Anda di halaman 1dari 16

Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah

dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

BAHAYA SERANGAN RAYAP


PADA LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI JAWA TIMUR
DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA

Yudi Rismayadi

Seminar dan workshop ini diselenggarakan di tengah-tengah wabah flu burung yang telah
menimbulkan kekwatiran baru dan ditetapkan sebagai KLB Nasional. Betapa tidak, dari Juli 2005
tercatat 4 orang meninggal dunia dan tidak kurang dari 28 pasien DIDUGA terinveksi virus avian
influenza ini, belum termasuk ribuan atau bahkan jutaan unggas yang mati atau dimusnahkan.
Yang dikhawatirkan oleh banyak kalangan adalah perkembangan virus ini mampu menular dari
manusia ke manusia, jika ini terjadi maka dikhawatirkan terjadi pandemi flu burung yang dapat
merenggut nyawa tidak kurang dari 7 juta hingga 100 juta jiwa (WHO). Kabar tidak menyenangkan
pun berhembus dari Yogyakarta, Prof. Warsito menduga lalat dapat berperan sebagai vektor
penyebaran penyakit tersebut. Itu lah kasus flu burung yang melanda kita sekarang ini.

Harus dicatat dalam ingatan kita bahwa sebelum wabah flu burung negara kita juga mengalami
KLB Demam Berdarah akibat virus degue DAN BELUM MAMPU DITANGGULANGI SECARA TUNTAS.
Selama dua tahun terakhir, Virus degue yang disebarkan nyamuk Aides Agypti menyebabkan
bencana yang mengerikan, lebih dari 24 ribu jiwa terjangkit demam berdarah dan 366 orang
diantaranya meninggal dunia. Jangan dilupakan pula pasca banjir di propinsi tetangga, yaitu Di DKI
Jakarta dilaporkan tiga penderita meninggal dunia dan belasan lainnya di rawat di beberapa rumah
sakit akibat penyakit leptospirosis yang ditularkan tikus, demikian juga dengan penyakit kaki gajah
walau tidak memakan korban jiwa tetapi angka penderita semakin bertambah di beberapa daerah di
Jawa Barat. Di samping penyakit-penyakit yang telah disebutkan, penyakit-penyakit lain yang
ditularkan oleh berbagai jenis organisme (serangga dan tikus) semakin banyak terjadi di lingkungan
permukiman sebagai habitat manusia.

Kondisi tersebut haruslah menyadarkan kita, bahwa pengelolaan lingkungan permukiman tidak
hanya berkutat menangani masalah-masalah penyediaan bangunan gedung, infrastruktur,
penanganan banjir, kebakaran, dan lain-lain tetapi juga harus memperhatikan dengan sangat
masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya interaksi antara organisme-organisme yang
merupakan bagian lingkungan permukiman dengan manusia atau interaksi dengan bagian
permukiman yang dibangun oleh manusia, seperti interaksi antara serangga rayap dengan
bangunan gedung. Rayap bukan vektor penyakit layaknya nyamuk,tikus, dan lalat, tetapi rayap
adalah organisme yang mampu menimbulkan kerusakan bangunan dengan bahaya yang setara
dengan terjadinya wabah penyakit. Rayap menimbulkan kerusakan bangunan gedung sebagai
habitat manusia dengan tingkat kerusakan yang terus cenderung meningkat, secara nasional
diduga tidak kurang dari 2,7 trilyun rupiah kerugian yang ditimbulkan oleh serangan rayap. Nilai
kerugian ekonomi yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Makalah yang disajikan ini, mengungkap secara sekilas bahaya serangan rayap di Jawa Timur dan
teknologi pengendaliannya. Sebagai pengantar disajikan pula bahasan sekilas mengenai biologi
rayap.

Biologi Rayap

Rayap termasuk ke dalam Klas insekta (serangga) Ordo Isoptera ( iso = sama;
ptera = sayap). Ordo serangga ini ditandai dengan bentuk sayap yang serupa
baik ukuran maupun struktur antara sayap depan dengan sayap belakang.
Rayap dikenal pula sebagai serangga sosial, karena hidupnya yang berkelompok
dalam satu koloni yang terdiri dari anggota-anggota koloni dengan bentuk dan
fungsi yang berbeda atau dikenal sebagai kasta. Kasta rayap penyusun kololoni
terdiri dari kasta pekerja, prajurit, dan kasta reproduktif.
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

A. Kasta Prajurit
Kasta prajurit dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar
dan mengalami penebalan yang nyata. Pada beberapa jenis rayap seperti
Macrotermes, Odontotermes, dan Microtermes, serta beberapa jenis rayap
dari Rhinotermitidae, seperti Schedorhinotermes, seringkali dijumpai dengan
ukuran kasta prajurit yang berbeda ( polimorfisme), yaitu; prajurit berukuran
besar (prajurit major); prajurit berukuran kecil (prajurit minor).

Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar,
khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta prajurit mampu menyerang
musuhnya dengan mandibel yang dapat menusuk, mengiris, dan menjepit.
Biasanya gigitan kasta prajurit pada tubuh musuhnya sukar dilepaskan sampai
prajurit itu mati sekalipun. Beberapa kasta pajurit dari golongan rayap
tertentu menyerang musuhnya dengan cairan yang keluar dari bagian
kepalanya.

B. Kasta Pekerja
Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap.
Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap merupakan individu-
individu kasta pekerja. Kasta pekerja umumnya berwarna pucat dengan kulit
hanya sedikit mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa.

Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni


dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini.
Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda,
serta memindahkannya pada saat terancam ke tempat yang lebih aman.
Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari
sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya. Kasta pekerja
juga membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya,
merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula
yang memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan. Rayap inilah yang sering
menghancurkan tanaman, kayu, mebel, dan bahanl berselulusa lainnya.
Bahkan kadang-kadang mereka memakan rayap lain yang lemah sehingga
hanya individu-individu yang kuat saja yang dipertahankan. Semua ini
merupakan mekanisme pengaturan keseimbangan kehidupan di dalam koloni
rayap.

2
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

C. Kasta Reproduktif
Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu; betina (ratu)
yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina.
Kasta ini dibedakan menjadi kasta reproduktif primer dan kasta reproduktif
suplementer atau neoten. Kasta reproduktif primer terdiri atas serangga-
serangga dewasa yang bersayap dan merupakan pendiri koloni. Neoten
muncul segera setelah kasta reproduktif primer mati atau hilang karena
fragmentasi koloni. Neoten dapat terbentuk beberapa kali dalam jumlah yang
besar sesuai dengan perkembangan koloni. Selanjutnya, neoten
menggantikan fungsi kasta reproduktif primer untuk perkembangan koloni.

Hingga saat ini di dunia telah berhasil diidentifikasi lebih dari 2500 jenis rayap.
Sementara itu di Indonesia ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap atau
kurang lebih 10% dari keragaman jenis rayap dunia. Jenis-jenis rayap tersebut
diklasifikasikan ke dalam tujuh famili, 15 sub-famili, dan 200 genus.
Pembagian famili adalah sebagai berikut; Famili Mastotermitidae;
Kalotermitidae; Termopsidae ; Hodotermitidae ; Rhinotermitidae ;
Serritermitidae ; dan famili Termitidae.

Berdasarkan habitatnya, terdapat dua kelompok rayap penting yang banyak


menyerang bangunan gedung, yaitu kelompok rayap tanah ( subterranean
termite) dan rayap kayu kering (drywood termite). Rayap tanah merupakan
rayap yang paling banyak menyerang bangunan gedung. Kelompok rayap ini
bersarang di dalam tanah tetapi mampu menjangkau objek-objek seranganya
yang berada jauh di atas permukaan tanah. Dari pusat sarang di dalam tanah ke
objek-objek serangan tersebut dihubungkan oleh saluran-saluran tanah yang
disebut sebagai liang kembara sebagai jalan bagi rayap sekaligus sebagai tempat
perlindungan. Oleh karena itu setiap serangan oleh rayap ini ditandai oleh
adanya tanah liang kembara rayap. Rayap kayu kering tidak bersarang di dalam
tanah tertapi bersarang di dalam kayu-kayu kering. Anggota koloninya jauh
lebih sedikit dibandingkan anggota koloni rayap tanah. Serangan rayap ini
ditandai dengan adanya serbuk-serbuk gerek berbentuk butiran halus di sekitar
lokasi serangannya.

3
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

Bahaya Serangan Rayap di Jawa Timur

Pengelolaan bangunan gedung sebagai bagian dari lingkungan permukiman tidak


hanya menghadapi kompleksitas masalah pengelolaan energi, kebakaran, petir,
dan lain-lain tetapi juga masalah-masalah yang timbul akibat interaksi antara
bangunan gedung dengan makhluk hidup lain tertentu yang secara tidak
langsung terekayasa oleh aktivitas manusia menjadi faktor perusak yang
merugikan. Sebagai contoh kehadiran rayap pada lingkungan permukiman
lebih banyak menimbulkan gangguan pada bangunan gedung, padahal pada
lingkungan alaminya rayap adalah bagian dari biofera bumi yang bermanfaat
dalam mendaur ulang unsur hara yang diperlukan tanaman sehingga dapat
tumbuh, berbunga, berbuah atau menghasilkan bahan-bahan berguna bagi
manusia. Tekanan yang terjadi pada habitat alami rayap, dengan alih fungsi
lahan dari hutan, areal perkebunan atau pertanian menjadi areal permukiman
akan merubah serangga ini menjadi musuh yang merugikan karena merusak
bangunan atau bahan-bahan lain yang digunakan manusia.

Dari tahun ke tahun kerusakan akibat serangan rayap terus meningkat seiring
dengan perkembangan lingkungan permukiman dan di pihak lain rayap mampu
berada pada lingkungan yang diciptakan manusia tersebut. Demikian halnya
dengan kasus serangan rayap yang terjadi di Jawa Timur. Penyebab utama
hancurnya bangunan ternyata bukan hanya karena bahaya kebakaran atau angin
ribut, tetapi juga adalah karena rayap. Kenyataan menunjukkan bahwa rayap
adalah serangga yang tidak tahu diri. Betapa tidak, rayap merusak bangunan
tanpa pandang bulu siapa pemiliknya, termasuk juga menyerang istana
merdeka, dan bahkan tidak hanya merusak rumah-rumah rakyat yang sederhana
tetapi juga bangunan-bangunan gedung bertingkat seperti hotel yang kita
jadikan lokasi seminar ini.

Besarnya potensi serangan rayap di Jawa Timur dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu; karakteristik rayap, bangunan dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut
saling terkait dalam menentukan tingkat bahaya serangan rayap.

4
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

KELEMBAGAAN KARAKTERISTIK
YANG HANDAL RAYAP

DERAJAT
BAHAYA
RAYAP

KARAKTERISTIK
LINGKUNGAN

KARAKTERISTIK
BANGUNAN

Gambar 1. Keterkaitan Antar Faktor Penentu Bahaya Rayap

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap spesimen rayap yang dikumpulkan di


enam lingkungan permukiman di Jawa Timur menunjukkan bahwa terdapat
sedikitnya enam genus rayap tanah, yaitu genus Coptotermes,
Schedorhinotermes, Macrotermes, Microtermes, Odontotermes, dan
hNasutitermes. Rayap tanah tersebut ditemukan menyerang komponen kayu
bangunan, atau dijumpai menyerang tanaman atau serasah.

Rayap tanah yang dijumpai di dalam bangunan gedung di Kota Surabaya,


Sidoarjo, dan Gresik sebagian besar adalah genus Coptotermes. Beberapa jenis
rayap lainnya yang ditemukan menyerang kayu pada bangunan gedung adalah
rayap tanah Macrotermes dan Microtermes. Dua jenis rayap ini hampir
seluruhnya menyerang kusen pintu atau kayu yang berdekatan dengan struktur
lantai dan tidak dijumpai menyerang struktur atap bangunan gedung.
Sementara itu, genus Nasutitermes diperoleh di sekitar bangunan gedung
(halaman) yang menyerang tanaman atau memakan serasah yang telah mati.
Secara lengkap jenis-jenis rayap yang ditemukan, sebaran dan peranannya di
lingkungan permukiman disajikan pada Tabel 1.

5
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

Tabel 1. Keragaman Genus Rayap, Sebaran dan Peranannya Pada


Lingkungan Permukiman di Beberapa Kota Di Jawa Timur

Genus Sebaran Peranan


Coptotermes Surabaya, Sidoarjo, Hama bangunan utama, mampu
Jember dan Gresik menyerang bagian-bagian
komponen bangunan yang tinggi
(struktur atap) dengan tingkat
kerusakan yang tinggi

Schedorhinoter Surabaya, Sidoarjo, Hama bangunan sekunder, jarang


mes Gresik dijumpai menyerang bangunan,
bentuk kerusakan sama dengan
genus Coptotermes namun dengan
tingkat kerusakan lebih rendah

Macrotermes Surabaya, Sidoarjo, Hama bangunan sekunder, hanya


Gresik, Jember, mampu menyerang bagian-bagian
Pasuruan, dan Malang komponen bangunan yang rendah
(kusen pintu atau jendela) tidak
menyerang struktur atap. Di
sekitar bangunan lebih berperan
sebagai hama tanaman

Odontotermes Surabaya, Sidoarjo, Sangat jarang menyerang


Gresik, Jember, bangunan, lebih berperan sebagai
Pasuruan, dan Malang hama tanaman dan dekomposer

Microtermes Surabaya, Sidoarjo, Sangat jarang menyerang


Gresik, Pasuruan, dan bangunan, lebih berperan sebagai
Malang hama tanaman dan dekomposer

Nasutitermes Malang, Pasuruan dan Bukan merupakan hama bangunan,


Gresik lebih berperan sebagai dekomposer

Berdasarkan data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rayap tanah dari genus
Coptotermes, Macrotermes, Schedorhinotermes , Odontotermes dan Microtermes
merupakan rayap tanah yang paling banyak ditemukan di lingkungan
permukiman. Genus Nasutitermes jarang dijumpai dan tidak ditemukan
menyerang bangunan gedung. Genus ini ditemukan pada tunggak-tunggak
kayu di halaman atau pada tumpukan serasah.

Kehadiran rayap Nasutitermes, Odontotermes dan bahkan Macrotermes serta


Microtermes di sekitar bangunan gedung seringkali berperan sebagai
dekomposer bahan organik yang berguna, sehingga kehadiran rayap tersebut di
halaman tidak perlu terlalu dirisaukan. Perlindungan bangunan yang memadai

6
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

dengan pengawetan kayu akan menghindari serangan dari jenis-jenis rayap


tersebut. Tanpa kehadiran rayap tanah, bahan-bahan organik lambat terurai
menjadi bahan anorganik yang diserap tumbuhan sebagai unsur hara.

Sementara itu, rayap tanah Coptotermes merupakan jenis yang paling mampu
beradaptasi di dalam lingkungan permukiman yang menjadi habitat manusia
termasuk menyesuaikan terhadap kondisi lingkungan mikro di dalam bangunan
gedung. Oleh karena itu rayap ini paling sering dijumpai menyerang bangunan
gedung dan bahkan mampu membuat sarang-sarang antara didalamnya. Di
samping itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa rayap tersebut memiliki
kemampuan jelajah yang tinggi baik secara vertikal maupun horizontal.
Berdasarkan kemampuannya tersebut kehadiran rayap ini di lingkungan
permukiman merupakan indikasi bahaya rayap yang potensial.

Tingginya potensi serangan rayap di Jawa Timur, khususnya di Kota Surabaya,


Gresik dan Sidoarjo juga didukung oleh kondisi lingkungan edafis dan klimatis
yang mendukung kehidupan rayap. Di pihak lain proses pembangunan
lingkungan permukiman yang begitu cepat karena pertambahan penduduk akibat
kelahiran dan urbanisasi ke kota tersebut menyebabkan tekanan yang berat
terhadap kondisi habitat alami rayap. Areal terbuka hijau yang menyediakan
makanan berupa tunggak kayu atau tanaman, ranting, serasah, dan lain-lain bagi
rayap semakin terbatas sehingga rayap mencari sumber nutrisinya pada
bangunan-bangunan yang dibangun dimana menggunakan banyak komponen
kayu sebagai sumber nutrisi rayap. Tidak dapat dihindari pula, bahwa bahan
material kayu yang digunakan sebagai komponen struktural maupun non
struktural gedung adalah kayu-kayu dengan kelas awet yang rendah yang rentan
terhadap serangan rayap.

Berdasarkan kondisi keragaman jenis rayap yang dijumpai, karakteristik


lingkungan, dan bangunan tidak mengherankan apabila potensi bahaya
serangan rayap di Jawa Timur, khususnya kota-kota Surabaya, Gresik, dan
Sidoarjo, dan kota-kata yang berkembang lainnya di dataran rendah akan sangat
tinggi.

7
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

Berdasarkan hasil penelitian, di Kota Surabaya tidak kurang dari 36,9 persen
rumah tinggal diserang oleh rayap tanah, demikian pula di kota Gresik, dan
Sidoarjo lebih dari 25 persen rumah juga terserang rayap tanah. Tingginya
serangan rayap di kota Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo dibandingkan kota lainnya
tentunya juga karena beberapa faktor seperti tingkat perkembangan kota,
kelimpahan rayap tanah yang berperan sebagai hama bangunan utama, dan
kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan rayap.

Gambar 2. Frekuensi Serangan Rayap Tanah Pada Bangunan Gedung di


Beberapa Kota di Jawa timur

Melihat besarnya potensi bahaya serangan rayap maka sudah seharusnya apabila
pemerintah daerah Jawa Timur dan masyarakat memberikan perhatian terhadap
faktor perusak ini dengan mengembangkan tindakan-tindakan prepentive dan
kuratif untuk menekan kerusakan dan kerugian akibat serangan rayap.

Strategi Pengendalian Bahaya Rayap

Seiiring dengan peningkatan bahaya serangan rayap, masyarakat semakin


semakin peduli dengan upaya-upaya pengendalian bahaya rayap karena
kerugian-kerugiannya yang mulai banyak pula dirasakan. Dipastikan perhatian
terhadap pengendalian bahaya serangan rayap akan semakin meningkat
terutama setelah diterbitkannya UU No 28 Tahun 2002 mengenai Bangunan

8
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

Gedung yang merupakan acuan dasar secara legal formal tentang berbagai
aspek dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Di dalam penjelasan Pasal 18
undang-undang tersebut dinyatakan bahwa “ Persyaratan
kemampuan
mendukung beban muatan selain beban berat sendiri, beban manusia, dan
beban barang juga untuk mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam
seperti gempa (tektonik/vulkanik) dan angin ribut/badai, menurunnya kekuatan
material yang disebabkan oleh penyusutan, relaksasi, kelelahan, dan perbedaan
panas, serta kemungkinan tanah longsor, banjir, dan bahaya kerusakan
akibat serangga perusak dan jamur.“

Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut setiap penyelenggaraan


bangunan gedung baik proses pembangunan maupun pemanfaatannya oleh
semua pihak (pemerintah, swasta, masyarakat, dan pihak asing) wajib mematuhi
seluruh ketentuan yang tercantum dalam undang-undang termasuk melakukan
upaya pengendalian bahaya serangan rayap yang terkait dengan aspek
keandalan bangunan gedung. Teknis operasional ketentuan-ketentuan di dalam
undang-undang tersebut akan dijabarkan dalam aturan perudangan turunannya,
yaitu berupa peraturan-peraturan pemerintah dan/atau peraturan-peraturan
daerah.

Di samping undang-undang, terdapat beberapa acuan legal formal lain yang


mengatur upaya pengendalian bahaya rayap pada bangunan gedung, khsusunya
gedung pemerintah. Sebagai contoh Surat Keputusan Direktur Cipta Karya No
295/KPTS/CK/1997 tentang pedoman teknis pembangunan negara juga telah
mengantisipasi akibat bahaya serangan rayap yaitu dengan menambahkan biaya
untuk pencegahan rayap sebesar 3-6% dari total biaya pekerjaan. Di samping
itu pada saat ini telah diterbitkan Standar Nasional mengenai pengendalian
bahaya serangan rayap. Aturan lain yang terkait, penanggulangan bahaya rayap
yang dapat diinventarisir adalah 1) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No
38/PRT/1989 tentang Penggunaan Kayu Awet untuk Perumahan dan Gedung; 2)
Surat Edaran Menteri Kehutanan Tanggal 1 April 1992 tentang keharusan semua
bangunan yang dibiayai APBN di lingkungan Departemen Kehutanan
menggunakan kayu awet; 3) Surat Menteri Perumahan Rakyat No 44/UM/01/M/4
tahun 1996 tentang Penggunaan Kayu yang diawetkan; dan kebijakan-kebijakan
lain yang tidak dapat diiventarisir secara lengkap pada makalah ini.

9
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

Upaya yang lebih maju dilakukan oleh Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta
cq. Kantor Tata Bangunan dan Gedung yang telah menyusun Pedoman
Penanggulangan Bahaya Serangan Rayap pada Bangunan Gedung Milik Pemda
DKI Jakarta, yang pada saat ini dalam proses penyusunan SK Gubernur. Di
samping itu, melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta telah pula
ditebitkan SK Gubernur No 1243 Tahun 1996 tentang Penggunaan Kayu Awet
untuk Bangunan di Wilayah DKI Jakarta.

Aturan-aturan tersebut di atas merupakan acuan legal formal yang memiliki


konsekuensi hukum tertentu dalam upaya pengendalian bahaya serangan rayap
sehingga pihak-pihak penyelenggara bangunan gedung tampaknya perlu
memperhatikan aspek ini sebagai bagian dari stategi pengendalian bahaya
serangan rayap untuk menciptakan kondisi bangunan bebas rayap.

Berdasarkan tinjauan teknologi, strategi yang dapat digunakan untuk


perlindungan bangunan dari serangan rayap meliputi tindakan pencegahan
(exluding infestation) dan pembasmian serangan ( eradication or remedial
infestation). Tindakan pencegahan meliputi penggunaan kayu awet ( termite
resistant timbers), penghalang fisik (physical barriers) dan perlakuan kimia
tanah atau penghalang kimia ( chemically-treated soil barriers) pada masa pra-
konstruksi. Sementara itu tindakan pembasmian serangan rayap dapat
dilakukan dengan aplikasi perlakuan kimia pada tanah dan kayu dan
penghancuran sarang atau koloni dengan umpan atau dust toxicants pada
bangunan yang telah terserang (pasca konstruksi).

A. Tindakan Pencegahan
Pencegahan serangan rayap dapat dilakukan melalui eliminasi kondisi yang
disukai rayap, penggunaan kayu tahan, penghalang kimia, dan penghalang
fisik.

1. Eliminasi Kondisi Yang Disukai Rayap


Serangan rayap umumnya diawali dari bawah bawah gedung. Kondisi di
bawah lantai yang banyak sisa-sisa tunggak atau kayu bangunan yang
tidak terpakai seringkali menciptakan kondisi yang disukai oleh rayap. Hal
tersebut perlu dihindari. Di samping itu, rancang bangun bangunan
harus mampu menekan kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan
rayap terutama sumber-sumber kelembaban.

10
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

2. Penggunaan Kayu Awet atau Diawetkan


Beberapa jenis kayu secara alami pada bagian terasnya tahan terhadap
serangan rayap, meskipun tidak ada yang tahan secara total. Kayu ulin (
Eusideroxylon zwagerii), merbau (Instia bijuga), atau jati (Tectona
grandis) merupakan jenis-jenis kayu yang digolongkan tahan terhadap
rayap. Mekanisme ketahanan alami kayu-kayu tersebut dikendalikan
oleh kandungan zat ekstraktif yang terdapat pada kayu teras, seperti
eusiderin dan tectoquinone. Namun demikian kayu tahan rayap sangat
sedikit jumlahnya, sebagai besar kayu kurang awet dan disenangi
rayap. Oleh karena itu untuk meningkatkan ketahanan kayu-kayu yang
disukai rayap, impregnasi termitisida atau bahan pengawet ke dalam
kayu sangat diperlukan.

3. Perlakuan kimia Tanah/pengahalang


Perlindungan bangunan dengan penghalang kimia pada permukaan tanah
yang diaplikasikan melalui penyemprotan termitisida dengan tekanan
rendah pada proses pembangunan konstruksi merupakan teknik yang
paling efektif untuk mencegah serangan rayap.

Termitisida dengan persistensi sangat tinggi, organoklorin (aldrin,


dieldrin, chlordane, dan heptaklor) merupakan termitisida utama yang
digunakan di Indonesia sebelum dilarang penggunaanya. Setelah
golongan organoklorin dilarang beberapa termitisida baru dikembangkan
sebagai pengganti, walaupun harus diakui belum ada senyawa pengganti
yang dapat melindungi bangunan dalam jangka waktu yang lama.
Namun demikian termitisida baru memiliki beberapa keunggulan terutama
dalam merespon tuntutan masyarakat terhadap issue lingkungan hidup,
seperti; memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia dan mamalia,
aktif pada dosis rendah, serta mempunyai volatilitas yang rendah
sehingga tidak terpapar di udara. Idealnya sifat termitisida baru juga
seharusnya bersifat selektif terhadap organisma sasaran, tidak
mencemari sumber air dan perairan, terikat kuat dan aktif sebagai
ringtangan kimiawi pada tanah.

Termitisida-termitisida baru yang dikembangkan umumnya mencegah


serangan rayap dengan cara mematikan rayap yang kontak dengan

11
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

bahan kimia, mengusir rayap untuk tidak memasuki lapisan tanah yang
telah diberi perlakuan (repelensi), menyebabkan disorientasi aktivitas
rayap, maupun mempengaruhi aktivitas rayap. Termitisida baru ini yang
digunakan dalam aplikasi perlakuan tanah merupakan senyawa kimia
golongan organophospat, sintetik piretroid, dan beberapa senyawa baru
seperti imidaklorprid, clorophynafir dan phenyl pyrazole.

4. Penghalang Fisik (physical barriers)


Teknologi baru pengendalian rayap dengan menggunakan bahan anti
rayap non kimiawi sebagai penghalang fisik ( physical barrier) telah
banyak dikembangkan di beberapa negara khususnya di Australia,
Amerika Serikat, dan Jepang, sebagian dari produknya telah mulai
dipasarkan dan beberapa diantaranya masih dalam taraf penelitian. Di
Australia standar pengendalian dengan teknologi ini sudah ada sejak
tahun 1974 (AS-1974). Walau demikian penggunaannya secara luas baru
populer beberapa tahun terakhir ini setelah penggunaan termitisida
dikhawatirkan pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
Di Indonesia, sampai saat ini, standar pengendalian rayap dengan
menggunakan bahan anti rayap non kimiawi sebagai penghalang fisik
belum tersedia.

Pasir, gravel, perlit, granit, basalt, dan mesh stainles steel pada ukuran-
ukuran tertentu dapat digunakan sebagai penghalang fisik. Su dan
Scheffrahn (1992) menunjukkan bahwa partikel pasir berukuran 2.0-2.8
mm effective menghambat penetrasi rayap tanah Reticulitermes dan
Coptotermes pada bangunan di Amerika Serikat. Butiran-butiran basalt
berukuran 1.7-2.4 mm telah diuji coba penggunaannya di Hawai oleh
Tamashiro et al. (1987). Penghalang fisik ini kemudian dipasarkan oleh
Ameron HC&D dengan nama "Basaltic Termite Barrier". Di Australia
beberapa perusahaan EB Mouson Pty Ltd. menggunakan granit sebagai
penghalang fisik yang diaplikasikan pada beberapa bangunan
pemerintahan, granit tersebut dipasarkan dengan nama " Granitguard".
Sementara itu hasil penelitian di Jepang dengan gravel menunjukkan
bahwa partikel gravel berukuran 1.4 -2.4 mm mampu menahan penetrasi
rayap tanah C. formosanus dan partikel gravel berukuran 1.7-2.4 mm
mampu menahan penetrasi rayap tanah C. gestroi.

12
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

B. Tindakan Pembasmian

1. Penekanan Populasi Koloni Rayap


Penekanan populasi rayap merupakan teknologi pengendalian rayap
yang populer saat ini atau dikenal dengan teknologi umpan. Teknologi
ini sesungguhnya telah dikenal sejak lama, Esenther dan Coppel (1964)
menggunakan umpan beracun untuk mengendalikan rayap tanah,
kemudian beberapa peneliti mengadopsi teknologi umpan tersebut untuk
melakukan monitoring dan pengendalian.

Teknologi umpan (bait toxicant) yang telah berkembang sebagai alternatif


pengendalian rayap di Indonesia pada saat ini, dinilai memiliki beberapa
keuntungan diantaranya lebih ramah lingkungan karena bahan kimia
yang digunakan tidak mencemari tanah, memiliki sasaran yang spesifik
(rayap), mudah dalam penggunaannya, dan mempunyai kemampuan
mengeliminasi koloni secara total. Dalam metode pengumpanan
digunakan insektisida yang dikemas dalam bentuk yang disenangi rayap
sehingga menarik untuk dimakan. Beberapa bahan kimia yang telah
diteliti di IPB memiliki daya racun rendah terhadap mamalia, tidak
berbau, bekerja lambat (slow action), dan tidak menimbulkan iritasi.
Sifat-sifat ini menyebabkan bahan tersebut dapat diformulasikan dalam
bentuk umpan yang disenangi rayap (bait). Keandalan umpan rayap juga
telah dievaluasi di Florida, Amerika Serikat pada rayap R.. flavipes Kollar
dan C. formosanus Shiraki. Dengan 4 - 1,500 mg bahan umpan, populasi
rayap tanah dapat dikurangi sebesar 90 - 100% dari satu koloni rayap
yang berjumlah 0,17- 2.8 juta ekor (Su, 1994).

2. Perlakuan Tanah Pasca Konstruksi


Perlakuan tanah dengan injeksi termitisida pada bangunan yang telah
terserang rayap masih merupakan teknologi yang banyak digunakan
hingga saat ini. Termitisida digunakan untuk mengisolasi bangunan dari
koloni rayap yang berada di bawah bangunan sehingga rayap yang telah
menginfestasi bangunan akan terputus dengan sarangnya. Sementara
itu kayu yang terserang dapat dilubangi dan diberi perlakuan termitisida.

13
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

Penutup

Tidak dapat dipungkiri bahwa serangan rayap telah menimbulkan beban yang
sangat besar bagi masayarakat akibat kerugian ekonomis yang sangat besar.
Masyarakat terpaksa harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengganti
komponen kayu bangunan yang rusak dan biaya untuk menanggulangi rayap
sebagai agen perusaknya. Di samping itu ada beban sosial yang dipikul karena
hilangnya kesempatan dan kenyamanan untuk menikmati bangunan gedung
yang bebas kerusakan akibat serangan rayap.

Berdasarkan kondisi tersebut, upaya pengendalian bahaya rayap selain untuk


memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai bangunan gedung juga
akan memberikan manfaat tidak saja manfaat ekonomis, tetapi juga manfaat
sosial dan dipihak lain ada manfaat tidak langsung bagi aspek lingkungan berupa
kelestarian hutan sebagai sumber pemasok kayu bahan bangunan.

Manfaat ekonomis pengendalian bahaya rayap terletak pada menurunnya biaya


perawatan bangunan dan umur pakai bangunan yang lebih tinggi. Para pemilik
bangunan dapat menghindari pengeluaran biaya yang timbul akibat dari
serangan rayap. Biaya yang dapat diselamatkan setara dengan nilai kerugian
ekonomis yang terjadi yang timbul sebagai akibat tidak diaplikasikan
pengendalian bahaya rayap.

Pengendalian bahaya rayap juga akan mengurangi resiko yang timbul yang
terkait dengan aspek keselamatan penggunaan bangunan. Tanpa upaya
pengendalian bahaya rayap telah sangat banyak bangunan atap yang roboh
akibat serangan rayap. Kondisi ini akan mempengaruhi rasa aman dan
kenyamanan penggunaan gedung. Dengan sendirinya maka upaya
pengendalian bahaya rayap akan meningkatkan tingkat keamanan dan
kenyamanan penggunaan bangunan gedung.

Di pihak lain, umur penggunaan kayu yang dapat ditingkatkan melalui


pengendalian bahaya rayap akan menyebabkan penggantian kayu semakin
berkurang, effisiensi penggunaan kayu meningkat, dan kekhawatiran
penggunaan kayu tidak awet semakin berkurang karena terlindungi. Kondisi
tersebut pada akhirnya akan menyebabkan penurunan kegiatan penebangan

14
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

pohon di hutan sebagain sumber pemasok kayu. Dengan demikian hutan


semakin terjaga dan aspek kelestariannya menjadi lebih mudah dipertahankan.

Tingginya bahaya serangan rayap juga telah membuka lapangan kerja baru yaitu
dengan berdirinya perusahaan-perusahaan pengendali rayap termasuk industri-
industri termitisida pendukungnya. Tidak kurang dari 55 perusahaan pengendali
rayap terdapat di Jawa Timur tentunya akan banyak sekali orang yang yang
menggantungkan hidupnya dari industri ini di Jawa Timur.

Melihat manfaat-manfaat pengendalian bahaya rayap, kebijakan yang


komprehensif dari pemerintah daerah diperlukan, tidak saja untuk meningkatkan
umur pakai bangunan atau peningkatan kualitas bangunan tetapi juga akan
mendorong tumbuhnya perekonomian daerah.

15
Seminar dan Workshop “Proteksi Bangunan dari Bahaya Serangan Rayap dan Penggunaan Kayu Kelas Rendah
dalam Kaitan Peningkatan Umur Pakai” Hotel Novetel - Surabaya, Kamis 29 September 2005

Ir. Yudi Rismayadi, MSi

16

Anda mungkin juga menyukai