Anda di halaman 1dari 13

PERTUNJUKAN TARI MAKAN SIRIH DALAM KEBUDAYAAN

MASYARAKAT ACEH TAMIANG:


ANALISIS STUKTUR TARI, MUSIK DAN TEKS

Oleh:
Fahima Raisya Nakhwin
1207620008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
ABSTRAK

Tari Makan Sirih adalah salah satu tari pertunjukan yang sampai saat ini
masih ada keberadaannya di daerah Karang Baru Aceh Tamiang dan sekitarnya.
Tari Makan Sirih, juga disebut Tari Persembahan. Di Aceh Taming khususnya di
Kecamatan Karang Baru, masih sering di tampilkan tari makan sirih. Tari makan
sirih bersifat tarian yang menyambut tamu, memuliakan tamu, dengan membawa
tepak berisi sirih, gambir, pinang, kapur yang kesemuanya sudah di persiapkan
sebagai rasa suka cita dalam menyuguhkan setepak sirih yang berisikan symbol
Sejuta pesan. (setepak sirih, sejuta pesan). Permasalahan yang akan menjadi
kajian didalam tesis ini adalah menganalisa struktur tari makan sirih dan struktur
musik pengiring tari makan sirih serta mengkaji makna yang tersirat dalam makan
sirih dan sekapur sirih serta lagu pecahan tari sekapur sirih.Melalui permasalahan
permasalahan tersebut penulis menggunakan teori struktural, teori fungsional dan
teori makna. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara struktur tari makan
sirih, tari makan sirih terdiri dari gerakan utama ada gerakan sembah, duduk
bersimpuh, memetik bunga, mengapur dan melipat, gerakan memberi salam
penutup serta gerakan mempersembahkan sirih. Dari struktur musik hasil yang
diperoleh dapat menganalisa dan mentranskripsikan lagu makan sirih dan lagu
sekapur sirih. Dari struktur teks penulis dapat memahami makna dari simbol yang
tersirat di teks lagu makan sirih dan lagu sekapur sirih serta lagu pecahannya.

Kata kunci : Tari Makan Sirih,, Struktur Musik, Tari, dan Teks.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya di Aceh Tamiang tidak jauh berbeda dengan budaya Melayu,


begitu juga dengan bahasa, kesenian, ragam hias dan upacara upacara adat
di Aceh Tamiang. Salah satu upacara penyambutan tamu sebagai salah
satu upacara adat yang berkaitan dengan penghormatan, khusus dalam
rangka menyambut kedatangan tamu. Dalam proses penyambutan tamu
ini, di sekitar Aceh Tamiang masih menggunakan musik dan tarian Makan
sirih, yang sejauh pengamatan penulis memiliki sejumlah besar persamaan
dengan tarian Makan sirih (persembahan) pada kebudayaan masyarakat
Melayu Langkat, Melayu Deli, Melayu Riau, dan Kalimantan bahkan
sampai ke Malaysia. Dalam upacara penyambutan tamu di Aceh Tamiang,
masyarakatnya lazim menggunakan musik dan tari Makan sirih, bukan
musik dan tari Ranup Lampuan, seperti yang terdapat dalam kebudayaan
etnik Aceh Rayeuk.
Pada musik dan tari Makan sirih, dapat ditarik kesimpulan bahwa tari
persembahan terdapat beberapa gerak dan bagian dari busana yang
menjadi simbol dan mengandung makna tertentu. Tari Makan sirih
merupakan tari yang disajikan di hadapan para tamu yang datang
berkunjung ke Aceh Tamiang dan merupakan ucapan terima kasih serta
memberi kehormatan yang ikhlas dengan menyuguhkan tepak sirih
lengkap dengan sirih adatnya. Tari Makan sirih merupakan tarian yang
memiliki symbol dan makna, yang berkembang di masyarakat, dengan
menyuguhkan Sekapur Sirih yang bermakna rasa hormat, terima kasih dan
membawa tepak sirih yang menyimbolkan ketulusan hati menerima tamu
yang hadir pada acara tertentu, seperti pengukuhan, pertemuan adat,
upacara adat, dan sebagainya.
Dalam pengkajian pertunjukan tari Makan sirih ini ada beberapa
bagian dari gerak, busana dan aksesoris yang memiliki makna dan simbol
tersendiri pula. Makna-makna gerak itu adalah seperti berikut :
a. Gerak sembah merupakan simbol dari keagungan dan bermakna saling
menghormati antar sesama yang dilandasi oleh kepercayaan
masyarakat Aceh Tamiang dan aturan-aturan yang sesuai dengan
ajaran agama Islam.
b. Duduk bersimpuh merupakan simbol kerendahan hati yang bermakna
saling menghargai antara sesama.
c. Memetik bunga memiliki nilai estetis bagi masyarakat Aceh Tamiang
yang merupakan simbol keindahan.
d. Mengapur dan melipat serta menyirih merupakan ciri khas dari tarian
ini yaitu Makan sirih.
e. Baju kebaya yang memiliki makna menutup aurat sesuai dengan ajaran
agama Islam.
f. Sanggul yang ditutup selendang bermakna sopan dan santun.
g. Bunga goyang yang menyimbulkan keseimbangan dan bermakna
harmonisasi
Pada busana pada tari persembahan, warna memiliki peranan
penting bagi masyarakat. Warna emas yang mendominasi busana dan
aksesoris yang dilaksanakan adalah simbol kemegahan yang pada
zaman dahulu hanya boleh dikenakan oleh kalangan bangsawan
kerajaan. Simbol dan makna dalam tari persembahan khususnya gerak
dan busana,sangat erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat
Aceh Tamiang terhadap agama Islam yang tertuang dalam kebudayaan
masyarakat Aceh
Di dalam penyajiannya musik iringan tarian Makan sirih ini
juga disertai dengan teks. Studi terhadap teks ini juga menjadi
bahagian dalam tesis ini nantinya. Adapun teks lagu Makan sirih itu
adalah sebagai berikut:
Makan sirih
Makan sirih berpinang tidak
Adatlah resam pusaka Melayu ...
Makanlah sirih berpinanglah tidak, (Berpinanglah tidak)
Sirih di makan zaman dahulu
Makanlah sirih berpinanglah tidak, (Berpinanglah tidak)
Sirih dimakan zaman dahulu
Walaupun sirih mengenyanglah tidak, (Mengenyanglah tidak)
Adatlah resam pusaka Melayu
Walaupun sirih mengenyanglah tidak, (Mengenyanglah tidak)
Adatlah resam pusaka Melayu
Makan sirih berpinang tidak Tuan
Adatlah resam pusaka Melayu

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis akan tetap merujuk


kepada bagaimana kedudukan seni pertunjukan tari Makan sirih dan
musik iringannya eksis di tengah-tengah masyarakat pendukungnya.
Sajian seni dalam kebudayaan ini tentu sekali penting didekati dengan
sudut pandang guna dan fungsi seni. Dengan melihat latar belakang
yang seperti itu, penulis tertarik untuk mengkaji pertunjukan Tari
Makan sirih ini, dalam sebuah judul penelitian, yaitu:

Pertunjukan Tari Makan sirih dalam Kebudayaan Masyarakat

Aceh Tamiang: Analisis Struktur Musik, Tari, dan Teks.

B. Masalah Penelitian

1. Bagaimana struktur tari Makan sirih?Pokok masalah ini akan


dijawab dengan menganalisis aspek-aspek pendukung struktur tari
seperti: jenis gerak, tempo tari, pola lantai, makna gerak, motif
gerak, frase gerak, siklus, tata busana dan maknanya, property tari,
dan hal-hal sejenis.
2. Bagaimana struktur musik iringan tari Makan sirih?
Pokok masalah ini akan dijawab dengan menganalisis aspek-aspek
pendukung struktur musik, seperti: a. Dimensi waktu yang terdiri
dari: meter (metrum), tanda birama, aksentuasi, siklus, densitas
ritme, motif ritme, pola ritme, bentuk ritme, dan sejenisnya; b.
Dimensi ruang, seperti: wilayah nada, tangga nada, nada dasar,
formula melodi, kontur, distribusi interval, pola-pola kadensa,
nada-nada yang digunakan, motif melodi, frase melodi, bentuk
melodi, cengkok, gerenek, patah lagu, tekstur heterofonis, dan lain-
lainnya.
3. Bagaimana struktur dan makna teks lagu Makan sirih?
Pokok masalah ini akan dijawab dengan cara menganalisis teks,
yang mencakup: pantun, sampiran, isi, diksi, gaya bahasa, jumlah
suku kata, baris, rima (persajakan), interyeksi, penggunaan
partikel, dan hal-hal sejenis.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sesuai dengan pokok masalah yang
telah ditentukan, yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana struktur tari Makan sirih.
2. Untuk mengetahui struktur musik iringan tari Makan sirih, yang
mencakup dimensi ritme dan melodi.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaiman struktur dan makna
teks yang digunakan dalam lagu Makan sirih.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KONSEP

A. Tinjauan Pustaka
1. Teori Fungsional
Teori-teori yang penulis gunakan untuk mengkaji struktur tari, struktur
music iringan, dan makna teks adalah sebagai berikut. Teori Fungsional
yang akan penulis gunakan sebagai penuntun untuk menganalisa penelitian
tesis Pertunjukkan Tari Makan sirih Dalam Kebudayaan Masyarakat Aceh
Tamiang: Analisa Struktur Musik, Tari dan teks. Teori fungsionalisme
adalah salah satu teori yang dipergunakan pada ilmu sosial, yang
menekankan pada saling kebergantungan antara institusi-institusi dan
kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu.
2. Teori Struktural
Teori struktural, untuk mengkaji struktural tekstual tari Makan sirih
Aceh Tamiang, Kajian struktural tari Makan sirihAceh Tamiang biasanya
berkenaan dengan sesuatu yang menghasilkan “tata bahasa” dari gaya-
gaya tari tersebut. Dalam analisis struktural tari Makan sirihAceh Tamiang
mempunyai gerak-gerik tari, elemen-elemen tari, motif-motif gerak dan
unsur-unsur tari, tatanan dalam gerak tari. Dalam tarian Makan sirihAceh
Tamiang ini juga utamakan pola-pola dalam pergerakannya, karena pola
ini salah satu membentuk tarian menjadi indah dan meriah, dengan adanya
pola lantai membuat tarian semakin hidup dan tidak terlihat monoton atau
menjenuhkan, pola lantai adalah perpindahan penari dari satu garis ke
garis selanjutnya, pertukaran tempat sesuai yang sudah ditentukan. Pola
lantai ini juga sangat menarik untuk di kaji dalam sebuah penelitian, dan
bisa juga disebut perpindahan penari satu ke penari yang lainnya. Untuk
itu penulis mengarahkan tulisan ini ke unsur-unsur desain tari.
3. Teori Semiotik
Adapun untuk mengetahui dan memaknai teks dalam lagu Makan
sirih, lagu Sekapur Sirih, dan lagu pecahan Sekapur Sirih penulis
menggunakan teori semiotika. Menurut penulis adalah salah satu teori
yang menjadi penghubung erat antara ilmu linguistik dan sastra dengan
ilmu-ilmu seni. Dalam sejarah perkembangan ilmu, belum pernah ada teori
yang dipakai begitu meluas di bidang bahasa, sastra, dan seni seperti
semiotika ini. Bahkan kini semiotika pun dipakai untuk bidang disiplin
arsitektur.
Pendekatan seni salah satunya mengambil teori semiotika dalam usaha
untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan
melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni.
4. Teori Weighted Scale
Teori Weighted scale(bobot tangga nada) untuk mendeskripsikan
struktur musik yang terdapat didalam seni pertunjukkan tari Makan sirih,
Teori ini dikutip dari Malm. Malm menawarkan 8 unsur melodi yang akan
dianalisis dengan pendekatan etnomusikologi, yaitu:
1) Tangga nada (scale),
2) Nada dasar (pitch center),
3) Wilayah nada (range),
4) Jumlah nada-nada (frequency of note),
5) Pola-pola kadensa (cadence patterns),
6) Formula melodic (melodic formulas), dan
7) Kontur (contour).
Untuk mengkaji struktur musik Tari Makan sirih terutama
melodinya, penulis menggunakan teori weighted scale yang ditawarkan
oleh Malm (1977). Pada prinsipnya teori weighted scale adalah teori yang
lazim dipergunakan di dalam
disiplin etnomusikologi untuk menganalisis melodi baik itu berupa musik
vocal atau instrumental.
B. Konsep
Konsep yang terpenting digunakan dalam penelitian ini adalah mengetahui
struktur musik, tari Makan sirih agar dapat mengetahui fungsi dan makna
pertunjukkan Tari Makan sirih bagi masyarakaat suku Aceh Tamiang. Kajian
ini akan mengupas bagaimana bentuk-bentuk teknik gerakan tari Makan sirih,
dari mana asal usul tari dari bagai mana peranannya bagi daerah setempat.
Selain itu, yang dimaksud dengan struktur tari adalah meliputi aspek-aspek:
motif gerak, frase gerak, pola-pola lantai, hubungan pasangan penari, makna
pakaian, properti, warna, dan lainnya. Struktur musik dalam tesis ini adalah
yang mencakup bidang-bidang: ensambel atau instrumentasi, baik itu
organologi, akustik, jalinan dalam ensambel, fungsi dan peran alat-alat musik
(pembawa ritme, siklus, fungtuasi, melodi, peran heterofonis, dan hal-hal
sejenis). Struktur Teks akan mengkaji isi dari lagu tari Makan sirih, Aceh
Tamiang.

C. Penelitian yang Relevan


Penelitian ini merupakan studi tentang kebudayaan yang kualitatif dan
karena merupakan studi tentang kebudayaan maka digunakan pendekatan
yang mengkombinasikan tehnik-tehnik etnografi maka mengungkapkan sudut
pandangan, pelaku kebudayaan merupakan tujuan utama. Untuk itu digunakan
metode observasi terbatas serta in-deept interview atau wawancara mendalam
dengan para informan yang merupakan para pelaku kebudayaan tersebut.
Subyek penelitian adalah masyarakat Aceh pada umumnya, masyarakat Aceh
Tamiang pada khususnya yang masih menggunakan pertunjukan Tari Makan
sirih sebagai pelengkap hajatan atau upacara mereka di setiap upacara adat
istiadat.
Masyarakat Aceh Tamiang yang masih mempraktikkan tradisi tari dalam
adat-istiadat setempat, sebagai representasi, akan diambil beberapa orang
sebagai informan utama yang mengerti dengan budaya suku Aceh Tamiang
tersebut yang berhubungan dengan pertunjukan Tari Makan sirih.
Digunakan pedoman wawancara (interview guide) yang telah disusun
sebelum proses wawancara sifatnya tidak mengikuti, karena dapat juga terjadi
penelitian memperoleh data yang tidak diperkirakan sebelumnya.Untuka
keperluan analisa, hasil wawancara perlu di dokumentasikan baik dengan
pencatatan (transkripsi) maupun dengan bantuan alat rekam (tape recorder).
Selama pengumpulan data, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap apa
yang terjadi di lapangan, kegiatan pengamatan selain untuk mengungkap apa
yang belum diperoleh dari wawancara juga penguat (konfirmasi langsung)
terhadap data yang diperoleh dari proses wawancara, untuk itu diperlukan
catatan lapangan (fied note) yaitu catatan yang tertulis tentang apa yang
didengar, dilihat, dialami dan difikirkan dalam rangka pengumpulan data dan
repleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif, catatan kualitatif.
BAB III
METODE PENELITIAN

a. Metode Penelitian Kualitatif

Menurut Bungin (2007:139) pengumpulan data pada penelitian kualitatif


membutuhkan teknuk-teknik kualitatif pula. Pada umumnya dalam penelitian
kualitatif, penelitian langsung dapat memilih beberapa tehnik pengumpulan
data antara lain: (1) Observasi Partisipasi; (2) Wawancara Mendalam; (3)
LifeHistory; (4) Analisis Dokumen; (5) Catatan Harian Peneliti; dan (6)
Analisis Isi Media. Dalam hal ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan
data lewat penelitian langsung ke lapangan, wawancara dan analisis dokumen.
(2007: 1391.7.2)

b. Metode Penelitian Lapangan


Kerja lapangan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah
observasi dan wawancara. Observasi adalah pengamatan dengan cara sebagai
pengamat yang terlibat dalam kegiatan seni secara langsung. Kemudian
wawancara dilakukan kepada informan kunci untuk mengetahui makna-makna
tari Makan sirih dalam konteks kebudayaan Aceh Tamiang. Observasi di
gunakan untuk mengetahui secara langsung bentuk penyajian tari Makan
sirihdan tari Sekapur Sirih. Tari Makan sirih dan Tari Sekapur Sirih
merupakan suatu kegiatan yang dilihat langsung dalam aspek penyajian yaitu
gerak, pola lantai, bentuk syair, busana dan tata rias penari Makan sirih dan
penari Sekapur Sirih.
Dalam observasi ini penulis mempersaksikan pertunjukkan tari Makan
sirih di beberapa peristiwa Budaya, terutama tari Makan sirih yang disebut
juga tari Persembahan. Penting melakukan observasi ini adalah untuk melihat
langsung pertunjukkan dan kemudian melakukan wawancara. Selepas itu
penulis akan menganalisisnya dan melakukan penafsiran-penafsiran cultural
berdasarkan ilmu dan pengalaman yang penulis peroleh selama ini.
c. Metode Wawancara
Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data atau
memperoleh informasi secara langsung bertatap muka dengan informan,
sehingga mendapat gambaran lengkap tentang objek yang diteliti. Wawancara
dilakukan dengan penari, pelatih tari, pemain musik, pelaku seni dan tokoh
tari di Aceh Tamiang, maupun di Medan. Wawancara dilakukan sesuai dengan
format yang telah penulis siapkan dengan tujuan data-data yang di inginkan
akan diuraikan, sehingga mendukung hasil penelitian.
Wawancara, untuk memperoleh data-data yangcara tidak dapat dilakukan
melalui pengamatan tersebut (seperti konsep-konsep ernosainsnya tentang
estetika. Dalam kaitan ini yang dilakukan adalah wawancarayang sifatnya
terfokus, terdiri dari pertanyaan yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi
selalu terpusat kepada satu pokok yang tertentu
(Koenjaraningrat 1980:139).
d. Metode Analisis Data
Dalam penelitian yang bersifat kualitatif, metode pengumpulan data dan
metode analisis data adalah sebuah garis linier yang saling berelasi. Bungin
(2007) mengatakan terkadang relasi antara metode pengumpulan data dan
metode analisis data tidak dapat terelakkan, karena suatu metode
pengumpulan data juga sekaligus adalah metode dan teknik analisis data.
Berdasarkan manfaat empiris, bahwa metode pengumpulan data kualitatif
yang paling independen terhadap semua metode pengumpulan data dan teknik
analisis data adalah metode wawancara mendalam , observasi partisipasi,
bahan documenter, serta metode baru seperti metode bahan visual dan metode
penelusuran bahan internet (Bungin, 2007: 107).
DAFTAR PUSTAKA

Muly, Cut Rosmiaty, 1998. “Seurune Kalee dalam kebudayaan Masyarakat Aceh
di Desa Gurah, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar: Kajian terhadap
Difusi, Organologis, dan Akustika.” Skripsi Sarjana Etnomusikologi, Fakultas
Sastra USU Medan.

Nor, Mohd Anis Md., 1995. "Lenggang dan Liuk dalam Tari Pergaulan Melayu,"
Tirai Panggung, jilid 1, nomor 1.

Pelly, Usman, 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya


Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: LP3ES.
Royce, Anya Peterson, 1990. Antropologi Tari (terjemahan F.X Widaryanto).
Bandung: ISI Bandung
Koentjaraningrat, 1964. Masjarakat Desa di Indonesia Masa Ini. Jakarta:
Djembatan.

Lubis, Akhyar Yusuf. 2009. Dekonstruksi Epistemologi Modern. Jakarta: Aksara.

Anda mungkin juga menyukai