pertama adalah dengan menghitung terlebih dahulu molaritas larutan asam sulfat pekat
tersebut. Setelah mengetahui berapa konsentrasinya maka kita tinggal menggunakan rumus
pengenceran untuk mendapatkan berapa banyak larutan asam sulfat pekat yang diperlukan.
= 184 g
= 180.32 g
karena konsentrasi asam sulfat pekat sudah diketahui maka unutk mencari berapa banyak
asam sulfat yang diperlukan untuk membuat larutan asam sulfat 6 M sebanyak 1 liter adalah
jadi untuk membuat larutan asam sulfat 6M dari asam sulfat pekat 98% adalah dengnan
memipet 326 mL asam sulfat pekat kemudian diencerkan hingga volumenya 1 liter.
Bagaimana apabila kita mencarinya dalam bentuk Normalitas? tinggal dikalikan 2 nilai
molaritasnya sebab asam sulfat memiliki 2 ion hidrogen, jadi:
Oh ya cara ini bisa juga diaplikasikan untuk mencari konsentrasi asam-asam pekat yang lain
seperti HCl, HNO3m dan H3PO4.
Seringkali dalam percobaan kimia analisa maupun kimia organik kita memerlukan larutan
asam dengan konsentrasi tertentu untuk keperluan ekstraksi atau melarutkan beberapa
material seperti logam atau sedimen. Larutan asam yang sering dipakai didalam percobaan
kimia analisa adalah asam sulfat ( H 2 SO4 ). Larutan asam sulfat pekat yang tersedia di
laboratorium biasanya konsentrasinya berkisar antara 96-98% b/b. Untuk mengecek
konsentrasi larutan H2 SO4 pekat ini anda bisa melihat tabel yang tercantum dalam
container/botol wadah larutan H2 SO4 tersebut.
Pada tabel tersebut terdapat informasi mengenai konsentrasi sampai densitas larutan H 2 SO4
pekat. Bila anda kesulitan mencari tempat dimana analis biasanya menyimpan asam sulfat
pekat maka coba carilah di lemari asam, disinilah analis biasanya menyimpan larutan-larutan
pekat. Dari asam sulfat pekat biasanya dibuat larutan-larutan asam sulfat yang konsentrasinya
lebih rendah. Disini kita mencoba bagaimana mengubah konsentrasi larutan asam pekat dari
96% menjadi 5% b/b.
Asam sulfat pekat 96% memiliki densitas 1.84 g/mL, bila kita mengambil 10 mL larutan ini
maka berat larutan asam sulfat pekat 96% tersebut asdalah
massa air
= massa larutan – massa H2 SO4
= 18.4 g – 17.664 g
= 0.736 g
untuk membuat larutan dengan konsentrasi 5 % maka rumus yang digunakan adalah
5% = massa H2SO4 / (massa H2SO4 + massa air dari larutan + massa air tambahan)
5% = 17.664 / ( 17.664 + 0.736 g + x)
5% = 17.664 / (18.4 + x)
0.92 + 0.05x = 17.664
x = 353.28 g
Apabila kita asumsikan bahwa densitas air adalah 1 g/mL maka air yang ditambahkan untuk
membuat larutan asam sulfat 5% dari larutan asam sulfat pekat 96% adalah sebanyak 353.28
mL untuk setiap 10 mL larutan H2 SO4 pekat 96%.
Misalkan suatu indikator asam lemah kita definisikan sebagai HIn, dan reaksi kesetimbangan
ionisasi indikator tersebut adalah sebagai berikut:
maka kita dapat menulis persamaan Handerson-Hasselbalch untuk reaksi diatas sebagai:
Warna indikator akan berubah dari biru ke kuning atau sebaliknya pada kisaran pH tertentu
yang disebut dengan pH transisi. Transisi perubahan warna indikator ini sangat tergantung
dari kejelian mata pengamat untuk mendeteksi terjadinya perubahan warna sekecil apapun.
Pada pH transisi ini terdapat dua bentuk indikator yaitu indikator yang tidak terionisasi (HIn)
dan indikator yang terionisasi (In-), dan umumnya mata manusia hanya bisa mendetesi satu
warna dibanding dengan warna yang lain apabila perbandingan konsentrasi antara keduanya
10:1. Jadi apabila warna kuning yang dominan teramati maka perbandingan [In-]/[HIn]
adalah 10/1 dan bila warna biru yang dominan teramati maka [In-]/[HIn] = 1/10, dengan
memasukan nilai ini ke persamaan diatas akan diperoleh:
Ingat bahwa yang di contohkan disini adalah indikator yang bersifat asam lemah sehingga
pKIn bisa diganti dengan pKa. Apa arti hasil persamaan diatas? artinya pH dimana indikator
berubah dari satu warna ke warna yang lain mempunyai kisaran dari pKa+1 dan pKa-1 atau
sebaliknya. Jadi bila indikator yang saya contohkan diatas memiliki pKa 6,2 maka warna biru
akan teramati pada pH di bawah 5,2 dan warna kuning akan teramati pada pH mulai 7,2 lalu
pada pH 5,2 sampai 7,2 yang teramati adalah campuran warna biru dan kuning atau
menghasilkan warna hijau. (lihat ilustrasi dibawah ini)
pH yang terletak di tengah-tengah pH transisi ( 5,2 + 7,2)/2= 6,2 atau pH=pKa maka
konsentrasi dua bentuk indikator adalah sama [In-] = [HIn], jadi untuk keperluan titrasi anda
seharusnya memilih indikator yang mempunyai nilai pKa indikator sama dengan pH titik
equivalent titrasi yang sedang anda lakukan atau setidaknya pH equivalen berada dalam pH
transisi indikator yang akan digunakan atau juga pH nya mendekati pH transisi.
Sebgagi contoh. Titrasi 0.1 CH3COOH 100 mL dengan 0.1 NaOH, dengan menggunkan
perhitungan secara stoikiometri kita ketahui untuk mencapai titik equivalen diperlukan NaOH
sebanyak 100mL (lihat perhitungan dibawah ini).
CH3COONa adalah garam dari asam lemah dan basa kuat oleh sebab itu maka garam ini
akan terhidrolisis sebagaian dengan raksi sebagai berikut;
Jadi pH pada saat titik equivalen terjadi adalah 8.88 dengan mengetahui pH ini maka
indikator yang cocok untuk titrasi asam asetat dengan NaOH adalah phenolphtalein (pp)
dengan pH transisi antara 8,2-9.8 dan pKa phenolphtalein adalah 9, jadi pp sangat baik sekali
untuk dipakai sebagai indikator pada titrasi ini mengingat pH saat titik equivalen yang hampir
mendekati nilai pKa indikator.
Apabila kita memilih methyl merah sebagai indiator maka titik akhir titrasi akan teramati
terlebih dahulu sebelum titik equivalen mengingat pH transisi methyl merah adalah 4.4-6.2.
Sebaliknya bila kita menggunakan Thymolphtalein sebagai indikator maka titik akhir titrasi
akan teramati sangat jauh dari titk equivalent sebab pH transisi indikator ini adalah 9.3-10.5 .
Kita bisa saja menggunakan indikator lain selain pp yang memiliki pH transisi yang hampir
sama dengan pp yaitu Thymol biru 8.0-9.6 akan tetapi karena indikator ini mengalami
perubahan warna dari kuning ke biru maka warna transisi indiator ini akan lebih susah
diamati pada saat kita melakukan titrasi mengingat mata kita umumnya akan bisa melihat
terjadinya perubahan warna yang lebih jelas bila salah satu perubahan warna indikator
tersebut adalah tidak berwarna, dan hal ini dipenuhi oleh indikator pp yang berubah dari tidak
berwarna menjadi merah keunguan, oleh sebab itulah indikator pp lebih banyak dipakai pada
titrasi asam basa.
Berikut adalah contoh perubahan warna pada beberapa indikator asam basa.
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan
keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (pp) seperti diatas dalam
keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan
berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa).
Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam
Tujuan :
1. Menentukan konsentrasi NaOH dengan cara menetrasikan larutan HCl yang volume dan
konsentrasinya tertentu dengan larutan NaOH yang akan ditentukan konsentrasinya.
2. Membuat kurva titrasi.
Cara Kerja :
1. Mengambil HCl 0,1 M sebanyak 20 ml lalu tuangkan ke dalam labu elmeyer dan beri 2-3
tetes indikator PP.
2. Mengambil NaOH secukupnya dengan gelas kimia lalu tuangkan menggunakan corong ke
dalam buret setelah ditutup krannya sampai angka nol (0).
3. Membuka kran sedikit demi sedikit sehingga NaOH menetes ke labu elmeyer yang berisi HCl
sambil diguncang-guncangkan. Menghentikan tetesan NaOH sampai warna larutan di labu
elmeyer tepat akan merah.
Pengamatan :
No. Volume HCl 0,1 M Volume NaOH x M
1. 20 ml 17,5 ml
2. 20 ml 17 ml
3. 20 ml 17,5 ml
20.0,1 = 17,3.M2
M2 = 0,12 M
M : 2,4 2
B:2222
S : 0,4 0 2 2
[OH-] = 10-2
pOH = 2
pH = 12
Kurva :
0 ml 20 ml 1
5 ml 20 ml 2 – log 56
10 ml 20 ml 2
15 ml 20 ml 3 – log 5
20 ml 20 ml 12
25 ml 20 ml 12 + log 2
30 ml 20 ml 11 + log 32
35 ml 20 ml 12 + log 4
40 ml 20 ml 12 +log 46
45 ml 20 ml 11 + log 52
50 ml 20 ml 11 + log 57
Kesimpulan :
Titrasi asam basa adalah titrasi yang berdasarkan reaksi penetralan asam dan basa.
Titik akhir adalah pH saat indicator berubah warna (tepat akan merah).
Kurva titrasi adalah grafik.
Titrasi dibagi menjadi 3, yaitu:
Jika pH pada asam ditetesi basa maka pH larutan akan naik, dan sebaliknya jika basa ditetesi
asam maka pH larutan akan turun.
1 komentar:
my story mengatakan...
SSSSSEEEEEEEEEEEEEEEEEEEPPPPPPPPPPPPPPP!!!!!!!!!!!!!
Poskan Komentar
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara
stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant,
volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Berikut tabel indikator asam basa dengan rentang pH dan perubahan warna yang terjadi.
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan
keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (pp) seperti diatas dalam
keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna
merah keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa).