Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah

Kode Etik Profesi BK

Dosen Pengampu:

Elly Marlina, S.Ag., M.Si.

Oleh:

Adilah Sholihah (1214010004)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puja serta puji, atas segala nikmat dan anugerah, yang pastinya tidak pernah
akan dapat disebutkan satu-persatu oleh para hamba-Nya, dan juga atas setiap
kebaikan, kasih sayang yang telah dilimpahkannya oleh rabb semesta alam. Karena
tanpa kuasa dan upaya yang telah diberikan oleh Allah, penulis tidak dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat waktu.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Elly Marlina, S.Ag., M.Si.
selaku dosen pengampu mata kuliah Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling,
yang telah berkenan membimbing dan mengarahkan. Saya juga haturkan banyak
terima kasih kepada teman-teman, kerabat, serta keluarga, yang telah memberikan
dukungan, moral, moril sera materil.

Makalah ini menjelaskan tentang kode etik profesi pada bimbingan dan
konseling islam dimulai dari pengertian dasar, tujuan, kualifikasi, kompetensi,
kegiatan profesional konselor, nilai-nilai pada pribadi konselor dan konseli, kekuatan
dan kelemahan pribadi konselor, serta isu-isu etik di dalam bimbingan dan konseling.

Penulis tidak dapat mengelak bahwa setelah selesainya makalah ini, ada
banyak sekali kekurangan, dan kesalahan. Maka dari itu, kritik, komentar, serta saran
sangat amat diharapkan dari pembaca maupun dosen kepada saya selaku penulis agar
menjadi lebih baik.

Bandung, 26 Oktober 2023

Adilah Sholihah

NIM: 1214010004

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3

A. Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling............................................... 3

B. Profesional Konselor....................................................................................... 6

C. Nilai-nilai Pribadi Konselor ......................................................................... 13

D. Nilai-nilai Pribadi Konseli............................................................................ 13

E. Kekuatan dan Kelemahan Pribadi Konselor ............................................. 14

F. Isu-isu Etik dalam Bimbingan dan Konseling ........................................... 17

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 17

A. Kesimpulan .................................................................................................... 17

B. Saran .............................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seperti layaknya sebuah pembelajaran Bimbingan dan Konseling juga


membutuhkan apa yang dinamakan strategi dalam pelaksanaannya. Dalam hal
untuk mengetahui strategi apa yang tepat untuk digunakan kepada seorang yang
hendak dibimbing (konseli) itulah seorang yang hendak membimbing (konselor)
membutuhkan kode etik untuk menjalankan profesinya tersebut.

Dalam masalah bimbingan dan konseling kode etik sangat dibutuhkan.


Kode etik dibutuhkan ketika konselor hendak membimbing konseli kearah
pengembangan pribadinya. Peran kode etik yaitu sebagai acuan dan tuntutan
dalam memberikan masukan-masukan kepada konseli agar masukan yang
diberikan oleh konselor tidak keluar dari aturan-aturan norma-norma yang
berlaku dimasyarakat maupun di kalangan konselor sendiri.

Bimbingan dan konseling memiliki begitu banyak kode etik dalam


pelaksanaan profesionalisme pelayanan yang diberikan kepada para konseli.
Salah satunya juga untuk meminimalisir pelanggaran-pelanggaran dalam layanan
bimbingan konseling maka dibuatlah suatu kode etik profesi bimbingan dan
konseling supaya konselor tidak menyalahgunakan profesi yang dimilikinya
untuk hal-hal yang tidak baik. Selain itu, untuk memperbaiki citra buruk yang
selama ini melekat pada diri konselor ataupun guru bimbingan dan konseling,
maka perlu adanya kode etik.

Dengan adanya kode etik yang mengatur kegiatan konselor akan


menjadikan sebuah pedoman yang sangat penting dan menentukan hasil dari
kegiatan konseling. Dalam makalah ini kami akan membahas kode etik tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian, dasar, pokok dan tujuan dari kode etik profesi bimbingan
dan konseling?
2. Bagaimana kualifikasi, kompetensi dan kegiatan profesional konselor?

1
3. Bagaimana nilai-nilai pribadi dari seorang konselor?
4. Bagaimana nilai-nilai pribadi dari seorang konseli?
5. Apa Kekuatan dan kelemahan pribadi konselor?
6. Bagaimana isu-isu etik dalam bimbingan dan konseling?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dan dari pembahasan yang


ditulis. Ada beberapa alasan mengapa menulis perihal ini. Serta juga untuk
mengungkapkan tentang:

1. Menjelaskan pengertian, dasar, pokok, serta tujuan dari kode etik profesi
pada bimbingan dan konseling.
2. Mengetahui bentuk kualifikasi, kompetensi dan kegiatan seorang konselor
yang profesional.
3. Menjelaskan nilai-nilai pribadi yang dimiliki oleh seorang konselor.
4. Menjelaskan nilai-nilai pribadi yang dimiliki oleh seorang konseli.
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan dari pribadi konselor.
6. Mengetahui isu-isu etik di dalam bimbingan dan konseling.
7. Ditujukan untuk pemenuhan tugas dari mata kuliah Kode Etik Profesi
Bimbingan dan Konseling.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling


a. Pengertian Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling

Kata ”etika” dalam bahasa Inggris ”ethics” artinya ilmu pengetahuan


tentang asas-asas akhlak; hal tingkah laku dan kesusilaan. Dalam bahasa
Yunani kuno ”Ethos” berarti timbul dari kebiasaan adalah cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral. Namun dalam bahasa Indonesia etik dan etika
diartikan berbeda. Kata ”etik” mempunyai dua arti yaitu 1) kumpulan asas
atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 2) nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sementara etika adalah ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).

Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan
tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia,
kelompok, atau budaya tertentu. Etika Profesi Bimbingan dan Konseling
adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam
melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya memberikan layanan bimbingan
dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:

1. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai


manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa,
agama, atau budaya.
2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan
mengarahkan diri
3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab
terhadap keputusan yang diambilnya
4. Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan
bimbingan dan konseling secara profesional.
5. Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang
didasarkan kepada kode etik (etika profesi)

3
Kata profesi diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu. Kata
profesi dalam bahasa Inggris yaitu ”profession” yang memiliki beberapa arti
yaitu: 1) pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pendidikan pada perguruan
tinggi (misal sarjana hukum, dokter, arsitek, konselor dan sebagainya); 2)
pernyataan; pengakuan; Pendapat lain dikemukakan George dalam Daryl
Koehn, profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok
untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan keahlian.

Sedangkan kata profesional merupakan kata sifat dari profesi yang


artinya 1) ahli; 2) berkenaan dengan bayaran. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa profesi adalah bidang pekerjaan yang memerlukan
keahlian tertentu yang diperoleh melalui pendidikan tertentu dan mendapat
pengakuan serta pembayaran dari pekerjaan tersebut.

Kode etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai


yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu
perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan
interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan


moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi,
diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan
Konseling. Kode Etik Bimbingan dan Konseling wajib dipatuhi dan
diamalkan oleh pengurus dan anggota.

Kode etik profesi adalah norma-norma, sistem nilai dan moral


yang merupakan aturan tentang apa yang harus atau perlu dilakukan, tidak
boleh dilakukan, dan tidak dianjurkan untuk dilakukan atau ditugaskan
dalam bentuk ucapan atau tindakan atau perilaku oleh setiap tenaga profesi
dalam menjalankan tugas profesi dan dalam kehidupan bermasyarakat
dalam rangkaian budaya tertentu. Kode etik bimbingan dan konseling
Indonesia adalah kaidah-kaidah nilai dan moral yang menjadi rujukan bagi
anggota organisasi dalam melaksanakan tugas, atau tanggung jawabnya
dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konseli.
Kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku

4
profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan, ditegakkan, dan diamankan
oleh setiap anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
Oleh karena itu, kode etik wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh jajaran
pengurus dan anggota organisasi tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten
/Kota.

Kode etik dinyatakan dalam bentuk seperangkat standar, peraturan,


dan atau pedoman yang mengatur dan mengarahkan ucapan, tindakan,
dan/atau perilaku guru bimbingan dan konseling, konselor, dosen bimbingan
dan konseling anggota ABKIN sebagai pemegang kode etik yang bekerja
pada berbagai sektor dan dalam interaksi mereka dengan mitra kerja serta
sasaran layanan atau konseli dan anggota masyarakat pada umumnya.

b. Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling

Dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia yaitu


pancasila dan tuntutan profesi. Pancasila dijadikan dasar kode etik mengingat
bahwa profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap
sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang
bertanggung jawab. Hal itu selaras dengan pengertian Bimbingan dan
konseling merupakan proses bantuan psikologis dan kemanusiaan kepada
yang dibimbing (konseli) agar ia dapat berkembang secara optimal, yaitu
mampu memahami diri, mengarahkan diri, dan mengaktualisasikan diri
sesuai tahap perkembangan, sifat-sifat, potensi yang dimiliki dan latar
belakang kehidupan serta lingkungannya sehingga tercapai kebahagiaan
dalam kehidupannya. Sedangkan tuntutan profesi dijadikan dasar kode etik
karena layanan profesi bimbingan dan konseling mengacu pada kebutuhan
dan kebahagiaan konseli sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

Kode etik profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia terdiri dari


lima bab yaitu bab satu pendahuluan, bab dua tentang Kualifikasi dan
Kegiatan Profesional Konselor, bab tiga tentang Hubungan Kelembagaan,
bab empat tentang Praktek Mandiri dan Laporan Kepada Pihak Lain dan bab
lima tentang Ketaatan Profesi.

c. Tujuan Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling

5
Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia memiliki lima
tujuan, yaitu:

1. Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi


anggota dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Membantu anggota dalam membangun kegiatan pelayanan yang
profesional.
3. Mendukung misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN) dan divisi-divisinya.
4. Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan
permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi.
5. Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan (konseli)

B. Profesional Konselor
a. Kualifikasi Profesional Konselor

Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan


dan wawasan berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan
konseling Indonesia (PBABKIN) nomor 010 tahun 2006 tentang penetapan
kode etik profesi bimbingan dan konseling, maka sebaian kualifikasi tersebut
yakni:

1. Konselor wajib terus menerus mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia


wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada
dirinya sendiri, yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang
lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta
merugikan klien.
2. Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar,
menepati jajni, dapat dipercaya, jujur,tertib dan hormat.
3. Konselor wajib memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran maupun
peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan – rekan
seprofesi dalam hubunyanga dengan pelaksanaan ketentuanketeentuaan
tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini
4. Konselor wajib mengutamakan mutu kerja setinggi mungkin dan tidak
mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material,
finansial, dan popularitas.

6
5. Konselor wajib memiliki keterampilan menggunakan teknik dan prosedur
khusus yang dikembangkan atas dasar wawasan yang luas dan kaidah-
kaidah ilmiah.
b. Kompetensi Professional Konselor
Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan
profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan
landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan
konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan
kompetensi profesional, yang meliputi:
1. Memahami secara mendalam konseli yang dilayani,
- Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
individualitas, kebebasan memilih,
- Mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan
umum,
- Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta
perilaku konseli
2. Menguasai landasan dan kerangka teoritik bimbingan dan konseling,
menguasai teori dan praktisi pendidikan
- Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur,
jenis, dan jenjang, satuan pendidikan.
- Menguasai konsep dan praktis penelitian dalam bimbingan dan
konseling
- Menguasai kerangka teoritik dan praktis bimbingan dan konseling
3. Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan
- Merancang program Bimbingan dan Konseling
- Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang
komprehensif
- Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling
- Menguasai konsep dan praktis asesmen untuk memahami kondisi,
kebutuhan, dan masalah konseli
4. Mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara
berkelanjutan.
- Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

7
- Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
- Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
- Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
- Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi
Unjuk kerja konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan
keempat kompetensi tersebut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan
kecenderungan pribadi yang mendukung. Kompetensi akademik dan
profesional konselor secara terintegrasi membangun keutuhan
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
5. Kegiatan Profesional Konselor
1) Penyimpanan dan penggunaan informasi
- Catatan-catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil
wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lain,
semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya
boleh digunakan untuk kepentingan klien. Data tersebut dapat
digunakan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor,
asalkan identitas klien dirahasiakan
- Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau
kepada anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien.
Penggunaan informasi dengan anggota profesi yang sama atau
yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien.
- Keterangan mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan
kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
- Adalah kewajiban konselor untuk memegang rahasia klien.
Kewajiban ini tetap berlaku, walaupun dia tidak lagi menangani
klien atau tidak lagi berdinas sebagai konselor.
2) Testing
- Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri
kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel
yang lebih luas, misalnya taraf intelegensi, minat, bakat khusus,
kecenderungan dalam pribadi seseorang.
- Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan
dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau
dari sumber lain.

8
- Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien
mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan
masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada klien dengan
disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
3) Riset
- Dalam melakukan riset harus dihindari hal-hal yang dapat
merugikan subjek yang bersangkutan.
- Dalam melaporkan hasil riset dijaga agar identitas subjek
dirahasiakan.
4) Layanan Individual, hubungan dengan klien
- Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas, dan
keyakinan klien.
- Konselor harus menempatkan kepentingan kliennya diatas
kepentingan pribadinya.
- Dalam menjalankan tugasnya konselor tidak membedakan suku,
bangsa, warna kulit, kepercayaan, atau status sosial ekonomi.
5) Konsultasi dan hubungan dengan rekan atau ahli lain
- Dalam rangka pemberian layanan kepada seorang klien, kalau
konselor merasa ragu-ragu tentang sesuatu hal, maka ia harus
berkonsultasi dengan rekan-rekan selingkungan profesi. Akan
tetapi untuk itu ia mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
- Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang
klien bila pada akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan
pertolongan kepada klien tersebut, baik karena kurangnya
kemampuan/keahlian atau keterbatasan pribadinya. Dalam hal ini
konselor akan mengizinkan klien berkonsultasi dengan petugas
atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkannya
kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus atas
persetujuan klien.
- Bila pengiriman ke ahli lain disetujui klien, maka menjadi
tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien orang
atau badan yang mempunyai keahlian penuh.

9
- Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli yang
disarankan oleh konselor maka konselor mempertimbangkan apa
baik buruknya kalau hubungan mau diteruskan lagi.

C. Nilai-nilai Pribadi Konselor


Konselor profesional akan memperhatikan kinerjanya untuk selalu
mengutamakan kesejahteraan konseli dan kepercayaan masyarakat. Sistem
nilai yang diyakini konselor merupakan penentu dalam perilaku etis. Prinsip-
prinsip etis yang didasarkan kepada nilai-nilai sosial dalam profesi konseling
antara lain:

1. Tanggung jawab; konselor memiliki tanggung jawab untuk melakukan


performa dan standar layanan profesi yang terbaik.
2. Kompetensi; konselor perlu memelihara standar kompetensi profesi yang
terbaik.
3. Standar moral dan legal; publik akan sangat peka terhadap kualitas
layanan yang diberikan para konselor.
4. Kerahasiaan; melindungi informasi konseli dari pihak yang tidak
semestinya.
5. Kesejahteraan konseli; konselor menghormati dan melindungi

D. Nilai-nilai Pribadi Konseli


Tujuan hubungan konseling adalah perubahan positif yang terjadi
pada diri konseli. Misalnya kemampuan konseli dalam mengatasi masalah,
mampu melakukan penyesuaian diri, mampu mengembangkan diri secara
optimal. Nilai pribadi konseli antara lain:

1. Memiliki Komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan


dan ketaqwaan kepada Tuhan YME
2. Saling menghormati dan menghargai sesama manusia
3. Faham tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif, baik itu hal yang
menyenangkan ataupun hal yang menyedihkan. Kemudian mampu
meresponnya dengan positif
4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif,
baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan baik fisik
maupun psikis

10
5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang
6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara baik
7. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen
terhadap tugas kewajiban
8. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang
diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan atau
silaturahim dengan sesama manusia
9. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik
bersifat internal maupun eksternal
10. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif

E. Kekuatan dan Kelemahan Pribadi Konselor


a. Kekuatan Konselor Sebagai Profesional

Sebagai “helper” yang profesional konselor hendaknya memiliki


kelebihan-kelebihan. Kelebihan yang hendaknya dimiliki adalah:

1. Sebagai mediator bagi konseli dalam menyelesaikan masalah.


Berusaha membantu konseli dalam mencapai tujuan-tujuan dan
menyediakan diri untuk dapat membantu konseli dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.
2. Sebagai petunjuk dalam memecahkan masalah konseli.
Konselor mau menyarankan pandangan alternative dan menyediakan
arahan kepada konseli untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
3. Keberanian untuk tidak sempurna.
Maksudnya berani untuk gagal atau berani menghadapi suatu kegagalan
dalam layanannya. Seorang konselor berani menghadapi masalah dengan
mata terbuka, konselor akan berani menampilkan dirinya tanpa harus
berubah menjadi orang lain karena seorang konselor harus tahu bahwa
itulah dirinya. Konselor sadar bahwa manusia termasuk dirinya sebagai
makhluk menjadi “Unbecoming”
4. Sebagai pribadi yang menarik.
Seorang konselor adalah seorang yang memiliki pribadi yang menarik.
Dengan kemenarikannya/daya tarik yang dimiliki justru akan
mengundang konseli atau orang yang dilayani terasa diundang untuk
meminta layanan. Kebutuhan pengetahuan atau pengetahuan luas akan

11
mampu membantu konseli dari berbagai sisi. Dari tampilannya yang
menarik, konseli tertarik untuk dekat, dengan tutur kata yang ramah,
konseli senang berkonsultasi, dan sebagainya.
5. Menjaga rahasia.
Konselor mampu menjaga rahasia konseli. Berfokus pada pemikiran dan
perasaan konseli dalam interview dan tidak mengatakan hal-hal yang
tidak relevan serta mengakui keterbatasan diri. Mengakui keterbatasan
dan bekerja dengan supervise. Saling bertukar pikiran dalam hal teori,
konsep, dan pengalaman pribadi dalam interview dengan konselor-
konselor lain.
6. Kemampuan mengungkap berbagai masalah konseli.
Konselor yang inteligen dapat mengungkapkan dan melahirkan banyak
respon dari berbagai macam ragam situasi dan persoalan.
7. Mampu melihat permasalahan dari berbagai aspek.
Konselor profesional mampu bertindak dari berbagai sudut pandang.
Memecahkan masalah konseli bisa melakukannya dari berbagai teori,
pendekatan, keterampilan, dan teknik-teknik konseling.
8. Mampu berkomunikasi dengan konseli yang berbeda budaya .
Mampu mengungkapkan pernyataan-pernyataan langsung dan tak
langsung dalam jumlah maksimum guna berkomunikasi dengan orang-
orang sebudaya dengannya dan juga orang dari sejumlah budaya lain.
9. Pemahaman diri dan teori yang digunakan.
Secara terlihat dengan pengujian diri dan wawasan pandangannya
sendiri, menguasai secara mantap teori-teori baru dan mengembangkan
secara sistematis teori-teori konseling sendiri yang unik. Setelah
mendalami (studi) mungkin memutuskan untuk sepakat atau menerima
penuh suatu ancangan teoritis. Disamping memahami diri secara akurat
atas kelebihan dan kekurangannya maka konselor tidak berhenti untuk
mendalami teori-teori secara terus-menerus sesuai dengan
perkembangan.
10. Memiliki rasa kepedulian.
Konselor hendaknya peduli dengan apa yang terjadi pada konseli.
Perubahan-perubahan yang terjadi, baik ekspresi atau gerak menandakan
ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh konselor.

12
b. Kelemahan Pribadi Konselor
1. Keterbatasan dalam menyelesaikan masalah konseli.
Sebagai seorang manusia tentunya konselor juga memiliki
keterbatasan dalam menyelesaikan masalah, ini disebabkan masalah
yang dihadapi oleh konseli terlalu berat untuk ditangani oleh seorang
konselor.
2. Keterbatasan dalam memahami individu lainnya.
Sebagaimana dijelaskan didepan, konselor secara profesional dan
personal memiliki keterbatasan memahami konseli. Hal ini
disebabkan karena keragamannya karakteristik konseli. Selain itu,
mungkin juga analisis pribadi konseli tidak sesuai teori yang
digunakan oleh konselor dalam menganalisis masalah konseli.
3. Demikian pula keterbatasan dalam membentengi diri dari
permasalahan yang dihadapi oleh konseli.
Sebagai seorang konselor, kadang-kadang ikut larut dalam masalah
yang dihadapi konseli. Seperti misalnya dia merasakan kesedihan
yang berlarut-larut karena konseli menghadapi masalah yang cukup
berat.
4. Egoisme konselor.
Konselor berusaha memaksakan tujuan-tujuannya sendiri, mengikuti
agendanya sendiri. Karena wawasan yang terbatas, ia hanya mampu
bekerja hanya dalam satu kerangka kerja. Mungkin tidak bersedia
menyediakan arahan dan dukungan yang jelas diperlukan oleh
konseli. Berusaha membantu konseli dalam mencapai tujuan-tujuan
konseli menurut agenda konseli dan menyediakan media yang dapat
membantu konseli dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
5. Berpegang pada satu cara respons.
Dalam hal ini, konselor menyelesaikan masalah dengan cara sama
antara konseli yang satu dengan konseli yang lain walaupun konselor
sudah menyadari adanya perbedaan karakteristik antara individu satu
dengan yang lainnya.
6. Hanya berfungsi pada satu kerangka budaya saja.
Dalam proses konseling, biasanya konselor memasukkan budayanya
sendiri untuk memecahkan masalah konseli yang memiliki

13
kebudayaan yang berbeda dengan konselor. Padahal, hal ini tidak
boleh terjadi.
7. Mendiskusikan atau membicarakan kehidupan konseli dengan orang
lain tanpa izin.
Ada konselor yang mengekspos masalah konseli kepada pihak lain
yang tidak bersangkut paut dengan konselor lain tanpa izin dari
konseli. Sesuai dengan asas kerahasiaan, ini adalah tidak benar.
8. Konselor yang individual.
Artinya, konselor bertindak tanpa mengenali keterbatasan sendiri dan
bekerja tanpa supervise. Tidak mau bertukar pikiran dalam kegiatan
profesional dengan orang lain.
9. Konselor yang kurang efektif dan efisien.
Memusatkan perhatian yang sungguh-sungguh pada hal-hal kecil
yang tidak relevan bagi masalah konseli sehingga waktu yang
digunakan menjadi tidak efisien dan efektif. Suatu saat dapat
mengabaikan perasaan dan pemikiran konseli.
10. Kurang perhatian konselor.
Memperlakukan para konseli secara tidak tulus, tanpa perhatian
penuh, tanpa perasaan, dan mungkin dengan cara-cara yang
merugikan atau membahayakan konseli.
11. Tidak berpikir alternative.
Secara membabi-buta (taklid) memakai satu jenis atau satu bidang
teori tunggal dengan tidak memberikan pemikiran alternative atau
tidak mampu sama sekali memaknakan secara sadar berbagai
ancangan yang sistematis

F. Isu-isu Etik dalam Bimbingan dan Konseling


Secara umum bentuk pelanggaran kode etik dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
a. Bentuk Pelanggaran terhadap Konseli, misalnya:
1. Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak
terkait dengan kepentingan konseli.
2. Melakukan perbuatan amoral seperti pelecehan seksual,
mengkonsumsi barang haram (minuman keras, napza).
3. Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.

14
4. Kesalahan dalam melakukan praktek profesional (prosedur, teknik,
evaluasi, dan tindak lanjut).
b. Bentuk Pelanggaran terhadap Organisasi Profesi, misalnya:
1. Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh
organisasi profesi.
2. Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi
untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).
c. Bentuk Pelanggaran terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain yang
Terkait.
1. Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan,
menolak untuk bekerja sama, sikap arogan)
2. Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai
dengan masalah konseli atau sebaliknya tidak melakukan referal
meskipun kasus klien di luar kewenangannya.

Sistem nilai, norma, aturan yang ditulis secara jelas, tegas dan
terperinci dalam kode etik profesi terkadang tidak selalu dapat diterapkan
secara mulus oleh anggota profesi sehingga banyak terjadi pelanggaran.
Beberapa sebab terjadi pelanggaran kode etik antara lain:

1. Tidak adanya sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk


menyampaikan keluhan adanya pelanggaran sehingga kontrol dan
pengawasan dari masyarakat tidak berjalan
2. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang substansi kode etik
profesi karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi itu
sendiri
3. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran etis dari para pengemban
profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya.
4. Pengaruh hubungan kekeluargaan/kekerabatan antara pihak
berwenang dengan pelanggar kode etik.
5. Masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia sehingga pelaku
pelanggaran kode etik profesi tidak merasa khawatir atau takut
melakukan pelanggaran.

Seorang profesional sejatinya akan teruji manakala ia mampu


menempatkan etika profesi di atas pertimbangan lain seperti

15
pengaruh jabatan, kekeluargaan/ kekerabatan, pertemanan, hubungan
yang bersifat simbiosis mutualism (timbal balik yang saling-
menguntungkan), keuntungan finansial dan sebagainya.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bimbingan dan konseling memiliki begitu banyak kode etik dalam


pelaksanaan profesionalisme pelayanan yang diberikan kepada para konseli.
Salah satunya juga untuk meminimalisir pelanggaran-pelanggaran dalam layanan
bimbingan konseling maka dibuatlah suatu kode etik profesi bimbingan dan
konseling supaya konselor tidak menyalahgunakan profesi yang dimilikinya
untuk hal-hal yang tidak baik. Selain itu, untuk memperbaiki citra buruk yang
selama ini melekat pada diri konselor ataupun guru bimbingan dan konseling,
maka perlu adanya kode etik.

Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku


yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung
jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Dasar
kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia yaitu pancasila dan tuntutan
profesi. Pancasila dijadikan dasar kode etik mengingat bahwa profesi bimbingan
dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam
rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab.

Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan


profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan
ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling.
Kegiatan Profesional Konselor berupa penyimpanan dan penggunaan informasi,
Testing, Riset, Layanan individual serta hubungan dengan klien, dan konsultasi
hubungan dengan rekan atau ahli lain.

Konselor profesional akan memperhatikan kinerjanya untuk selalu


mengutamakan kesejahteraan konseli dan kepercayaan masyarakat. Sistem nilai
yang diyakini konselor merupakan penentu dalam perilaku etis. Tujuan hubungan
konseling adalah perubahan positif yang terjadi pada diri konseli. Misalnya
kemampuan konseli dalam mengatasi masalah, mampu melakukan penyesuaian
diri, mampu mengembangkan diri secara optimal. Pribadi konselor pun memiliki
kekuatan serta kelemahan.

17
B. Saran

Tidak dapat dipungkiri, atas keterbatasan ilmu penulis dan juga yang
lainnya, makalah ini sangat memiliki banyak kekurangan, baik itu dalam
penulisannya, kaidah bahasa dan jurnalistiknya, tata letak, kerapihan, referensi,
dan sebagainya.

Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada para pembaca untuk, tidak
menjadikan makalah ini sebagai referensi utama, dan seyogiyanya, para pembaca
memperbanyak lagi referensi-referensi dari berbagai literatur, baik itu buku,
jurnal, ataupun yang lainnya, yang memiliki kredibelitas lebih baik dari makalah
yang hadir di depan ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anisah, L. (2016). Kompetensi Profesional Konselor Dalam Penyelenggaraan


Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Konseling GUSJIGANG, 60.

Bunyamin. (2022). Standarisasi Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling. Jurnal
Sains Riset (JSR).

Lakadjo, M. A. (2023, January 15). Pengertian, Tujuan Kode Etik Bimbingan dan
Konseling . Retrieved October 28, 2023, from Edu Couns:
https://www.educounseling.id/2023/01/pengertian-tujuan-kode-etik-
bimbingan.html

Makhfudli, F. E. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktis


dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Ningsih, R. (2015, Juni 5). Nilai-Niai Pribadi Konseli. Retrieved Oktober 28, 2023,
from Blogspot: https://julhehe6.blogspot.com/2015/06/makalah-nilai-nilai-
pribadi-konseli.html

Prakoso, E. T. (2013). Hubungan Profesional Konseling . Jurnal Inspirasi


Pendidikan, 267-270.

Suherman, O. S. (2010). Etika Profesi Keguruan. Bandung : Refika Aditama.

Sukirno, A. (2013). Pengantar Bimbingan dan Konseling Islam. Serang: Penerbiot


A-Empat.

Ursula, G. D. (2022). Profesi Bimbingan dan Konseling: Membangun Profesi BK


yang Profesional. Yogyakarta: CV. Bintang Semesta Media.

Ya'kub, H. (2003). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ya'kub, H. (2004). Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling.


Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

19

Anda mungkin juga menyukai