Proposal
oleh
MIZANUL FHATA
A. Latar Belakang
melambangkan kekayaan budaya daerah setempat. Melalui budaya tersebut maka terciptalah
ragam kebiasaan masyarakat, diantaranya bahasa daerah, tari, musik dan upacara adat. Semua
ini adalah bagian dari budaya. Kesenian adalah salah satu unsur dari kebudayaan yang
mencerminkan karakteristik nilai seni daerah itu sendiri. Keseniaan Aceh secara umum
meliputi seni rupa, seni tari, seni musik, seni sastra dan seni drama. Aceh merupakan daerah
yang memiliki sepuluh suku yang setiap suku tersebut memiliki ciri khas seni budaya masing-
masing dan kekayaan budaya tersebut dapat menjadi warisan bangsa. Kesenian Aceh di setiap
suku pada dasarnya mempunyai ciri khas yang amat nyata dan sama, yaitu unsur Islam di
berlaku berdasarkan syariat Islam dan adat budaya asli. Aceh Selatan menyimpan khazanah
yang banyak untuk digali dan didokumentasikan dari tarian, tempat, tokoh, adat budaya dan
sebagainya. Tari tradisional sebagai warisan leluhur merupakan bagian dari kebudayaan yang
mesti dijaga kelestariannya. Pada saat sekarang ini arus globalisasi semakin deras pengaruhnya
dalamnya. Dalam perkembangan selanjutnya tidak terkecuali Tari Pho pun mengalami
perubahan baik dari segi bentuk, maupun fungsinya. Tari tradisi sebagai bagian dari
kebudayaan merupakan warisan turun-temurun dari leluhur. Kehadirannya bukan hanya sekali
atau bersifat statis, tapi selalu mengalami perubahan dan perkembangan, oleh karena itu
semakin jauh dari tradisi semakin banyak pula perubahan-perubahannya. Tari tradisi memiliki
aturan-aturan yang berpatokan pada kaedah-kaedah pola hidup dan sikap masyarakat yang
selalu disesuaikan dengan adat istiadat setempat. Tari tradisi merupakan tarian yang sudah
mengalami perubahan dan perjalanan sejarahnya yang cukup lama dan bertumpu pada nilai
Tari Pho adalah salah satu tarian khas Aceh, tari Pho berasal dari Lamainoeng
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya (yang dulunya masih bagaian dari Aceh
Selatan) yang sekarang sudah pemekaran sudah menjadi bagian dari Aceh Barat Daya. Tari
Phoadalah asal kata dari Poh reula yang artinya menghentak-hentakkan diri ke lantai dengan
meratapi kepergian dua orang buah hatinya yang pergi untuk selama-lamanya atas korban
fitnah dari orang yang tidak bertanggung jawab. Perkataan Pho berasal dari kata peuba-e po,
peuba- rakyat/hamba kepada Yang Maha Kuasa (yang memiliki) misalnya Po Teu Allah, Po
Teumeureuhom, Teuku Po, Ureung Po dan lain-lain. Kata “Pho” dalam bahasa Aceh adalah
sebagai suatu sebutan untuk panggilan kehormatan dari masyarakat kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa. Kata ini diasumsikan dengan kata sifat lainnya, seperti “Pho Teu Allah”, “Allah
Hai Po”, “Ee Po”, sebagai sebutan untuk menghormati Allah SWT yang memiliki segala
makhluknya. Selain itu juga, kata “Po Teu Meureuhom” sebagai sebutan untuk menghormati
sultan-sultan yang sudah mangkat. Sebutan lainnya seperti “Teuku Po” digunakan sebagai
sebutan untuk menghormati istri yang dianggap sebagai pemilik atau pewaris dari rumah
didalam pemahaman kebudayaan dan sejarah di Aceh. Sedangkan sebagai wujud seni tradisi
pertunjukan tari Pho dapat dilakukan beriringan antara tarian sekaligus nyanyian yang berisi
syair-syair tragedi. Tari Pho dahulu adalah salah satu tarian yang biasanya dilakukan
pada kematian orang-orang besar dan raja-raja dengan melakukan pantun-pantun dan syair
sedih sebagai buah ratapan. Sehingga inilah dasar atas asal usul timbulnya tarian Pho tersebut.
Berdasarkan sejarah tari Pho tercipta dari sebuah kisah sedih atas hukuman matinya dua orang
remaja (putra dan putri) karena korban fitnah. Berdasarkan legenda seorang anak laki-laki yang
Tari Pho ini cukup sederhana dan dinamis karena mudah untuk dipelajari dan gerakan
yang mudah untuk diikuti oleh semua kalangan usia. Gerakan pada tari Pho selalu berulang-
ulang dan komposisi pola lantai yang tidak banyak berubah. Pada masa perkembangannya,
kesenian tari Pho sudah dijadikan tari rakyat yang diperkenalkan berdasarkan sejarah cerita
rakyat tersebut yang selalu dipergelarkan pada saat sekarang sudah mengalami perubahan
bentuk baik dari segi jumlah penari, gender dan komposisinya, ini membuktikan bahwa
masyarakat Aceh cepat tanggap dengan situasi perkembangan kesenian untuk mewujudkan
pelestarian nilai tradisi. Namun tidak terlepas dari perubahan itu tetap diperkenalkan tari tradisi
Pho yang semestinya seperti sering ditampilkan pada acara sunat rasul, perkawinan dan
Di Kabupaten Aceh Selatan sendiri tarian Pho sudah mulai sedikit, intensitas
moderenisasi seperti keyboard dan musik lainnya di rumah-rumah warga sehingga jarangnya
kita melihat acara-acara seni tradisi di kalangan masyarakat sekarang khususnya di Aceh
Selatan. Seni tradisional yang seharusnya kita kembangkan dan lestarikan namun dihilangkan
Maka dari berbagai fenomena tersebut perlu dilakukan pendekatan supaya mengalami
perubahan dan kemajuan kearah yang lebih baik serta peningkatan dalam pelestarian seni
tradisional Aceh khususnya tarian Pho. seperti Metode latihan keterampilan (drill method)
dengan cara memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta sanggar, dan
sebagai tempat untuk melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat dalam suatu karya
seni.misalnya mengenal tarian-tarian Aceh lainnya seperti tari Ranup Lampuan, Likoek Pulo
dan tari tradisional Aceh lainnya. Metode latihan keterampilan ini bertujuan membentuk
kebiasaan atau pola lantai, gerak tubuh dan langkah-langkah dalam tari tradisionalnya lainnya.
Sanggar Putroe Jeumpa Keubiru merupakan salah satu sanggar yang terletak di
Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan, tepatnya di Desa Blang Kuala. Stelah melakukan
pengamatan ternyata masih banyak terdapat kekurangan dan kejanggalan terhadapat Peranan
sanggar. Sehingga penulis semakin yakin untuk melakukan penelitian. Agar Sanggar Putroe
Keubiru ini tetap mengembangkan tari tradisional Aceh khususnya tari Pho supaya lebih luas
dan tetap dikenang. Masyarakat Aceh Selatan tergolong masih rendah peminatnya untuk masuk
tari tradisional Aceh sendiri dan generasi selanjutnya tidak terlalu mengenal akan tarian-tarian
khas Aceh yang terdapat di Aceh. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti ingin melihat
apakah sanggar tersebut masih seperti dulu atau sudah mengalami perubahan?. Sehingga
peneliti tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul ‘Peranan Sanggar Putroe
Jeumpa Keubiru Dalam Melestarikan Tari Pho di Desa Blang Kuala Kecamatan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka yang menjadi
1. Bagaimana peranan Sanggar Putroe Jeumpa Keubiru dalam melestarikan Tari Pho
2. Apa saja kegiatan yang dilakukan Sanggar Putroe Jeumpa Keubiru dalam
melestarikan Tari Pho di Desa Blang Kuala Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh
Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Jeumpa Keubiru Desa Blang Kuala Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis:
Secara teoritis kegunaan dari penelitian ini diharapkan menjadi salah satu upaya
memperluas wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan tentang seni dan budaya yang
ada di Aceh khususnyatari tradisional Aceh supaya lebih berkembang dan terus di
lestarikan agar tidak pudar, serta sebagai pengetahuan seni tari kebudayaan dari
2. Manfaat praktis:
a. Bagi penari
Diharapkan menjadi suatu inspirasi dan pengetahuan bagi pihak penari untuk lebih
khususnya tari Pho supaya gerak tubuh lebih lembut dan indah, khususnya dalam
b. Bagi Gampong
Diharapkan dapat menjadi solusi bagi seniman dan penari yang ada di
c. Bagi masyarakat
Phoyang sudah menjadi tarian tradisional Aceh sendiri sertamakna dan nilai yang
e. Bagi peneliti
Menjadi suatu bahan acuan bagi peneliti untuk kegiatan selanjutnya serta menambah
pengetahuan dan tentang tari tradisioal Aceh khususnya tari Pho, dan untuk
Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap judul karya ilmiah ini, berikut ini akan
diuraikan beberapa penjelasan mengenai istilah yang dipakai dalam karya ilmiah ini.
a. Peranan
Peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang, lembaga tertentu dalam suatu
b. Tari Pho
Tari Pho adalah tari yang berasal dari Aceh. Perkataan Pho berasal dari kata
Peubae, Peubae artinya meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan
penghormatan dari rakyat hamba kepada Yang Mahakuasa yaitu Po Teu Allah. Bila
raja yag sudah almarhum disebut Po Teumeureuhom. Tarian ini dibawakan oleh
para wanita, dahulu biasanya dilakukan pada kematian orang besar dan raja-raja,
isi hati yang sedih karena ditimpa kemalangan atau meratap dan melahirkan
tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah menjadi kesenian
rakyat yang sering ditampilkan pada upacara adat, sunatan dan perkawinan.
Seni Tari Tradisional adalah suatu tarian yang pada dasarnya berkembang di suatu
daerah tertentu yang berpedoman luas dan berpijak pada adaptasi kebiasaan secara
turun temurun yang di peluk/dianut oleh masyarakat yang memiliki tari tersebut.
F. Landasan Teori
Tari Pho merupakan salah satu tari yang berasal dari Gampong Ujung Padang
Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya. Dalam pergaulan hidup sehari-hari
Minangkabau yang disebut bahasa Aneuk Jame (jame= tamu). Tarian ini diangkat
atau berlatar belakang cerita rakyat setempat. Tari Pho merupakan kisah legenda
dua anak manusia yang nasibnya harus berakhir di usia muda karena hasutan
perdana menteri yang pernah ditolak pinangannya oleh Madion. Mereka dituduh
Konon di perbatasan Aceh Barat dengan Aceh Selatan, dalam suatu kerajaan
yang bernama kerajaan Kuala Batee terjadi suatu kisah sedih, yaitu seorang anak
perempuan yang mempunyai wajah cantik bernama Madion, sejak kecil sudah
seorang anak laki-laki yang bernama Malelang. Setelah menjelang dewasa terniatlah
seperlunya yaitu sekeliling rumah ditanami dengan pohon inai (pacar) atau bak gaca,
pohon pinang, pisang dan lain-lain. Begitu juga dengan segala sesuatu persiapan
namun pastinya belum diketahui secara pasti. Seni pertunjukan ini diperkirakan
berkembang pada masa penjajahan Belanda atau pada sekitar awal abad ke-20 jika
menilik dari lirik yang ada pada saat TumBeude yang menyebutkan tentang
kewafatan pahlawan nasioanl Teuku Umar. Tarian ini sudah dikenal ketika belanda
memasuki awal abad ke-20 dan kemudian berhasil menduduki daerah ini sejak tahun
1890-an hingga tahun 1942 dalam rangka mengejar pasukan muslimin Aceh hingga
Alkisah pada suatu hari Malelang disuruh oleh maknya memanjat pohon pinang.
Lalu Madion melihat abangnya sedang memanjat pohon pinang, kemudian dia
berlari-lari meminta pinang tersebut. Dengan tidak sadar ia memanjat pagar tidak
tangan abangnya diambil lalu ia berlari pulang celananya tersangkut di pagar dan
robek. Miris bagi nasib anak-anak tersebut kejadian itu diintip dan dilihat oleh
sedang mekar itu ditolak. Lantas timbullah niat jahatnya untuk memfitnah kedua
remaja itu, maka dengan gembira ia berlari-lari menuju ke istana raja untuk
melaporkan bahwa Madion dan Malelang telah menodai kampong mereka, tadi di
bawah pohon pinang telah melakukan zina terbukti bahwa celana Madion telah robek
dan berdarah. Mendengar fitnahan tersebut raja sangat marah dan merasa malu tanpa
Madion dan Malelang akan dihukum mati karena telah mengerjakan pekerjaan yang
terkutuk. Mendengar keputusan raja tersebut sangatlah terharu serta rasa iba hati
mereka dan memohon kepada raja agar diberi tempo untuk pelaksanaan hukuman.
Maka Raja memberi waktu 7 (tujuh) hari. Dalam waktu tersebutlah anak-anak itu
diberi pacar/inai pada kaki dan tangannya. Pacar diambil tujuh pucuk dan diukir
pada kaki dan tangan anak-anak tersebut, seolah-olah mereka telah dikawinkan dan
Setelah tiba hari yang dijanjikan yaitu hari yang ketujuh, sampailah kerumah ibu
tanah lapang tempat pelaksanaan hukuman mati mereka, setelah selesai mereka
laksanakan perintah raja anak-anak tersebut diletakkan dalam sebuah tempat, lalu
mereka dibawa pulang ke rumah ibunya. Di situlah diratapi (ditangisi) oleh ibunya.
dimainkan oleh gadis- gadis dengan membuat lingkaran ataupun baris berbanjar
lainnya. Dahulu Tari Pho dilakukan pada upacara-upacara kematian tetapi sekarang
sudah menjadi luas yaitu pada perhelatan perkawinan. Bersuka ria, memandikan
pengantin, sunat rasul, turun mandi, melepas hajat dan penyambutan pembesar-
baik ternyata seni budaya tari khususnya Tari Pho mengalami pasang surut sehingga
menjadi suatu masalah yang penting untuk diteliti. Kurang berkembangnya Tari Pho
secara penyajian yang berdasarkan makna teoritis yang terjadi saat ini selanjutnya
merupakan dasar pemikiran. Tujuan penelitian ini adalah (1). Untuk mengetahui
Keubiru? (2). Untuk mengetahui apa sajakah hambatan dalam perkembangan Tari
Pho di Sanggar Putroe Jeumpa Keubiru? (3). Untuk mengetahui apakah fungsi
metode penelitian yang umum digunakan untuk hal-hal sejarah. Teknik pengumpulan
data dikumpulkan dari data primer dan sekunder. Teknik analisis data adalah
penyajian data dan verifikasi. Hasil dari penelitian ini adalah tarian Tari Pho asal
Aceh Barat Daya (yang dulunya masih bagian dari Kabupaten Aceh Selatan).
Penyajian Tari Pho di daerah Kabupaten Aceh Selatan khususnya di Sanggar Putroe
Jeumpa Keubiru Desa Blang Kuala berfungsi sebagai sarana hiburan yang biasa
ataupun informal, ditampilkan juga pada kegiatan budaya, khitanan dan mandi pucuk
pengantin. Sehingga perkembagan Tari Pho yang terjadi saat ini sudah terapresiasi
Berdasarkan latar belakang tari Pho ini, bahwa tarian ini merupakan
dalam tarian ini tampak dengan jelas gerakan-gerakan simbolis dalam mengolah
sawah ladang. Gerakan para penari menghentakkan kaki ke lantai berarti bahwa
tanah yang telah dibajak harus diinjak-injak supaya rata. Kata “Oo bineu loen balek
laen” menggambarkan bahwa tanah itu harus sering sekali dibajak dan disikat. Tepuk
tangan adalah simbolis mengusir burung dan mengetam atau mengumpulkan ikatan-
ikatan padi yang telah diketam. Pesatnya perkembangan tarian Pho ini terutama sejak
disponsori oleh “Putri Phang” istri Raja Aceh Sultan Iskandar Muda. Di dalam lagu
Pho juga disebut “Putri” Phang atau “Putroe Phang. Sehingga seiring perkembangan
Pada masa penciptaannya zaman dulu tarian Pho ini dipengaruhi oleh budaya
pra-islam. Setelah islam berkembang dan mula dipahami dengan baik oleh
masyarakat di Aceh Barat masa itu, tari ini sudah tidak dipertunjukkan dan
dipertahankan sebagai pertunjukan ritual kematian lagi karena dalam islam tidak
untuk menghadapi musibah yang menimpa diri dan keluarga serta kerabat dekat
lainnya sehingga kemudian tarian ini hanya berfungsi sebagai pertunjukan hiburan
semata.
Sehingga saat ini seiring perkembangannya Tari Pho bisa ditampilkan pada
acara perkawinan, bersuka ria, memandikan pengantin, sunat rasul, turun mandi,
melepas hajat dan penyambutan pembesar-pembesar serta pada waktu padi diserang
hama penyakit.Dalam pertunjukan tari pho saat ini sering ditemui pada saat acara
berdasarkan gubahannya berupa pertunjukan panggung saat ini sering ditemui pada
Begitu Juga dalam waktu pertunjukannya Tari Pho yang ditampilkan pada acara
perkawinan atau manoe pucuk biasanya sekitar 3 jam bahkan bisa sampai seharian
dari pagi sampai sore. Namun berdasarkan gubahan versi panggung ditampilkan tari
pho tradisional berdurasi 10-15 menit. Dalam perkembangan tari pho secara
fungsinya di Aceh Barat berubah menjadi penghantar nasihat yang sangat sering
ditampilkan pada acara manoe pucuk atau memandikan pengantin yang berisi nasihat
G. Metode Penelitian
Karya ilmiah pada prinsipnya memerlukan data yang lengkap dan objektif serta
metode dan teknik pengumpulan data tertentu yang sesuai dengan masalah yang akan
menjadi obyek penelitian. Menurut Sugiyono (2013: 224) “metode penelitian merupakan
cara ilmiah untuk mendapat data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Metode yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penulis ingin
menggambarkan keadaan yang terjadi dalam sebuah daerah. Dari itu, penulis mengambil
Karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Meneliti kondisi suatu
objek yang alamiah (lawan dari eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
keadaan, kondisi atau hal-hal lain (keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan) yang
hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Dalam kegiatan penelitian ini
peneliti hanya memotret apa yang terjadi pada diri objek atau wilayah yang diteliti,
kemudian memaparkan apa yang terjadi dalam bentuk laporan penelitian secara lugas,
Dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada
Dalam rancangan penelitian ini, ada satu sanggar yang menjadi objek penelitian yaitu
Sanggar Putroe Jeumpa Keubiru Desa Blang Kuala Kecamatan Meukek Aceh Selatan.
2. Lokasi Penelitian dan Sumber Data
Blang Kuala Kecamatan Meukek Aceh Selatan. Alasan peneliti memilih lokasi
tertarik untuk melakukan penelitian ini memperoleh data yang benar. Kecamatan
Meukek ini dulunya merupakan salah satu kecamatan yang masih memiliki
budaya yang kental dengan adat istiadatnya, namun karena itu peneliti ingin
mengetahui apakah budaya dalam penggunaan tarian pho masih terus berlanjut
Sumber data sangat diperlukan oleh peneliti karena segala tulisan dan
bukti penggunaan yang dihasilkan akan terjaminnya sebuah kualitas pada suatu
penelitian ilmiah. Data yang peneliti dapatkan yaitu keakuratan data yang
Pada penelitian ini data yang dihasilkan dari hasil interaksi langsung antara
peneliti dengan narasumber seperti kepala desa, pemilik sanggar serta perangkat
lainnya yang mengerti tentang tarian pho yang digunakan pada Sanggar Putroe
yang mengetahui segala hal tentang tulisan ini. Menurut Arikunto (2010:145)
diteliti oleh peneliti”. Jadi, subjek penelitian itu merupakan sumber infprmasi
kuantitatif. Dalam hal ini, yang menjadi subjek penelitian adalah faktor penyebab
memudarnya peranan tari pho yang terdapat pada Sanggar Putroe Jeumpa
Keubiru Desa Blang Kuala Kecamatan Meukek Aceh Selatan dengan sumber
datanya yaitu kepala desa dan satu pemilik sanggar, para aparatur desa, serta
data dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penari sanggar
lainnya dianggap sebagai penari yang menjalin hubungan kerja sama dengan
sanggar yang diteliti serta cocok untuk dijadikan objek pengamatan, karena
dengan kondisi sanggar yang demikian akan mudah terlihat bagaimana dampak
dari peranan tari pho yang berkembang Sanggar Putroe Jeumpa Keubiru Desa
Adapun tekhnik pengumpulan data yang penulis gunakan pada penelitian ini
adalah:
a). Observasi
yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang
yang dilakukan oleh penari serta dampak yang dihasilkan setelah proses
bertujuan untuk lebih memudahkan dalam mengetahui apa yang akan dibahas.
dengan menggunakan alat ukur psikologis yang lain (alat tes) karena hal ini
2) Observasi dirasakan lebih mudah dari pada teknik pengumpulan data yang
lain. Pada tukang observasi menghasilkan informasi yang akurat dari pada
b). Wawancara
wawancara yang bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang objek kajian
pemahaman tentang tarian, guna untuk memperoleh data tentang Sanggar Putroe
Jeumpa Keubiru dalam melestarikan Tari Pho di Desa Blang Kuala Kecamatan
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dan dapat melalui tatap muka (face to face) maupun dengan memakai alat
ini ialah wawancara secara langsung (tatap muka), yaitu Cut Malahayat selaku
pemilik sekaligus pelatih sanggar tersebut yang mengetahui tentang tari pho.
Wawancara ini lebih bersifat formal, bersifat luwes dan biasa pertanyaannya
direncanakan agar sesuai dengan subjek dan suasana pada saat wawancara
dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh merupakan data
murni dari narasumber. Dalam wawancara ini hal-hal yang dipertanyakan adalah
tari pho Sanggar Putroe Jeumpa Keubiru dalam melestarikan Tari Pho di Desa
yang digunakan serta pengaruh motif Jepara terhadap pembuatan motif Aceh.
Wawancara dalam penelitian ini dapat dilakukan secara formal maupun non
formal. Secara formal narasumber tahu dan sadar bahwa dirinya diwawancara
dan peneliti menyiapkan format berbagai pertanyaan sesuai dengan yang telah
diwawancarai. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat
tulis menulis dan pedoman wawancara, hal ini dimaksudkan agar mempermudah
c). Dokumentasi
dan gambar, yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sehingga hasil
dituangkan ke dalam bentuk tulisan yang berupa laporan. Hal ini dilakukan agar
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
serta gambar-gambar dan foto yang ada. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa kamera digital. Hal ini sangat mendukung dalam
suatu teknik pengumpulan data, oleh karena itu foto merupakan sebagai
alat bantu yang cukup efektif dalam menyimpan objek dua dimensi dan
uraian dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang telah
diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif
Menurut Sugiyono (2013: 244), analisis data adalah “proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dari data.
yaitu analisis data yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana Sanggar Putroe
Jeumpa Keubiru dalam melestarikan Tari Pho di Desa Blang Kuala Kecamatan
dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, satuan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data. Data yang telah dikumpul dari pengolahan data selanjutnya
jawaban atas permasalahan yang diteliti. Dari hasil analisis, data-data tersebut
a. Reduksi Data
memfokuskan kepada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, dengan
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
b. Display
Sesudah data direduksi, jadi langkah selanjutnya yaitu mendisplay data. Data
yang sudah direduksi disajikan kedalam teks yang bersifat naratif. Hal ini
jenis-jenisnya.
c. Verifikasi
1. Jadwal penelitian
tersebut dilakukan.
Waktu
No
Kegiatan Februari Maret April Mei Juni
.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan proposal.
2 Seminar proposal.
3 Perbaikan dan bimbingan,
perbaikan bab I, II, dan III.
4 Pengumpulan data,
wawancara, bimbingan.
5 Pengolahan data, penulisan
Bab IV dan V, bimbingan.
6 Penyusunan Bab
7 Sidang kelulusan
DAFTAR PUSTAKA
2. Kapan Bapak/Ibu mulai belajar tentang rangkaian gerakan dalam tarian pho?
Tolong jelaskan!
3. Dalam pengembangan tarian Pho ini ada berbagai upaya yang dilakukan.
b. Apa dampak positif dari peranan tari Pho dalam masyarakat desa Blang
a. Gerakan aapa saja yang telah dikembangkan oleh sanggar Putroe Jeumpa
ceritakan!
8. Apa saran dan pendapat Bapak/Ibu terkait tentang peranan sanggar dalam