Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

IMAN KEPADA SEMUA UTUSAN ALLAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir Aqidah

Dosen pengampu: Muslih, M.Ag.

Disusun Oleh:

Novandina Fajriani 11200340000115

Nabila Azzahra 11200340000144

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022 M / 1444 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta salam selalu tercurahkan kepada Nabi
kita Muhammad SAW, Beserta keluarga-Nya, sahabat-sahabat-Nya dan kita selaku
umatnya hingga akhir zaman.

Makalah ini adalah makalah Mata Kuliah Tafsir Aqidah dengan judul “Iman
Kepada Semua Utusan Allah” Kami mengucapkan Terimakasih kepada Ustadz
Muslih, M.Ag. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Tafsir Aqidah serta kepada
rekan-rekan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini
karena kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada dalam keterbatasan.
Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, demi
perbaikan dalam makalah ini dimasa yang akan datang. dan kami berharap, semoga
makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kami dan para pembaca. Aamiin.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Utusan Allah ................................................................................ 3

2.2 Sifat-Sifat Nabi dan Rasul ............................................................................. 4

2.3 Nama-nama Nabi dan Rasul dan Jumlahnya ............................................... 11

2.4 Tugas Nabi dan Rasul.................................................................................. 14

2.5 Perintah Taat kepada Rasul ......................................................................... 21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 30

3.2 Kritik dan Saran ........................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Iman kepada Rasul-Rasul Allah merupakan suatu kewajiban, karena iman


kepada Rasul-Rasul Allah merupakan rukun iman, yaitu yang ke 4. Iman kepada
Rasul artinya mempercayai dengan sepenuh hati atas kedatangan Rasul, mulai
dari Rasul yang pertama yaitu Nabi Adam as hingga Rasul terakhir yaitu Nabi
Muhammad SAW.
Ajaran yang dibawa oleh para nabi dan Rasul sejak Nabi Adam as hingga
Nabi Muhammad SAW. Merupakan suatu rangkaian yang memiliki satu tujuan
yaitu mengesankan Allah SWT. Berupa syariat atau hukum tertentu yang
kemudian disampaikan atau di ajarkan kepada umatnya. Oleh karena itu, kita
sebagai seorang muslim, wajib beriman atau mempercayai kepada para Rasul
utusan Allah sehingga dengan hal itu kita akan mengamalkan semua ajaran yang
di bawa oleh Rasul utusan Allah tersebut. Dengan berpegang hidup pada Allah
dan sunah Rasul maka kita akan hidup bahagia di dunia dan juga akhirat.
Namun, di dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita hanya mengetahui
tentang pengertiannya saja itupun hanya terbatas, tanpa mengetahui akan
pemahamnnya lebih dalam dan penerapannya di dalam kehidupan yang kita
jalani atau di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kita patut dan wajib
mempelajari, memahami dan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari,
tentu akan jauh lebih bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari utusan Allah?
2. Bagaimana penafsiran terhadap Q.S Al-Kahf/18:110 dan Q.S Al-
Ra’d/13:38 mengenai sifat-sifat Nabi dan Rasul?
3. Bagaimana penafsiran terhadap Q.S Al-Mu’min/40:78 mengenai nama-
nama Nabi dan Rasul dan Jumlahnya?
4. Bagaimana penafsiran terhadap Q.S Al-Maidah/5:67 dan Q.S Al-
Ghasyiyah/88:21 mengenai tugas Nabi dan Rasul?

1
5. Bagaimana penafsiran terhadap Q.S Ali ‘Imran/3:31-32 mengenai perintaah
taat kepada Rasul?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari utusan Allah
2. Untuk mengetahui penafsiran terhadap Q.S Al-Kahf/18: 110 dan Q.S Al-
Ra’d/13:38 mengenai sifat-sifat Nabi dan Rasul
3. Untuk mengetahui penafsiran terhadap Q.S Al-Mu’min/40: 78 mengenai
nama-nama Nabi dan Rasul dan Jumlahnya
4. Untuk mengetahui penafsiran terhadap Q.S Al-Maidah/5: 67 dan Q.S Al-
Ghasyiyah/88: 21 mengenai tugas Nabi dan Rasul
5. Untuk mengetahui penafsiran terhadap Q.S Ali ‘Imran/3: 31-32 mengenai
perintaah taat kepada Rasul

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Utusan Allah
Dalam Lisan Al-’Arab, disebutkan, “Jika dikatakan Ar-Raslu, maka
mengandung pengertian Al-Qathi’ min Kulli Syai’ (kumpulan dari segala
sesuatu). Jamaknya Arsal. Sementara “Al-Irsal,” berarti At-Taujih (pengarahan).
Rasul menurut etimologi adalah orang yang mengikuti informasi-informasi
pengutusannya. Pengertian ini berdasarkan perkataan mereka, “Ja’at Al-Ibil
Ruslan” (unta itu datang berkelompok), maksudnya beriringan. Utusan
dikatakan Rasul karena ia membawa misi.1

Imam Ar-Ragib, 503 H, dalam Al-Mufradat-nya, berkata, “Ar-Rusul, pada


dasarnya mengandung pengertian utusan untuk menyampaikan. Darinya muncul
kata Ar-Rasul, yang berarti orang yang diutus. Ar-Rasul ini terkadang
menimbulkan persepsi santun. Jika dikatakan, “Ala Rislik”, jika anda
memerintahkannya untuk santun dan ramah. Dan terkadang menimbulkan
persepsi utusan. Dan rasul ini berasal darinya. Ar-Rasul, juga sering
dimaksudkan sebagai pendapat yang mengandung kemungkinan-kemungkinan
dan terkadang mengandung arti orang yang membawa perkataan dan risalah.2

Berdasarkan keterangan tersebut, maka rasul secara terminologi adalah


orang yang menyampaikan dari Allah; atau pembawa risalah yang diutus Allah
untuk membawa syariat yang harus diamalkan dan disampaikan kepada orang
lain.3

1
Muhammad bin Mukrim bin Manzhur Al-Ifriqi Al-Mishri, Lisan Al-‘Arab , hlm 1/163, DarShadir,
Beirut, cetakan pertama.
2
Abu Al-Qasim Al-Husain bin Muhammad Ar-Raghib Al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh Al-
Qur’an, hlm. 220, secara ringkas, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, cetakan pertama, 1418
H/1997M.
3
Ibrahim Madkur dan Kawan-kawan, Al-Mu’jam Al-Wasith, hlm.1/357, Majma’ Al-Lughah Al-
‘Arabiyyah, Kairo, cetakan kedua.

3
2.2 Sifat-Sifat Nabi dan Rasul
Q.S Al-Kahfi/18:110

۟ ‫ى أَنَّ َما ٓ ِإ َٰلَ ُه ُك ْم ِإ َٰلَهٌ َٰ َوحِ دٌ ۖ فَ َمن َكانَ َي ْر ُج‬


َ ‫وا ِلقَا ٓ َء َر ِبِۦه فَ ْل َي ْع َم ْل‬
َ َٰ ‫ع َم اًل‬
‫ص ِل احا َو َل‬ َّ َ‫قُ ْل ِإنَّ َما ٓ أَن َ۠ا َبش ٌَر ِمثْلُ ُك ْم يُو َح َٰ ٓى ِإل‬
‫يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَادَةِ َربِ ِ ٓۦه أَ َح ًۢداا‬

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang


diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan
yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".4

Tafsir Al-Kahfi/18:110 oleh Muhammad Quraish Shihab (Tafsir Al-Mishbah)

Katakanlah juga wahai Nabi Muhammad bahwa “Sesungguhnya aku ini


hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku apa yang
dikehendaki oleh Allah. Aku tidak mengetahui kecuali apa yang diberitahu
Allah kepadaku dan aku tidak menyampaikan apa kecuali apa yang Dia
perintahkan kepadaku untuk kusampaikan. Yang paling penting dan agung
yang diwahyukan kepadaku dan kepada rasul-rasul sebelumku adalah: Bahwa
sesungguhnya Tuhan kamu adalah tuhan Yang Maha Esa dalam sifat, dzat dan
perbuatan-Nya. Inilah yang terpenting untuk kamu ketahui. Adapun
pertanyaan-pertanyaan kamu yang tidak terjawab, seperti tentang ruh, maka itu
tidak banyak manfaatnya untuk kamu ketahui. Ambillah manfaat dari kisah-
kisah yang diuraikan antara lain petunjuknya tentang keniscayaan hari Kiamat.
Karena itu maka barangsiapa yang mengharapakan perjumpaan dengan
ganjaran Tuhannya di hari kemudian nanti maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukannya dalam beribadah

4
https://tafsirweb.com/4936-surat-al-kahfi-ayat-110.html diakses pada 15 September 2022, pukul
09.30 WIB.

4
kepada Tuhannya sesuatu pun dengan jalan tulus tidak riya dalam melakukan
ibadah itu.”5

Tafsir Al-Kahfi/18:110 oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili (Tafsir Al-Munir)

Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad saw. agar bersikap tawadhu.


Allah berfirman, (ٌ‫ى أَنَّ َما ٓ إِ َٰلَ ُه ُك ْم إِ َٰلَهٌ َٰ َوحِ د‬
َّ َ‫ ) ۖقُ ْل إِنَّ َما ٓ أَن َ۠ا بَش ٌَر ِمثْلُ ُك ْم يُو َح َٰ ٓى إِل‬wahai Muhammad,
katakanlah kepada mereka, “Saya tidak lain adalah manusia seperti kalian
dalam sifat kemanusiaan. Saya tidak memiliki sifat malaikat atau tuhan. Dan
saya tidak memiliki ilmu kecuali yang diajarkan oleh Allah kepadaku. Hanya
saja Allah menurunkan wahyu kepadaku bahwa Dia adalah Tuhan yang Maha
Esa dan yang kepada-Nya segala sesuatu bergantung. Tidak ada sekutu
bagiNya dalam ketuhanan-Nya. Oleh karena itu, sesembahan yang wajib kalian
sembah adalah satu. Tiada sekutu baginya.

(‫ص ِل احا َو َل يُ ْش ِر ْك ِب ِعبَادَةِ َر ِب ِ ٓهۦ أَ َح ًۢداا‬ ۟ ‫ )فَ َمن َكانَ يَ ْر ُج‬barangsiapa


َ ‫وا ِلقَا ٓ َء َر ِب ِهۦ فَ ْليَ ْع َم ْل‬
َ َٰ ‫ع َم اًل‬
beriman dengan pertemuan dengan Allah dan sangat menginginkan pahala
Allah bagi ketaatannya, hendaklah ia mendekatkan diri kepada-Nya dengan
amal shaleh dan memurnikan ibadah untuk-Nya, serta menjauhi kesyirikan
dalam beribadah dan tidak menyekutukan-Nya, baik dengan kesyirikan yang
tampak, seperti menyembah berhala, maupun tidak tampak, seperti melakukan
amal dengan riya (pamer dengan memperlihatkannya agar disanjung) atau
sum’ah (pamer dengan menceritakannya agar dipuji) dan ingin dikenal orang-
orang.

Riya (pamer dengan memperlihatkan amal kebaikan agar disanjung) adalah


syirik terkecil, sebagaimana disebutkan di dalam hadits Riwayat Imam Ahmad
dari Mahmud bin Labid bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya
perkara yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik terkecil.” Para
sahabat bertanya, “Apa aitu syirik terkecil wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Riya.” Allah Azza wa Jalla berfirman kepada orang-orang yang
riya tersebut pada hari Kiamat saat manusia diberi balasan berdasarkan amal

5
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2002), hlm.143.

5
perbuatan mereka, “Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian
pamerkan amal kebaikan kalian kepada mereka, apakah kalian mendapatkan
balasan pada mereka?” (HR Ahmad)

Hasan al-Bashri ditanya tentang ikhlas dan riya, dia menjawab, “Termasuk
keikhlasan adalah kamu menyembunyikan perbuatan-perbuatan baikmu dan
tidak ingin menyembunyikan keburukanmu. Jika Allah menampakkan
kebaikan-kebaikanmu, katakanlah, ‘Ini berkat anugerah dan kebaikan-Mu, ya
Allah. Ini bukanlah dariku dan bukan dari perbuatanku.’ Ingatlah firman Allah
SWT, (‫ص ِل احا َو َل يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَادَةِ َربِ ِ ٓۦه أ َ َح ًۢداا‬ ۟ ‫)فَ َمن َكانَ يَ ْر ُج‬
َ ‫وا ِلقَا ٓ َء َربِِۦه فَ ْليَ ْع َم ْل‬
َ َٰ ‫ع َم اًل‬

Firman Allah SWT, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah
mereka berikan…” (al-Mu’minuun:60)

Yaitu mereka memberi dengan ikhlas namun mereka tetap takut jika tidak
diterima. Adapun riya adalah mencari bagian dari amal yang dilakukan untuk
kepentingan dunia.” Lalu Hasan al-Bahsri ditanya, “Bagaimana hal itu?” Dia
menjawab, “Barangsiapa menginginkan selain Allah dan selain balasan akhirat
dari amal yang dia lakukan, itu adalah riya.” 6

Dari tafsir yang telah kami cantumkan diatas penulis mengambil


kesimpulan para mufassir banyak berpendapat bahwa sifat Rasul yang dimiliki
oleh Nabi Muhammad Saw ialah menyampaikan wahyu yang telah didapatkan
dari Allah SWT kemudian untuk disampaikan kepada umat manusia agar
mengetahui bahwa Sesungguhnya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha Esa.
Dan menyampaikan mengenai pengharapan perjumpaan dengan Tuhannya
maka hendaklah seorang hamba itu mengerjakan amal saleh dan tidak
mempersekutukan Tuhannya dengan syirik kecil maupun syirik besar. Hal ini
sesuai dengan sifat Rasul yang empat salah satunya yaitu Tabligh, bahwa Nabi
Muhammad dan sekalian Rasul itu menyampaikan wahyu berupa pengetahuan,
syariat, maupun pedoman ataupun risalah kenabian. Sekalipun wahyu yang

6
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili Tafsir Al-Munir, Jakarta: Gema Insani,2018. Jilid 8. hlm 331

6
disampaikannya tidak mudah maupun sesuatu yang menyenangkan, para rasul
akan senantiasa menyampaikannya tanpa mengurangi yang satu huruf pun.

Q.S Al-Ra’d/13:38

ْ ُ ‫س اًل ِمن قَ ْبلِكَ َو َج َع ْلنَا لَ ُه ْم أ َ ْز َٰ َو اجا َوذُ ِريَّةا ۚ َو َما َكانَ ل َِر‬
ُ ‫س ْلنَا ُر‬
َ ‫سول أَن يَأت‬
َّ ‫ِى ِبـَٔايَة ِإ َّل ِبإِذْ ِن‬
ِ‫ٱّلل‬ َ ‫َولَقَدْ أَ ْر‬
ٌ‫ِل ُك ِل أ َ َجل ِكتَاب‬

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan
Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada
hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan
dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu).7

Tafsir Q.S Al-Ra’d/13:38 oleh Muhammad Quraish Shihab (Tafsir Al-


Mishbah)

Kaum musyrikin menolak kerasulan Nabi Muhammad saw., antara lain


karena beliau makan dan minum serta berjalan di pasar. Mereka menolak
karena manusia tidak wajar menjadi rasul, yang wajar adalah malaikat.
Demikian logika kaum musyrik (baca Q.S al-Furqan [25]:7)

Kalaupun ia seorang manusia, maka ia harus sesuci malaikat dan tidak


memiliki naluri seksual, sehingga dengan demikian tentu tidak wajar pula ia
kawin dan mempunyai anak keturunan. Pandangan mereka itu diluruskan oleh
ayat ini dengan menegaskan bahwa. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
kepada masyarakat manusia banyak rasul-rasul sebelummu yang kesemuanya
adalah manusia, tidak seorang pun di antara nabi yang diutus itu kepada mereka
itu malaikat dan kami menganugerahkan kepada mereka, yakni Sebagian besar
dari para rasul itu istri-istri dan anak keturunan karena mereka adalah manusia
yang memiliki naluri dan kebutuhan seksual serta mendambakan anak
keturunan sebagaimana manusia normal yang lain. Dan tidak ada wujudnya,
yakni tidak bisa terjadi bagi seorang rasul siapa pun dia untuk mendatangkan

7
https://tafsirweb.com/3998-surat-ar-rad-ayat38.html diakses pada tanggal 15 September 2022,
pukul 09.35 WIB

7
suatu ayat, yakni mukjizat sesuai usul masyarakatnya, atau hukum guna
mengganti atau membatalkan hukum yang lain, baik dalam syariat rasul yang
lalu maupun dalam syariatnya sendiri melainkan dengan izin Allah karena
segala sesuatu Kembali kepada-Nya semata. Bagi setiap masa untuk sesuatu
ada ketentuannya yang tertentu. Allah menghapus apa yang dikehendaki untuk
dihapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki untuk ditetapkan. Semua
berdasar hikmah kebijaksanaan-Nya, dan di sisi-Nyalah terdapat Ummu al-
Kitab, yakni Lauh Mahfuzh.

Ayat ini menggugurkan sekian banyak dalih kaum musyrikin yang menolak
kerasulan Nabi Muhammad saw. Mereka misalnya berkata bahwa tidak wajar
seorang Rasul memiliki anak dan istri. Ia seharusnya berkonsentrasi dalam
dakwah dan ibadah. Dalih ini ditolak dengan menunjuk kepada rasul-rasul yang
lalu, yang hampir semuanya beristri dan memiliki anak, bahkan hampir
semuanya berpoligami. Konon Nabi Daud as. Memiliki seratus istri, dan Nabi
Sulaiman as. lebih dari itu.

Ayat ini – seperti dikemukakan sebelumnya – turun sebelum Nabi saw.


berhijrah. Jika demikian, ketika itu Nabi saw. belum beristri lebih dari satu atau
paling tidak baru menikah dengan sudara ra. Dan ‘Aisyah ra,. yakni berupa
beberapa bulan sebelum hijrah ke Madinah.8

Tafsir Q.S Al-Ra’d/13:38 oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhali (Tafsir Al-Munir)

Al-Kalbi menuturkan, orang-orang Yahudi menjelekkan Rasulullah saw.


dan berkata, “Kami melihat orang ini tidak memiliki kerjaan lain selain urusan
perempuan dan kawin. Seandainya ia benar adalah seorang Nabi sebagaimana
yang ia klaim, tentu urusan kenabian sudah menyita semua waktu dan
pikirannya hingga tidak sempat memikirkan urusan perempuan.” Lalu Allah
SWT pun menurunkan ayat ini ‫س اًل ِمن قَ ْبلِكَ َو َجعَ ْلنَا لَ ُه ْم أ َ ْز َٰ َو اجا َوذُ ِريَّةا‬
ُ ‫س ْلنَا ُر‬
َ ‫ۚ َولَقَدْ أَ ْر‬

8
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2002), hlm.616-617

8
Selanjutnya Allah SWT menyanggah sikap orang-orang musyrik yang
mendiskreditkan Rasulullah saw. atas praktik poligami yang beliau jalankan,
ُ ‫س ْلنَا ُر‬
(‫س اًل‬ َ ‫ ) َولَقَدْ أ َ ْر‬dan sebagaimana Kami mengutusmu, wahai Muhammad
sebagai Rasul dari manusia biasa, demikian juga kami mengutus para rasul
sebelum kamu berasal dari manusia biasa. Mereka sama seperti manusia pada
umumnya, memakan makanan, berjalan di pasar, memiliki istri, dan keturunan.

“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia


seperti kamu, yang telah menerima wahyu.” (al-Kahfi:110)

Dalam shahihain diriwayatkan dari Anas r.a., bahwasannya Rasulullah saw.


bersabda,

“Adapun aku, maka aku puasa dan berbuka, shalat malam dan tidur, memakan
daging dan menikahi perempuan. Maka, barangsiapa yang tidak suka dengan
sunnahku, ia bukan bagian dariku.”

Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ayyub r.a., ia berkata,
Rasulullah saw. bersabda,

“Empat perkara termasuk sunnah para rasul, yaitu memakai wewangian,


nikah, bersiwak dan rasa malu.”9

Adapun poligami yang dilakukan oleh Rasulullah saw. setelah beliau


memasuki usia lima puluh empat tahun ini adalah usia biasanya Hasrat
seseorang kepada perempuan sudah melemah. Oleh karena itu, poligami
dilakukan untuk menyebarkan dakwah Islam dan karena tuntutan untuk
menyatukan diantara kabilah-kabilah Arab. Selain itu, untuk memberikan
contoh dan keteladanan dalam masalah akhlak dan keadilan di antara para istri
serta rasa belas kasihan kepada sebagian perempuan yang telah kehilangan
suami di medan perang atau karena hal lainnya.

Selanjutnya, Allah SWT menyanggah pendiskretditan mereka terhadap


Rasulullah saw. atas ketidakmampuan beliau memenuhi ayat dan mukjizat

9
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili Tafsir Al-Munir, Jakarta: Gema Insani, 2018. Jilid 7. hlm 181-182

9
ُ ‫ ) َو َما َكانَ ل َِر‬seorang rasul tidak memiliki
yang mereka minta dan usulkan, (‫سول‬
wewenang untuk mendatangkan kepada kaumnya suatu mukjizat, melainkan
jika Allah SWT mengizinkannya. Hal itu bukan menjadi wewenang seorang
rasul. Itu adalah sepenuhnya terserah kepada Allah SWT. Dia bebuat apa saja
yang dikehendaki-Nya dan memutuskan apa saja yang diinginkan-Nya.
Sungguh telah datang kepada kalian Al-Qur’an sebagai mukjizat abadi
sepanjang masa. Al-Qur’an mengandung tantangan yang siapa pun tidak akan
mampu menghadapi tantangan itu. Al-Qur’an mengandung hujjah yang tidak
terbantahkan. Semua itu membuktikan bahwa Al-Qur’an benar-benar dari sisi
Allah SWT.

(‫ ) ِل ُك ِل أَ َجل‬Setiap kejadian memiliki waktu dan masa tertentu. Ayat-ayat dan


mukjizat-mukjizat datang pada waktunya untuk suatu hikmah dan pada masa
yang diketahui Allah SWT. Tiap-tiap sesuatu di sisi-Nya sudah ada ukuran dan
ketentuannya.

“Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (Al-


Qamar:49)

Jadi, ayat ( ٌ‫ ) ِل ُك ِل أَ َجل ِكتَاب‬tiap-tiap waktu memiliki batas ketentuan yang


ditetapkan, seperti ayat “Setiap berita (yang dibawa oleh rasul) ada (waktu)
terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui.” (Al-An’aam:67)10

Zamakhsyari menuturkan, setiap waktu memiliki hukum yang ditetapkan


atas para hamba. Yakni, diwajibkan atas mereka apa yang menjadi tuntutan
kebaikan dan kemaslahatan para hamba. Syariat merupakan kemaslahatan yang
berbeda menurut situasi, kondisi dan waktu. Syariat nabi terdahulu seperti
syariat Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s., kemudian syariat Nabi Muhammad
saw., datang dalam bentuk yang sesuai dan relevan dengan konteks masa dan
periode masing-masing. Sedangkan, umur manusia, ajal, rejeki mereka dan
terjadinya perbuatan-perbuatan mereka, memiliki waktu yang telah ditentukan,
yang tidak akan maju dan mundur, sebagaimana firman Allah SWT,

10
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili Tafsir Al-Munir, Jakarta: Gema Insani,2018. Jilid 7. hlm 182

10
“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka
tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (Al-
A’raaf:34)11

Dari tafsir yang telah kami cantumkan diatas penulis mengambil


kesimpulan bahwa Alah telah mengutus rasul-rasul sebelum hingga sampai
Nabi Muhammad dan mereka beristri dan berketurunan, hal ini menunjukkan
bahwa kehidupan berkeluarga dan berketurunan merupakan hal yang wajar dan
termasuk sunnatullah bagi makluk-Nya yang hidup di muka bumi ini. Oleh
karena itu perkawinan dan keluarga perlu dipelihara dan dilestarikan sebaik
mungkin. Mukjizat terbesar Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an yang mana
ayat-ayat atau bukti dan mukjizat itu tidak muncul begitu saja, melaikan harus
sesuai dengan Allah dan sesuai dengan masanya. Semua yang terjadi di alam
semesta ini mengikuti ketentuan dan takdir-Nya. Oleh karena itu mukjizat tidak
akan muncul sebelum waktu yang telah ditetapkan Allah SWT dan Rasul hanya
memiliki tugas untuk menyampaikan wahyu yang telah diberikan Allah.

2.3 Nama-nama Nabi dan Rasul dan Jumlahnya


Q.S Al-Mu’min/40:13

‫سول أَن‬
ُ ‫علَيْكَ َو َما كَانَ ل َِر‬
َ ‫ص‬ ْ ‫ص‬ ُ ‫علَيْكَ َومِ ْن ُهم َّمن لَّ ْم نَ ْق‬ َ ‫صنَا‬ْ ‫ص‬َ َ‫س اًل ِمن قَ ْبلِكَ مِ ْن ُهم َّمن ق‬ ُ ‫س ْلنَا ُر‬َ ‫َولَقَدْ أ َ ْر‬
َ‫ق َو َخس َِر هُنَالِكَ ْٱل ُمبْطِ لُون‬ ِ ‫ى ِب ْٱل َح‬ ِ َّ ‫ٱّلل ۚ فَإِذَا َجا ٓ َء أ َ ْم ُر‬
ِ ُ‫ٱّلل ق‬ ِ َّ ‫ِى ِبـَٔايَة ِإ َّل ِبإِذْ ِن‬ ْ
َ ‫ض‬ َ ‫يَأت‬

Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di
antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada
(pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul
membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah
datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika
itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.12

11
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili Tafsir Al-Munir, Jakarta: Gema Insani,2018. Jilid 7. hlm 183
12
https://tafsirweb.com/8890-surat-al-mumin-ayat-78.html Diakses pada 15 september 2022,
pukul 09.39 WIB

11
Tafsir Q.S Al-Mu’min/40:13 oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhali (Tafsir Al-
Munir)

Allah SWT berfirman untuk menentramkan RasulNya, (‫س اًل ِمن‬ ُ ‫س ْلنَا ُر‬
َ ‫َولَقَدْ أ َ ْر‬
َ‫علَيْك‬
َ ‫ص‬ ُ ‫علَيْكَ َومِ ْن ُهم َّمن لَّ ْم نَ ْق‬
ْ ‫ص‬ َ ‫صنَا‬ َ َ‫ ) قَ ْبلِكَ مِ ْن ُهم َّمن ق‬Kami telah mengutus beberapa
ْ ‫ص‬
rasul dan Nabi yang berjumlah banyak sebelum kamu kepada kaum mereka
masing-masing. Sebagian ada dari mereka yang Kami beritakan kepadamu
mengenai mereka beserta kaumnya yang berjumlah dua puluh lima dan
sebagian yang lain Kami tidak ceritakan kepadamu Jumlah mereka sangatlah
banyak, berlipat ganda daripada yang telah disebut, sebagaimana firman Allah
SWT, “Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau
(Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu.” (an-
Nisaa’:164)

Diriwayatkan dari Ahmad, dari AburDzar, ia bertanya kepada Nabi saw.,


“Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para nabi?” “Seratus dua puluh empat
ribu nabi, 315 di antara mereka adalah rasul, jumlah yang banyak,” jawab
beliau. (HR Imam Ahmad)

Jumlah rasul yang disebutkan dalam Al-Qur’an kurang lebih dua puluh lima
ْ
rasul. (‫ٱّلل‬ َ ‫سول أَن يَأت‬
ِ َّ ‫ِى بِـَٔايَة ِإ َّل بِإِذْ ِن‬ ُ ‫)و َما َكانَ ل َِر‬
َ tidak ada seorang pun dari kalangan
rasul yang diutus kepada kaumnya dengan mukjizat yang lebih hebat dari adat
kebiasaan, kecuali atas izin Allah SWT agar dapat membuktikan kebenaran
wahyu yang dibawanya. Maksud ayat ini, mukjizat yang menunjukkan
kenabian. Sebab, kaum mereka dengan ingkar dan sombong mengusulkan
kepada para nabi untuk menampakkan mukjizat yang dibawa.

( َ‫ق َو َخس َِر هُنَالِكَ ْٱل ُمبْطِ لُون‬


ِ ‫ى بِ ْٱل َح‬ ِ َّ ‫ )فَإِذَا َجا ٓ َء أ َ ْم ُر‬Ketika memasuki waktu yang
ِ ُ‫ٱّلل ق‬
َ ‫ض‬
telah ditentukan untuk menyiksa mereka, baik di dunia maupun di akhirat,
Allah SWT memberikan putusan yang adil di antara mereka. Dengan
keputusan-Nya yang adil, Allah SWT menyelamatkan para rasul yang
menegakkan kebenaran beserta orang-orang yang beriman bersama mereka
dan menghancurkan orang-orang kafir pengikut mereka, padahal mereka
mengetahui bahwa yang mereka ikuti adalah salah.

12
Maka, kewajibanmu wahai Muhammad, hanyalah bersabar, sebagaimana
yang dilakukan para nabi sebelum kamu. Apabila telah datang perintah Allah
dengan keputusan antara kamu dengan kaummu, kalian akan diputuskan
dengan benar dan diberikan pertolongan. Merugilah orang-orang yang
berpegang kepada kebatilan, yaitu dari golongan pemuka Quraisy yang
menghalangi jalan dakwahmu.13

Tafsir Q.S Al-Mu’min/40:13 oleh Kementrian Agama RI

Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah mengutus para rasul dan nabi
kepada umat-umat sebelum Nabi Muhammad. Di antara nabi dan rasul itu yang
diterangkan kisahnya di dalam Alquran sebanyak 25 rasul, seperti Nabi Nuh,
Idris, Ibrahim, Musa, Sulaiman, Isa, dan rasul-rasul yang lain. Di samping itu,
banyak di antara para nabi dan rasul itu yang tidak disebutkan di dalam
Alquran.

Dari Abu dzar bahwa ia berkata, "Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah berapa
jumlah nabi-nabi itu? Rasulullah saw. menjawab, ‘124 ribu dan yang menjadi
rasul di antaranya ialah 315 orang. Sebuah jumlah yang banyak." (Riwayat
Ahmad)

Setiap rasul yang diutus Allah itu tidak sanggup menciptakan mukjizat
sendiri, tetapi bisa diberikan oleh Allah. Mukjizat itu sebagai bukti kerasulan
yang dikemukakan kepada kaum yang mendustakannya. Bentuk dan sifat
mukjizat itu disesuaikan dengan keadaan, masa, dan tempat di mana rasul
penerimanya hidup, sehingga mukjizat itu benar-benar diyakini oleh umat pada
waktu itu.

Mukjizat itu diberikan jika Allah sendiri berkehendak memberikannya. Jika


Allah belum berkehendak memberikannya, maka mukjizat itu tidak akan
diberikannya walaupun orang-orang kafir memintanya. Mukjizat itu diberikan

13
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili Tafsir Al-Munir, Jakarta: Gema Insani,2018. Jilid 12. hlm 379

13
sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan Allah dan sesuai pula dengan
kemaslahatan umat.

Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa jika azab Allah telah datang menimpa
orang-orang yang mendustakan-Nya, maka Allah menyelesaikan perkara
mereka dengan seadil-adilnya. Allah menyelamatkan para rasul dan orang-
orang yang beriman kepadanya dari azab itu, serta membinasakan orang-orang
yang ingkar dan mempersekutukan-Nya. Hal ini dapat dilihat pada waktu azab
Allah menimpa kaum ‘Ad, Allah menyelamatkan Nabi Hud dan orang-orang
yang beriman yang bersamanya. Demikian pula azab yang menimpa kaum
Samud dan sebagainya.14

2.4 Tugas Nabi dan Rasul


Q.S Al-Maidah/5:67

ِ َّ‫ص ُمكَ مِ نَ ٱلن‬


‫اس ِإ َّن‬ ِ ‫ٱّللُ يَ ْع‬ ِ ُ ‫سو ُل بَ ِل ْغ َما ٓ أ‬
َ ‫نز َل ِإ َليْكَ مِ ن َّر ِبكَ ۖ َو ِإن لَّ ْم ت َ ْف َع ْل فَ َما بَلَّ ْغتَ ِر‬
َّ ‫سالَتَ ۥهُ ۚ َو‬ َّ ‫َٰيَٓأَيُّ َها‬
ُ ‫ٱلر‬
َ‫ٱّلل َل َي ْهدِى ْٱل َق ْو َم ْٱل َٰ َكف ِِرين‬
َ َّ

Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan
jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir.15

Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menyatakan, “Thabathabâ’i yang


juga secara panjang lebar membahas penempatan ayat ini, menegaskan bahwa
ayat ini berbicara tentang satu masalah agama yang sangat khusus, yang bila
tidak disampaikan, maka ajaran agama secara keseluruhan tidak beliau
sampaikan. Hal tersebut terasa berat untuk beliau sampaikan karena adanya
hubungan kemaslahatan pribadi, dan keistimewaan menyangkut apa yang

14
https://tafsirweb.com/8890-surat-al-mumin-ayat-78.html Diakses pada 15 september 2022,
pukul 09.39 WIB

15
https://tafsirweb.com/1951-surat-al-maidah-ayat-67.html diakses pada 15 September 2022,
pukul 09.46 WIB

14
harus beliau sampaikan itu. Apalagi hal yang harus disampaikan itu, juga
diinginkan oleh orang lain, karena itu beliau khawatir menyampaikannnya
sampai turunnya ayat ini. Menurut Thabathabâ’i yang bermazhab Syiah, hal
yang diperintahkan untuk disampaikan itu adalah persoalan kedudukan ‘Ali Ibn
Abi Thalib sebagai wali dan pengganti beliau dalam urusan agama dan
keduniaan. Ini baru beliau sampaikan di Ghadir Khum, setelah melaksanakan
haji Wadâ’. Dan karena itu pula, beliau dipanggil dengan gelar Rasul, karena
gelar itulah yang paling sesuai dengan kandungan apa yang harus disampaikan
ini.

Apa yang dikemukakan Thabâthabâ’i ini belum menyelesaikan persoalan,


karena masih timbul pertanyaan, apa dan di mana letak hubungan antara yang
diperintahkan untuk disampaikan itu dengan terhadap Ahl al-Kitâb? Jelas tidak
ada. Atau, yang berlaku di sini adalah kaidah yang menyatakan bahwa satu
kalimat yang tidak disebut objeknya, maka objeknya adalah segala sesuatu
yang dapat dicakupnya. Misalnya jika dihadapan Anda terhidang aneka
makanan, kemudian Anda dipersilakan makan tanpa menyebut makanan
tertentu, maka itu berarti bahwa Anda dipersilakan melahap apa yang
terhidang, tanpa terkecuali. Demikian juga di sini. Objek sampaikanlah tidak
disebut, maka itu berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan penyampaian
ajaran agama.

Penulis cenderung mendukung pendapat al-Biqa’î di atas, yang juga sejalan


dengan pendapat Fakhurddîn ar-Râzi, dan Sayyid Quthub, bahkan ayat pada
prinsipnya sejalan dengan hubungan yang diuraikan oleh Ibn ‘Asyûr. Ar-Razi
berpendapat bahwa ayat ini merupakan janji dari Allah kepada Nabinya,
Muhammad saw., bahwa beliau akan dipelihara Allah dari gangguan dan tipu
daya orang-orang Yahudi dan Nasrani – karena ayat yang mendahuluinya
demikian juga sesudahnya, berbicara tentang mereka.

Thâhir Ibn ‘Asyûr menambahkan bahwa, ayat ini mengingatkan Rasul agar
menyampaikan ajaran agama kepada Ahl al-Kitâb tanpa menghiraukan kritik
dan ancaman mereka, apalagi teguran-teguran yang dikandung oleh ayat-ayat
lalu yang harus disampaikan Nabi saw. Itu, merupakan teguran keras, seperti

15
banyak di antara mereka yang fasiq dan firman-Nya: “Apakah akan aku
beritakan kepada kamu tentang yang lebih buruk dari itu pembalasannya di sisi
Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah” dan lain-lain
teguran tegas ini, pada hakikatnya tidak sejalan dengan sifat Nabi saw. Yang
cenderung memilih sikap lemah lembut, ber-mujadalah dengan yang terbaik.
Tetapi di sini Allah memerintahkan bersikap lebih tegas menerapkan
pengecualian yang diperintahkan-Nya pada QS. An-Nisa’ [4]: 148:

‫ال يحب هللا الجهر بالسوء من القول إال من ظلم‬

“Allah tidak menyukai terang-terangan dengan keburukan menyangkut ucapan


kecuali oleh orang yang dianiaya.”

Berbagai teguran keras yang disampaikan kepada Ahl al-Kitâb itulah


dihadapkan pada kecenderungan sikap lemah lembut Nabi saw. Yang
merupakan hal khusus, dan mengantar kepada turunnya peringatan tentang
kewajiban menyampaikan risalah disertai dengan jaminan keamanan beliau.
Itulah inti dari firman-Nya; Hai Rasul, sampaikanlah kepada siapa pun
khususnya kepada Ahl al-Kitâb apa yakni petunjuk Allah yang di turunkan
kepadamu dari Tuhan yang selalu memelihara-mu. Dan jika tidak engkau
kerjakan apa yang diperintahkan ini walau hanya meninggalkan sebagian kecil
dari apa yang harus engkau sampaikan, maka itu berarti engkau tidak
menyampaikan amanat-Nya, secara keseluruhan. Jangan khawatir sedikit pun
menyangkut akibat penyampaian ini, Allah memeliharamu dari gangguan yang
berarti dari manusia, khususnya dari Ahl al-Kitab yang bermaksud buruk
terhadapmu akibat teguran-teguranmu yang keras itu. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir termasuk orang-orang
Yahudi dan Nasrani itu untuk mencapai maksudnya terhadapmu.

At-Tirmidzi, al-Hâkim, Ibn Abi Hâtim dan lain-lain meriwayatkan bahwa


istri Nabi saw., ‘Aisyah ra., berkata: “Rasul saw. Selalu dijaga pada malam
hari, hingga turunnya ayat ini, dan ketika turun, beliau memerintahkan para
pengawal beliau: “Tidak usah menjagaku! Allah telah memelihara aku’.”

16
Sementara ulama menjadikan ayat ini sebagai salah satu mukjizat al Qur’ân
dengan alasan keterbuktian kebenaran jaminan pemeliharaan itu, kendati
berbagai upaya telah dilakukan oleh kaum musyrikin Mekah dan orang Yahudi
untuk membunuh Rasul saw. Hemat penulis, walaupun jaminan ini terbukti
kebenarannya, dan sekaligus menunjukkan kebenaran informasi al-Qur’ân,
namun hal itu belum dapat dinilai sebagai salah satu mukjizat, antara lain
karena unsur tantangan untuk melakukan hal serupa yang harus menyertai
sesuatu yang dinamai mukjizat, tidak ditemukan di sini. Apalagi keterbuktian
tersebut baru terjadi setelah beliau wafat.“

Adapun Wahbah az Zuhaili dalam tafsir al-Munir menyatakan, “Allah


SWT memerintahkan Rasul-Nya; Muhammad saw. Seraya memanggil beliau
dengan menggunakan panggilan, “Rasul,” untuk menyampaikan semua apa
yang diturunkan Allah SWT kepada beliau. Beliau pun melaksanakan
kewajiban secara optimal dan dengan sebenar-benarnya, menyampaikan
risalah,menunaikan amanah, menasihati dan membimbing umat menuju
kepada apa yang baik bagi umat dengan sepenuh ketulusan. Allah SWT pun
membalas beliau dengan sebaik-baik balasan. Bukhari menuturkan pada tafsir
ayat ini dari hadits Aisyah, ia berkata,

“Barangsiapa yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad


menyembunyikan sesuatu dari apa yang diturunkan Allah SWT kepada beliau,
maka sungguh orang itu benar-benar telah berdusta, padahal Allah SWT
berfirman,”Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh imam Muslim, at-Tirmidzi dan
an-Nasa’i. Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga diriwayatkan
sebuah hadits dari Aisyah, bahwasanya ia berkata,

”seandainya Muhammad menyembunyikan sesuatu dari Al-Qur’an,


tentulah beliau akan menyembunyikan ayat ini, ’Dan (ingatlah), ketika kamu
berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan
kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan
bertakwalah kepada Allah,’sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu
apa yang Allah akan nyatakan, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-

17
lah Yang lebih berhak untuk kamu takuti,” sampai ayat, “wakaana amrullaahi
maf’uulan.” (al-Ahzaab: 37) (HR Bukhari dan Muslim)

Wahai Rasul yang diutus dari sisi Tuhannya dengan membawa sebuah
risalah untuk umat manusia seluruhnya, sampaikanlah semua apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, janganlah kamu takut kepada siapa pun,
dan jangan pula kamu takut akan tertimpa suatu hal yang tidak diinginkan.

Jika kamu tidak langsung menyampaikan seketika itu juga apa yang diturunkan
ke padamu dan kamu tidak menunaikan kepada manusia bagaimana Aku
mengutusmu dengan membawanya, seperti kamu menyembunyi kannya meski
hanya beberapa saat hingga waktu tertentu, maka berarti kamu tidak
menjalankan kewajiban tabliigh (menyampai kan risalah Islam) kepada
manusia, sebagai mana firman Allah SWT dalam ayat,

“Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan (amanah Allah), dan


Allah mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu
sembunyikan.” (al-Maa’idah: 99)

Hikmah di balik perintah tabliigh (menyampaikan risalah yang diturunkan


dan dibawa oleh Rasulullah saw.) dan mempertegasnya dengan ayat ‫وإن لم تفعل‬
‫ فماا بلتار الاااااال ا‬Dengan menegaskan bahwa menyembunyikan sebagiannya
adalah sama seperti menyembunyikan seluruhannya, padahal para rasul adalah
makshum (terjaga dan terpelihara) dari perbuatan menyembunyikan sesuatu
dari apa yang diturunkan Allah SWT kepada mereka. Hikmahnya adalah
memberitahu Rasul saw. Bahwa tabliigh adalah sebuah keniscayaan yang
beliau tidak boleh berijtihad menunda sesuatu darinya dari waktu yang
semestinya.

Bukhari berkata, “Az-Zuhri berkata, ‘Risalah dari Allah SWT, tugas Rasul
menyampaikan dan kewajiban kita adalah menerima dan tunduk kepadanya.’
Umat beliau bersaksi untuk beliau bahwa beliau telah menunaikan tugas
penyampaian risalah dan menunaikan amanah. Beliau meminta mereka
berikrar untuk menjadi saksi pada sebuah momen terbesar dalam khutbah
beliau pada kejadian haji Wada’ yang waktu itu dihadiri oleh sekitar empat

18
puluh ribu sahabat.” Hal ini sebagaimana yang termaktub pada sebuah hadits
dalam Shahih Bukhari dari Jabir bin Abdillah, “Bahwasanya ketika itu, dalam
khutbahnya, Rasulullah saw. Bersabda, ‘Wahai sekalian manusia,
sesungguhnya kalian akan ditanya tentang diriku, lalu apa yang akan kalian
katakan?’ Mereka berkata, ‘Kami bersaksi bahwa Anda benar-benar telah
menyampaikan (risalah), menunaikan (amanah) dan menasihati (umat). Lalu
beliau mengangkat jari beliau ke arah langit, lalu mengarahkannya kepada
mereka seraya berkata, Ya Allah, apakah hamba telah menyampaikan
(maksudnya, meminta Allah SWT. Supaya men jadi saksi bahwa beliau benar-
benar telah me nyampaikan).” (HR Bukhari)

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah saw.


Pada haji Wada’ bersabda

“Wahai sekalian manusia, hari apakah ini?” Mereka berkata, Hari haram.
Beliau bersabda, ‘Negeri apakah ini?’ Mereka berkata, ‘Negeri haram. Beliau
berkata lagi, ‘Bulan apa ini?’ Mereka berkata, ‘Bulan haram. Beliau
bersabda, “Sesungguhnya harta benda kalian, darah kalian dan kehormatan
kalian adalah haram atas kalian, seperti keharaman hari kalian ini, di negeri
kalian ini dan di bulan kalian ini. Kemudian beliau mengulang-ngulangnya
beberapa kali. Kemudian beliau mengangkat jari beliau ke arah langit, lalu
bersabda, ‘Ya Allah, apakah hamba telah menyampaikan secara berulang-
ulang?’ Imam Ahmad berkata, Ibnu Abbas berkata, ‘Sungguh, ini adalah
sebuah wasiat kepada Tuhan beliau. Kemudian beliau bersabda, ‘Perhatian,
hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.
Sepeninggalku nanti, janganlah kalian kembali sebagai orang-orang kafir
(ada yang mengatakan, maksudnya adalah seperti orang orang kafir) yang
saling berbunuh-bunuhan.” (HR Imam Ahmad)

Kemudian Allah SWT memublikasikan kepada Nabi-Nya bahwa Dia


menjamin keselamatan beliau dan menjamin akan melindungi dan memelihara
beliau dari manusia. Allah SWT menjaga, memelihara, dan melindungi beliau
dari usaha-usaha pembunuhan terhadap beliau serta tidak akan membiarkan
para musuh melaksanakan rencana jahat mereka. Orang-orang musyrik pernah

19
berupaya melakukan pembunuhan kepada beliau dan rencana itu mereka
kukuhkan di Darun Nadwah sepeninggal Abu Thalib. Allah SWT pun menjaga
dan melindungi beliau dan beliau pun hijrah ke Madinah. Hal yang sama juga
dilakukan oleh kaum Yahudi paska hijrah ke Madinah.

Yang dimaksudkan di sini adalah penjagaan dan perlindungan dari usaha


pembunuhan. Oleh karena itu, tidak bisa disanggah bahwa Rasulullah saw.
pernah mengalami berbagai gangguan dari orang-orang musyrik ketika di
Mekah dan di Tha'if, juga paskahijrah pada kejadian Perang Uhud, di mana
waktu itu beliau terluka pada bagian wajah dan salah satu gigi depan beliau ada
yang pecah.

At-Tirmidzi, Abusy Syekh bin Hayyan, al Hakim, Abu Nu'aim, dan Baihaqi
meriwayatkan dari beberapa sahabat, bahwasanya Rasulullah saw. selalu
dikawal dan dijaga di Mekah sebelum turunnya ayat ini. Al-Abbas adalah salah
seorang yang mengawal dan menjaga beliau. Ketika ayat ini turun, Rasulullah
saw. tidak lagi dikawal dan dijaga.

Diriwayatkan bahwa Abu Thalib menyuruh seseorang untuk mengawal dan


menjaga Rasulullah saw. ketika beliau keluar, hingga turunlah aayat ‫وهللا يعصمك‬
‫ مااان الا ا اااا‬Ketika Abu Thalib menyuruh seseorang untuk menemani dan
mengawal beliau, beliau pun berkata, "Wahai pamanku, sesungguhnya Allah
SWT telah menjaga dan melindungiku, aku tidak butuh lagi kepada orang yang
mengawal dan menjagaku."

Dalam QS. Al-Maidah:67 menjelaskan tentang tugas Nabi dan Rasul.


Tabliigh (menyampaikan) adalah tugas utama bagi seorang Nabi dan Rasul
yang harus dilaksanakan secara optimal dan dengan dengan sebenar-benarnya.
Beliau tidak boleh berijtihad atau menunda untuk meyampaikannya dari waktu
yang sebenarnya. Adapun hal yang harus disampaikan ialah berupa risalah,
amanah, nasihat, bimbingan dan lain sebagainya yang harus disampaikan
dengan ketulusan mengharapa ridha Allah SWT.. Tidak perlu ada ketakutan
ataupun kekhawatiran ketika beliau menyampaikan risalah-Nya, tidak perlu
takut kepada siapapun atau takut tertimpa apapun, karena dalam ayat ini Allah
SWT telah menjamin Rasulullah dengan kalimat ‫ وهللا يعصاااامك من ال ا‬artinya

20
tidak ada hal yang perlu ditakutkan karena Allah telah mejaga dan melindungi
beliau. Dan kita sebagai umatnya, sudah seharusnya bersakasi dan mengikuti
atas apa yang telah beliau sampaikan.

Q.S Al-Ghasyiyah/88:21

‫فَذَك ِْر ِإنَّ َما ٓ أَنتَ ُمذَك ٌِر‬

Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang


memberi peringatan.16

Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah menyatakan, “Maka dari itu, berilah
peringatan melalui dakwahmu. Sebab, misi utamamu sebenarnya adalah
menyampaikan, dan kamu tidak berkuasa apa-apa atas mereka.”

Adapun Wahbah az Zuhaili dalam tafsir al-Munir menyatakan, “‫فاار ر‬


(Oleh karena itu, berilah peringatan) yakni batasilah tugasmu hanya memberi
peringatan dan menekuni dalil-dalil ini- ‫( انمااا اناار ماار ر‬karena sesungguhnya
kam hanyalah orang yang memberi peringatan) namun, kamu tidak apa-apa,
jika mereka tidak mau mengambil pelajaran dan tidak mau menggunakan
pikiran mereka, karena sesungguhnya tugasmu hanyalah memberi peringatan.”

Dapat kita ketahui bahwa tugas utama seorang Nabi dan Rasul adalah
menyampaikan. Adapun respon atau tanggapan orang-orang yang diseru
bukanlah menjadi tanggung jawabnya. Ketika seorang Rasul atau Nabi telah
menyampaikan risalah-Nya, maka tugasnya kepada Allah telah selesai.

2.5 Perintah Taat kepada Rasul


Q.S Ali ‘Imran/3:31-32

ٌ ُ‫غف‬
‫ور َّرحِ ي ٌم‬ َّ ‫ٱّللُ َو َي ْغف ِْر لَ ُك ْم ذُنُو َب ُك ْم َو‬
َ ُ‫ٱّلل‬ َ َّ َ‫قُ ْل ِإن ُكنت ُ ْم تُحِ بُّون‬
َّ ‫ٱّلل فَٱت َّ ِبعُونِى يُحْ ِب ْب ُك ُم‬

16
https://tafsirweb.com/12605-surat-al-ghasyiyah-ayat-21.html diakses pada 15 September
2022, pukul 09.48 WIB

21
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.17

َ‫ٱّلل َل يُحِ بُّ ْٱل َٰ َكف ِِرين‬


َ َّ ‫سو َل ۖ فَإِن ت ََولَّ ْو ۟ا فَإِ َّن‬
ُ ‫ٱلر‬ ۟ ُ‫قُ ْل أَطِ يع‬
َ َّ ‫وا‬
َّ ‫ٱّلل َو‬

Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka


sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".18

Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah menyatakan, “Ayat yang lalu


menegaskan bahwa rahmat dan kasih sayang curahkan kepada hamba-hamba-
Nya yang menjalin hubungan baik dengan Allah Dia Nya, sebagaimana
dipahami dari penggunaan kata ra’uf dalam penutup ayat yang lalu. Puncak
hubungan adalah cinta. Karena itu, ayat berikut berbicara tentang cinta Allah
kepada manusia serta syarat memperoleh cinta-Nya itu.

Diriwayatkan bahwa ayat ini turun menanggapi ucapan delegasi Kristen


Najran yang menyatakan bahwa pengagungan mereka terhadap Isa as adalah
pengejawantahan dari cinta kepada Allah. Riwayat lain menyatakan bahwa
ayat ini turun menanggapi ucapan sementara kaum muslim yang mengaku cinta
kepada Allah swt.

Katakanlah, wahai Nabi Agung Muhammad kepada mereka yang merasa


mencintai Allah: “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, yakni laksanakan
apa yang diperintahkan Allah melalui aku, yaitu beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan bertaqwa kepada-Nya. Jika itu kamu laksanakan, maka kamu
telah masuk ke pintu gerbang meraih cinta Allah, dan jika kamu memelihara
kesinambungan ketaatan kepada-Nya serta meningkatkan pengamalan
kewajiban dengan melaksanakan sunnah-sunnah Nabi, niscaya Allah akan
mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu. Semua itu karena Allah

17
https://tafsirweb.com/1163-surat-ali-imran-ayat-31.html diakses pada 15 September 2022,
pukul 09.56 WIB.
18
https://tafsirweb.com/1164-surat-ali-imran-ayat-32.html diakses pada 15 September 2022,
pukul 09.57 WIB.

22
Maha Pengampun terhadap siapapun yang mengikuti Rasul, lagi Maha
Penyayang.

Memang, mengikuti Rasul saw. Dalam hal-hal yang sifatnya wajib, baru
mengantar seseorang memasuki pintu gerbang cinta sejati kepada Allah.
Kalaupun mengikuti Rasul dalam batas minimal ini sudah akan dinamai cinta,
maka dia adalah tangga pertama dari cinta. Boleh jadi tahap yang mendekati
puncak, cinta adalah yang dilukiskan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari melalui Abu Hurairah bahwa Allah swt. Berfirman: “Siapa
yang memusuhi wali Ku maka telah Ku-umumkan perang atasnya. Tidaklah
seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu, lebih Ku-sukai
daripada melakukan apa yang Ku-fardhukan. Seseorang yang berusaha terus
menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah, pada
akhirnya Aku mencintainya, dan kalau Aku mencintainya, menjadilah Aku
pendengarannya yang dengannya dia mendengar, penglihatannya yang
dengannya dia melihat, tangannya yang dengannya dia bertindak, serta
kakinya yang dengannya dia melangkah. Apabila dia bermohon kepada-Ku
akan Ku-kabulkan, dan bila dia meminta perlindungan, maka pasti ia Ku-
lindungi” (HR. Bukhari).

Mengikuti Rasul saw. Mempunyai tingkatan-tingkatan, mengikuti dalam


amalan wajib, selanjutnya mengikuti beliau dalam amalan sunnah-sunnah
mu’akkadah, selanjutnya sunnah-sunnah yang lain walau tidak mu’akkadah,
dan mengikuti beliau bahkan dalam kebiasaan dan tata cara kehidupan
keseharian beliau walau bukan merupakan ajaran agama. Mengikuti dalam
memilih model dan warna alas kaki bukanlah bagian dari ajaran agama, tetapi
bila itu dilakukan demi cinta dan keteladanan kepada beliau, maka Allah tidak
akan membiarkan seseorang yang cinta kepada nabi-Nya bertepuk sebelah
tangan.

Cinta manusia kepada Allah adalah suatu kualitas yang mengejawantah


pada diri seorang yang beriman sehingga menghasilkan ketaatan kepada-Nya
serta penghormatan dan pengangungan, dan dengan demikian ia
mementingkan Nya dari selain-Nya. Ia menjadi tidak sabar dan resah untuk

23
segera memandang dan memenuhi kehendak-Nya, ia tidak bisa tenang bersama
yang lain kecuali bila bersama-Nya, ia tidak menyebut yang lain kecuali
mengingat-Nya pula, dan puncak kenikmatan yang dikecapnya adalah ketika
menyebut-nyebut (berzikir) sambil memandang keindahan, jalal, dan
kebesaran-Nya.

Al-Qusyairi melukiskan cinta manusia kepada Allah atau al-mahabbah sebagai


“mementingkan kekasih dari sahabat”, maksudnya mementingkan hal hal yang
diridhai kekasih, dalam hal ini Allah swt., daripada kepentingan ego, jika
kepentingan tersebut bertentangan dengan ketentuan Allah. Kalau kamu
mencintai Allah, maka ikutilah aku niscaya Allah mencintai kamu.

Anda durhaka pada-Nya lalu cinta-Nya Anda aku? Sungguh, ini sesuatu yang
aneh – demi usiaku –Jika anda benar mencintai-Nya, pastilah Anda patuh.
Karena yang cinta terhadap yang dicintai selalu patuh.

Jika demikian, ukuran cinta adalah ketaatan kepada Allah, yakni ketaatan
yang tidak boleh ditunda, tidak juga dipikirkan apakah perintah itu perlu
dipenuhi atau tidak. Iblis yang diperintah Allah untuk sujud kepada Adam
dikecam bukan saja karena dia tidak sujud, tetapi karena dia tidak sujud pada
saat ia diperintah Allah. Itulah yang dipahami dari kata (3)) idz yang berarti
saat pada firman-Nya: (i) Ma mana’aka an tasjuda idz amartuka (Apa yang
menghalangi engkau tidak sujud saat Aku perintah engkau (sujud kepada
Adam)? (QS. Al-A’raf[7]: 12).

Ketika ditanya tentang siapa yang wajar disebut pencinta Allah, al-Junaid
menjawab, “Ia adalah yang tidak menoleh kepada dirinya lagi, selalu dalam
hubungan intim dengan Tuhan melalui zikir, senantiasa menunaikan hak-hak
Nya, memandang kepada-Nya dengan mata hati, terbakar hatinya oleh sina
hakikat Ilahi, meneguk minuman dari gelas cinta kasih-Nya, tabir pun terbuka
baginya sehingga sang Maha Kuasa muncul dari tirai-tirai gaib-Nya, maka
tatkala berucap, dengan Allah tatkala berbicara, demi Allah ia, tatkala
bergerak, at perintah Allah ia, tatkala diam, bersama Allah ia. Sungguh,
dengan, demi, dan bersama Allah selalu ia”.

24
Adapun makna cinta, ini pun diperselisihkan. Hal ini boleh jadi karena cinta
tidak dapat dideteksi kecuali melalui gejala-gejala psikologis, sifat-sifat,
perilaku, dan pengaruh yang diakibatkan pada diri seseorang yang
mengalaminya. Cinta adalah dasar dan prinsip perjalanan menuju Allah. Semua

Keadaan dan peringkat yang dialami oleh salik/pejalan menuju Allah adalah
tingkat-tingkat cinta kepada-Nya, dan semua peringkat (maqam) dapat meng
alami kehancuran, kecuali cinta. Ia tidak bisa hancur dalam keadaan apapun
selama jalan menuju Allah tetap ditelusuri. Begitu tulis sementara sufi.

Cinta Allah dan cinta Rasul tidak harus dipertentangkan dengan cinta kepada
dunia dengan segala kemegahannya. Bisa saja seseorang tetap taat kepada
Allah atau cinta kepada-Nya, dan pada saat yang sama ia berusaha sekuat
tenaga untuk meraih sebanyak mungkin gemerlap duniawi, karena mencintai
yang ini pun merupakan naluri manusia. Untuk jelasnya bacalah kembali ayat
14 surah ini

Suatu ketika dapat terjadi dua objek cinta yang berbeda itu, yakni
kesenangan hidup dunia dan cinta pada Allah, berhadapan dan harus dipilih
salah satunya. Katakanlah memilih shalat pada waktunya atau keuntungan
materi. Jika memenuhi panggilan shalat, maka keuntungan materi hilang. Jika
keuntungan materi diraih, shalat yang hilang. Di sini cinta teruji, yang mana
yang dipilih itulah yang lebih dominan. “Katakanlah: Jika bapa-bapa, anak
anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah
rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik” (QS. At-Taubah [9]: 24).

Adapun cinta Allah kepada hamba-Nya, maka pakar-pakar al-Qur’an dan


sunnah, memahami makna cinta Allah sebagai limpahan kebajikan dan
anugerah-Nya. Anugerah Allah tidak terbatas, karena itu limpahan karunia Nya
pun tidak terbatas. Limpahan anugerah-Nya Dia sesuaikan dengan kadar cinta

25
manusia kepada-Nya. Namun, minimal adalah pengampunan dosa-dosa serta
curahan rahmat.

Ayat 32 masih masih berkaitan sangat erat dengan ayat yang lalu, yang
mengajak kepada cinta Allah dan Rasul-Nya. Tidak diragukan bahwa peringkat
mengikuti dan meneladani Nabi yang mengantar kepada cinta Allah adalah
suatu peringkat yang tidak mudah diraih, maka ayat ini mengajak kepada
tingkat yang lebih rendah, seakan-akan al-Qur’an berpesan; “kalau Anda tidak
dapat mengikuti dan meneladani beliau sehingga mencapai tingkat cinta, maka
paling tidak, taatilah beliau dengan mengerjakan apa yang beliau wajibkan atas
nama Allah, dan jauhilah apa yang beliau haramkan atas nama Allah. Kalau ini
pun kalian tolak dengan berpaling, maka sesungguhya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir”.

Kalau diamati ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan taat kepada Allah


dan rasul-Nya, ditemukan ada dua pola redaksi yang berbeda. Suatu kali
perintah taat kepada Allah dirangkaikan dengan perintah taat kepada Rasul
tanpa mengulangi kata “taatilah” seperti pada ayat ini, dan di kali lain kata
“taatilah” diulangi masing-masing sekali ketika memerintahkan taat kepada
Allah dan sekali lagi ketika memerintahkan taat kepada Rasul saw.
Perhatikanlah firman-Nya:

‫ياأيها الرين ءام وا أطيعوا هللا وأطيعوا الرلول وأولي األمر م كم‬

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul serta uli
amri di antara kamu” (QS. An-Nisa’ [4]:59).

Para pakar al-Qur’an menerangkan bahwa apabila perintah taat kepada


Allah dan rasul-Nya digabung dengan menyebut perintah taat hanya sekali,
maka itu mengisyaratkan bahwa ketaatan dimaksud adalah ketaatan yang
diperintahkan Allah swt., baik yang diperintahkan-Nya secara langsung dalam
al-Qur’an, maupun perintah-Nya yang dijelaskan oleh Rasul melalui hadis-
hadis beliau. Perintah taat kepada Rasul saw, di sini menyangkut hal-hal yang
bersumber dari Allah SWT bukan yang beliau perintahkan secara langsung atas
nama beliau. Adapun bila perintah taat diulangi seperti QS, an-Nisa’[4]: 59 di

26
atas, maka di situ Rasul saw. Memiliki wewenang serta hak untuk ditaati,
walaupun tidak ada dasar dari al Qur’an. Itu sebabnya tidak diulangi perintah
taat kepada ulil amri, karena mereka tidak memiliki hak untuk ditaati bila
ketaatan kepada mereka bertentangan dengan ketaatan kepada Allah swt, atau
Rasul-Nya.

Ayat yang sedang ditafsirkan ini tidak mengulangi perintah taat kepada
Rasul. Ini agaknya dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa ketaatan serta
cinta kepada Allah dibuktikan oleh ketaatan dan atau cinta kepada Rasul.
Karena perintah Rasul pada hakikatnya sama dengan perintah Allah, sebab
perintah-perintah beliau bersumber dari Yang Maha Kuasa itu.

Dalam ayat yang ditafsirkan ini terdapat juga apa yang dinamai iḥtibak yang
telah dijelaskan maknanya ketika penulis menafsirkan ayat 30 surah ini. Ayat
32 ini seakan-akan berkata: Apabila mereka berpaling, maka sesung guhnya
Allah tidak mencintai mereka karena kekufuran mereka, dan bila mereka
menerima dan taat, maka Allah mencintai mereka karena keimanan mereka,
sebab Allah tidak mencintai orang-orang kafir, tetapi mencintai orang orang
mukmin.

Adapun Wahbah az Zuhaili dalam tafsir al-Munir menyatakan, “Wahai


Muhammad, katakan kepada mereka, “fika kalian memang taat kepada Allah
SWT dan menginginkan pahala dari-Nya, maka patuhilah apa yang telah
diturunkan oleh Allah SWT kepadaku, maka Dia akan meridhai kalian dan
mengampuni dosa-dosa kalian. Dengan kata lain, kalian akan mendapatkan
lebih dari apa yang kalian inginkan dari sikap mahabbah kalian kepada Allah
SWT yaitu kalian akan mendapatkan mahabbah Allah SWT kepada kalian dan
ini jauh lebih berharga dan lebih agung dari yang pertama, yaitu dari hanya
sekedar mendapatkan pahala dan ampunan dari-Nya.Allah SWT Maha
Pengampun bagi setiap orang yang taat kepada-Nya dan mengikuti agama-Nya
serta Maha Penyayang kepadanya di dunia dan akhirat. Taat kepada Allah
SWT harus dengan cara mengikuti Rasulullah saw. Diriwayatkan bahwa ketika
ayat ini (ayat31) diturunkan, Abdullah bin Ubai, pimpinan kaum munafik
berkata, “Sesungguhnya Muhammad menjadikan ketaatan kepadanya seperti

27
ketaatan kepada Allah SWT dan ia memerintahkan kepada kami untuk
mencintainya seperti kaum Nasrani mencintai Isa.” Lalu Allah SWT
menurunkan ayat selanjutnya, yaitu ayat 32.

Maksudnya, wahai Muhammad, katakan kepada mereka, “Taatlah kalian


kepada AllahSWT dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya serta
menjauhi larangan-larangan-Nya dan taatlah kalian kepada Rasul-Nya dengan
mengikuti sunnah beliau, berjalan sesuai dengan petunjuk beliau dan menapaki
jejak beliau.” Hal ini menegaskan bahwa Allah SWT mewajibkan kepada
kalian untuk mengikuti Nabi-Nya karena ia adalah utusan-Nya. Hal ini berbeda
dengan apa yang dikatakan oleh kaum Nasrani tentang Nabi Isa a.s..

Jika mereka berpaling, tidak menaati perintah beliau dan tidak menerima
dakwah beliau dikarenakan kesombongan mereka karena mereka mengklaim
bahwa mereka adalah para putra dan kekasih Allah SWT. Maksudnya orang-
orang yang mencintai-Nya, maka sesungguhnya Allah SWT akan menghukum
orang-orang kafir; tidak meridhai perbuatan mereka, tidak mengampuni
mereka. Akan tetapi, sebaliknya murka kepada mereka, karena mereka
mengikuti hawa nafsu dan tidak bersedia menerima petuniuk kepada agama
yang hanif atau lurus. Hal ini menjadi sebuah dalil bahwa penyimpangan,
pelanggaran dan pembangkangan terhadap Nabi Muhammad saw di dalam
manhaj adalah kufur. AIIah SWT tidak menyukai orang yang seperti ini,
meskipun ia mengklaim mahabbah kepada Allah SWT dan ingin mendekatkan
diri kepada-Nya.“

Q.S. Ali Imran: 31-32 menjelaskan mengenai kewajiban yang harus kita
lakukan ketika kita mengaku mencintai Allah SWT. Adapun kewajibannya
yaitu dengan cara mengikuti Nabi SAW, yakni melaksanakan segala perintah
yang Allah perintahkan melalui Nabi, seperti beriman dan bertaqwa kepada
Allah. Adapun melaksanakan ketaatan ini, harus sejalan dengan peningkatan
amalan-amalan sunnah, baik sunnah muakkadah, sunnah ghairu muakkadah,
ataupun sekedar mengikuti Rasulullah dalam kebiasaan dan tata cara
kehidupan sehari-harinya, meskipun bukan merupakan ajaran agama. Ketika
kewajiban telah ditunaikan, maka Allah akan memberikan cinta-Nya

28
kepadamu. Para pakar Al-Qur'an berpendapat bahwa yang dimaksud cinta-Nya
adalah limpahan kebajikan dan anugerahnya. Dan seperti yang kita ketahui
anugerah Allah tidak terbatas dan tidak bisa terhitung jumlahnya. Anugerahnya
sesuai dengan kadar mahabbah hamba kepada-Nya. Namun, minimalnya,
anugerahnya ini berupa pengampunan dosa dan curahan rahmat-Nya.
Sebagaimana dikatakan bahwa dengan melaksanakan kewajiban kepada-Nya
dan kepada Rasul-Nya akan mendapat cinta-Nya, maka melakukan
penyimpangan, pelanggaran, dan pembangkangan terhadap Nabi Muhammad
SAW dan kepada Allah merupakan suatu kekafiran. Dan sesungguhnya Allah
SWT akan menghukum orang-orang kafir, tidak meridhai perbuatan mereka,
tidak mengampuni mereka. Dan Allah tidak menyukai orang-orang seperti ini,
meskipun mereka mengaku mencintai Allah dan Rasul-Nya.

29
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian rasul adalah orang yang menyampaikan dari Allah; atau
pembawa risalah yang diutus Allah untuk membawa syariat yang harus
diamalkan dan disampaikan kepada orang lain. Pada Q.S al-Kahf:110 dan Q.S
al-Ra’ad:38 menjelaskan sifat-sifat Nabi dan Rasul. Q.S al-Mu’min:78
menjelaskan nama-nama Nabi dan Rasul dan Jumlahnya. Q.S al-Maidah:67
dan al-Ghasyiyah:21 menjelaskan tugas Nabi dan Rasul. Q.S Ali ‘Imran:31-32
menjelaskan perintah taat kepada Rasul.

3.2 Kritik dan Saran


Kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Harapannya, semoga
makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca sekaligus menambah ilmu
bagi kita semua. Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada
ketidaksesuaian kalimat dan banyak terdapat kesalahan. Meskipun demikian,
penulis terbuka pada kritik dan saran dari pembeca demi kesempurnaan
makalah makalah selanjutnya.

30
DAFTAR PUSTAKA
Abu Al-Qasim Al-Husain bin Muhammad Ar-Raghib Al-Ashfahani, Mu’jam
Mufradat Alfazh Al-Qur’an, secara ringkas, Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyah, 1418 H/1997M. cetakan pertama

Az-Zuhaili, Prof. Dr. Wahbah, Tafsir Al-Munir, Jakarta: Gema Insani,2018. Jilid8
Madkur, Ibrahim dan Kawan-kawan, Al-Mu’jam Al-Wasith, Kairo: Majma’ Al-
Lughah Al-‘Arabiyyah , cetakan kedua.
Muhammad bin Mukrim bin Manzhur Al-Ifriqi Al-Mishri, Lisan Al-‘Arab, Beirut:
DarShadir, cetakan pertama

Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an,


Jakarta: Lentera Hati, 2002

31

Anda mungkin juga menyukai