Disusun oleh:
Rakeeman R.A.M. Jumaan
Mubalig Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Dosen Ilmu Perbandingan Agama & Bahasa Ibrani, Yunani dan Farsi
Jamiah Ahmadiyah Internasional Indonesia (JAMAII)
Bogor, Jawa Barat
!!! PETUNJUK PENTING
“Nabi adalah orang yang kepadanya Allah SWT memberikan ilmu ghaib dan
memberitahukan kepadanya bahwa ia adalah nabi.” (Asy-Syifa, Juz.1,
hlm.120)
فاُ قلت ما حقيقة النِّبنوة فاجلنواب هنو خطاب ِّاّلل تعاىل خشصا بقنوهل أنت رسنويل واصطفيتك
لنفيس
Artinya: “Jika engkau bertanya apakah hakikat Nabi? maka jawabnya ialah
bahwa Allah SWT memanggil seseorang dengan firman-Nya: Engkau Rasul-
Ku dan Aku telah memilih engkau untuk urusan diri-Ku” (Al-Yawaqit wa al-
Jawahir, juz.1, hal. 164)
Arti Nabi dan Rasul Menurut Ahmadiyah
Arti Nabi menurut Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s adalah sebagai
berikut: “Perkataan Nabi itu menurut Lughat, artinya orang yang
menyampaikan khabar ghaib yang diterimanya dari Allah SWT....begitu pula
Nabi itu seharusnya Rasul juga, karena kalau dia bukan Rasul, dia tidak
akan mendapat khabar ghaib yang terang benderang, juga tentu akan
berlawanan dengan ayat :
Menurut penjelasan di atas Nabi dan Rasul adalah sama. Setiap Nabi
adalah Rasul dan setiap Rasul pasti seorang Nabi. Oleh karena itu
menurut lughat Arab arti Nabi adalah orang yang mendapat khabar,
orang yang diberi khabar dan orang yang menyampaikan khabar ghaib
dari Allah SWT dan orang yang menyampaikan khabar ghaib dari Allah
SWT itu disebut Rasul.
Kata Nabi dan Rasul digunakan secara bergantian dalam Al-Qur’an suci,
tapi orangnya sama. Kadang-kadang disebut Nabi kadang-kadang
disebut Rasul, bahkan terkadang disebut Nabi dan Rasul sekaligus.
Adapun sebabnya, karena mungkin Nabi itu mempunyai dua
kesanggupan (kapasitas) yaitu ia menerima pemberitahuan dari Allah
dan menyampaikan risalah itu kepada manusia.”
Arti Rasul
Menurut Mln. Muhammad Ali dalam Islamologi dikatakan bahwa Nabi itu
adalah orang yang diberi informasi (khabar) oleh Allah tentang keesaan-
Nya dan dibukakan padanya rahasia zaman yang akan datang, dan ia
diberitahu bahwa ia adalah Rasul-Nya (utusan-Nya).
Dan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad adalah orang yang diberi khabar
ghaib oleh Allah tentang keesaan-Nya melalui wahyu-wahyu-Nya dan
juga dibukakan kepadanya rahasia zaman yang akan datang, dan dalam
wahyu-wahyu yang diterimanya juga diberitahukan bahwa beliau adalah
Rasul-Nya (utusan-Nya).
Hal itu sesuai sekali dengan keadaan Hadhrat Masih Mau’ud, karena
dalam wahyu-wahyu yang diterimanya beliau banyak sekali disebut
sebagai Rasul dan Nabi, diantaranya Allah SWT telah mewahyukan
kepada beliau a.s sebagai berikut:
رسلت من رب العباد
ُ لقد أ
“Sungguh saya diutus dari Tuhannya para hamba.” (Tuhfah-e-Baghdad,
hlm.11)
َ العدو ل
ست مرسال ُ س
ُّ يقنول
“Musuh akan berkata: “Engkau bukanlah Rasul.” (Arba’iyn, no.3, hlm.
32)
PENJELASAN:
Jika merujuk pada apa yang disampaikan oleh Mln. Muhammad Ali di
atas tentang arti Nabi, maka jelas sekali menunjukan bahwa Hadhrat
Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi dan Rasul yang benar sesuai
dengan pendapat para ulama tentang arti Nabi dan Rasul dalam buku-
bukunya.
Akan tetapi kerasulan dan kenabia beliau a.s hanya sebagai Nabi
Ummati (nabi pengikut) yang tidak membawa syari’at dan agama baru
dan beliau a.s. bukan pula seorang Nabi Mustaqil (independent prophet).
II. MACAM-MACAM KENABIAN MENURUT AL-QUR’AN
ࣲࣲ كل أ ُّلر ُس ُل فَضَّ لك َنا ب َ كعضَ ا كُم عَ َ ٰىل ب َ كعضࣲۘ ِِّمۡنك ُم َّمن ََكَّ َم أ َّ ُ ُّۖلل َو َرفَ َع ب َ كعضَ اُ كم د ََر َج ٰـت
َ ۞ تِ ك
“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di
antara mereka ada yang ALLAH berkata-kata (langsung dengan dia) dan
sebagiannya ALLAH meninggikan beberapa derajat.” (Qs. Al-Baqarah, II: 253)
َو َرب ُّ َك أَ كع َ َُل ِب َمن ِِف أل َّس َم ٰـ َنو ٰۘ ِت َوأ ك َۡل كر ِِۗض َولَقَدك فَضَّ لك َنا ب َ كع َض أل َّن ِب ِّيِـ ۧ َن عَ َ ٰىل ب َ كعضࣲ ُۖۘ َو َءاتَ كينَا
د َُاوۥ َد َزبُنورࣲا
“Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang ada di langit dan di bumi. Dan
sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain).
Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (Qs. Bani Israil, XVII: 55)
B. Macam-macam Kenabian
1. Kenabian Tasyri’
َش مء ِِّ ُ َاَت أل َّن ِب ِّيِـ ۧ َ ِۗن َو ََك َُ أ َّ ُّلل ِب
َك ك َ َ َّما ََك َُ ُم َح َّم رد أَ َ ۤب أَ َحدࣲ ِِّمن ِِّر َجا ِل ُ كمك َولَ ٰـ ِكن َّر ُسنو َل أ َّ ِّلل َوخ
عَ ِلمیࣲا
“Muhammad bukanlah seorang bapak dari laki-laki di antara kamu melainkan
seorang Rasul Allah dan Khaatam al-Nabiyyiin ….” (Qs. Al-Ahzaab, XXXIII: 40)
نوس ألك ِك َت ٰـ َب َوقَفَّ كي َنا ِمن ب َ كع ِد ِهۦ بِأ ُّلر ُس ِ ُۖل َو َءاتَ كينَا ِع َيس أ كب َن َم كر َ َی ألك َب ِ ِّينَ ٰـ ِت َوأَيَّدك ن َ ٰـ ُه
َ َولَ َقدك َءاتَ كينَا ُم
نول ِب َما َال تَ ك َنو ٰۤى أَنفُ ُس ُ ُمك أ كس تَ كك َ كرب ُ كَت فَفَ ِريقࣲا كَ َّذبك ُ كت َوفَ ِريقࣲا ُ ِب ُرو ِح ألك ُقدُ ِ ِۗس أَفَ ُُكَّ َما َج ۤا َء ُكك َر ُس
ُنوَ ُتَ كق ُتل
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Alkitab (Taurat) kepada Musa, dan
Kami telah mengikutkannya (berturut-turut) sesudahnya dengan rasul-rasul ….” (Qs.
Al-Baqarah, II: 87)
ِإن ِّۘ َۘ ۤا أَ َنزلك َنا أل َّت كنو َر ٰى َة ِفهیَا ُهدࣲى َونُنورࣲۘ َ كَی ُ ُمك ِ َبا أل َّن ِب ُّي َ
نوُ أ َّ َِّل َين أَ كسلَ ُمنو ۟ا ِل َّ ِّل َين َها ُدو ۟ا
نوُ َوأ ك َۡل كح َب ُار ِب َما أ كس ُت كح ِف ُظنو ۟ا ِمن ِكتَ ٰـ ِب أ َّ ِّلل َو ََكنُنو ۟ا عَلَ كي ِه ُشاَدَ ۤا َء فَ َال َ كَت َش ُنو ۟ا ألنَّ َاس
َوأ َّلرب َّ ٰـنِ ُّي َ
َوأ كخ َش كنو ُِ َو َال ت َ كش َ َُتو ۟ا ِب َـاي َ ٰـ ِِت ثَ َمنࣲا قَ ِليلࣲا َو َمن لَّ كم َ كَی ُمك ِب َم ۤا أَ َنز َل أ َّ ُّلل فَأُ ۟ولَ ٰۤـِٕ َك ُ ُُ ألككَ ٰـ ِف ُر َ
وُ
إ
)“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya (ada
petunjuk dan cahaya (yang menerangi) yang dengan Kitab itu nabi-nabi yang
tunduk (kepada syari’at nabi sebelumnya) memutuskan perkara bagi orang-
)orang Yahudi ….” (Qs. Al-Maaidah, V: 44
2.1. Kenabian Ghair Tasyri’ wa Mustaqil
“Sekalipun banyak nabi yang datang di kaum Bani Israel, akan tetapi kenabian
mereka itu bukanlah karena mengikuti Nabi Musa a.s. akan tetapi kenabian
mereka itu adalah kenabian Mustaqil (kenabian yang berdiri sendiri) karena tidak
mengikuti nabi yang lain sebagai satu karunia dari ALLAH Ta’ala. Kenabian
mereka itu tidak sedikitpun menyinggung kepada Nabi Musa a.s. Maka karena
itulah kenabian mereka (nabi-nabi dari Bani Israel) itu bukanlah seperti kenabian
saya. Akan tetapi dari satu sisi, saya adalah Nabi dan dari sisi yang lain, saya
juga Ummati (pengikut). Tetapi nabi-nabi yang datang pada kaum Bani Israel itu
adalah nabi-nabi yang Mustaqil dan berpangkat nabi bukan karena perantaraan
nabi yang lain.” (Haqiqat al-Wahyi, hlm. 100)
2.2. Kenabian Ghair Tasyri’ wa Ghair Mustaqil
“Sekalipun banyak nabi yang datang di kaum Bani Israel, akan tetapi kenabian
mereka itu bukanlah karena mengikuti Nabi Musa a.s. akan tetapi kenabian
mereka itu adalah kenabian Mustaqil (kenabian yang berdiri sendiri) karena tidak
mengikuti nabi yang lain sebagai satu karunia dari ALLAH Ta’ala. Kenabian
mereka itu tidak sedikitpun menyinggung kepada Nabi Musa a.s. Maka karena
itulah kenabian mereka (nabi-nabi dari Bani Israel) itu bukanlah seperti kenabian
saya. Akan tetapi dari satu sisi, saya adalah Nabi dan dari sisi yang lain, saya
juga Ummati (pengikut). Tetapi nabi-nabi yang datang pada kaum Bani Israel itu
adalah nabi-nabi yang Mustaqil dan berpangkat nabi bukan karena perantaraan
nabi yang lain.” (Haqiqat al-Wahyi, hlm. 100)
III. ISTILAH KENABIAN SYARI’AT DAN NON-SYARI’AT
MENURUT HADHRAT MIRZA GHULAM AHMAD A.S.
صریح طور پر نبی کا خطاب مجھے دیا گیا مگر اس طرح ہے کہ
ایک پھلوے نبی اور ایک پھلوے امتی
“Dengan jelas sekali gelar nabi diberikan kepada saya, akan tetapi di satu sisi saya adalah
Nabi dan dari sisi yang lain saya adalah Ummati.” (Ruhani Khazaain, Jld. XXII, hlm. 154)
و اُ نبينا خاَت اۡلنبياء ال نيب بعده اَّلى يننور بننوره وس يكنوُ ظاره ظ ِّل ظانوره
“Dan sesungguhnya Nabi kita (Muhammad saw) adalah Khaatam al-Nabiyyiin, tidak ada
nabi sesudah beliau kecuali nabi yang disinari cahayanya sehingga kehadirannya sebagai
bayangan (Zhill) dari kehadirannya.” (Al-Istifta, Bab II, hlm. 30)
3. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. Merupakan Nabi Buruzi
مسيت نبيا من هللا تعاىل عىل طريق اجملاز ال عىل وجه احلقيقة
“Aku dinamakan nabi oleh ALLAH Ta’ala atas jalan majazi bukan atas jalan
hakiki.” (Tatimmah Haqiqat al-Wahyi, hlm. 25 / Al-Istifta, Bab Dzikr al-
Mubahalah, hlm. 86)
B. Istilah Kenabian yang Membawa Syari’at Menurut Hadhrat Mirza Ghulam
Ahmad a.s.
1. Nabi Tasyri’ adalah nabi yang membawa syari’at atau agama, seperti Nabi
Muhammad saw, Nabi Adam a.s., Nabi Nuh a.s., Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Musa a.s.
َش مء ِِّ ُ َاَت أل َّن ِب ِّيِـ ۧ َ ِۗن َو ََك َُ أ َّ ُّلل ِب
َك ك َ َ َّما ََك َُ ُم َح َّم رد أَ َ ۤب أَ َحدࣲ ِِّمن ِِّر َجا ِل ُ كمك َولَ ٰـ ِكن َّر ُسنو َل أ َّ ِّلل َوخ
عَ ِلمیࣲا
“Sesudah Nabi Muhammad saw sebagai Khaatam al-Anbiya, ALLAH Ta’ala sekali-kali
tidak akan mengutus seorang rasul yang membawa syari’at dengan perantaraan
Malaikat Jibril. Karena ini akan menghilangkan tanda keagungan dan kehormatan
Nabi Muhammad saw dan bertentangan dengan Islam.” (Izalah Awham, hlm. 557)
“Masih banyak lagi kata-kata Nabi dan Rasul yang berhubungan dengan hamba
ini. Akan tetapi banyak orang salah faham dan mereka mengira bahwa hamba ini
mendakwakan Kenabian Hakiki dan Risalah yang lazim disebut Shahib al-Syari’at
atau Pembawa Syari’at. Akan tetapi kata Nabi dan Rasul disini hanya demikian
artinya, yakni pembawa khabar ghaib dan orang yang menyampaikan berita
tentang rahasia pengetahuan-pengetahuan yang didapat dari ilmu ALLAH Ta’ala.”
(Al-Hakam, Jld. III, hlm. 29)
ُنيب او رسنول عىل وجه احلقيقة واالفَتاء وترك القرا ِّ ومن قال بعد رسنولنا وس ِّيدان ا ِّين
واحاك ال ِّرشيعة الغراء فانو َكفر ك ِّذاب
“Dan barangsiapa yang berkata bahwa saya ini seorang nabi dan rasul
sesudah Nabi kita dan penghulu kita (Muhammad SAW) dalam arti
Haqiqi (pembawa syari’at dan agama baru) dan Iftiro (mengada-ngada
dusta) serta meninggalkan Al-Qur’an dan hukum syari’at maka orang itu
adalah kafir dan pendusta.” (Anjam Atham, hasyiah hlm. 27-28)
حق احد أُ يدعي النبنوة بعد رسنولنا املصطفى عىل الطريقة املس تق ِّةل
ِّ فليس
“Maka tidaklah dibenarkan bagi seseorang yang mendakwahkan
kenabian sesudah Rasul kita Al-Mushthafa (Muhammad Rasulullah
SAW) dengan jalan Mustaqil. ” (Al-Istifta, Bab Dzikrul Mubahalah, hlm.
86)
“Dan bilamanapun atau dimanapun aku telah mengingkari panggilan
Nabi atau Rasul maka hal itu adalah dengan makna bahwa aku bukanlah
(nabi atau rasul) yang Mustaqil, yang membawa syari’at baru dan
menjadi nabi yang berdiri sendiri (secara langsung) melainkan dengan
makna bahwa aku ini menerima karunia-karunia keruhanian dari Nabi
Muhammad Rasulullah SAW, karena aku mentaati beliau SAW serta
dianugerahi nama dari Yang Mulia Nabi Muhammad SAW.
Maka karena itu aku menerima ilmu-ilmu ghaib dari Allah SWT dengan
demikian memang aku adalah Rasul dan Nabi tetapi tidak membawa
syari’at baru. nabi dengan arti semacam ini tidak pernah aku ingkari,
malah dengan makna inilah Allah Taala selalu memanggilku Nabi dan
Rasul. Jadi sekarang ini aku tidak mengingkari kerasulan dan
kenabianku secara makna yang aku sebutkan di atas.” (Ek Ghalthi ka
Izalah, 1901 / Memperbaiki Suatu Kesalahan, 1978, hlm. 19-20).
Hadhrat Masih Mau’ud a.s bersabda:
Memang aku telah menjadi Nabi dan Rasul, tetapi dengan jalan Buruzi
dan berdasarkan kejadian demikian Allah SWT berkali-kali menyebutkan
namaku Nabiyullah dan Rasulullah, tetapi dengan jalan Buruzi
(gambaran). Dalam hal ini wujudku tidak ada, yang ada hanyalah
Muhammad saw. itulah sebabnya aku dinamakan Muhammad dan
Ahmad. Jadi nubuwat dan risalah itu tidak dipindahkan kepada orang
lain, tetapi tetap menjadi milik Nabi Muhammad saw.” (Ek Ghalthi ka
Izalah, 1901 / Memperbaiki Suatu Kesalahan, 1978, hlm. 32).
Beliau a.s bersabda:
“... Nabi yang membawa syariat tidak mungkin dapat datang lagi, akan
tetapi nabi yang tidak membawa syariat adalah mungkin (bisa datang),
namun syaratnya ialah ia harus menjadi Ummati terlebih dahulu
(maksudnya jika datang seorang nabi harus dari umat Nabi Muhammad saw,
pen.) dan bukan dari umat lain.
Ringkasnya, atas dasar itu, aku adalah Ummati juga Nabi. Dan
kenabianku, yakni mukaalamah-mukhaathabah Ilahiyah adalah
bayangan dari kenabian Rasulullah saw dan tanpa itu kenabianku tiada
artinya.” (Tajalliyyat-e-Ilahiyat / Penampakan Kebesaran Tuhan, hlm. 38-
39 / Ruhani Khazain, Jld. XX, Additional Nazir Isyaat London 1984, hlm.
411-412)
Tentang pengakuan Hadhrat Masih Mau’ud a.s sebagai nabi pengikut (nabi
Ummati) dari kenabian Nabi Muhammad SAW. Beliau a.s bersabda:
بعت محمِّدا
ُ واّلل ا ِّين قد ت
ِّ
“Dan demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar telah mengikuti Nabi
Muhammad Rasulullah saw.” (Tuhfah Baghdadi, hal. 15)
Beliau a.s. bersabda:
ِّا ِّين أحد من الامة النِّبنوية مع ذاكل ِّمساين ِّاّلل نبيا حتت فيض النِّ ِّبنوة احمل ِّمدية وليس ن ِّبنوة اال
ن ِّبنوته
“Saya adalah salah satu dari umat kenabian (Muhammad SAW) oleh karena
itu Allah Ta’ala menamakan diri saya seorang nabi di bawah limpahan dan
kemurahan dari Kenabian Muhammad saw dan kenabian saya itu tidak lain
kecuali kenabiannya.” (Al-Istifta, Bab Awal, hlm. 21)
كذاكل ورث املس يح املنوعنود امس أمحد اَّلى هنو مظار الرحميية و امجلالية
“Demikian juga Dia mewariskan kepada Al-Masih Al-Mau’ud nama Ahmad
yang menjadi Mazhar dari sifat Rahimiyah (kasih sayang) dan Jamaliyah
(keindahan).” (I’jazul Masih, hlm. 114 dan Ruhani Khazain, Vol. 18)
Beliau a.s. bersabda:
وأخرين مۡنم:فاملس يح املنوعنود مع جامعته مظار من ِّاّلل لصفة الرحميية والامحدية لي ِّت قنوهل
.....
)(سنورة امجلعة
“Maka Al-Masih Al-Mauud (Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad) dan Jama’ah-nya
adalah Mazhar dari Allah dan untuk menampilkan sifat Rahimiyah-Nya dan
Ahmadiyah-Nya (keindahan-Nya). Guna menyempurnakan firman-Nya: Wa
akhorina minhum .... (Qs. Al-Jumu’ah: 3).” (I’jazul Masih, hlm. 114-115)
“Memang aku telah menjadi Nabi dan Rasul, tetapi dengan jalan Buruzi dan
berdasarkan kejadian demikian Allah Ta’ala berkali-kali menyebutkan
namaku Nabiyullah dan Rasulullah, tetapi dengan jalan Buruzi (gambaran /
cerminan). Dalam hal ini wujudku tidak ada, yang ada hanyalah Muhammad
saw. itulah sebabnya aku dinamakan Muhammad dan Ahmad. Jadi nubuwat
dan risalah itu tidak dipindahkan kepada orang lain, tetapi tetap menjadi milik
Nabi Muhammad saw.” (Ek Ghalthi ka Izalah, 1901 / Memperbaiki Suatu
Kesalahan, 1978, hlm. 32)