Anda di halaman 1dari 4

JIKA ORANG BUTA DAN TULI TINGGAL SERUMAH

Sebuah gelas kaca pecah pada sebuah kamar. Sebuah tangan meraba-raba ti lantai, itu Rustam, seorang
pria muda yang buta. sebagai orang buta tentu ia tak dapat melihat apapun. Termasuk sebuah gelas
bekas minumnya yang terletak diatas meja. Di saat ia akan berjalan keluar kamar, ia tak sengaja
menyenggol gelas itu dengan tangannya disaat tangannya sedang meraba-meraba keadaan di
sekitarnya. Tak ada yang bisa Rustam perbuat di saat gelas itu sudah berserakan di lantai. Ia hanya bisa
meraba-raba serpihan gelas itu dilantai.

Namun, sial menimpa hidup Rustam. Salah satu serpihan kaca menembus kulitnya. Lukanya tidak begitu
besar, tapi darah yang keluar cukup banyak. “Siapa saja tolong aku!” teriaknya. Langkah kaki terdengar
menuju kamar Rustam. Entah siapa itu, pikir Rustam. Mungkin Rusdi, saudara kembarnya.

“Den Rustam..” suara lembut itu menyelusp ke dalam telinga Rustam, yang membuat Rustam sadar
bahwasanya itu ialah asisten rumah tangganya, Marni.

Rustam dan Rusdi merupakan saudara kembar yang lahir dengan kekurangan. Yang satu menderita
kebutaan dan yang satu menderita gangguan pendengaran. Namun, di balik kekurangannya, Rustam dan
Rusdi hidup dalam keluarga yang kaya. Orang tuanya merupakan orang yang terpandang, tapi sayangnya
kedua orang tua mereka seperti tidak mengharapkan kehadiran kedua anak cacat ini.

Pernah suatu waktu, di saat Rustam dan Rusdi masih bayi. Kedua orang tuanya ingin membuang mereka
di sebuah tempat sampah dan berharap ada orang yang baik hati menemukan kedua anaknya itu.
Namun, usaha itu sia-sia. Tiap kali mereka meninggalkan Rustam dan Rusdi di tempat sampah,
seseorang selalu saja kembali membawa Rustam dan Rusdi kembali.

Seperti saja malam itu. Di saat kedua orang tuanya tengah asik bercinta merayakan kesuksesannya
membuang kedua anak cacat itu. Tiba-tiba saja salah seorang mengetuk pintu rumahnya. Keuda insan
yang sedang larut dalam kesenangan itu awalnya menghiraukan ketukan pintu itu. mereka masih
melanjutkan kegiatan bercintanya. Namun, di saat hampir sampai pada puncaknya, sebuah suara
terdengar dari luar “Hei kalian, buka pintu!”. Suara itu terdengar seperti suara perempuan tua. Kedua
orang tua Rustam dan Rusdi lantas langsung menuju ke pintu depan dengan masih dalam keadaan
telanjang dan hanya dibalut oleh selimut putih. Di saat mereka membuka pintu, betapa terkejutnya
mereka tidak menemukan siapa-siapa diluar. Hanya Rustam dan Rusdi yang terbaring dalam sebuah
kotak bayi. Keadaannya persis sperti saat mereka membuang Rustam dan Rusdi tadi. Mereka
kebingungan dan menatap sekitar, tapi tak ada satu orang pun di sana. Berkali-kali mereka membuang
Rustam dan Rusdi, berkali-kali pula Rustam dan Rusdi kembali. Mungkin itu sudah takdirnya untuk
merawat kedua anak yang cacat ini.

..

Waktu terus berlalu. Tanpa sadar kini Rustam dan Rusdi sudah remaja. Kedua orang tua mereka juga
begitu sibuknya bekerja. Namun karena keadaan mereka yang terbatas, yang satu tidak bisa melihat dan
yang satu tidak bisa mendengar. Tentu mereka perlu pengasuh. Pikir orang tuanya. Mulailah kedua
orang tuanya mempekerjakan Marni, seorang gadis yang pada saat itu masih duduk di bangku SMA.
Marni memang butuh sekali pekerjaan untuk memyar uang sekolahnya. Orang tua Marni sudah lama
meninggal. Kini, untuk menyambung kehidupannya, Marni harus bekerja, bahkan di sela-sela
sekolahnya.

Untungnya, pekerjaan Marni tidak begitu berat. Karena mengurus Rustam dan Rusdi yang sudah remaja.
Bahkan untuk Rusdi, Marni tak perlu repot-repot mengurusnya karena Rusdi hanya tak bisa mendengar.
Rusdi mampu melakukan segalanya, kecuali mendengar. Tapi untuk Rustam, Marni memang harus lebih
memperhatikannya. Jangankan untuk melakukan kegiatan. Untuk berjalan saja Rustam kesulitan. Jika
marni sedang bersekolah, ia meminta Rusdi untuk membantu saudara kembarnya sampai ia kembali
dari sekolah. Namun, itu tentu hal yang sia-sia. Bagimana mungkin orang tuli dapat menuntun jalan
orang buta. Sedangkan orang yang menderita tuli pasti kesulitan dalam hal berbicara.

Pernah suatu waktu, di saat Marni sedang bersekolah, Rustam sudah sangat tak tahan ingin buang air.
Rustam sadar bahwasanya ia hanya sendirian di kamar. Ia tak tahu kemana perginya Rusdi, saudara
kembarnya. Marni juga lagi bersekolah. Ia sudah mencoba berteriak memanggil Rusdi, tapi itu sia-sia.
Rustam mencoba berjalan perlahan sambil meraba-raba sekelilingnya. Sialnya ia tak menemukan jalan
menuju ke toilet. Sudah beberapa menit ia berputar-putar mengelilingi kamarnya, tapi sama sekali tak
menemukan jalan menuju ke toilet.

Karena sudah tak tahan ingin buang air. Rustam akhirnya terkencing di celana. Air kencingnya merembes
melalui selangkangannya, membasahi celana dan membanjiri lantai kamarnya. Bau pesing dimana-
mana. Hampir sejam ia bertahan dengan celana yang sudah kuyup dan bau pesing, tak ada tanda-tanda
dari Rusdi dan Marni. Sesekali ia mencoba mencari pintu lemari pakaiannya, tapi tak bertemu. Kata
orang, pendengaran orang buta berkali-kali lipat dari orang normal. Dari dalam kamarnya Rustam
mendenar suara langkah kali masuk ke rumahnya. Ia berharap itu Marni. Ia memanggil-manggil Mari
dari dalam kamarnya. “Marni..Marni, itu kau?”. Dari luar iya mendangar langkah kaki itu semakin cepat,
semakin cepat. mungkin orang itu sekarang sedang berlari, pikir Rustam. Bernar saja, Itu Marni yang
baru saja pulang sekolah.

“Den Rustam…” Marni mencium aroma pesing di sekeliling kamar Rustam. “Kenapa?” tanya Marni.

“Tolong aku Marni, aku kencing dalam celana” pinta Rustam.

“Dimana Rusdi” Rustam kembali bertanya ke pada Marni karna dari tadi ia tak merasakan kehadiran
saudara kembarnya itu.

“Rusdi dia sedang tertidur di luar” Marni menjawab sambil mendekati Rustam dan perlahan
mendudukan Rustam di sebuah kursi yang berada tepat di samping ranjang. Setelah mendudukan
Rustam, Marni bergegas mencari pakaian di lemari, ia mengambil baju, celana dalam, dan celana untuk
Rustam. Untuk sementara ia menghiraukan bau pesing yang sudah mentupi ruang kamar Rustam.
Perlahan ia mulai menanggalkan seluruh pakaian Rustam, mulai dari membuka baju, celana, dan pakaian
dalamnya.

Rani begitu terkejut melihat batang kemaluan Rustam. Ini pertama kalinya Marni melihat batang
kemaluan dari seorang pria, terlibih kemaluan Rustam. Biasanya, di saat Rustam ingin mandi, ia hanya
mengantarnya menuju kamar mandi, lalu memberinya pakaian ganti dan membiarkan Rustam
mengganti pakaiannya sendiri. Namun, kali ini, wajahnya berpapasan langsung dengan kemaluan
Rustam. Ia terdiam sejenak. Bau Pesing dari kemaluan Rustam perlahan menyengat hidungnya. Marni
pun tersadar. Dengan keadaan Rustam yang masih telanjang, Marni perlahan berlari mengambil sebuah
kain dan dibasahkannya dengan air, guna membasuh kemaluan Rustam yang sudah dari tadi bau amis.

Perlahan ia memegang kemaluan Rustam, membersihkannya dengan kain yang sudah ia basahkan.
Alahkan terkejutnya Marni, perlahan kemaluan Rustam mulai membesar. Ia kembali terdiam. Ia tak tahu
apa yang terjadi. Ia merasa jantungnya berdetak begitu kencang. Dan tanpa ia sadar, perlahan kepalanya
mendekati ujung dari kemaluan Rustam, bahkan bibirnya hampir bersentuhan dengan kemaluan
Rustam. Belum sampai bibir Marni bersentuhan dengan kemaluan Rustam, dari arah pintu Rusdi datang
meilhat itu semua. Dan entah dari mana Rustam mengetahui itu, ia langsung menyapanya, “Rusdi”.
Rusdi hanya terdiam melihat Marni yang hampir saja mencium kemaluan Rustam. Melihat Rusdi yang
sudah berdiri di depan pintu, Marni kembali terdiam, gelagatnya aneh. Perlahan ia berjalan keluar pintu
kamar dan meninggalkan Rustam yang masih telanjang.

..

Perlahan Marni masuk dan membersihkan serpihan kaca yang sudah berserakan di lantai. Ia melihat
darah bercucran dari tangan Rustam.

“Den Rustam, jarinya berdarah.” Ucap Marni sambil berusaha mengeluarkan serpihan kaca dari tangan
Rustam dan sesekali mengemutnya.

Rusdi yang melihat kejadian itu, tiba-tiba teringat kejadian di waktu Marni hampir mencium kemaluan
Rustam. Tubuhnya tersa panas, seolah-olah darah yang mengalir ditubuhnya memaksa keluar dari
kepalanya. Tangannya tiba-tiba saja mengepal, entah kenapa. Perasaan ini sama seperti waktu itu, di
saat ia melihat Marni hampir menicum kemaluan Rustam. Rusdi membalikan badannya, perlahan
meninggalkan Marni dan Rustam.

Malamnya, di saat akan tidur, Rusdi memandangi Rustam yang sudah dari tadi tertidur. Tapi apa
bedanya, pikir Rusdi, tidur dan tidak tidurpun sama saja, dia tak dapat melihat. Ingin sekali rasanya Rusdi
bertanya ke pada Rustam tentang apa yang sebenarnya terjadi antara Rustam dan Marni. Namun,
bagaimana caranya, berbicara saja ia kesulitan. Biasanya ia jika ingin berbicara sesuata ke pada Marni,
Rusdi menulis kata-katanya pada sebuah kertas. Namun, tetntu hal yang sama tak bisa dilakukannya ke
pada Rustam. Ia lebih memilih untuk menympan semua pertanyaan itu di benaknya. Ia juga tak memiliki
kebenranian untuk menanya kan itu ke pada Marni. Padahal banyak sekali pertanyaan di benaknya yang
ingin ia tanyakan ke pada Marni. Seperti, mengapa ia hanya selalu memperhatikan Rustam, mengapa ia
selalu mengutamakan Rustam, apakah ia memiliki perasaan ke pada Rustam, lalu apa yang membuat
Marni tertarik ke pada rustam? Lalu, apakah ia harus buta dulu baru bisa diperhatikan lebih oleh Marni
seperti Rustam? Tapi Rusdi tak memiliki keberanian untuk menyainya.

Paginya, di saat Marni ingin berangkat sekolah, ia meninggalkan sebuah tulisan di atas meja untuk Rusdi
bersamaan dengan makanan yang sudah ia sajikan, yang bertuliskan “Tolong jaga Rustam saudaramu,
aku pergi sekolah dulu dan malam ini orang tua kalian akan pulang”. Di saat Rusdi ingin makan, ia
menemukan tulisan itu di meja makannya. Hampir tiap hari ia membaca tulisan itu, dan hampir tiap hari
pula dadanya terasa panas setelah membaca tulisan itu. Entah kapan perasaan itu muncul, yang jelas
pagi itu dadanya benar-benar panas. Setelah malam kemarin ia melihat Marni dan Rustam dalam kamar
dan sekarang Marni meninggalkan pesan untuk menjaga Rustam, Rusdi berpikir bahwasanya Marni
hahnya peduli ke pada Rustam, Marni begitu mencintai Rustam. Perutnya yang tadi lapar, sekarang tiba-
tiba saja kenyang karena terisi oelah amarah yang sudah menyelimuti dirinya.

Anda mungkin juga menyukai