Anda di halaman 1dari 10

Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam

E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx


Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Kejayaan


Achmad Lazim
MIS Mu’inuddin Gawerejo Karangbinangun Lamongan
Email : lazimachmad88@gmail.com

Abstrak
Pendiri kerajaan utsmani adalah bangsa turki dan kabilah oghuz yang mendiami daerah
mongol dan daerah utara negeri cina. Dalam jangka waktu sekitar tiga abad mereka pindah ke turki
stand kemudian Persia dan irak. Kondisi pendidikan pada masa turki utsmani setelah mesir jatuh
dibawah kekuasaan utsmaniah turki, sultan salim memerintahkan supaya kitab –kitab di
perpustakaan dan barang – barang berharga dimesir dipindahkan ke Istanbul, anak- anak sultan
mamluk, ulama- ulama, pembesar – pembesar yang berpengaruh di mesir semuanya di buang ke
Istanbul.meninjau perkembangan pendidikan islam utsmani zaman pertengahan tidak lepas dari
setting budaya dan kondisi sosial politiknya. Kebudayaan turki merupakan perbaduan antara
kebudayaan Persia, byzantine dan arab. Pada zaman modern secara praktis di ottoman terjadi stagnasi
bidang ilmu dan teknologi. Kemajuan mileter dan utsmani tidak diimbangi dengan sains. Ketika pihak
eropa berhasil mengembangkan teknologi persenjataan, pihak utsmani menderita kekalahan ketika
terjadi kontak senjata dengan mereka.kemudian pendidikan islam pada masa daulah abbasiah
merupakan masa kejayaan islam dalam berbagai bidang, khusunya bidang pengetahuan dan teknologi.
Ada beberapa hal atau komponen pendidikan yang mendukung kemajuan dan kejayaan daulah
abbasiyah yaitu; kurikulum, metode pengajaran dan murid.
Kata kunci : perkembangan pendidikan utsmani,perkembangan pendidikan daulah abbasiyah

A. PENDAHULUAN
Umat islam mengalami puncak keemasan pada pemerintahan abbasiyah. Pada
masa itu bermunculan para pemikir islam kenamaan yang sampai sekarang pemikirannya
masih diperbincangkan dan dijadikan dasar pijakan bagi pemikiran di masa
mendatang,baik dalam bidang keagamaan maupun umum. Pengajuan islam ini tercipta
berkat usaha dari berbagai komponen masyarakat, baik ilmuwan, birokrat, agamawan,
militer, dan ekonom maupun masyarakat umum.
Keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami pengajuan
kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, yaitu utsmani di turki,
mughal di india, dan safawi di Persia. Kerajaan usmani disamping merupakan kerajaan
islam pertama yang berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan disbanding dua
kerajaan lainnya.1
Ketika me-rewind jejak turki usmani (ottoman), kita akan terbawa pada kilas balik
sejarah panjang imperium islam zaman pertengahan yang heroic sekaligus mencemaskan.
Dalam catatan sejarah, sejak usman 1 naik tahta secara terhormat menggantikan alauddin
(kholifah terakhir turki saljuk) pada 1300 M. Hingga sultan terakhir (ke-40), Abdul majid
II turun pada awal abad ke-20 M (1922), usmani telah memerintah selama 600 tahun.
Pasa etape dua abad pertama dibawa pimpinan sultan sulaeman I (diangkat tahun
1520), wilayah kekuasaan turki telah sampai di semenanjung Balkan. Pasukan turki yang
secara etnografis dan geneologis memiliki ketangguhan dalam perang, terus melakukan

1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

~ 75 ~
Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam
E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx
Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

ekspansi dan penyebaran islam langsu ng dibawah komando sultan. Keberhasilan


menduduki konstantinopel, symbol kekuatan terakhir imperium romawi timur, adalah
salah satu romantisme sejarah herowik yang memukau. Demikian halnya penguasaan
wilayah-wilayah yang luas secara gradual,2 Hingga turki usmani menjelma menjadi raksasa
yang disegani eropa dan sekutunya.
Ketika me-rewind jejak Turki Utsmani (Ottoman), kita akan terbawa pada kilas
balik sejarah panjang imperium Islam zaman pertengahan yang heroik sekaligus
mencemaskan. Dalam catatn sejarah, sejak zaman Utsman I naik tahta ecara terhormat
menggantikan Alauddin (khalifah terakhir Turki saljuk) pada 1300 M. Hingga sultan
terakhir (ke-40), Abdul Majid II turun pada awal abad ke-20 M (1922), Utsmani telah
memerintah selama 600 tahun.
Pada etape dua abad pertama dibawah pimpinan Sultan Sulaeman I (diangkat
tahun 1520), wilayah kekuasaan Turki telah sampai disemenanjung Balkan. Pasukan Turki
yang secara etnografis dan geneologis memiliki ketangguhan dalam perang, terus
melakukan ekspansi dan penyebaran Islam langsung dibawah oleh komando Sultan.
Keberhasilan menduduki Konstantinopel, simbol kekuatan terakhir imperium Romawi
Timur, adalah salah satu romantisme sejarah heroik yang memukau. Demikian halnya
penguasaan wilayah-wilayah yang luas secara gradual, hingga Turki Utsmani menjelma
menjadi raksasa yang disegani Eropa dan sekutunya.
Pendidikan sebagai dimensi dinamis perkembangan suatu bangsa, pada masa
Utsmani ini cukup menarik untuk dianalisis keadaannya, sebab dibalik kejayaan
ekspansinya telah terjadi kelesuan intelektual yang accut. Lebih menarik lagi karena pada
periode akhir Utsmani memasuki arah simpang jalan, saat dimana Eropa mengalami
aufklarung dan renaissance dengan segala dimensinya yang berpengaruh secara mondial. Hal
inilah yang mendorong Sultan Mahmud II (diangkat tahun 1808) tergerak memulai
pembaruan diberbagai sektor termasuk dalam pendidikan. Pada perkembangannya,
gerakan pembaruan inilah yang menjadi pilar penguatnya upaya penggulingan Daulat
Turki Utsmani di era modern.
Dengan melihat trend perkembangan historis, penulis mencoba memulai
elaborasi dengan membagi pendidikan masa ini dalam dua periode: zaman pertengahan
dan zaman modern, tanpa bermaksud menyederhanakan esensi kesejarahannya

B. Perkembangan Pendidikan Pada Masa Utsmani


1. Sekilas tentang kerajaan turki utsmani
Pendiri kerajaan Turki Utsmani adalah bangsa turki dan kabilah oghuz yang
mendiami daerah mongol dan daerah utara negeri cina. Dalam jangka waktu sekitar
tiga abad, mereka pindah ke turki stand kemudian Persia dan irak. Bangsa turki
masuk islam sekitar abad ke-9 atau ke-10 dibawah pimpinan ortoghol. Bangsa turki
mengabdikan diri kepada sultan alaudin, sultan saljuk yang kebetulan sedang
berperang melawan bizantium. Berkat bantuan bangsa turki, sultan alauidin
memperoleh kemenangan. Atas jasa baik mereka itu, alauidin menghadiakan sebidang
tanah diasia kecil yang berbatasan dengan bizantium. Berkat bantuan bangsa turki,

2
berikut ini wilayah-wilayah yang pernah menjadi bagian kekuasaan turki usmani (dengan masa pendudukan
dalam pelepasan diri berfariatif), yaitu mesir, hijaz, yaman irak, ibya, syiriyah, yunani, Persia, Tunisia palestina,
al jawir, Bulgaria, yugoslafia, chekoslofakia, bonaria, polandia, Serbia, bosnia, herzegofina, al bania, Rumania,
dan Montenegro. (dari berbagai sumber).

~ 76 ~
Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam
E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx
Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

Sultan Alaudin memperoleh kemenangan. Atas jasa baik mereka itu, Alaudin
menghadiahkan sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium.
Sejak itu bangsa turki terus membina wilayah barunya dan memilih Sukut sebagai ibu
kota barunya.
Wilayah kekuasaan usmani sejak abad ke 16 sangatlah luas, membenteng dari
Budepest di bagian utara sampai ke Yaman, di bagian selatan dan dari Basrah di
bagian timur hingga ke Aljazair di bagian barat itu, dibagi ke dalam beberapa provinsi
yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur atau pasha. 3
Sampai abad ke 17, Turki Usmani menikmati masa kejayaan. Kekuatan militer
utsmani yang sangat tangguh sangat menentukan keseimbangan kekuasaan. Kejayan
utsmani mulai kelihatan pudar setelah Sultan Sulaiman meninggal dunia, yang
mengakibatkan terjadi perebutan kekuasaan antara putra-putranya.
Pada awal abad ke 18 Turki Usmani berusaha mengembalikan kejayaan dengan
melakukan reform secara terus menerus. Bahkan Sultan Salim III (w. 1807) membuka
sejumlah kedutaan utsmani di Eropa. Kemudian Mahmud II (w. 1839)
memperkenalkan berbagai lembaga pembaharuan yang ekonomi dan hukum periode
ini kemudian dikenang dalam sejarah sebagai periode “Reorganisasi”. Berbagai usaha
pembaruan terus dilakukan oleh orang-orang Turki baik dari kalangan ulama’, kaum
muda, cendekiawan maupun birokrat hingga abad ke 20.
Kerajaan utsmani yang menjadi simbol Islam akhirnya hilang dari peredaran
dunia dengan dihapusnya gelar khalifah tersebut.di bawah kekuasaan Mustafa-lah
pengaruh kekuasaan Sultan berakhir di tahun 1992, dan segera setelah itu khalifah
sebagai institusi agamapun dihapus sehingga Mustafa sebagai pemimpin besar
menjadi presiden pertama dari Republik Turki baru. Dengan demikian berakhirlah
kehidupan panjang dan kebesaaran seluruh pemerintahan islam. 4
2. Kondisi Pendidikan Islam pada masa Turki Utsmani
Menurut Abudin Nata dalam kitabnya sejarah pendidikan islam, kondisi
pendidikan islam pada masa turki utsmani setelah mesir jatuh dibawah kekuasaan
Utsmaniah Turki, Sultan Salim memerintahkan supaya kitab-kitab diperpustakaan dan
barang-barang berharga di Mesir dipindahkan ke Istambul, anak-anak Sultan Mamluk,
ulama-ulama, pembesar-pembesar yang berpengaruh di Mesir semuanya dibuang ke
Istambul. Bahkan juga Khalifah Abbasiyah sendiri dibuang ke Istambul, setelah
mengundurkan diri khalifah dan menyerahkan pangkat khalifah itu kepada Sultan
Turki.
Dengan demikian, Sultan Turki memgang dua kekuasaan, yaitu kekuasaan yang
mengurusi masalah-masalah keduniaan yang disimbolkan dengan gelar sultan dan
kedua kekuasaan yang mengurusi masalah agama yang disimbolkan dengan gelar
khalifah.
Sementara itu, ulama-ulama dan kitab-kitab yang ada diperpustakaan Mesir
berpindah ke Istambul, sehingga Mesir mengalami kemunduran dalam ilmu
pengetahuan, dan Istambullah yang menjadi pusat pendidikan dan pengembangan
kebudayaan saat itu.

3
Stanford Show, History of The Otoman and Modern Turkey, London:Cambridge University Press, 1985, hlm.
22.
4
Eleazer Bimbaum, Turkey From Cosmopolitan Empire To Nation State, In RM. Savory (Ed) Introduction To
Islamic Civilization, London: Cambridge University Press

~ 77 ~
Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam
E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx
Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

Pada masa Turki Utsmani , pendidikan dan pengajaran mengalami kemunduran,


terutama wilayah-wilayah seperti Mesir, Baghdad, dan lain-lain. Yang awalnya
mendirikan Madrasah pada masa Turki Utsmani adalah Sultan Orkhan (w. 1359 M).
Pada masa itu banyak juga perpustakaan yang berisi kitab-kitab yang tidak sedikit
jumlahnya, setiap individu bebas membaca dan mempelajari isi kitab-kitab itu.
Bahkan banyak pula ulama, guru-guru, ahli sejarah dan ahli syair pada masa itu.
Mereka tidak terpengaruh oleh pergerakan ilmiah di Eropa dan tidak pula mau
mengikuti jejak zaman kemajuan Dunia Islam pada masa Harun Al-Rasyid dan masa
Al-Makmun, yaitu masa kejayaan dalam sejarah Islam.
Sistem pengajaran yang dikembangkan pada Turki Utsmani adalah menghafal
matan-matan meskipun murid tidak mengerti maksudnya, seperti menghapal matan
al-Jurummiyah,, matan Taqrib, matan Alfiah, matan Sultan dan lain-lain. Badri Yatim
memberikan gambaran tentang kondisi ilmu pengetahuan pada masa Turki Utsmani
sebagai berikut:
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih banyak memfokuskan
kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu
pengetahuan mereka kelihatan tidak begitu nampak. Karena itulah dalam khazanah
intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuan terkenal dari Turki Utsmani. Namun
demikian, mereka banyak bergerak dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa
bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti masjid Muhammadi, atau masjid Jami’
Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid agung Sulaiman dan masjid Abi Ayyub Al-
Anshary. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan keindahan kaligrafinya yang
indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid
yang asalnya gereja Aya Sofiya. Hiasan kaligrafi itu dijadikan penutup gambar-gambar
kristiani yang ada sebelumnya.
Meskipun pada masa Turki Utsmani pendidikan Islam kurang mendapat
perhatian yang serius dan juga terhambat kemajuannya, tetapi tidak dapat dialihkan
bahwa pada setiap masa pasti akan memunculkan tokoh-tokoh atau ulama terkenal.
Walaupun jumlah ulama yang muncul tidak sebanyak pada masa Abbasiyah yang
merupakan puncak kejayaan Islam.

Berikut ini adalah ulama-ulama yang terkenal pada masa Turki Utsmani.

1. Syaikh Hasan bin Ali Ahmad Al-Syabi’iy yang termasyhur dengan Al-Madabighy. Ia
juga adalah pengarang Khasiyah Jam’ul dan Syarab al-Jurmiyah (w. 1170nH/1756 M).
2. Syamsuddin Ramali (w. 1004 H/1595 M) pengarang Nihayah.
3. Ibnu Hajar Al-Haijsyamy (w. 975 H/1567 M) pengarang Tuhfa.
4. Muhammad bin Abdul Razaq, Murtadhih al-Husaini al-Zubaidi, pengrang sejarah
al Qomus, bernama Tajjul Urusy (w. 1205 H/1790 M).
5. Abdurrahman Al-Jabartiy (w. 1240 H /1825 M), pengarang kitab Tarikh Mesir
bernama al-Zaibul atsar fi al-Tarjim wa al-Abar.
6. Syaikh Hasan Al-Kafrawy Al-Safi’y Al-Azhary (w. 1202 H/1787 M) pengarang
kitab Nahwu, Syrah al-Jurumiyah, bernama Al-Kafrawi.
7. Syaikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Biijrmy Al-Syafi;iy (w. 1221
H/1806 M) pengarang syarah-syarah dan khasiroh-khasiroh.
8. Syaikh Hasan Al-Atthar (w. 1250 H/1834 M) ahli ilmu pasti dan ahli ilmu
kedokteran.
9. Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Arfah Al-Dusuqy Al-maliki (w. 1230 H/1814
M) ahli Filsafat dan ilmu falak serta ilmu ukur.

~ 78 ~
Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam
E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx
Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

C. Perkembangan Pendidikan Islam Utsmani II


1. Zaman Pertengahan (Utsman I, 1300 - Pra Mahmud II, 1808)
Meninjau perkembangan pendidikan Islam Utsmani tidak lepas dari perubahan
budaya, dan kondisi sosial politiknya. Kebudayaan Turki merupakan perpaduan
antara kebudayaan Persia, Byzantine dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka
banyak menerima ajaran ajaran tentang etika dan tata krama dalam kehidupan istana.
Masalah organisasi, pemerintahan dan prinsip kemiliteran, mereka dapatkan dari
kebudayaan Byzantium. Sedangkan dari kebudayaan Arab, mereka mendapatkan
ajaran tentang prinsip ekonomi, kemasyarakatan dan ilmu pengetahuan (K. Ali 1997).
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Utsmani lebih memperhatikan
kemajuan bidang politik dan kemiliteran. Sedangkan perhatian mereka dalam
pengembangan pengetahuan tidak menonjol, kecuali dalam bidang arsitektur. 5
Pemerintahan Utsmani menerapkan sistem dan prinsip kemiliteran (Abdul Sani:
1998). Maka pendidikan banyak dikonsentrasikan pada pelatihan militer. Dari sana
terbentuk satuan militer Yennissery yang berhasil mengubah negara Utsmani yang
baru lahir menjadi mesin peranmg yang tangguh. Al-Bektasy dan al-Maulawy
merupakan dua aliran tarekat yang paling besar. Tarekat Baktasy sangat berpengaruh
dikalangan tentara Yennissery. Tarekat Maulawy berpengaruh besar dikalangan
penguasa.
Ilmu pengetahuan keislaman seperti fiqih, tafsir, ilmu kalam dan lain-lain, tidak
mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Utsmani cenderung bersikap taqdil
dan fanatik terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab yang lain (Zuhairini:
1992). Fazlurrahman melukiskan keadaan masa itu sebagai berikut:
“Di sebagian besar pusat-pusat sufi terutama di Turki, kurikulum akademis terdiri
hampir seluruhnya buku-buku tentang sufi. Di Turki waktu itu terdapat beberapa
tempat khusus Metbnevikhana, dimana matsnawi-nya Rumi merupakan satu-satunya
buku yang diajarkan. Lebih jauh lagi, isi dan karya-karya tersebut yang sebagian besar
dikuasai pantheisme adalah bertentangan secara tajam dengan lembaga-lembaga
pendidikan ortodoks. Karena itu timbullah suatu dualisme spiritual yang tajam dan
berlarut-larut antara madrasah dan balaqah. Ciri khas dari fenomena ini adalah
melimpahnya pertanyaan-pertanyaan sufi yang taubat setelah menemukan jalan, lalu
membakar buku-buku madrasah mereka atau melemparkannya dalam sumur”
(Fazlurrahman: 1984).
Pada masa ini lapangan ilmu pengetahuan menyempit. Madrasah adalah salah
satunya lembaga pendidikan umum dan didalamnya hanya diajarkan pendidikan
agama.6 Maka bila kemudian ada ‘sarjana-sarjana’ besar tertentu dan pemikir-pemikir
orisinil yang muncul dari waktu ke waktu, adalah istimewa dalam dirinya sendiri dan
tidak banyak menimba ilmu mereka dari kurikulum yang resmi. Kenyataannya bahwa
pada abad-abad pertengahan akhir hanya menghasilkan sejumlah besar karya-karya
komentar dan bukan karya-karya orisinil.
Kemerosotan gradual standar-standar akademis, selama berabad-abad ini
berputar dipersoalan sedikitnya jumlah buku-buku yang tercantum dalam kurikulum,
dan waktu yang diberikan terlalu singkat untuk murid dapat menguasai bahan-bahan
5
Sejumlah masjid dibangun dengan tatanan yang megah dan di Anatolia Gereja Aya Sophia diubah pula
menjadi masjid indah sebagai peninggalan arsitektur islam.
6
Pada perkembangan selanjutnya masyarakat kemudian kurang tertarik memasukkan anak-anak mereka ke
madrasah dan mengutamakan mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri
tangan.

~ 79 ~
Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam
E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx
Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

yang ‘berat’ dan sering kali sulit dipahami. Ini pada gilirannya menjadikan belajar lebih
bersifat studi tekstual daripada upaya memahami dan lebih mendorong hafalan
daripada pemahaman yang sebenarnya.
2. Zaman Modern (Mahmud II, 1808 – Abdul Majid, 1922)
Secara praktis di Ottoman terjadi stagnasi bidan ilmu dan teknologi. Kemajuan
militer dan Utsmani tidak diimbangi dengan sains. Ketika pihak Eropa berhasil
mengembangkan teknologi persenjataan, pihak Utsmani menderita kekalahan ketika
terjadi kontak senjata dengan mereka.
Eskalasi konflik semakin kuat di Ottoman, baik eksternal berupa tantangan
kemajuan musuh lama, Eropa, maupun konflik internal sepertiterjadi pemberontakan
diberbagai wilayah yang ingin melepaskan diri diri dari Utsmani, perselisihan di tuban
Yennisary, merosotnya moralitas penguasa dan turunnya perekonomian negara.
Mahmud II (Sultan ke-33) dinilai sebagai penggagas tonggak reformasi Utsmani.
Berbagai tantangan diatas meniscayakan gagasan pembaruan diri Sultan, dalam rangka
mempertahankan Daulat Utsmaniah. Ia mulai keluar dari tradisi aristokrasi dalam
membangun relasi dengan rakyatnya. Diantara pembaruan yang dirintisnya ialah
dibidan militer, organisasi kerajaan, hukum, dan yang paling penting serta
berpengaruh besar bagi perkembangan pembaruan dikerajaan Utsmani ialah
perubahan dibidang pendidikan.
Setelah itu Sultan Mahmud mendirikan pula sekolah militer, sekolah teknik,
sekolah kedokteran, dan sekolah pembedahan. Kedua sekolah terakhir kemudian
digabung dalam satu wadah Dar-ul lum-u Hikemiye ve Mekteb-i Tibbiye-i Sabane
menggunakan bahasa Prancis. Disekolah ini terrdapat pula buku-buku filsafat dan
berbagai pengetahuan umum. Disana mulai muncul ide-ide modern sebagai counter
opinion atas paham fatalistik yang telah lama menyelimuti masyarakat. Hal ini
mengejutkan kalangan ulama Turki abad ke-19 masa itu, selain mendirikan sekolah
Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa.
Selanjutnya pada tahun 1831 M. Ia menerbitkan surat kabar resmi Takvim-i
Vekayi yang memuat berita peristiwa-peristiwa dan artikel-artikel mengenai ide-ide
yang berasal dari barat. Media ini memberi pengaruh yang luas dimasyarakat dengan
kritik terhadap adat istiadat Timur dan memuja Barat dalam kemajuan ilmu
pengetahuan, kemerdekaan dalam agama, patriotisme, dan meratanya pendidikan.
Pada masa Sultan Abdul Hamid (diangkat 1876), Sultan ke-37, ditengah
pergolokan politik Utsmani dan pro-konta sistem pemerintahan dengan kelompok
pembaru Utsmani muda, dilapangan pendidikan ia telah mendirikan perguruan-
perguruan tinggi, sekoolah Hukum Tinggi (1878), Sekolah Tinggi Keuangan (1878),
Sekolah Tinggi Dagang (1882), Sekolah Tinggi Teknik (1888), Sekolah Dokter Hewan
(1889), Sekolah Tinggi Polisi (1891), dan Universitas Istambul (1900).
Gerakan Utsmani Muda telah ditumpas oleh Sultan. Lalu muncul gerakan Turki
Muda yang juga terdiri dari kaum intelegensia yang dipengaruhi oleh pemikiran
liberal, gerakan ini meluas keberbagai kalangan dan mengambil peran oposisi
terhadap pemerintahan absolut Sultan. Mereka bergerak dengan perkumpulan-
perkumpulan rahasia hingga diluar negeri. Diantara pemikirannya adalah bahwa
selama Turki masih bersifat kolektif, Sultan akan tetap berkuasa absolut. Jalan ampuh
untuk mengubah sifat masyarakat dari kolektif menjadi individual adalah pendidikan.
Rakyat Turki harus di didik dan dilatih berdiri sendiri untuk mengubah nasibnya.
Pada tahun 1905 Sultan Abdul Hamid dijatuhkan dan diganti oleh saudaranya
Sultan Mehmed V. Dalam iklim politik yang tidak stabil, bersama parlemennya Sultan
mengadakan pembaharuan diberbagai bidang seperti, administrasi, transportasi,

~ 80 ~
Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam
E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx
Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

pelayanan umum dan pendidikan mendapat perhatian khusus. Kemudian


terbentuklah kristal dalam aliran pembaru yaitu yang berhaluan Barat, Islam dan
Nasionalis. Golongan Barat ingin mengambil peradaban Barat sebagai dasar
pembaruan golongan Islam ingin Islamlah dasar pembaruan, dan golongan Nasionalis
Turki yang timbul berkalangan menyatakan bukan Barat dan bukan Islam yang
dijadikan dasar tetapi nasionalisme Turki.
Sampai disini, perkembangan sejarah pendidikan Islam dikerajaan Turki Utsmani
berakhir seiring dengan berakhirnya kerajaan Ottoman, Sultan Abdul Majid II
digulingkan dan kekuasaan beralih ke tangan Mustafa Kamal Attaturk, yang
menanamkan westernisasi dan sekularisasi diberbagai sendi kehidupan nasional Turki.

D. Pendidikan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah


Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam
berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada zaman ini
umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu
pengetahuan baik aqli (rasional) ataupun yang naqli mengalami kemajuan dengan
pesatnya. Secara garis besar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai
puncak kejayaan pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Hal ini dapat dilihat dari
adanya gerakan penerjemahan buku dari berbagai bangsa dan bahasa. Sehingga dengan
gerakan penerjemahan buku tersebut, munculah para tokoh Islam sesuai dengan
keahliannya.
Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya pada bidang sastra dan seni saja juga
berkembang, meminjam istilah Ibnu Rusyd, Ilmuilmu Naqli dan Ilmu Aqli. Ilmu-ilmu
Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadis, Fiqih, Ushul Fiqh dan lain-lain dan juga berkembang
ilmu-ilmu Aqli seperti Astronomi, Matematika, Kimia, Bahasa, Sejarah, Ilmu Alam,
Geografi, Kedokteran dan lain sebagainya. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh
besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dalam ilmu bahasa muncul antara lain Ibnu Malik
At-Thai seorang pengarang buku nahwu yang sangat terkenal Alfiyah Ibnu malik, dalam
bidang sejarah muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya
yang memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya
(Saryadi Al-Faqier. Masa Bani Abbasiyah II (Masa Jaya/ Khalifah Harun Al- Rasyid).
Kemajuan-kemajuan tersebut karena didukung oleh banyak hal, diantaranya
adalah sistem pendidikan Islam. Beberapa komponen pendidikan yang mendukung
kemajuan dan kejayaan Daulah Abbasiyah yaitu:
a. Kurikulum
Kurikulum pada lembaga pendidikan Islam di masa Klasik pada mulanya berkisar
pada bidang studi tertentu. Namun seiring perkembangan sosial dan kultural, materi
kurikulum semakin luas (Hanun Asrohah, 1999:73). Perkembangan kehidupan
intelektual dan kehidupan keagamaan dalam Islam membawa situasi lain bagi
kurikulum pendidikan Islam. Maka diajarkanlah ilmu-ilmu baru seperti tafsir, hadits,
fikih, tata bahasa, sastra, matematika, teologi, filsafat, astronomi, dan kedokteran. Pada
masa kejayaan Islam, dalam (Hanun Asrohah, 1999:73) mata pelajaran bagi kurikulum
sekolah tingkat rendah adalah Al- Qur’an Dalam berbagai kasus ditambahkan nahwu,
cerita, dan berenang. Dalam kasus-kasus lain dikhususkan untuk membaca Al- Qur’an
sebagian prinsip-prinsip pokok agama. Sedangkan untuk anak-anak amir dan
penguasa, kurikulum tingkat rendahnya sedikit berbeda yaitu ditegaskan pentingnya
pengajaran khitabah, ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, disamping ilmu-
ilmu pokok seperti Al- Qur’an. Kurikulum pendidikan Islam pada masa Daulah
Abbasiyah didominasi oleh ilmu-ilmu agama khususnya Al- Qur’an pengajarannya.

~ 81 ~
Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam
E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx
Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

Selain Al- Qur’an, Hadits juga merupakan mata pelajaran yang paling penting karena
merupakan sumber agama kedua setelah Al- Qur’an. Mempelajari hadits banyak
diminati oleh para penuntut ilmu, terbukti dengan banyaknya kelas-kelas hadits.
Selain hadits, ilmu tafsir juga menjadi salah satu materi kurikulum pendidikan
Islam yang sangat penting pada masa itu, meskipun secara umum para sahabat
melarang untuk menafsirkan Al- Qur’an Ilmu tafsir menjadi sangat penting karena
sangat diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang-orang murtad.
Sedangkan materi kurikulum yang paling populer dan diminati oleh pelajar yaitu ilmu
fikih. Mereka tertarik dengan ilmu fikih karena ingin mendapat jabatan-jabatan di
pengadilan atau melihat besarnya penghasilan ahli-ahli fikih. Sehingga mereka harus
mendalami ilmu fikih. Selain ketiga ilmu di atas, ada ilmu kalam, ilmu seni dakwah, dan
filsafat yang juga merupakan materi kurikulum yang penting. Ilmu-ilmu tersebut
menjadikan daulah Abbasiyah menjadi terkenal dan mencapai puncak kejayaannya
karena didukung oleh penguasa yang cinta akan ilmu pengetahuan.
b. Metode Pengajaran
Metode pengajaran, terjadi proses internalisasi dan pemilikan ilmu, pelajar akan
dengan mudah menyerap ilmu yang disampaikan guru-gurunya. Menurut Rahmawati
(2005:73). Pada masa Abbasiyah, pengajaran yang diberikan kepada murid-murid
dilakukan seorang demi seorang dan belum berkelas-kelas seperti sekarang. Jadi guru
harus mengajar muridnya dengan berganti-ganti. Mereka belajar dengan duduk bersila
mengelilingi gurunya atau yang disebut berhalaqah. Cara halaqah ini merupakan metode
mengajar yang dipakai di lembaga pendidikan tingkat tinggi. Sedangkan menurut
Hanun Asrohah, (1999:77) metode pengajaran pada masa Daulah Abbasiyah dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu lisan, hafalan, dan tulisan. Metode lisan bisa
berupa dikte, ceramah, qiro’ah, dan diskusi. Dikte (imla’) adalah metode untuk
menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena pelajar mempunyai
catatan. Metode ini dianggap penting karena pada masa itu, bukubuku cetak sangat
sulit dimiliki. Metode ceramah juga disebut al- sama’ sebab dalam metode ini guru
menjelaskan sedangkan siswa mendengarkannya.
Metode hafalan dipakai pada masa lalu juga sangat khas dan merupakan ciri
umum pendidikan masa kini. Sedangkan metode tulisan dianggap sebagai metode yang
paling penting dalam proses belajar mengajar pada masa itu karena merupakan metode
peniruan karya-karya ulama. Dalam Rahmawaty (2005:18) yang dikutip dari Charles
Michael Stanton menjelaskan bahwa sebelum guru menyampaikan materi, ia terlebih
dahulu menyusun ta’liqoh yang memuat silabus dan uraian yang disusun oleh masing-
masing tenaga pengajar atau guru berdasarkan catatan perkuliahannya, hasil bacaan,
dan pendapatnya tentang materi yang bersangkutan. Ta’liqoh memuat rincian jumlah
pelajaran dan dapat disampaikan dalam jangka waktu 4 tahun.
c. Murid
Komponen yang mendukung kemajuan sistem pendidikan Islam pada masa
Abbasiyah yaitu kehidupan muridnya. Menurut Rahmawaty(2005:80) ciri utama
kehidupan murid pada sekolah dasar masa itu bahwa ia diharuskan belajar membaca
dan menulis bahan pengajaran yang berupa syair. Mereka tidak hanya belajar membaca
saja, melainkan juga menghafalkan Al-Qur’an Murid-murid yang berhasil menghafal
seluruh Al-Qur’an lebih cepat akan diberi keistimewaan dengan diperbolehkan libur.
Mereka yang berhasil lulus dengan hasil gemilang akan dikirab dengan naik unta dan di
sepanjang jalan mereka dilempari buah almond. Belajar di tingkat dasar tidak
ditentukan lamanya, melainkan tergantung dari kemampuan anak. Murid yang cerdas

~ 82 ~
Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam
E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx
Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

otaknya akan cepat selesai, sedang murid yang kurang mampu akan lambat dan lama
belajarnya.
Hubungan antara guru dan murid seperti anak dan orang tuanya. Apabila anak
berbuat salah, maka guru akan menegur dan mengarahkan dengan lemah lembut serta
keras apabila sudah tidak bisa menguasai keadaan. Guru juga mengarahkan pelajaran
lanjutan yang harus ditempuh sesuai dengan bakat, kemampuan, dan kecerdasan anak.
Contoh apabila siswa kuat hafalannya, maka ia akan disarankan untuk mempelajari
hadits. Karena itu bisa saja seorang murid langsung masuk ke pendidikan tingkat tinggi
tanpa harus menempuh pendidikan lanjutan, atau menyelesaikan pendidikan dasar
terlebih dahulu. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa waktu belajar yang ditempuh
oleh seorang murid tidak sama atau seragam.
Menurut Muniruddin dalam Denden (2005:60), bahwa ciri khas sistem
pendidikan Islam di masa Klasik antara lain : (1) Pelajar diberi kebebasan untuk belajar
kepada siapa saja dan kapan saja ia menyelesaikan pelajarannya, (2) Kualitas suatu
pendidikan bergantung kepada guru, bukan kepada lembaga atau Teacher oriented, bukan
institution oriented. Senada hal itu, Deden Makbuloh mengatakan bahwa pelajar itu tidak
memilih sekolah yang baik melainkan memilih guru (syekh) yang termasyhur kealiman
dan kesalehannya. Murid bebas memilih guru. Kalau pengajaran guru tidak
memuaskan baginya, boleh pindah ke guru yang lain, dan (3) Sistem rihlah ilmiyah,
yaitu pengembaraanatau perjalanan jauh untuk mencari ilmu. Cara seperti ini menjadi
ciri yang paling menarik dalam pendidikan Islam di masa klasik karena yang
mengadakan perjalanan ilmiah tidak hanya pelajar, namun juga gurunya. Mereka
berpindahpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mengajar sekaligus
belajar, sehingga system rihlah ilmiyah ini disebut dengan learning society (masyarakat
belajar).
Sistem perjalanan ilmiah ini menurut Hanun Asrohah mempunyai pengaruh yang
sangat besar bagi umat Islam. Karena akan terjadi jalinan budaya antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lainnya. Kebebasan perjalanan ke berbagai daerah
Islam menyebabkan pertukaran pemikiran yang terus berlangsung antar masyarakat
Islam yang disebut Proses cultur contact. Hal ini menyebabkan dinamika sosial dan
peradaban Islam terus berkembang.
Dari ciri-ciri sistem pendidikan Islam pada masa daulah Abbasiyah ini dapat
disimpulkan bahwa kehidupan murid ditandai dengan integrasi ilmiah dan rohaniah.
Kemajuan intelektual yang ada didukung dengan ketekunan, sikap kritis, kreatif dan
imajinatif. Adapun kepopuleran seorang guru atau syekh (seorang tokoh) karena
karya-karyanya yang nyata, jasa, dan dukungan para murid yang mencintai karya-karya
gurunya.

E. PENUTUP
Puncak kemajuan Islam dalam bidang pendidikan ilmu pengetahuan terjadi pada
masa Abbasiyah. Ketika dinasti Abbasiyah hancur oleh tentara Mongol yang idpimpin
Hulughul Khan, pendidikan dan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengembangan sumber
daya manusia pun mengalami kemunduran. Bahkan kondisi ini tidak bisa diatasi oleh tiga
kerajaan besar Islam pascca Baghdad, yaitu kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Safawi di
Persia dan Kerajaan Mughal di India.
Kerajaan Utsmani sebagai kerajaan yang mampu bertahan lama dari dua kerajaan
besar lainnya hanya mampu mengembangkan sistem kemiliternya, sehingga konsentrasi
mereka lebih banyak pada masalah kemiliteran dan perluasan wilayah. Sementara untuk

~ 83 ~
Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam
E-ISSN: 2686-0465 P-ISSN: xxxx-xxxx
Vol. 02 No. 2, Desember 2020
http://e-joernal/stai-iu.ac.id/index.php/tabyin

pendidikan dan ilmu pengetahuan kurang mendapat perhatian serius. Namun demikian,
ulama-ulama, buku-buku dan perpustakaan yang dihasilkan pada masa tidak sedikit.
Tercatat tidak kurang dari 16 ulama kenamaan yang muncul kepermukaan 26
perpustakaan dan 29.844 buah buku yang dihasilkan pada zaman Turki Utsmani.
Demikianlah paparan singkat sejarah Turki Utsmani khususnya berkenaan
dengan perkembangan pendidikan Islam. Karena sekedar dibilang ‘rangkuman’ saja,
pembahasan ini dapat dikatakan belum cukup, setidaknya penulis mencoba me-riview
pembahasan yang dapat diberbagai referensi Sejarah Pendidikan Islam. Berikut yang
dapat disimpulkan penulis:
Sejak awal Turki Utsmani berdaulat, tahun 1300 M, umat Islam sedang dalam
kondisi terpuruk fisik maupun mental diatas puing-puing peradaban yang telah dibangun
sejak masa Rasulullah. Masa kejayaan baru saja usai berlalu, dalam keadaan ‘lemah’ umat
menemukan ‘pencerahan’ dan jaln kembali dengan menekuni sufisme yang subur pada
masa itu.
Sultan mengutamakan pendidikan militer sebagai langkah strategis dalam
menjunjang misiekspansi kekuasaan dan penyebaran Islam. Sementara madrasah-
madrasah yang telah ada lebih banyak diisi dengan kegiatan tarekat-tarekat. Pelajaran pun
terbatas materi agama dengan sistem studi tekstual dan hafalan, bukan pemahaman
apalagi telaah kritis. Hal ini telah mengurung umat Islam dalam suasana jumud, tidak
mengoptimalkan potensi akal dan tertinggal jauh dari Eropa, yang justru bangkit dengan
mengembangkan curiousity-nya, hingga menghasilkan berbagai penemuan dan inovasi baru.
Kesadaran akan pentingnya pembaruan muncul kemudian pada masa Sultan Mahmud II,
1808.
Dan sepanjang sejarah Ottoman merupakan konstribusi nilai historis yang bisa
diambil hikmahnya dari berbagai sudut pandang.

F. Daftar Pustaka
Asrohah Hanun, 1999. Sejarah Pendidikan Islam, Cetakan I, Jakarta : Logos.
Stanford Show, History of The Otoman and Modern Turkey, London:Cambridge University
Press, 1985, hlm. 22.
Nata Abudin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada,2014.
Eleazer Bimbaum, Turkey From Cosmopolitan Empire To Nation State, In RM. Savory (Ed)
Introduction To Islamic Civilization, London: Cambridge University Press
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Jurnal Kependidikan, Vol. II No. 2 November 2014
Saryadi Al-Faqier, Masa Bani Abbasiyah II (Masa Jaya/ Khalifah Harun Al-Rasyid), http:
//jhaylover.blogspot.com/2011/10/ pendidikan-islampada-masa-bani.Html
diunduh pada hari Sabtu, 12 Desember 2020
Tafsir Ahmad, 1992. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : Rosdakarya.
Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag RI, 2001. Kendali Mutu Pendidikan
Agama Islam, Cetakan I, Jakarta.
Djamaluddin dan Abdullah Aly, 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam,Cetakan II, Bandung :
CV. Pustaka Setia.

~ 84 ~

Anda mungkin juga menyukai