seeing the existence of the Troen U Laôt dance.
The results of the study explained that some of these things were reflected in the habits of the people when doing
activities at sea, mutual cooperation, accompanied by three musicians using the musical instruments rapai, serune kale,
and geundrang. This dance is formed from parts, namely: (1) Babakan Mukayoeh (2) Babakan Mulinggang; (3) Babakan
Mukayoeh, (4) Pouget Pukat (5) Babakan Tarek Pukat.
Keywords: Dance; Troen U Laôt; Identity; Pidie.
How to Cite: Yusuf, Y., Permata, M.M.B., & Kafri, S.A., (2021). Tari Troen U Laôt: Identitas Masyarakat
Pesisir Pidie Provinsi Aceh. Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5(1): 108-118.
*Corresponding author: ISSN 2599 - 0594 (Print)
E-mail: magfirahmurnibintangpermata@isbiaceh.ac.id ISSN2599 - 0543 (Online)

108
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 108-118

PENDAHULUAN yang memegang seutas tali.Dengan


Indonesia merupakan negara properti sederhana namun memilki
maritim, sebagian besar wilayahnya terdiri kerumitan dalam pengolahan geraknya
atas pulau-pulau, dikelilingi dan saat menjalin tali dengan tempo semakin
dihubungkan oleh laut, diantaranya cepat dari satu penari ke penari lainnya
masyarat Pesisir Pidie di Provinsi Aceh. hingga membentuk sebuah ‘pukat’ jaring.
Aceh merupakan daerah yang wilayahnya Hal tersebut menjadi nilai estetika
berada di ujung Barat Pulau Sumatera, yang lebih dan keunikan sehingga menjadi
diapit oleh Samudra Hindia dan Selat ciri khas sendiri dari beberapa jenis tari
Malaka, dulunya terbuka bagi lintasan yang ada di aceh, teori Djelantik (1999)
perdagangan Asia dan Eropah, (Lombard, Estetika adalah suatu ilmu yang
1967). mempelajari tentang keindahan,
Masyarakat pesisir memiliki tradisi mempelajari semua aspek yang disebut
yang berkaitan dengan aktivitas kelautan, dengan indah dapat berupa keindahan
pelayaran, perniagaan atau perdagangan. alami maupun keindahan buatan, pada
Sebagai wujud dari aktivitas dalam umumnya apa yang kita sebut di dalam jiwa
mengaktulisasian diri terdapat pada kita dapat menimbulkan rasa senang, rasa
kesenian Aceh seperti, Tari Troen U puas, rasa nyaman, dan bahagia, dan
Laôtyang menggambarkan salah satu apabila perasaan itu kuat, kita merasa
aktivitas budaya kemaritiman masyarakat terpaku, terharu, terpesona, serta
pesisir Pidie, Aceh. menimbulkan keinginan untuk mengalami
Troen U Laôt memiliki arti ‘turun kembali perasaan itu.
kelaut atau aktivitas melaut’. Tari Troen U Begitu halnya dengan tari Trouen U
Laôt disebut juga tari TarekPukat -- laot menjadikan penikmat pertunjukan tari
merupakan kegiatan yang dilakukan secara ini dapat merasakan kesenangan dan
bersama-sama pada umunnya adalah kaum kepuasan saat menikmati tari ini, bahkan
laki-laki, akan tetapi pelaksanaan tari yang beberapa penonton dan masyarakat juga
dilakukan khusus laki-laki dan perempuan dapat merasakan kenyamanan dan
hanya dilakukan di daerah Pidie. Proses tari kedaimana sendiri saat mendengarkan
ini menampilkan gerakan yang menarik lantunan syair yang berisikan pesan bahwa
jaring besar-panjang yang diikat ke segala sesuatu hal harus meminta dan
pinggang kemudian ditarik dari laut dengan menggantungkan harapan hanya kepada
gerakan mundur dengan perlahan. Tuhan, berkesan religus, dimana segala
TarekPukat merupakan salah satu tradisi sesuatu aktitas masyarakat Aceh yang
menagkap ikanpada masyarakat pesisir selalau dikaitkan dengan ajaran agama
Aceh pada umum dan Pidie khususnya. Islam, hal tersebut juga menjadikan
Tari Troen U Laôt merupakan tari masyarakat Aceh dikenal sebagai Serambi
yang memiliki gaya yang menarik. Gaya Mekah, tidak terlepas dari seni yang ada di
sebagai suatu ciri yang memberi spesifikasi aceh, Troen U Laot yang di dalam sajian tari
terhadap bentuk tarinya (Slamet, 2016). ini menggunakan syair dan aturan gerak
Hal itu juga menjadikan Tari Troen U Laôt yang masih sesuai dengan esensi tari tradisi
berbeda dari tari Aceh pada umumnya, Aceh, beberapa hal tersebut hal tersebut
terutama dari segi properti dan gerak menjadikan masyarakat umum khususnya
dalam penyajian tarinya, yang Aceh yang menyaksikan akan merasa
menggunakan properti tali sebagai media senang, nyaman sehingga pada aktifitas
ungkap dalam pengolahan pada gerakanya. pertunjukkannya masyarakat tidak
Tali yang digunakan sebagai simbol merasakan bosan untuk menyaksikan
gambaran dari aktivitas menarik pukat. pertunjukan tari Trouen U laot. Beberapa
Pada penyajiannya ditarikan oleh penari gerakan lainnya yang dilakukan dengan

109
Yusri Yusuf, Yanti Heriyawati, Magfhirah Murni Bintang Permata, & Saniman Andi Kafri

sigap dengan tempo cepat menjadikan melalui bentuk penyajian ini dapat dilihat
penonton yang menyaksikan menjadi bahwa Tari Troen U Laôt juga sebagai salah
kagum dan terpaku hingga menimbulkan satu identitas masyarakat Pidie melalui tari
perasaan untuk kembali ingin menyaksikan ini sebagai salah satu media ungkap
pertunjukan tari Troen U laot. perasaan/cara pandang masyrakat Pidie
Sebagai tari tradisi, Tari Troen U Laôt yang dituangkan melaui gerak tari. Stuart
memiliki pakem wajib yang terinspirasi (1990) menjelaskan bahwa identitas
dan bersumber dari kebiasaan aktivitas budaya (dalam hal ini identitas etnis) dapat
masyarakat yang dilakukan di laut. Pakem dilihat salah satunya dari cara pandang
itu tergambar pada saat menarik jaring “identityasbeing”, yaitu sebagai kesatuan
besar-panjang bersama-sama, tergambar yang dimiliki bersama dalam kesamaan
pada gerakan tari yang disebut dengan sejarah, dalam hal ini dilihat dari bentuk
peugôt pukat, memegang tali secara tari tradisi dan leluhur. Menjaga identitas
bersama, ditarikan hingga membentuk melalui tari tradisi agar tetap eksis, perlu
jaring. Masyarakat Pidie memiliki dilakukanya pengelolaan serius dan harus
kekerabatan yang kuat, semangat juang, melakukan penelitian yang terus-menerus
pantang menyerah, bertanggung jawab, tentang kesenian tari sebagai identitas,
adil dan bijaksana. Hal ini tidak terlepas serta dilakukan penelitian terus menerus
dari keyakinan ajaran agama Islam yang dari arah yang berbeda.
mereka anut, segala sesuatu dalam Sehubung dengan hal tersebut,
kehidupan tidak dapat dilakukan sendiri, peneliti melakukan penelitian terkait
bahkan di dalam beribadahpun dianjurkan dengan TariTroen U Laôt: Identitas
melakukan secara bersama- Masyarakat Pidie, Provinsi Aceh.
sama/berjamaah.
Bentuk penyajian, gaya dan METODE PENELITIAN
keseragaman gerak di dalam tarian ini Penelitian ini menggunakan
menjadi daya tarik yang unik bagi pendekatan kualitatif, metode deskriptif,
penikmatnya, baik dari aspek properti, peneliti sebagai instrumen utama,
nada syair, busana, pola lantai dan gerak. perolehan data dengan teknik observasi;
Hal tersebut memiliki esensi sendiri pada wawancara; studi dokumen; validitas data
masyarakat Aceh terlihat pada pola lantai dilakukan dengan cara snowball dan
duduk satu baris, rapat, lurus seperti posisi triangulasi (Jamaán, 2010), dengan maksud
saf dalam shalat. Hal ini menunjukkan jalan menemukan, merevisi dan
lurus menyembah Allah Yang Maha Esa. mentransformasi Tari Troen U Laôt sebagai
Pola gerak tertentu menggambaran sang tari tradisi yang menggambarkan identitas
tokoh yang kuat, mengayomi, masyarakat pesisir Pidie, Aceh.
mengarahkan, danbertanggung jawab, Observasi dimaksudkan untuk
sebagaimana terlihat saat syech memperoleh data tentang bentuk
melantunkan syair yang diikuti oleh para penyajian; Wawancara dilakukan untuk
penari. mendapatkan data dan informasi mengenai
Bentuk penyajian dalam tari esensi Tari Troen U Laôt dan makna budaya
mempunyai pengertian cara penyajian atau yang dikandungnya; Studi dokumen
cara menghidangkan suatu tari secara bertujuan memperoleh data dan informasi
menyeluruh meliputi unsur-unsur atau mengenaiaspek budaya, geografis, adat
elemen pokok yang mendukung tari, desain istiadat, dan studi terdahulu tentang tari
lantai, tata rias, kostum, tempat tradisi Aceh.
pertunjukan, properti, dan musik iringan Snowball dan Triangulasi
(Soedarsono, 1978). Bentuk Tari Troen U dimaksudkan untuk memperoleh validitas
Laôt sangatlah penting untuk diteliti karena data dari berbagai sumber yang berbeda
dengan cara menggulirkan pertanyaan, dan
110
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 108-118

membandingkan jawaban mereka, Tari Troen U Laôt merupakan tarian


mencocokkan kebenaran informasinya, yang berasal dari Aceh Pidie untuk menjaga
(Nasution, 1988) sehingga dapat ditarik identitas Tari Troen U Laôt di daerah lain
kesimpulan dan menemukan hasil tempat masyarakat pendukungnya
penelitian. menetap dan berkembang (Yusni, 2019).
Lokasi penelitian di daerah Pasi Rawa, Tari Troen U Laôt menceritakan prosesi
Pasi Pekan Baroe, dan Laweung, Pidie, Aceh pergi ke laut, mencari ikan, melabuh pukat,
(Yusni, 2019). Daerah ini masih konsisten menarik ke darat, dan mendapatkan ikan,
menjaga tradisi melaut dan tempat asal serta membagi-bagikan ikan sesuai dengan
mulanya muncul Tari Troen U Laôt. Sumber tugas pawang dan anggotanya. Tari Troen U
datanya adalah para seniman, budayawan, Laôtpernah mengalami kemunduran
akademisi, dan pejabat pemerintah bidang eksistensinya pada zaman penjajahan
kebudayaan Kabupaten Pidie. Data dukung Belanda, namun tari ini tetap dijaga dan
diperoleh dari dokumen Dinas Kelautan, diwarisi oleh beberapa komunitas
Dinas Kebudayaan, buku-buku, video dan masyarakat, antara lain kaum hulubalang
foto aktivitas tarian. (Wawancara, Nurlif, Oktober 2020).
Pada tahun 1962 tari ini muncul
HASIL DAN PEMBAHASAN kembali dengan nama Tari TarekPukat
Tari Troen U Laôt merupakan salah sebagai variasi dari Tari Troen U Laôt, yang
satu tarian yang lahir dari aktivitas melaut dikembangkan oleh Yusrizal, (Ensiklopedia
masyarakat pesisir Pidie, Provinsi Aceh, Tari Tarek Pukat, 2019).
diperkirakan muncul pada awal abad ke-16
(Wawancara, Munandar, 23 Oktober 2020).
Tabel 1
No Jenis dan Istilah Tarian Keterangan
1. Troen U Laôt Gambaran aktivitas pergi melaut.tari tradisi yang pertama kali
dikenal oleh masyarakat Aceh tentang kegiatan tarek Pukat. Dan tari
tersebut sering juga dikenal dengan tari Tarek Pukat.
2. Top Pade Tari yang menggambarkan gambaran aktivitas di darat saat bercocok
tanam/ menumbuk padi.
3. Mesare-sare Musare-Sare dalam pertunjukan tarinya menampilkan kolaborasi
antara Tari gotong royong bagi masyarakat agraris (petani) dan
masyarakat maritim (nelayan). / Tari Tob Pade Dan Troen U Laot
atau Tari Tarek Pukat
(Sumber: Murtala: 2009)

Pertunjukan Tari Troen U Laôt dewasa Tema dalam tari merupakan cerita
ini sering ditampilkan secara kolaborasi yang dapat mengantarkan seseorang pada
dengan tari “Jak Meugoe” (bertani) dan pemahaman esensi. Tema dapat ditarik dari
diberi nama baru, yaitu Tari Meusare-sare sebuah peristiwa atau cerita yang
(bersama-sama antara bertani dan melaut). selanjutnya dijabarkan menjadi alur cerita
Kolaborasi dua tarian ini pada awalnya sebagai kerangka sebuah garapan
terjadi karena ingin menampilkan dua (Maryono, 2012). Tema Tari Troen U Laôt
aktivitas dan mata pencaharian utama adalah dramatik tari yang di dalam
masyarakat Aceh dalam satu bentuk tarian, penyajiannya menggunakan latar belakang
yaitu aktivitas budaya bertani dan budaya cerita atau dalam tari tersebut ada latar
melaut. Akibatnya, Tari Troen U Laôt sudah belakang ceritanya. Tari Troen U Laôt
jarang ditampilkan dalam bentuk tersendiri menggambarkan aktivitas nelayan dan
(tunggal) (Wawancara, Aris, November, pekerjaan perempuan sedang membuat
2020). jaring pukat, melalui gerak, properti, serta
syair yang digunakan menjadi bagian dari
111
Yusri Yusuf, Yanti Heriyawati, Magfhirah Murni Bintang Permata, & Saniman Andi Kafri

cerminan serta menceritakan aktivitas pesisir Pidie yang hidup dalam


nelayan, yang identik dengan kebiasaan kebersamaan dan memiliki rasa
masyarakat dalam bergotong royong dalam kekeluargaan yang tinggi, menjunjung
segala aspek dan tercermin dalam kegiatan tinggi hak dan kewajiban antara laki-laki
saling membantu saat beraktivitas di laut dan perempuan, gotong royong, tanggung
dan tergambarkan oleh gerakan seragam jawab, tanpa memandang jenis kelamin.
yang dilakukan oleh penari. Hampir semua kalangan sepakat bahwa
Penari adalah seorang seniman yang keberadaan empat ratu yang memimpin
kedudukannya dalam seni pertunjukan tari Aceh, serta kemunculan beberapa
sebagai penyaji. Kehadiran penari dalam pemimpin perang dari kalangan
sebuah pertunjukan tari merupakan bagian perempuan, membuktikan bahwa tidak ada
pokok yaitu sebagai sumber ekspresi jiwa diskusi mengenai peran perempuan dalam
manusia dan sekaligus bertindak sebagai wilayah publik, yang cendrung
media ekspresi atau media penyampaian diskriminatif, hal ini menunjukan bahwa
(Maryono, 2012) kemajuan berpikir diAceh telah dimulai
jauh sebelum kajian perempuan tentang
keperempuanan dimulai yaitu sejak abad
ke-19. (Abdulah, 2017).
Kerja keras, keperkasaan bukan
hanya milik laki-laki, tapi juga dimiliki oleh
kaum perempuan. Hal tersebut terlihat
pada kegiatan perempuan menarik pukat
dan menarik perahu ke darat untuk
ditambatkan, dan kelembutannya terlihat
saat dia membagi-bagikan ikan kepada
masyarakat yang menyaksikan kegiatan
tarik pukat.

Gambar 1. Salah Satu Gerak dalam Tari Troen U


Laôt. saat jaring telah dikembangkan.

Penari dalam Tari Troen U Laôt terdiri


atas perempuan dan laki-laki yang
berjumlah ganjil, yaitu: 7, 9, 11, 13, atau
lebih sesuai dengan kebutuhan, asalkan
dalam jumlah ganjil. Penetapan jumlah
ganjil pada penari dihubungkan dengan
angka ganjil yang disukai orang Aceh yang
Gambar 2: gambar kegiatan melabuhkan perahu
Islami. Kepercayaan masyarakat Aceh dilakukan kaum wanita, yang hanya dilakukan oleh
dalam tatanan sosial budaya menempatkan Masyarakat Pidie.
agama sebagai pilar kehidupan dan
kebudayaan (Takari dalam Fitriani, 2017). Dalam Tari Troen U Laôt terdapat
Maka dari itu, orang Pidie meyakini bahwa beberapa pemain yang mamainkan alat
kesempurnaan angka adalah pada angka musik, sesuai dengan kebutuhan dan
ganjil, (Wawancara, Hanafiah, September konteks pertunjukan tari. Biasanya terdiri
2020). dari 3 atau 5 orang. Pemain musik biasanya
Keberadaan perempuan dan laki-laki diisi oleh laki-laki dewasa dan 1 orang yang
secara bersama-sama dalam Tari Troen U berperan sebagai syeh atau ceh yang
Laôt menggambarkan budaya masyarakat
112
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 108-118

melantunkan syair serta shalawet didalam semangat dan kemeriahan masyarakat


tari. Aceh dalam beraktivitas membuat
Syeh dalam sebagian kesenian di Aceh jaring/pukat. Pembuatan jaring dilakukan
memiliki peran yang sangat signifikan, oleh perempuan. Ketika proses pembuatan
terutama sebagai pemimpin dalam sebuah pukat berlangsung, syeh bersama pemain
pertunjukan. Syeh berperan sebagai musik lainnya akan bersyair sambil
pemimpindan pemegang kendali atas menabuh alat musik rapai dan serune
jalannya pertunjukan. Posisi syeh biasanya kalee. Gerak Meukayöh, Muekayoh atau
memainkan peran sebagai pemain alat mendayung merupakan gerakan yang
musik maupun vokal, pada pertunjukan tari memiliki konotasi bahwa masyarakat Aceh
Troeun U laot jika yang melantunkan syair selalu bersemangat ceria dan pantang
adalah orang yang berasal dari daerah Pidie menyerah untuk melewati ombak-ombak
maka bahasa dan logat yang digunakan di laut dalam mencari nafkah ikan)
akan terasa lebih kental lebih keras dan mendayung juga cerminan msayarakat
lebih tegas (Wawancara, Aris, November yang memilki semangat kuat dalam
2020). berjuang. Peugoet Pukat, Peugotpukat
Sosok nelayan dengan pekerjaan yang adalah bahasa Aceh yang berarti ‘membuat
keras turut mewaranai sikap perilaku jaring’. Dalam penyajian tari, gerakan ini
individu yang bersifat keras dalam gambaran aktivitas membuat jalinan tali
bermasyarakat disebabkan dari watak yang berbentuk jaring. Masing-masing penari
menjadi kebiasaan para nelayan yang saat menari, memegang seutas tali. Seiring
bekerja di dataran laut yang harus gerak yang dilakukan pada saat duduk
menggunakan tekanan suara yang keras bersimpuh dalam posisi rapat. Pada bagian
(Fitriani, 2017). tersebut, masing-masing penari menjalin
Alat musik yang menjadi penggiring tali yang digenggam dengan cara
Tari Troen U Laôt terdiri dari, rapai, mengaitkannya satu sama lain, hingga
genderang, dan serune kalee, serta diisi oleh membentuk pola tertentu. Tarék Pukat,
suara vokal dan shalawet yang dilantunkan Gerakan tarek pukat merupakan cerminan
oleh syeh dan penari Tari Troen U Laôt. saat menarik pukat/ jaring secara bersama-
Gerak yang terdapat di dalam Tari bersama.
Troen U Laôtadalah gerak representatif, Dari kelima babakan yang dilewati di
yaitu gerak yang dihasilkan dari imitasi dalamnya juga hadir ragam gerak dan
terhadap sesuatu (Maryono, 2010). Dalam memiliki penamaan ragam gerak berbeda-
tari ini terdapat beberapa gerak yang beda sesuai dengan nama ragam geraknya
menggambarkan kegiatan budaya melaut dimana sebagian dari ragam juga diambil
masyarakat pesisir Pidie, Aceh, Indonesia. dari nama babakan, ragam dari Tari Troen
Di Tari Troen U Laôt terdapat 5 bagian inti U Laôt sebagai berikut:
yang harus dilakukan, atau disebut dengan Ragam pertama pada Tari Troen U
babakan sebagai berikut: Gerak Surak, Laôt adalah ragam Surak yang selalu diringi
pada awal persembahan Tari Troen U Laôt, dengan ucapan Assalamulaikum, sebagai
syeh sebagai pemimpin, berteriak/surak tanda bahwa hal apapaun yang dilakukan
dengan suara yang lantang ”kayoeh” haruslah mendapatkan izin dari Allah dan
sebanyak tiga kali teriakan, surak diartikan sebagai tanda meminta izin kepada
sebagai tanda memberi semangat sekaligus masyarakat sebagai bentuk mendoakan
sebagai intruksi bahwa akan melakukan sesama, gerakan di awal adalah gerakan
aktivitas melaut. Gerak Meulinggang, persipan dengan memegang tali serta
pada tahap ini para penari mulai menyimpulkan tali pada tangan dengan
bergerak/mulingang di atas pentas yang sigap secara bersama menggambarkan
menggambarkan suasana kecerian, masyarakat Pidie yang selalu melakukan

113
Yusri Yusuf, Yanti Heriyawati, Magfhirah Murni Bintang Permata, & Saniman Andi Kafri

kegiatan yang telah bersiap-siap dan Ragam Meukayöh.Ragam gerak ini


terencana secara matang sekalipun dilakukan dengan arah tangan seolah
dilakukan secara bersama-sama namun mendayung kenan dan ke kiri secara
kematangan persiapanlah yang paling serempak, dengan tempo yang semakin
utama. cepat, motif gerakan tersebut adalah
Ragam trouen duk/turun duduk, gambaran seolah melakukan kegiatan
gerakan yang dilakukan secara bersama- mendayung kapal secara bersama dengan
sama dari berdiri hingga duduk berbanjar, rasa kekompakan dan semangat yang
rapat saat duduk bersama menggambarkan semakin tinggi, dengan gerak cepat sigap
kekompakan masyarakat Aceh, kemudian dan tidak boleh lengah.
duduk rapat bersama gambaran duduk
antara dua sujud saat berjamah.
Ragam puget jareng/membuat jaring.
Dalam teknik pembuatan jaring juga
merupakan salah bagian yang memiliki
kerumitan dalam melakukan teknik
geraknya, memerlukan keuletan,
ketelatenan, serta kesabaran dalam
melakukan teknik pengkaitan simpul tali, Gambar 4: Ragam Meukayöh.
antara penari satu sama lainnya, dengan
saling bergantian. Pada bagian ini gerakan Ragam Ayouen Pukat Gerakan ayouen
membuat jaring menggambarakan saling pukat adalah gerakan mengayun jaring,
menjaganya masyarakat Pidie satu sama gerakan yang dilakukan dengan
lain, kesiagaan masyarakat dalam bergaul menyatukan pukat dengan tangan kanan
satu sama lainya simpul jaring yang dan tangan kanan kiri secara bersama-
berjumlah ganjil, kekuatan dan simpul- sama, kemudian diangkat bersama diayun
simpul jaring menggambarkan kekuatan ke arah ke kanan dan ke kiri dengan pola
masyarakat Pidie satu sama lainya, lantai lurus, dalam gerakan ini
kekuatan yaitu gotong royong. menggambarkan keceriaan, kebahagian
Karakteristik masyarakat aceh yang hati- bahwa jaring yang dibuat sudah siap untuk
hati dan konsisten, sifat ini dapat dilihat dikembangkan/digunakan secraa bersama-
dari beberepa gerakan yang muncul di sama.
dalam tari tradisi Aceh seperti pada tari
Rampoe (Restela, 2017). Dalam pembutan
jaring yang penuh ketelitian dan
ketelatenan sebagai gambaran cermina
masyarakat Aceh yang selalu melakukan
sesuatu hal dengan penuh pertimbangan
yang sangat matang.

Gambar 5: Ragam gerak Ayouen Pukat/ atau


gerakan mengayunkan jaring yang dilakukan secra
bersama- sama

Ragam Geulumbang/gelombang.
Gerakan yang dilakukan oleh penari
seperti gerakan gelombang hasil dari gerak
Gambar 3. Ragampuget Jareng
yang dilakukan memberikan aksen pada

114
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 108-118

tali seolah terkesan seperti gelombang di kebijaksanaan pemimpin saat membagi


lautan, gerakan dilakukan ke atas dan hasil tangkapan ikan dengan adil. Dalam
kebawah, memegang tali dengan sangat proses tarekpukat, hasil yang didapat
kuat dengan tempo yang semakin cepat dibagi kepada empat kelompok yang
pula, memiliki kerumitan yang dilakukan berperan dalam aktivitas tersebut, yaitu:
karena dengan memegang tali memilki pawang, anggota, orang yang datang di
kekuatan yang cukup kuat, hal tersebut lokasi menyaksikan aktivitas tarek pukat.
gambaran sebagai nelayan bahwa nelayan Hal tersebut tidak terlepas dari konsep
Pidie adalah nelayan yang memiliki fisik haruekat (gerak) harus selalu dibingkai
yang kuat hingga dapat menaklukan dengan istilah beureukat (berkah).
gelombang dilaut dan sebagai teman saat Dikalangan orang Aceh, konsep beureukat
dilautan. ini sangat penting, supaya harta yang diapat
adalah harta yang suci, baik dari segi proses
mendapatinya maupun dari segi harta
tersebut di manfaatkan, konsep beureukat
ini menjadi titik sentral di masyarakat Aceh
ketika mencari nafkah (Abdulah, 2017).
Busana yang digunakan Tari Troen U
Laôt, pada mulanya adalah baju sehari-hari,
begitu halnya dengan penari wanita dan
menjadi pembeda adalah bagian kepala
Gambar 5. Ragam Geulumbang/gelombang, gerakan wanita yang menggunakan tup ule/tutup
yang tampak sesekali di tarik ke atas dan ke bawah kepala yang dibuat dari kain panjang,dan
menimbulkan efek gelombang dari tali yang
dimaiankan peanri, namun saat gerakan
celana lengan panjang, mengenakan
menjalinpukat dari satu penari ke penari lainnya sarung, dan topi nelayan, seperti pakaian
juga menggambarakan gerakan gelombang . nelayan seperti biasanya, hal tersebut
dapat dilihat dan penonton langsung
Ragam Buedoh dari Duek/bangun dari memahami bahwa pertunjukan tersebut
duduk. Gambaran bangun dari duduk berasal dari aktivitas melaut, biasanya
antara dua sujud yang juga dilakukkan pakaian yang digunakan berwarna putih.
secara bersama-sama, kebersamaan Namun seiring berkembangnya dunia
tersebut juga tercermin sebagai salah satu pertunjukan di Aceh busana tari ini
sikap masyarakat Pidie yang memilki rasa berkembang dengan mengenakan busana
sosialisassi yang tinggi antara satu sama pakaian tari tradisi masyarakat Aceh, baik
lainnya, rasa gotong royong serta rasa laki-laki maupun perempuan. Namun di
kebersamaan yang tinggi. beberapa pertunjukan lain masih ada
Ragam Tarek Pukat/menarik jaring. beberapa pertunjukan yang menampilkan
Gerakan yang dilakukan secara bersama- dengan pertunjukan Tari Troen U Laôt
sama perlahan namun pasti menarik jaring untuk wanita mengenakan baju Aceh dan
ke daratan. laki-laki mengenakan pakaian dan celana
Ragam Drop Eungkot, Puesapat bewarna putih.
Eungkot, Pilleeh Eungkot: menangkap ikan, Pola lantai atau gawang dalam sajian
memilih ikan, dan menyatukan ikan. Ragam tari merupakan salah satu unsur yang
ini biasanya dilakukan oleh penari laki-laki memberikan kontribusi penting dalam
serta sebagai gambaran bahwa masyarakat aktualisasi visual. Pola lantai merupakan
Pidie adalah masyarakat yang memiliki garis yang terbentuk oleh penari yang
ketelatenan dalam menjalankan pekerjaan terlintas pada lantai . Beragam jenis garis
memilki rasa, kebersamaan saat membagi yang dibentuk penari pada lantai atau
hasil tangkapan ikan, memiliki panggung pertunjukan merupakan garis

115
Yusri Yusuf, Yanti Heriyawati, Magfhirah Murni Bintang Permata, & Saniman Andi Kafri

imajener yang terlihat yang ditangkap oleh yang cukup lama, bukanlah hal yang
kepekaan rasa (Maryono, 2012; Prastiawan mudah, begitu halnya dalam kehidupan
& Suharyanto, 2014). sehari-hari masyarakat Pidie, yang
Dalam tari tradisi sendiri pola lantai memang harus menjaga kekompakan
bukan hanya dapat ditangkap melalui bukan hanya secara bersikap namun juga
kepekaan rasa yang dapat dilihat saja, tapi secara pola pikir, segala kegiatan yang
juga terhadap kepekaan maksud pola saat dilakukan di laut harus bersama-sama, oleh
tari itu saat tercipta, pola lantai memiliki karena itu masyarakat Pidie saat
maksud dan arti sendiri dalam tiap bentuk bersosialisasi di masyarakat sangatlah
pola lantainya, begitu halnya dengan Tari harus menjaga emosi dan harus menjadi
Troen U Laôt. bijaksana mau tidak mau hal itu amatlah
Pola lantai garis lurus yang dominan penting, hingga, terus berjalan di
digunakan pada Tari Troen U Laôt. Hal masyarakatnya, di antara kegiatan tersebut
tersebut dikarenakan hubungannya haruslah satu pola pikiran satu dan lainya,
dengan magis atau keagamaan. Dengan karena kegiatan melaut tidak dapat
satu garis lurus seperti saf dalam shalat, dilakukan sendiri, kegiatan saat
dan menggambarkan cerminan satu garis melabuhkan perahu kedaratan dengan
berarti hanya ada satu zat yang pantas mendengarkan arah dari satu orang yang
untuk disembah adalah Allah SWT. Di sisi memberi komando untuk mendorong
lain, beberapa kali pengulangan duduk kapal ke daratan, mendorong kearah yang
yang selalu dilakukan serempak, gambaran sama. Hal tersebut dilakukan secara
masyarakat Pidie yang selalu melakukan bersama dengan kompak. Apabila salah
kegiatan bersama-sama, jika bersama maka satu dari mereka tidak mendengarkan
menjadi kuat dan pekerjaan dilakukan akan instruksi dengan baik dan dengan cara
selesai dengan tuntas sesuai dengan yang mendorong kapal yang salah maka akan
diharapkan yaitu tuntas, jika satu saja yang menyebabkan cedera lecet tangan, atau
melakukan kesalahan maka akan merusak kaki yang terjepit oleh badan kapal, pola
pekerjaan tergambar jika dalam saat mendorong kapal juga merupakan
melakukan gerak penari melakukan bagian yang memang sudah disepakati di
kesalahan dalam membentuk pola lantai awal dan harus dilakukan secara bersama
maka secara fatal akan merusak pola lainya. amatlah penting agar dapat mencapai
Pola lantai yang berubah dari duduk hingga tujuan bersama.
saat berdiri dari bersamaan, gambaran Begitu hal dalam menjaga pola lantai
melakukan gerakan yang bangun dari sujud dalam Tari Troen U Laôt pola lantai yang
shalat. Di sisi lain bangun secara bersamaan sulit dan sering kali membuat penari
adalah cerminan dan karakter masyarakat merasakan letih namun harus tetap dijaga
Pidie yang selalu berpartisipasi bersama agar tetap dapat mencapai kesempurnaan
dalam kegiatana apapun saling dalam penyajian tarinya. Hal tersebut
membangun satu sama lain, sekalipun gambaran pola pikir masyarakat Pidie saat
masyarakat Pidie berada di luar Aceh, bekerja sama yang memang harus memilki
namun tali silaturahmi dan konsep tolong- kesepakatan dan pola bersama.
menolong antara sesama masyarakat Pidie Pola lantai dalam Tari Troen U Laôt
amatlah kuat, yaitu, ingin bangkit bersama. saat duduk bershaf rapat dan lurus seperti
Pola lantai yang memiliki kesan shaf sholat, hal ini menggambarkan
sederhana namun sangatlah kuat. Dalam menunjukkan jalan lurus menyembah
melakukannya memilki upaya untuk tuhan bahwa Tuhan adalah satu,
mempertahankan pola tersebut agar tetap masyarakat Pidie adalah pemeluk Agama
sempurna dan rapi, dengan duduk Islam, dari kebersamaan dan gotong
bersimpuh, rapat dan dalam durasi waktu royong adanya pemimpin yang arif dan

116
Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 5 (1) (2021): 108-118

kuat di wilayah Pidie, terlihat dari kedua proses penyampian pesan antar manusia
penari yang memegang tali yang berada di yang didasarkan pada ajaran Islam (Azhar,
ujung penari kiri dan kanan, yang menjadi 2018).
pondasi, untuk melindungi anggotanya Properti atau alat-alat yang digunkan
memberi arahan, sangat kekokohan sebagai peraga penari sifatnya tentatif.
memegang properti tali, menggambarkan Masing-masing tari memiliki cara, gaya, dan
karakter pemimpin, instruksi pergantian model berekspresi yang berbeda-beda
gerak, terdapat seorang syeh dalam (Maryono, 2012). Properti yang digunakan
bersyair yang kemudian diikuti secara didalam Tari Troen U Laôt ialah tali sering
bersama-sama oleh anggota. Berikut digunakan pada saat kegiatan pramuka/tali
gambar pola lantai garis. tambang berukuran kecil, terkadang
diganti dengan tali sumbu kompor
berwarna putih.
Pada penyajiannya, setiap penari
Gambar pola yang dominan dilakukan memegang tali dengan panjang minimal 2
pola garis/satu baris atau satu shaf. meter terkecuali penari yang berada disisi
Dilakukan saat gerakan duduk, berdiri dan paling ujung kanan. Penari yang tidak
gerak maju dan mundur. memagang tali, bertugas sebagai pemegang
Syair-syair yang dibawakan dalam tali sebagai patokan yang harus memiliki
tarian ini menggunakan bahasa Aceh dan kekuatan dan kesigapan lebih untuk bisa
bahasa Arab, mulanya dinyanyikan oleh menahan beban ayunan dari semua tali
satu orang yang dinamakan syech/ceh, yang telah terjalin membentuk seperti
kemudian syair itu disambut secara jaring, tergambar kesigapan dan
besama-sama oleh para penari. Hal ini kekompakan dari penari. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada pemimpin dan menggambarkan masyarakat Pidie yang
mereka takzim. Syair tari tradisonal Aceh memilki pemimpin yang bersikap
memiliki kekhassan sendiri mengisahkan patriotisme, nasionalisme, dengan karakter
tentang tatanan kehidupan dalam tegas, kuat, namun mengayomi dan sebagai
masyarakat Aceh dan tentunya pimimpin meletakkan semua beban dan
mengandung nilai-nilai yang disampaikan tanggung jawab besar dari diri terhadap
di dalamnya biasanya petuah-petuah dalam masyarakat, dan sebagai mendengarkan
mengarungi kehidupan (Zuriana, 2019). instruksi, arahan, nasehat yang diberikan
Sebagai berikut syair didalam tari oleh pemimpin jika hal tersebut dilanggar
Trouen U Laot: maka akan membawa hal buruk yang akan
Ureung meu laot ngon ureung meugoe, terjadi dan mengakibatkan kerugian
Piasan lagoe puncak u tanam, nyan keuh terhadap kelompok.
pangkai bagi geutanyoe, hudep lam Sampai saat ini, masyarakat Pidie
nanggroe makmu seudia. yang bermukim di daerah pantai, masih
Kayoeh...kayoeh...kayoeh memegang struktur kepemimpinan
Tarek pukat rakan beh, lam buleun lah pemimpin sebagai Panglima Laot yang
seupot karoeh eungkot jeunara - eungkot bertugas menyelesaikan permasalahan
jeunara. yang terjadi pada nelayan, baik permasalah
Roeh eungkot suree lah suree lum di darat maupun di laut jika terjadi
lumpat hai rakan peusapat raga. Tarek bak permasalahan di laut baik persoalan
sabee lah sabee meukawan² hai rakan tarek internal antara sesama nelayan maupun
beusaban pukat u darat ta ba. Makna permasalahan perbatasaan saat melaut.
(Wawancara narasumber, Haris, 2020)
Lainnya pula komunikasi islam dapat SIMPULAN
didefenisikan secara singkat sebagai suatu Tari Troen U Laôt merupakan tari
tradisi yang menggambarkan identitas
117
Yusri Yusuf, Yanti Heriyawati, Magfhirah Murni Bintang Permata, & Saniman Andi Kafri

budaya masyarakat Pesisir Pidie, Aceh yang UCAPAN TERIMA KASIH


mengacu pada aktivitas melaut. Tari Troen Alhamdulillahi Robbil `Alamin telah
U Laôt dewasa ini sering digabungkan terselaikan riset tentang Tari Trouen U
penyajian ke dalamTari Meusare-sare yang Laot, ucapan terimaksih kami kepada ISBI
temanya bertani dan melaut secara Bandung selaku tuan rumah dalam
bersama-sama, sehingga eksistensi tari ini penelitian Riset Kolaborasi dengan ISBI
menjadi kabur. Padahal tari ini memiliki Aceh yang didanai oleh riset Mendatori
makna budaya yang tidak ditonjolkan oleh Ristek-Brin dan LPDP tahun 2020/2021.
para seniman dan budayawan di Pidie, Terima kasih kami sampaikan kepada
Aceh. Bentuk penyajiannya semua pihak yang telah mendukung
menggambarkan aktifitas melaut tentang penelitian baik secara moril dan meteril
kegiatan Tarek Pukat dan aktifitas untuk kelancaran penelitian ini.
membuat jaring/ Pukat.
Propertynya menggambarkan tali DAFTAR PUSTAKA
pramuka ataupun menggunakan tali sumbu Abdulah, M.A. (2017), Acehnologi Volume 4. Banda
Aceh: Bandar Publishing.
kompor, dan estetika dari tari Troen U Laot Azhar, (2018). Nilai komunikasi IslamDalam Tarian
dapat dirasakan dan nikmati oleh Tradisional Saman Gayo. Jurnal AT-BALAGH
penikmatnya dengan antusisas dan rasa volume 2(1), 74-80.
senang, hal tersebut memilki kepuasan Djelantik, M.A.A. (1990). Pengantar Dasar Ilmu
sendiri bagi penikmat dan penyaji tari Estetika. Denpasar : STSI.
Fitriani. (2017), Nelayan sebagai Ide Penciptaan Tari
Troen U Laot, dan kerumtian gerak saat Tarek Pukat dalam Kajian Interaksi Simbolik.
melakukan gerak Poguet Jaring Jurnal Imaji: 14 (2), 180-185.
menjadikan salah satu ciri khas dan Restela, R, (2017). Tari Rampoe Sebagai Cerminan
keindahan tersendiri dalam penyajian Karakteristik Masyarakat Aceh: Pangung,
tarinya. 27(2), 192-198.
Hermin, K. (1989). Makna Tari dalam Upacara di
Kurangnya pemahaman generasi Indonesia. Pidato.
muda akan tarian ini membuat tarian ini Lombard, D. (2008). Kerajaan Aceh Zaman Sultan
semakin tdak populer. Lagi pula para Iskandar Muda (1607-1636), Cet ke-3.
generasi muda tidak lagi memahami Jakarta: Gramedia.
kandungan budaya yang terpatri dalam tari Maryono. (2012). Analisis Tari. Solo: ISI Press Solo
Murtala. (2009). Tari Aceh: Yuslizar dan Kreasi yang
tersebut. Kondisi ini dapat menyebabkan Mentradisi Banda Aceh: No Goverment
tari Troen U Laôt ini akan hilang dan Individual.
digerus zaman. Nasution, S. (1988). Metode Penelitian
Sebagai sebuah tari tradisi dan NaturalistikKualitatif. Bandung: Tarsito.
pernahjaya pada masa penciptaanya, Prastiawan, I., & Suharyanto, A., (2014). Sejarah
Tari, Medan: UNIMED.
kiranya tari ini perlu dilestarikan dan Slamet. (2016). Melihat Tari. Karanganyar: Citra
diajarkan kembali kepada anak-anak dan Sain.
generasi muda, dan perlu adanya perhatian Yusni, I. W.(2016),Bentuk TariTroen U Laôt pada
Pemerintah Daerah dan perguruan tinggi Masyarakat Pidie Kabupaten Pidie. Jurnal
dalam usaha melestarikan tari Troen U Gestur, 5 (2), 3 – 7.
Zuriana, C. (2019), Analisi Gaya Bahasa Dalam Syair
Laôtini. tari Tradisional Aceh: Jurnal Unsyiah Banda
Aceh, 3(2), 122-130.

118

Anda mungkin juga menyukai