Anda di halaman 1dari 7

Ambisi yang Berakibat Fatal

Pagi itu matahari tak secerah hari kemarin. Awan terlihat biru kelabu
menandakan bumi terselimuti oleh cuaca mendung. Hanya beberapa pintu
rumah yang terbuka lebar. Salah satunya rumah dari gadis kecil yang masih
berusia enam tahun. Dia bernama Rozenta, namun acapkali orang
memanggilnya Rosy. Kondisi langit saat itu tidak membuat semangatnya
untuk bermain menjadi padam. Sebaliknya dia sangat berambisi untuk berlarilari di halaman rumahnya meskipun dilarang oleh ibunya. Rosy bukanlah
anak semata wayang tetapi dia mempunyai seorang kakak laki-laki dan
seorang adik perempuan. Usia kakaknya hanya berbeda satu tahun, sedangkan
adik paling bungsu berbeda tiga tahun dengannya. Kakaknya bernama Dimas,
sedangkan adik perempuannya bernama Gestika. Rumah gadis bergigi
ompong itu berada di tepi jalan raya, secara otomatis banyak kendaraan besar
yang melewati depan rumahnya. Letak rumahnya sangat berbahaya bagi anakanak karena bisa jadi sewaktu-waktu mereka bermain hingga ke tengah jalan
raya. Tidak berbeda jauh dengan rumah tante Rosy yang berada tepat
disebelah rumahnya. Tante Wulan begitulah panggilan yang sering mereka
ucapkan. Rumah perempuan berambut panjang itu telah dianggap sebagai
tempat tinggal kedua setelah rumah mereka sendiri. Terlebih Gesti yang
hampir tiap malam tidur di rumah tantenya. Hampir tiap waktu selalu ada
minuman dan makanan ringan yang dibelikan oleh tantenya.
Saat itu, mereka berniat bermain tanah di halaman depan rumahnya.
Sendok, gelas plastik, mainan berbentuk alat-alat memasak, dan air telah
mereka siapkan. Tapi sebelum mereka bermain, tidak lupa meminta izin pada
ibunya yang kala itu sedang memasak di dapur. Setelah diberi izin, ketiganya
langsung mencari tempat yang cocok dan nyaman untuk bermain tanah.
Dengan peralatan seadanya mereka bermain seolah-olah seperti melayani
pembeli di restaurant orang dewasa. Perasaan mereka sangat bahagia,

terkadang mereka juga bertengkar memperebutkan tumbuhan kering sebagai


pelengkap makanan buatan mereka. Namun pertengkaran itu hanya
berlangsung sebentar, tidak jarang ada yang menangis sehingga membuat ibu
mereka harus menunda pekerjaanya di dapur dan beralih kegiatan untuk
menunggu ketiga anak berwajah imut itu bermain di depan rumahnya. Tibatiba si bungsu bernama Gesti menangis dengan keras. Suaranya mengagetkan
semua orang yang mendengar tangisannya, termasuk ibu dan tante Wulan.
Beberapa orang melihatnya, Rosy dan Dimas langsung memanggil ibu dan
tantenya. Ternyata Gesti menangis karena kepalanya terantuk kran air saat
ingin mengisi botol mainannya, dan dia terpeleset. Setelah dilihat dan
diperhatikan oleh ibu mereka, dahi gadis itu mengalami goresan kecil yang
membuat darah mengalir sedikit demi sedikit. Akhirnya dia dibawa kedalam
rumah untuk diobati dengan obat merah dan antiseptik. Karena kejadian
tersebut akhirnya mereka berhenti bermain tanah.
Bukan disebut anak-anak jika seharian tidak bermain dan hanya diam
di rumah. Walaupun adik paling bungsu mereka mengalami sedikit insiden,
tidak membuat mereka lupa akan masa kecil yang sewajarnya digunakan
untuk bersenang-senang. Dimas dan Rosy melanjutkan bermain petak umpet
dan kejar-kejaran. Sedangkan adiknya beristirahat di kamar untuk
menenangkan diri. Beberapa jam berlalu, sepertinya mereka merasa capek.
Terlihat dari nafasnya yang terengah-engah. Dimas sebagai anak sulung
memutuskan untuk mengambil minum di dalam rumah sedangkan Rosy hanya
diam terduduk di serambi depan rumah. Lalu dia melihat pagar rumah
tantenya yang terbuat dari besi berujung agak tumpul dengan tinggi yang
kurang dari tinggi badannya. Terselip suatu ide kecil yang menarik baginya
tanpa terpikir konsekuensi apa yang akan terjadi. Dia menaiki pagar tersebut
dan duduk diatasnya. Dia bermain dengan santainya di atas pagar itu, hingga
tibalah si sulung yang berjalan dengan santai karena telah terisi tenaganya.
Melihat apa yang sedang dilakukan oleh adiknya , dia langsung bergegas

menghampiri gadis berpipi cabi itu. Saat itulah, Dimas langsung menariknya
dan menegur dengan penjelasan yang menunjukkan jika dia sangat
menyayangi adiknya. Gadis itu hanya diam dan kecewa karena dilarang
bermain-main di atas pagar.
Beberapa hari kemudian, Gesti terlihat sudah sembuh dan sangat ceria.
Begitu pula dengan kedua kakaknya yang bermain seperti hari sebelumnya.
Siang itu, Dimas sibuk bermain layang-layang baru miliknya bersama
ayahnya, sedangkan Gesti bermain di rumah tante Wulan. Dan ibunya
membersihkan rumah. Lalu tinggallah Rosy sendiri yang merasa kesepian.
Dia hanya menatap langit dan ide itu muncul kembali di benaknya. Gadis itu
langsung bergegas menuju pagar rumah tantenya. Dan melakukan hal yang
sama seperti beberapa hari yang lalu. Dia merasa senang duduk bergoyanggoyang diatas pagar sambil bernyanyi-nyanyi. Tak ada satu orang pun yang
memperhatikannya karena sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Setelah
beberapa menit dia bermain di atas pagar, tiba-tiba pegangannya terlepas
karena tangannya yang berkeringat. Secara spontan dia terpanting dan
terjatuh. Kepalanya terasa sakit dan pusing, dia langsung menangis tetapi
hanya sejenak. Karena takut dengan orang-orang disekelilingnya dia langsung
menuju kamarnya, dan tidur diatas bantal berwarna merah muda. Namun ada
yang aneh dengan kepalanya, dia terasa perih dan setelah dia meraba-raba,
ternyata kepalanya basah dan bantal tempatnya tidur dipenuhi oleh cairan
berwarnah merah dengan bau amis. Dia merasa takut lalu langsung
memanggil ibunya yang berada di halaman belakang rumahnya. Setelah
melihat kepala gadis kecil itu, spontan ibunya lemas dan langsung memeluk
Rosy sangat erat. Ayahnya langsung menghampiri arah suara dan melihat
keduanya menangis, ternyata kepala Rosy bocor.
Kemudian mereka langsung menuju ke rumah sakit setempat. Karena
hari itu adalah hari minggu, maka banyak dokter yang tutup. Akhirnya setelah
berkeliling mencari dokter, mereka memutuskan untuk menuju UGD

Dr.Haryoto. Ketika sampai di pintu masuk, Rosy langsung disambut oleh


tempat tidur yang dapat didorong karena terdapat roda disetiap sudutnya.
Dengan posisi telungkup, dia langsung disuntik dengan bius. Awalnya dia
merasa sakit seperti dicubit, namun kelamaan kepalanya merasa dingin.
Rupanya luka yang tadinya terkena udara kotor dibersihkan dengan alkohol.
Dengan keadaan sedikit sadar, dia mendengar suara ibu dan ayahnya yang
dari sekian lama memegangi tangan Rosy. Setelah beberapa jam proses
penjahitan, akhirnya Rosy diperbolehkan pulang dengan syarat meminum
obat dari rumah sakit dan beristirahat di rumah selama beberapa hari. Setelah
sampai di rumah, rosy hanya memegangi kepalanya yang terasa sakit dan
pusing. Semua aktifitasnya harus dibantu dan ketika tidur harus dalam posisi
telungkup sehingga orang tuanya harus berjaga semalaman. Karena kejadian
itu, dia harus meninggalkan sekolah TK nya selama kurang lebih dua minggu
hingga jahitan di kepalanya dilepas. Guru TK gadis berkulit putih itu
berkunjung ke rumah untuk melihat keadaannya. Mereka juga membawa
boneka beruang berwarna merah jambu yang sampai sekarang masih
disimpan. Kini gadis berpipi cabi itu telah tumbuh dewasa, namun bekas dari
jahitannya masih terlihat. Dan boneka beruang kecil itu menjadi boneka
kesayangannya yang merupakan saksi bisu dari kecelakaan akibat
kecerobohannya.
Ambisi dan Ide yang besar memang boleh kita lakukan. Namun
sebelum kalian bertindak, sebaiknya memikirkan akibat yang terjadi diakhir
perbuatan. Karena tidak semua perbuatan itu akan berakhir seperti yang
diharapkan, ada kalanya semua akan berbeda dengan apa yang ditargetkan.
Semua hal bisa terjadi di dunia yang fana ini, kemungkinan kita untuk
menghindar dari musibah sangat kecil. Belajarlah dari apa yang pernah kalian
lihat, jadikan sebuah pembelajaran untuk memulai hidup yang lebih baik.
Yang terpenting adalah selalu percaya dan patuh pada ucapan orang yang

lebih tua. Jangan pernah sekali-kali kalian melanggar ucapan mereka, karena
ucapan adalah doa.

TENTANG PENULIS

Namaku adalah Rozenta Dwi Hariyani Putri. Kalian bisa memanggilku


Rozenta, namun acapkali beberapa temanku ada yang memanggil dengan
nama yang terdengar agak aneh. Rojenta, Rosy, Oci, Zenta, begitulah mereka
memanggilku. Aku lahir di kota Pisang atau Lumajang dengan keadaan yang
sempurna sesuai dengan kodratnya sebagai seorang manusia. Tanggal lahirku
adalah 22 Juli 2000. Aku bersekolah di SMPN 1 LUMAJANG, salah satu
sekolah unggulan dan favorit bagi kalangan anak SD yang ingin melanjutkan
jenjang pendidikannya. Saat ini, aku duduk di bangku kelas IXC dengan
anggota kelasnya yang dalbo dan dumeng sesuai dengan yel-yel kelas
STARBURCKS COFFEE.
Aku adalah seorang remaja berusia 14 tahun dengan penuh harapan, citacitaku adalah menjadi seorang dokter. Sewaktu kecil, saya sangat senang
bermain dokter-dokteran sampai akhirnya saya bertanya-tanya pada diri saya
sendiri Apa itu dokter dan bagaimana caranya agar saya bisa menjadi

dokter? . Hobi saya adalah membaca buku dan memasak, buku yang sering
saya baca adalah buku novel dan cerpen. Semua buku itu menjadi inspirasi
saya dalam membuat suatu karya tulis dengan kata atau kalimat yang sangat
mudah dipahami tetapi mempunyai makna yang dalam. Harapan saya adalah
saya dapat meraih mimpi dan cita-cita saya kelak saat dewasa.

Anda mungkin juga menyukai