Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah yang berjudul “iman Kepada Kitab-Kitab Allah
Swt” dapat tersusun dengan baik dan dapat disajikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan maupun pengkajiannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifat-
sifatnya membangun sangat penulis harapkan, demi untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Demi kelancarannya mengerjakan tugas ini saya ucapkan terima kasih kepada Kedua orang
tua saya yang telah memberikan motivasi dan semua teman – teman yang ikut membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua, dan
akhirnya mudah-mudahan makalah ini walaupun sederhana dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Amiin ya robbal ‘alamin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam agama islam dikenal empat buah kitab yang wajib kita percaya serta kita imani.
Jumlah kitab suci sebenarnya tidak dijelaskan dalam Al-quran juga dalam Hadits. Selain dari
kitab Allah yang dturunkan melalui rasul melalui malakiat Jibril, kita juga bisa berpedoman pada
Hadits nabi Muhammad SAW dan sahifah-sahifa/ suhuf/ lembaran firman Allah SWT yang
diturunkan pada nabi Adam, Ibrahim, dan Musa AS.
Percaya kepada kitab-kitab Allah SWT hukumnya adalah wajib ‘ain atau wajib bagi
seluruh warga muslim di seluruh dunia. Dilihat dari pengertian atau arti defenisi, kitab Allah
SWT adalah kitab suci yang merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT melalui rasul-
rasulnya untuk dijadikan pedoman hidup umat manusia sepanjang masa. Orang yang
mengingkari serta tidak percaya kepada Al-quran disebut orang-orang murtad.
Daftar kitab-kitab Allah SWT beserta Rasul penerima wahyunya
1. Kitab Taurat diturunkan kepada nabi Musa AS
2. Kitab Zabur diturunkan kepada nabi Daud AS berbahasa Qibty
3. Kitab Injil diturunkan kepada nabi Isa AS berbahasa Suryani
4. Kitab Al-Quran kepada nabi Muhammad SAW berbahasa arab
Kitab suci injil yang saat ini dijadikan kitab suci oleh kaum nasrani / Kristen katolik dan
protestan sangat berbeda dengan injil yang diwahyukan kepada nabi Isa AS semasa hidupnya
untuk kaumnya. Oleh sebab itu datang Al-Quran untuk menjadi penyempurna seluruh kitab suci
yang ada.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah
2. Kitab-kitab Allah sebelum Al-Quran
3. Al-Quran sebagai kitab Allah yang terakhir
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah aik III, tetapi juga untuk memberikan pengetahuan mengenai iman kepada kitab-kitab
Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
KITAB-KITAB ALLAH
A. Pengertian Kitab-Kitab Allah
Secara etimologi kata kitab adalah bentuk masdar dari kata ka-ta-ba yang berarti
menulis. Setelah jadi masdar berarti tulisan. Bentuk jama’ dari kata kitab adalah kutub. Dalam
bahasa Indonesia, kitab berarti buku.
Secara terminologis yang dimaksud dengan kitab (Al-kitab, kitab Allah, Al-kutub kitab-
kitab Allah)adlah kitan suci yang diturunkan oleh Allah swt kepada para Nabi dan Rasul-Nya.
Jadi, Beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu kepercayaan yang pasti bahwasanya allah
Swt, memiliki kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada para
hamba-Nya dan bahwa kitab-kitab tersebut terdapat kebenaran, cahaya dan petunjuk bagi
manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
“Bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dan barat itu suatu kebijakan, akan tetapi
sesungguhnya kebijakan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, Al-kitab,
dab Nabi-Nabi.”(Al-baqarah 2:177).
“Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? Ketika ia melihat api lalu berkatalah kepada
keluarganya: “Tinggallah kamu disini, sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku
dapat membawasedikit daripadanya atau akan mendapat petunjuk di tempat api itu”. Maka ketika
ia datang ke tempat api itu, ia dipanggil (Tuhan): “Hai Musa, sesungguhnya Aku inilah
Tuhanmu, maka tinggalkanlah kedua terumpahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang
suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu (sebagai Rasul), maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu).” (Thaha 20: 9-13).
3. Melalui Malaikat Jibril ‘Alaihi As-Salam, seperti wahyu yang diterima oleh Rasulullah SAW,
sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa
turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Malaikat Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar menjadi salah
seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (As-
Syu’ara 26: 192-195).
Penurunan wahyu melalui malaikat Jibril ini berlangsung dalam dua cara, pertama: JIbril
datang membawa wahyu seperti bunyi gemerincing lonceng (Shalshalah Al-Jaras) yang amat
keras, atau kedua: Jibril datang membawa wahyu dengan memperlihatkan dirinya sebagai
seorang lelaki (lihat pembahasan tentang malaikat).
Demikianlah pengertian wahyu dan cara turunnya kepada para Nabi dan Rasul.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya ada petunjuk dan cahaya….”
(Al-Maidah 5: 44).
“Dan sesungguhnya kami telah memberikan Al-kitab (Taurat) kepada Musa dan kami telah
menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wasir (pembantu).”(Al-furqan 25:35)
Itulah lima kitab suci yang disebutkan oleh Allah swt nama dan kepada siapa yang
diturunkan. Sedangkan kitab suci lainnya yang ditirunkan kepada para Nabi dan Rasul lainnya
tidak disebutkan oleh Allah nama-namanya secara terperinci, tapi secara global dijelaskan bahwa
Allah swt mengutus para Nabi dan Rasul dan menurunkan bersama mereka kitab suci. Hal ini
dinyatakan oleh Allah swt dalam surah Al-Baqarah ayat 213:
“Manusia itu adalah umat yang satu, maka (setelah timbul peselisihan) Allah mengutus para
Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka kitab suci dengan benar, untuk member keputusan diantara manusia tentang perselisihan
yang mereka perselisihkan.” (Al-Baqarah 2:213).
Untuk kitab-kitab suci yang tidak disebutkan namanya tersebut kitab cukup
mengimaninya secara global (Ijmal) bahwa Allah swt Allah telah menurunkan kitab-kitab suci
kepada paraNabi dan Rasul. Atau dengan kata lain kita mengimani semua kitab suci yang
diturunkan Allah swt kepada para nabi dan Rasul, baik yang disebutkan namanya maupun yang
tidak.
Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum ktab suci Al-Quran tidaklah bersifat
universal seperti Al-Quran, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu. Dan juga tidak berlaku
sepanjang masa. Oleh karena Allah swt tidak memberi jaminan terpelihara keaslian atau
keberadaan kitab-kitab tesebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah memberi jaminan
tehadap Al-Quran.
Dari segi isi, untuk hal-hal prinsip (masalah aqidah), sejarah dan fakta tentang alam
semesta, semua kitab suci tersebut memuat hal yang sama dengan Al-Quran. Tidak akan ada
perbedaan apalagi pertentangan satu sama lain (kecuali perbedaan redaksional), baik antar
sesama kitab-kitab suci maupun dengan kitab-kitab suci Al-quran. Misalnya, tentang tauhid,
semua mengajarkan tentang ke –Esaan Allah swt, bahwa dia adalah satu-satunya Tuhan yang
berhak disemba. Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat, (untuk menyerukan):
“sembahlah Allah saja, dam jauhilah thaghut. “ (an –nahl 16:36)
“Dan kami tidak mengutus seorang razul pun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan
kepadanya:” bahwasanya tidak ada tuhan melainkan aku,maka sembahlah olehmu sekalian akan
aku.” (Al-Anbiya 21:25).
Ajaran tentang Uzair anak Allah dalam taurat,dan Isa putra Allah serta ajaran tentang
trinitas dalam injil bukanlah berasal dari wahyu Allah Swt. Semua itu berasal dari pemalsuan dan
penambahan orang-orang Yahudi dan Nashrani. Tentang hal ini allah menjelaskan :
“Orang-orang yahudi berkata:”uzair itu putra allah.”dan orang-orang nasrani berkata:al-masih itu
putra allah.:demikian itulah ucapan mereka denan mulut mereka meniru perkataan orang kfir
terdahulu.dilaknati allah-lah mereka:bagaimana mereka sampai berpaling?”(At-Taubat 9:30)
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari tiga
(Trinitas)”. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari
apa yang mereka katakana itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan
yang pedih.”
(Al-Maidah 5: 73).
Adapun mengenai Syari’at dan Hukum serta hal-hal yang praktis lainnya, akan ada
perbedaan antara satu kitab dengan kitab yang lain sesuai dengan perkembangan zaman dan
keadaan umat tertentu. Tentang hal ini Allah menjelaskan:
“…..Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berika syari’at dan minhaj (aturan) sendiri.” (Al-
Maidah 5: 48).
Dari semua Kitab-Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebelum Al-Qur’an
sebagaimana yang sudah diterangkan di atas tidak satu pun lagi yang sampai kepada kita secara
utuh sebagaimana diturunkan terdahulu. Bahkan menurut Dokter Muhammad Na’im Yasin, tidak
ada satu Kitab Suci pun yang berhak disebut Kitab Allah sekarang ini selain dari Kitab Suci Al-
Qur’an. Yasin mengemukakan beberapa alasan untuk mendukung pernyataan tersebut (Yasin,
1983, hal. 85-87). Alasan Yasin setelah penulis lengkapi dengan sumber lain adalah sebagai
berikut:
1. Tidak ada satu pun naskah asli dari semua Kitab Suci yang turun sebelum Al-Qur’an
terpelihara sampai sekarang. Semuanya telah hilang. Yang ada hanyalah naskah terjemahan
dalam berbagai bahasa. Bahkan terjemahan yang ada pun sudah merupakan hasil terjemahan dari
terjemahan. Manuskrip Perjanjian Lama (Perjanjian Lama terdiri dari Taurat Musa dan Zabur
Daud serta ajaran Rasul-Rasul lainnya yang kesemuanya itu meliputi lebih kurang tiga
perempat Al-Kitab atau Bibel) yang tertua bukanlah tertulis dalam bahasa Ibriyah (bahasa Nabi
Musa), akan tetapi dalam bahasa Aramiyah dan bahasa Gryk serta bahasa latin kuno yang tidak
lagi digunakan dewasa ini. Begitu juga Manuskrip Perjanjian Baru (Perjanjian Baru terdiri dari
Injil Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan Kisah Rasul-Rasul serta kumpulan surat-surat) yang
lengkap hanyalah dipakai dalam bahasa Gryk, bukanlah dalam bahasa Aramiyah, bahasa teks asli
Injil. Antara terjemahan ke terjemahan berikutnya terjadilah perubahan dan pergeseran makna di
sana-sini. Begitulah seterusnya sampai dewasa ini.
2. Kitab-Kitab Suci tersebut sudah bercampur dengan ucapan manusia, baik berupa tafsir, sejarah
hidup para nabi dan murid-murid mereka, kesimpulan para ahli hukum, maupun dengan hal-hal
lainnya. Tidak lagi bisa dibedakan mana yang Kalam Allah dan mana yang karya manusia.
3. Tidak ada satu pun dari Kitab-Kitab Suci tersebut yang secara sah dapat dinisbahkan kepada
Rasul yang membawa masing-masing kitab tersebut, dan tidak pula mempunyai sanad sejarah
yang dipercaya. Kitab Perjanjian Lama dibukukan beberapa abad setelah nabi Musa meninggal
dunia. Begitu juga dengan Kitab Perjanjian Baru ditulis lebih satu abad setelah Nabi Isa diangkat
oleh Allah SWT.
4. Terdapat pertentangan antara satu bagian dengan bagian yang lain, antara satu kitab dengan
kitab yang lain. Oleh sebab itu, dari lebih kurang tujuh puluh naskah Injil yang ditulis oleh tujuh
puluh penulis pula, Gereja memilih empat saja, yang ditulis oleh Matius, Markus,
Lukas, dan Yohanes. Bahkan antara Injil yang empat ini pun terjadi pertentangan satu sama lain
dalam beberapa bagian, misalnya tentang asal keturunan Al-Masih: Matius 1: 6 menyebutkan
bahwa Yusuf An-Najjar adalah anak Ya’kub, sedangkan Lukas 3: 23 menyebut anak Hali. Matius
1: 7 menyebutkan Yusuf An-Najjar adalah keturunan Sulaiman bin Daud, sedangkan menurut
Lukas 3: 31 adalah keturunan Nasan bin Daud.
5. Terdapat beberapa pelajaran yang batil tentang Allah SWT dan beberapa Rasul-Nya. Selain
keyakinan Uzair anak Allah dan Trinitas, kita akan menemukan beberapa kisah tentang Allah
dan Rasul-Nya yang tidak benar dan sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat. Misalnya
tentang pergulatanyang pernah terjadi antara Allah dan Nabi Ya’kub yang dimenangkan oleh
Ya’kub sehingga Allah memberkatinya. (Kejadian 32: 24-30) atau tentang Allah menyesal dan
bertobat setelah menetapkan suatu keputusan yang menimbulkan akibat yang tidak diduga
sebelumnya seperti halnya penyesalan penetapan Saul menjadi Raja atas Bani Israel (I. Samuel
15: 10,35). (Yasin, 1983, hal. 85-87 dan Isma’il, 1990, hal. 17-23).
2. Setiap Rasulullah Saw selesai menerima ayat-ayat yang diwahyukan, beliau membacakannya
kepada para sahabat dan memerintahkan kepada mereka untuk menghafal dan kepada sahabat-
sahabat tertentu diperintahkan oleh Rasul saw untuk menuliskannya disarana-sarana yang
memungkinkan waktu seperti di pelepah-pelepah kurma, di tulang-tulang binatang, di batu-batu
dan kulit-kulit binatang serta sarana lainnya. Begitulah dengan sungguh-sungguh dan penuh
kecintaan para sahabat berusaha menghafal dan benar-benar menguasai Al-Quran.
3. Pada masa Abu Bakar As-shiddiq, atas atas anjuran Umar binKhatab, Al-Quran dikumpul
dalam sa`tu mushaf oleh panitia tunggal yaitu Zaid bin Tsabit dengan berpedoman kepada
hafalan dan tulisan para sahabat. Ayat demi ayat disusun sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw
sebelumnya, tapi surat demi surat belum lagi diurutkan sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.
4. Pada masa Utsman bin Affan pembukaan Al-Quran disempurnakan dengan menyusun surat
demi surat sesuai dengan ketentuan Rasulullah saw dan menuliskannya dalam satu system
penulisan yang bisa menampung semua qiraat yang benar. System penulisan itu dikenal dengan
Ar-Rasmu Al-Usmani. Mushaf yang dikenal dengan mushaf Usman disalin beberapa naskah dan
dikirim ke pusat-pusat pemerintahan umat Islam waktu itu untuk dijadikan pedoman dan standar
penulisan. Tugas pembukuan yang disempurnakan ini dilaksanakan oleh satu tim yang diketahui
oleh Zaid bin Tsabit, dengan anggota Abdullah bin Zubair, sa’id bin ash dan Abdur Rahman bin
Haris bin Hisyam.
5. Pada masa-masa berikutnya para Ulama selalu berusaha menyempunakan penulisan dan
pemeliharaan AL-Qur’an sehingga lahirlah beberapa ilmu pengetahuan yang mendukung
pemeliharaan keaslian dan keutuhan AL-qur’an, seperti ilmu tajwid untuk qaidah-qaidah qira’ah
ilmu Nahwu sharaf dari segi tata bahasa , ilmu khath dari segi penulisan , Ulumul Qur’an dan
ilmu Tafsir dari segi metodologi pemahaman, dan ilmu-ilmu lainnya.
Al-Quran dijamin oleh Allah swt keutuhannya sampai akhir zaman karena memang Al-Qran
bersiifat universal , berlaku untuk seluruh manusia di mana dan kapan saja. Berbeda dengan
kitab-kitab Allah sebelum yang bersifat local untuk umat tertentu.
Dalam hubungannya dengan kitab-kitab suci yang diturunkan Allah sebelumnya, maka
Al-Quran berfungsi sebagai:
1. Nasikh, baik lafazt maupun hukum, terhadap kitab-kitab sebelumnya. Artinya semua kitab suci
terdahulu dinyatakan tidak lagi berlaku. Satu-satunya yang wajib diikuti dan dilaksanakan
petunjuknya hanyalah Al-Quran. Hal disebabkan dua hal :pertama, karena kitab-kitab suci
terdahulu itu tidak ada lagi yang utuh dan asli seperti waktu baru di turunkan;kedua, karena
kitab-kitab tersebut berlaku untuk umat dan masa tertentu saja. Dalil yang paling kuat
menunjukkan bahwa Al-Quran adalah nasikh tehadap kitab-kitab suci sebelum adalah perintah
Allah swt terhadap Nabi Muhammad saw untuk memberlakukan seuruh Al-Quran terhadap umat
manusia termasuk para ahlul kitab.
2. Muhaimin atau batu ujian terhadap kebenaran kitab-kitab yang sebelumnya. Artinya Al-Quran
lah yang jadi korektor terhadap perubahan yang terjadi pada kitab-kitab sebelumnya. Dengan
demikan Al-Quranlah satu-satunya yang dijadikan pegangan. Apa yang dibenarkan dan
ditetapkan oleh Al-Quran itu lah yang benar dan harus diikuti. Dan jika terdapat perbedaan /
pertentangan antara Al-Quran dengan isi kitab-kitabsebelumnya maka Al-Quran lah yang benar
dan harus diikuti.
3. Mushaddiq, mengutakan kebenaran-kebenaran pad kitab-kitab Allah sebelumnya, seperti
Taurat dan Injil yang membawakan petunjuk Allah dan cahaya kebenaran.
Keistimewaan Al-Quran
Sebagai kitab Allah yang terakhir Al-Quran mempunyai beberapa keistimewaan, antara
lain sebagai berikut:
1. Berlaku umum untuk seluruh umat manusi di manapun dan kapan mereka berada sampai akhir
zaman nanti.
2. Ajaran Al-Quran mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia .
3. Mendapat jaminan pemeliharaan dari Allah swt dari segala bentuk penambahan, penguranga
dan pemalsuan.
4. Allah swt menjadikan Al-Quran mudah untuk dipaham, dihafal dan diamalkan.
5. Al-Quran berfungsi sebagai nasikh, muhaimin dan mushaddiq tehadap kitab-kitab suci
sebelumnya.
6. Al-Quran berfungsi sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad saw.
E. Perbedaan Iman Kepada Al-Quran dengan Iman Kepada Kitab-Kitab Suci Lainnya
Seorang muslim wajib mengimani semua kitab – kitab suci yang telah diturunkan oleh
Allah swt kepada para nabi dan Rasul-nya, baik yang disebutkan nama dan kepada siapa
diturnkan maupun yang tidak disebutkan. Allah berfirman :
“Wahai orang –orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-nya dan kepada kitab
yang Allah turunkan kepada Rasul-nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa
yang kafir kepada Allah, malaikat – malaikat-nya, kitab – kitab-nya, Rasul – rasul-nya dan hari
kemudian, maka sesunggunya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”(An-NIsa’4:136)
Akan tetapi tentu ada perbedaan konsekuensi keimanan antara iman kepada Al-Qur’an
dan iman kepada suci sebelumnya. Kalau terhadap kitab suci sebelumnya seorang muslim
hanyalah mempunyai kewajiban mengimani keberadaan dan kebenarannya tanpa kewajiban
mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan kandungnya karena kitab – kitab suci tersebut
berlaku untuk umat masa tertentu yang telah berakhir dengan kedatangan kitab suci yang terakhir
Al-qur’an. Jika ada hal – hal yang sama yang masih berlaku dan diamalkan, itu hanyalah semata-
mata karena di perintahkan oleh Al-qur’an bukan karena ada pada kitab suci sebelumnya.
Sedangkan iman kepada Al-qur’an membawa konsekuensi yang lebih luas seperti
mempelajarinya mengamalkan dan mendakwahkannya serta membelanya dari serangan musuh –
musuh islam.
Untuk lebih jelasnya kewajiban seorang muslim terhadap Al-qur’an sebagai berikut:
1. Mengimani bahwa Al-qur’an adalah kitab Allah yang terakhir yang berfungsi sebagai Nasikh,
Muhaimin dan Mushaddiq bagi kitab – kitab suci sebelumnya; mukjizat bagi kenabian dan
kerasulan Nabi Muhammad SAW; Hudan bagi kehidupan umat manusia sampai akhir zaman;
dan fungsi – fungsi lainnya (Al-Maidah 5: 48; Al-Baqarah 2: 185)
2. Mempelajari Al-qur’an baik cara membacanya (ilmu tajwid dan qira’an), makna dan taksirnya
(iarjamah dan tafsir Al-qur’an) maupun ilmu – ilmu lain yang berhubungan dengan Al-qur’an
seperti ulumul Qur’an, hadits, ushulul fiqhi, fiqh, dan lain – lain (Muhammad 47: 24, AT-Taubah
9: 122)
3. Membaca Al-qur’an sebanyak dan sebaik mungkin (Al-Muzammil 73: 4, 20)
4. Mengamalkan ajaran Al-qur’an dalam seluruh kehidupannya, baik kehidupan pribadi,
berkeluarga, bermasyarakat, bernegara maupun kehidupan Internasional. Baik aspek ekonomi,
politik, hokum, budaya, pendidikan maupun aspek hidup lainnya (Al-A’raf 7: 3, Al-Jatsiyah 45:
7-8, An-Nur 24: 51,m Al-Baqarah 2: 208)
5. Mengajarkan Al-qur’an kepada orang lain sehingga mereka dapat membaca, memahami dan
mengamalkannya (Ali-Imran 3: 110, Ali-Imran 3: 104, An-Nahl 6: 125, Ali-Imran 3: 79, HR
Bukhari: sebaik-baik orang diantara kamu ialah mempelajari Al-qur’an dan mengajarkanny.”).
A. Kesimpulan
yaitu kepercayaan yang pasti bahwasanya Allah Swt. Memiliki kitab-kitab yang
diturunkan kepada para rasulNya untuk disampaikan kepada para hambaNya dan bahwa kitab-
kitab tersebut adalah kalamullah yang dengannya Allah berbicara secara sesungguhnya sesuai
yang pantas untuk diriNya, dan bahwa kitab-kitab tersebut terdapat kebenaran, cahaya dan
petunjuk bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
B. Saran
Sebagai seorang muslim kita harus menjaga kitab suci Al-Quran dari tangan orang yang
tidak bertanggung jawab untuk mengubahnya. Jangan sampai kitab umat islam diganti,
ditambah, dan dihilangkan seperti kitab-kitab yang dimiliki bangsa Yahudi dan bangsa Nasrani.
DAFTAR PUSTAKA
- Isma’il, Sa’id, DR, Perbandingan ‘Aqidah Islam & Kristen Menurut Al-Quran & Bibel,
terjemahan H. Suhairi Ilyas, MA, Yayasan al-Anshar Bukitinggi, cet.I.th.1990.
- Miftah Faridh, Drs, Pokok-Pokok Ajaran Islam, PUSTAKA Bandung cet. 3 th. 1982.
- Miftah Fardih dan Agus Syihabuddin, Al-Quran Sumber Hukum Islam Yang
Pertama, PUSTAKA Bandung, cet.1 th.1989.