Anda di halaman 1dari 11

BAB II ISI

A. Teori Kurikulum
Mouly dalam Zainal Arifin (2012) menegaskan bahwa teori
merupakan alat suatu disiplin ilmu yang berfungsi untuk menentukan
arah dari ilmu itu, menentukan data apa yang harus dikumpulkan,
memberikan kerangka konseptual tentang cara mengelompokkan dan
menghubungkan data, merangkum fakta-fakta menjadi generalisasi
empiris, sistem gengeralisasi, menjelaskan dan memprediksi fakta-
fakta, dan menunjukkan kekurangan pengetahuan kita tentang disiplin
ilmu itu.
Menyimak definisi teori tersebut, dapat kami simpulkan bahwa teori
kurikulum dapat dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan praktik
kurikulum. berarti teori kurikulum mempunyai pengaruh besar terhadap
implementasi dan pengembangan kurikulum. Teori kurikulum bukan
hanya sebagai landasan dan acuan tetapi juga dapat menjelaskan dan
mempresdiksi bagaimana prakrik kurikulum. Teori kurikulum mencari
prinsip-prinsip atau pernyataan tentang apa yang seharusnya atau
tidak seharusnya ada/terjadi dalam pendidikan.
Teori kurikulum selalu mengandung impilkasi terhadap sikap dan
perbuatan yang akan dilakukan. Oleh karena itu, kurikulum selalu
melibatkan aspek-aspek epistimologis (pengetahuan), ontologism
(eksistemsi atau realitas dan aksiologis (nilai-nilai). Bahan kajian dari
teori kurikulum adalah hal-hal yang berkaitan dengan penentuan
keputusan, penggunaan, perencanaan, pengembangan, evaluasi
kurikulum, dan lain-lain.
Menurut Bobbit dalam Nur Ahid (2014), inti teori kurikulum itu
sederhana, yaitu kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada
dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan.
Sehingga, sudah sewajarnya pendidikan berupaya mempersiapkan

3
4

kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.


Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam
kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya
maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan
menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan,
apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk
mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai
anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah
yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Demikian halnya dengan teori kurikulum yang mempunyai
kedudukan sangat penting dalam pengembangan kurikulum dan
menjadi syarat mutlak untuk mengembangkan kurikulum sebagai suatu
disiplin ilmu.
B. Fungsi Teori Kurikulum

John D. McNeil (1977) dalam Zainal Arifin (2012) menegaskan teori


kurikulum harus dapat menjelaskan dan memprediksi hubungan
antara berbagai variabel kurikulum dengan tujuan, proses belajar, dan
perencanaan program. Implikasinya, teori kurikulum harus dapat:

1. Menjadi acuan dalam penelitian dan pengembangan kurikulum


serta menjadi alat evaluasi kurikulum;

2. Mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai variabel dan


hubungannya dengan komponen-komponen kurikulum yang dapat
divalidasi secara empiris;

3. Memberikan prinsip-prinsip dan hubungan-hubungan yang dapat


diuji secara empiris untuk mengembangkan kurikulum; dan

4. Menjadi kegiatan intelektual yang kreatif

Sehingga dapat kami simpulkan bahwa teori kurikulum memiliki fungsi;

1. Sebagai pedoman atau dasar bagi evaluasi formatif bagi kurikulum


yang sedang berjalan
5

2. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan dan meberikan


alternatif secara rinci dalam perencanaan kuirkulum.

3. Sebagai landasan sistematis dalam pengambilan keputusan,


memilih, menyusun, dan membuat urutan isi kurikulum.

4. Membantu orang (yang berkepentingan dengan kurikulum) untuk


mengidentifikasi kesenjangan pengetahuannya sehingga
merangsang untuk diadakannya penelitian lebih lanjut.

Dalam Devie Nisa Harizatun (2012) Teori kurikulum dapat ditinjau


dari dua fungsi pokok, yaitu : pertama, sebagai alat dan kegiatan
intelektual untuk memahami pengalaman belajar peserta didik dalam
proses pembelajaran yang dibantu oleh disiplin sosial ilmu lainnya.
Dalam fungsi ini tidak digunakan data-data empiris.

Fungsi pertama ini lebih banyak memfokuskan keunikan dan


kebebasan individu serta kegiatan-kegiatan yang bersifat temporer.
Implementasi kurikulum hanya sebagai upaya dan tanggung jawab
moral, bukan sebagai masalah teknis. Tujuan dari teori kurikulum
adalah mengembangkan, menilai dan memilih konsep-konsep tentang
kurikulum sehingga dapat melahirkan gagasan-gagasan baru tentang
kurikulum.

Kedua, sebagai suatu strategi atau metode untuk mencapai tujuan-


tujuan pendidikan berdasarkan data-data empiris. Fungsi kedua ini
lebih banyak menganalisis hubungan antara teori dengan praktik.
Teori kurikulum dapat dilihat dari empat aspek penting, yaitu:

1. Hubungan antara kurikulum dengan berbagai faktor yang dapat


meningkatkan efektifitas dan efisiensi kurikulum;

2. Hubungan antara kurikulum dengan struktur kompetensi


(pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai) yang harus
dikuasai peserta didik;

3. Hubungan antara kurikulum dengan komponen-komponen


6

kurikulum itu sendiri, seperti utjuan, isi/materi, metode, dan


evaluasi;

4. Hubungan antara kurikulum dengan pembelajaran.

C. Perkembangan Teori Kurikulum

Menurut para ahli, keberadaan teori kurikulum belum mantap atau


dengan kata lain belum bisa dibentuk. Meskipun demikian, banyak ahli
yang menyumbangkan buah pikirannnya agar terbentuk teori kurikulum
yang akurat. Karenanya, upaya-upaya kearah terjadinya suatu teori
kurikulum sebagai science of curriculum (sebagai disiplin ilmu) terus
dikembangkan.

Colin Marsh dan Ken Stafford (1984) dalam Abdullah Idi (2014)
menyatakan bahwa: “Dapat dipastikan bahwa membangun teori
kurikulum itu merupakan pekerjaan sulit. Mempertimbangkan yang
berarti mengingat teori-teori yang sudah berhasil dibentuk ternyata
memerlukan usaha yang keras, teori-teori ilmu pengetahuan seperti
dalam bidang fisika dan biologi telah dikembangkan selama berabad-
abad. Teori-teori tersebut berisikan bermacam variable untuk
mensistematiskan dan menyetakan penemuan riset dari fenomena-
fenomena yang tampak tidak berhubungan, untuk menghasilkan
hipotesis-hipotesis dalam riset, membuat prediksi-prediksi dan juga
memberikan penjelasan-penjeasan”

Karena pada dasarnya teori kurikulum bukanlah hal yang stabil


atau mantap keberadaannya, namun ia selalu berkembang mengikuti
perkembangan sains dan teknologi. Perkembangan kurikulum telah
dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charless dan McMurry, tetapi
secara definitif berawal dari hasil karya Frankin Bobbit tahun 1918.

Bobbit sering dipandang sebagai ahli kurikulum Yang pertama, ia


perintis pengembangan praktek kurikulum. Menurut Bobbit dalam
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) inti teori kurikulum itu sederhana,
yaitu kehidupan manusia. Dan pada 1920, Karena pengaruh
7

pendidikan progresif, Oleh karena pernyataan, tersebut berkembang


sebuah gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered)
yaitu sebuah gerakan yang mengutamkan anak dalam prosesnya.
Yang mengacu pada perkembangan anak baik dalam perkembangan
fisik maupun usianya, kebutuhan baik dalam hal belajar ataupun
bermain. Serta dalam hal memberikan kesempatan kepada nak untuk
dapat menentukan pilihan dan mengemukakan pendapat.

Perkembangan teori kurikulum selanjutnya di bawakan oleh Hollis


Dasweel. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang
kurikulum di beberapa negara di bagian Amerika Serikat. Ia
mengembangkan kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau
pekerjaan. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan
pada partisipasi guru-guru dalam menentukan kurikulum, menentukan
stuktur organisasi dari penysusun kurikulum, dalam merumuskan
pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menetukan
kegiatan belajar, desain kurikulum, serta menilai hasil. (Dalam Nana
Syaodih Sukmadinata, 1997). Sehingga peran guru sebagai penyusun
dan pertisipan dapat menentukan arah dan tujuan seuah kurikulum
masa depan.

Pada tahun 1947 di Univertas Chicago berlangsung diskusi besar


pertama tentang kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan
tiga tugas utama teori kurikulum:

1. Mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam


pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya,
2. Menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan
struktur yang mendukungnnya,
3. Mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa
yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.
8

Ralph W.Tylor (1949) dalam Nana Syaodih Sukmadinata (1997)


mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian
kurikulum;

1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?


2. Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus
disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut
secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?

Empat pertanyaan pokok itulah kemudian banyak dipakai oleh para


pengembangan kurikulum berikutnya. Hal tersebut disebabkan karena
pernyataan-pernyataan tersebut tanpa disadari sudah menjadi dasar
kurkikulum yang melakat hingga saat ini.

James B. MacDonald (1964) dalam Nana Syaodih Sukmadinata


(1997) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem
dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction),
mengajar (teaching), dan belajar (learning). Hal tersebut menjadikan
kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar dan
persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum
tersebut. Penggunaan model sistem tersebut juga membantu para ahli
teori kurikulum rnenentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang
diperlukan dalam teori kurikulum. sehingga teori-teori kurikulum
selanjutnya tidak akan melenceng dari tujuan utama kurikulum dan
tujuan utama pendidikan nasional.

Alizabeth S. Maccia (1965) dalam Nana Syaodih Sukmadinata


(1997) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori
kurikulum, yaitu: (1) teori kurikulum (curriculum theory), (2) teori
kurikulum-formal (formal-curriculum theory), (3) teori kurikulum
valuasional (valuational curriculum theory), dan (4) teori kurikulum
praksiologi (praxiological curriculum theory).
9

1) Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan


teori yang menguraikan pemilihan dan pemisahan
kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan dengan
kurikulum dan yang bukan. Menurutnya, kurikulum merupakan
bagian dari pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori
pengajaran. Hal tersebut menjadikan hubungan kurikulum dan
pembelajaran sangat erat, Berbeda namun tidak dapat dipisahkan.
Kurikulum adalah hal yang mengatur pembelajaran, dan
prmbrlajaran menadi salah satu komponen kurikulum yang sangat
menentukan apakah tujuan pendidikan dapat tercapai atau tidak.
2) Teori kurikulum formal memusatkan perhatiannya pada struktur isi
kurikulum. Sehingga dapat kami artikan bahwa teori ini adalah
salah satu dasar pelaksanaan pendidikan formal saat ini, yang
mengutamakan segi pengetahuan, realitas dan nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap pembelajaran yang adal.
3) Teori kurikulum valuasional mengkaji masalah-masalah pengajaran
apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang. Sehingga
kemungkinan bahwa kurikulum akan terus berubah dan
berkembang akan semakin besar, hal tersebut akan disesuaikan
dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan IPTEK. Teori ini
hadir sebagai pengingat bahwa kurikulum tidak selamanya akan
begitu-begitu saja.
4) Teori kurikulum praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang
proses untuk mencapai tujuan-tujuan kurikulum. Dengan teori ini,
pelaku kurikulum akan selalu mengamati mengenai apa yang telah
terjadi, apa yang telah diputuskan, dan bagaimana hasilnya. Hal
tersebut dilakukan untuk menentukan langkah selanjutnya akan
seperti apa, tentu saja harus berpatokan pada tujuan nasional yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa.
10

Semua rumusan teori kurikulum tersebut diawali dengan berbagai


sumber dan desain pengembangan kurikulum itu sendiri, berikut
penjelasan mengenai sumber dan desai pengembangan kurikulum:

1) Sumber pengembangan kurikulum

Pengembang kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan


pekerjaan orang dewasa, karena sekolah mempersiapkan anak
bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum
diambil dari kehidupan orang dewasa. Dalam pengembangan
selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi semua unsur
kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup
dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya.

Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam


pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan
atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak, melainkan
menumbuhkan potensi-potensi yang telahada pada anak. Ada tiga
pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu
kebutuhan siswa, perkembangan siswa, dan minat siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan
kurikulum pada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum
yang lalu.

Pengalaman pengembangan kurikulum yang lalu menjadi


sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang menjadi
sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Nilai disini
merupakan sumber penemuan keputusan yang dinamis.

Sumber pengembangan kurikulum yang terakhir adalah


kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan
sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum
adalah board of education lokal yang mewakili negara bagian. Di
Indonesia, pemegang kekuasaan sosial-politik dalam penentuan
kurikulum adalah Mentri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam
11

pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan


Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerjasama dengan
Balitbangdikdub (Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan).

2) Desain dan rekayasa kurikulum

Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan,


isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai
tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan
tergambar unsur-unsur kurikulum, hubungan antara satu unsur
dengan unsur lainnya, prinsip-prinsip pengorganisasian, serta hal-
hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya.

Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:


substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis
kurikulum serta, model pengorganisasian dan bagian-bagian
kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.

Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:


Pertama, ketentuan-ketentuan, tentang bagaimana penggunaan
kurikulum serta bagaimana mengadakan penyempurnaan-
penyempurnaan berdasarkan masukan dari pengalaman, kedua,
kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem
pelaksanaannya.

Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses


memungkinkan kurikulum disekolah, upaya-upaya yang perlu
dilakukan para pengelola kurikulum agar kurikulum dapat berfungsi
sebaik-baiknya. Pengelola kurikulum disekolah terdiri dari: para
pengawas/penilik dan kepala sekolah sedangkan pada tingkat
pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum
BalitbangDikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di
Direktorat. Seluruh sistem rekayasa kurikulum mencakup lima hal,
yaitu (a) arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai
12

proses rekayasa kurikulum, (b) keterlebatan orang-orang dalam


proses kurikulum, (c) tugas-tugas dan prosedur perencanaan
kurikulum, (d) tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum,
dan (e) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.

Namun pada dasarnya, Semua rumusan teori kurikulum diawali


dengan definisi. Definisi di sini bukan sekadar definisi istilah,
melainkan definisi konsep, isi dan ruanglingkup, serta struktur.
Beberapa pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum sebagai
bidang studi yang perlu didefinisikan hal tersebut untuk menciptakan
teori kurikulum yang tidak bergeser dari tujuan pendidikan nasional.

D. Pengaruh Teori Kurikulum Terhadap Sistem Kurikulum Itu Sendiri

Seperti halnya dalam mengambil keputusan praktis lainnya, teori


dapat dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan
praktik(pelaksanaan) sistem kurikulum dan sistem pendidikan yang
memang memerlukan sifat selektif. Itu berarti dalam mengambil
keputusan praktik kurikulum harus bedasar pada pengemangan
beberapa teori kurikulum dari berbagai aliran (misalnya; humanism,
subjek akademik, rekonsultan sosial, teknologi dan lain-lain) untuk
menciptakan suatu keputusan yang relevan dimana keputusan
kurikulum tersebut akan dipublikasikan. Aspirasi serupa inilah yang
digunakan oleh para praktisi (subandijah, 1993 dalam Abdillah Idi,
2014).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya teori kurikulum bukanlah


hal yang stabil atau manetap keberadaannya, namun ia selalu
berkembang mengikuti perkembangan sains dan teknologi.
Perkembangan inilah yang menjadi salah satu langkah pengembengan
kurikulum yang ada dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya sebagai
hasil dari perkembangan teori-teori para ahli.

Produk-produk dari pengembangan teori kurikulum ini seperti


kurikulim rencana usaha dan pendidikan, kurikulum 1950, kurikulum
13

rencana pelajaran terurai, kurikulum rencana pendidikan, Kurikulu


1965, Kurikulum 1975 (KPTD), kurikulum 1994, kurikuulum berbasis
kompetensi, kurikulum tingkat satuan pendidikan serta kurikulum 2013.
Yang terus mengalami evaluasi dan pengembangan yang tetap akan
berdasa pada teori kuriikulum yang disertai dengan perkembangan
zaman (Abdillah Idi, 2014).

Anda mungkin juga menyukai