Anda di halaman 1dari 31

RISET KEPERAWATAN

Pengaruh Post Partum Blues Terhadap Kelancaran Produksi ASI Pada


Ibu Post Partum Blues di Puskesmas Menteng

Disusun oleh :
KELOMPOK 5
1. Afifah Novia Andriyani (1834005)
2. Berlian 1834015
3. Faqih Abdurrohim (1834024)
4. Khalda Nurkamila Melin (1834033)
5. Sebti Eka Prasetiani (1834051)
6. Nur Rivka Amanah (1834042)
7. Zalfa Khairunnisa (1834060)
3A

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air susu ibu atau ASI merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat
mencerna makanan padat. ASI merupakan sumber makanan terbaik bagi bayi
karena memiliki begitu banyak zat penting yang bagus guna meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap penyakit. Hasil penelitian menyatakan bahwa ASI adalah
makanan bayi yang tidak ada tandingannya. Makanan bayi dan susu yang dibuat
dengan teknologi masa kini tidak mampu menggantikan sumber makanan yang
menakjubkan ini (Kodrat, 2010).

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan (Prasetyono, 2009). Kondisi
Stres pasca persalinan dialami 80% wanita setelah bersalin. Perasaan sedih atau
uring-uringan yang melanda ibu timbul dalam jangka waktu dua hari sampai dua
minggu pasca persalinan (Danuatmaja dan Meiliasari, 2003). Kondisi ibu yang
mudah cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga dapat berpengaruh pada
produksi ASI. Hal ini di karenakan stres dapat menghambat pengeluaran ASI
(Kodrat, 2010). Semakin tinggi tingkat gangguan emosional, semakin sedikit
rangsangan hormon prolaktin yang diberikan untuk memproduksi ASI (Prasetyono,
2009).

Sangat disayangkan bahwa di Indonesia pada kenyataannya penggunaan ASI belum


seperti yang di anjurkan. Pemberian ASI yang dianjurkan adalah (a) ASI eksklusif
selama 6 bulan karena ASI saja dapat memenuhi 100% kebutuhan bayi, (b) dari 6 –
12 bulan ASI masih merupakan makanan utama bayi karena dapat memenuhi 60 –
70% kebutuhan bayi dan perlu ditambahkan makanan lumat sampai lunak sesuai
dengan usia bayi (c) diatas 12 bulan ASI saja hanya memenuhi sekitar 30%
kebutuhan bayi dan makanan padat sudah menjadi makanan utama. Saat ini usaha
meningkatkan penggunaan ASI telah menjadi tujuan global. Setiap tahun pada
tanggal 1-7 Agustus adalah pekan ASI sedunia (Prawiroharjo, 2008).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2015 di RSI
A.Yani, dari 6 ibu nifas, 4 orang melahirkan secara SC (Secsio Cesarea) dan 2 ibu
melahirkan spontan pervaginam. Satu ibu post partum hari kedua mengatakan sudah
menyusui bayinya sejak hari pertama dan ASInya lancar dan 1 ibu postpartum hari
kedua mengatakan belum menyusui bayinya sejak hari pertama karena ASInya
belum keluar sama sekali. Dua ibu post SC hari kedua mengatakan belum menyusui
bayinya sejak hari pertama karena ASInya belum keluar sama sekali dan dua ibu
post SC hari pertama juga belum menyusui bayinya sama sekali karena masih
berada di Ruang Pulih Sadar (Recovery Room).

Berdasarkan pengalaman peneliti dan artikel yang dibaca, menyatakan bahwa post
partum blues dapat mempengaruhi kelancaran produksi ASI. Adapun karena
fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
"Pengaruh Post Partum Blues Terhadap Kelancara Produksi ASI."

B. Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, karena mobilisasi dini dapat mempengaruhi intensitas
nyeri, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang:
1. Bagaimana pengaruh post partum blues dengan kelancaran produksi ASI?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi ASI?
3. Bagaimana kondisi psikis ibu post partum baby blues dapat mempengaruhi
kelancaran produksi ASI?
4. Upaya apa saja yang dapat di lakukan untuk memperlancar ASI pada ibu
post partum blues?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari peneliti ini adalah untuk mengetahui pengaruh post
partum blues terhadap kelancaran produksi ASI.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisa hasil pengaruh post partum blues terhadap
kelancaran produksi ASI.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran
ASI.
c. Untuk mengetahui bagaimana kondisi psikis ibu dapat
mempengaruhi kelancaran ASI.
d. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk memperlancar
produksi ASI.

D. Ruang Lingkup
Penelitian ini melihat pengaruh post partum blues terhadap kelancaran ASI pada
pasien post partum di Puskesmas Menteng.

E. Metode Penelitian
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah:
1. Metode Korelasi
Menggunakan metode korelasi untuk mengkaji ada tidaknya hubungan stres
dengan kelancaran ASI. Dalam penelitian ini menggunakan korelasi yang
bersifat analitik cross sectional.
2. Studi Kepustakaan
Mempelajari buku sumber dari internet yang berhubungan dengan post
partum blues dan kelancaran ASI.

F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 5 Bab, yaitu meliputi:
1. Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
2. Bab II : Tinjauan pustaka yang terdiri dari kajian teori.
3. Bab III : Metodologi penelitian yang terdiri dari metode penelitian
4. Bab IV : Hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi dan analisis penelitian
5. Bab V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dalam pelaksanaan
penelitian.

BAB II
TEORI

 ASI
1. Definisi ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang disekresikan oleh kelenjar payudara
ibu berupa makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi
tinggi yang diproduksi sejak masa kehamilan (Wiji, 2013). ASI merupakan
makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi khususnya bayi 0-6 bulan
karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi yang optimal (Dinas Kesehatan Kota Semarang,
2015). ASI berdasarkan definisi diatas adalah sumber makanan bagi bayi
yang diproduksi oleh kelenjar payudara ibu yang mengandung unsur gizi
lengkap untuk memenuhi kebutuhan bayi secara optimal.

ASI eksklusif adalah pemberian ASI dari ibu terhadap bayinya yang
diberikan tanpa minuman atau makanan lainnya termasuk air putih atau
vitamin tambahan lainnya (Widuri, 2013). Pemberian ASI Eksklusif adalah
bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan tanpa makanan tambahan baik
berupa cairan seperti susu formula, madu, air teh, dan airputih, maupun
berupa makanan padat seperti pisang, nasi yang dilembutkan, bubur nasi,
tim, biscuit, dan lain sebagainya (Suryoprajogo, 2009).
Pemberian ASI eksklusif dapat diberikan secara langsung maupun tidak
langsung. Pemberian ASI secara langsung yaitu dengan cara menyusui,
sedangkan pemberian ASI tidak langsung dilakukan dengan cara memerah
atau memompa ASI, menyimpannya, untuk kemudian diberikan kepada bayi
(Suryoprajogo, 2009). Pemberian ASI berdasarkan pengertian diatas, ibu
dikatakan memberikan ASI eksklusif apabila bayi hanya diberikan ASI
selama usia 0-6 bulan, sedangkan ibu dikatakan memberikan ASI tidak
eksklusif apabila bayi diberikan makanan atau minuman tambahan lainnya
pada usia 0-6 bulan.

2. Jenis-jenis ASI
a. Foremilk
Foremilk merupakan ASI yang encer yang dapat di produksi pada
awal proses menyusui dengan kadar air tinggi dan mengandung
protein, laktosa serta nutrisi lainnya, akan tetapi kadar lemak pada
foremilk rendah.

b. Hindmilk
Hindmilk merupakan ASI yang mengandung tinggi lemak dan
memberikan zat tenaga/energi dan diproduksi pada akhir proses
menyusui.

3. Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusi merupakan proses integral dari daur reproduksi dan
mempunyai dua pengertian yaitu produksi dan pengeluaran ASI. Keduanya
harus sama baiknya. Secara alamiah akibat pengaruh hormon maka akan
terjadi perubahan secara bertahap sesuai umur dan kondisi menurut (Wiji &
Mulyani, 2013) terdiri dari proses:
a. Mammogenesis, yaitu pembentukan kelenjar payudara.
Pembentukan kelenjar payudara dimulai dari sebelum pubertas, masa
siklus menstruasi dan masa kehamilan. Pada masa kehamilan akan
mengalami peningkatan yang jelas dari duktulus yang baru,
percabangan dan lobulus yang dipengaruhi oleh hormon placenta dan
korpus luteum. Hormon yang ikut membantu mempercepat
pertumbuhan adalah prolaktin, laktogen placenta, korionik
gonadotropin, insulin, kortisol, hormon tiroid, hormon paratiroid dan
hormon pertumbuhan. Pada usia tiga bulan kehamilan prolaktin dari
adenohipofise (hipofise anterior) mulai merangsang kelenjar air susu
untuk menghasilkan air susu yang disebut kolostrum.

Pada masa ini estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran


kolostrum masih terhambat, tetapi jumlah prolaktin meningkat ketika
aktifitasnya dalam pembuatan kolostrum yang ditekan. Setelah
melahirkan estrogen dan progesteron akan menurun dan prolaktin
akan meningkat, oksitosin (hipofise posterior) meningkat bila ada
rangsangan hisap, sel miopitelium buah dada berkontraksi.
b. Galaktogenesis, yaitu proses pembentukan atau produksi ASI.
Pada seorang ibu menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing
berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu refleks
oksitosin ataulet down refleks dan reflek prolaktin.
c. Galaktopoesis, yaitu proses mempertahankan produksi ASI.
Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofise akan mengatur
kadar oksitosindan prolaktindalam darah. Hormon-hormon ini
berfungsi untuk pengeluaran dan pemeliharaan penyediaan air susu
selama menyusui.

Proses pemberian ASI memerlukan pembuatan dan pengeluaran air


susu dari alveoli ke sistem duktus. Bila susu tidak dikeluarkan
mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah kapiler yang
menyebabkan terlambatnya proses menyusui. Kekuatan isapan
kurang disebabkan oleh berkurangnya rangsangan menyusu oleh
bayi, frekuensi isapan yang kurang dari singkatnya waktu menyusui
berarti pelepasan prolaktin dari hipofise berkurang, sehingga
pembuatan air susu berkurang, karena diperlukan kadar prolaktin
yang cukup untuk mempertahankan pengeluaan air susu mulai sejak
minggu pertama kelahiran.

Komponen penghambat pengeluaran prolaktin yang belum jelas


bahannya menyebabkan terhambatnya pengeluaran prolaktin,
beberapa bahan seperti dopamin, serotonin, katekolamin,
dihubungkan ada kaitannya dengan pengeluaran prolaktin.

Oksitosin berfungsi pada sel-sel moepitelium pada alveoli kelenjar


mamae. Hormon ini berperan untuk memacu kontraksi otot polos
yang ada di dinding alveolus

4. Pengeluaran ASI
Setelah kelahiran, terdapat dua hormon lain yang bekerja untuk
mempertahankan proses laktasi, yaitu hormon prolaktin untuk meningkatkan
sekresi ASI dan hormonoksitosin yang menyebabkan ejeksi ASI. Kedua
hormon ini dirangsang oleh refleks neuroendokrin saat bayi menghisap
puting ibu. Dalam jangka waktu 2-3 minggu, kadar serum prolaktin pada ibu
postpartum yang tidak menyusui akan kembali ke nilai normal seperti
kondisi sebelum kehamilan, tetapi pada ibu yang menyusui, kadar serum
prolaktin akan meningkat dengan adanya rangsangan dari puting susu.
Kadar serum prolaktin meningkat dua kali lipat pada ibu yang menyusui dua
bayi dibandingkan dengan menyusui seorang bayi, menunjukkan bahwa
jumlah serum prolaktin yang dilepaskan berbanding lurus dengan derajat
rangsangan puting susu. Saat bayi menghisap puting susu, terjadi
rangsangan saraf sensorik di sekitar areola (William dkk, 2016: 02).

Impuls aferen dihantarkan ke hipotalamus, mengawali pelepasan oksitosin


dari hipofisis posterior. Sesaat sebelum ASI keluar terjadi peningkatan
hormon berdasarkan lion oksitosin, dan pelepasan hormon berlanjut setelah
beberapa kali dilakukan penghisapan oleh bayi. Dalam 20 menit setelah
menyusui, kadar hormon oksitosin turun mendadak. Pelepasan oksitosin
dihambat oleh katekolamin. Pelepasan katekolamin dirangsang oleh faktor
stres dan nyeri. Penanganan faktor stres dan nyeri menjadi salah satu solusi
masalah menyusui. (William dkk, 2016: 02-03). Selama proses laktasi
terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendukung pengeluaran
hormon pemicu sekresi ASI, seperti pemberian obat pelancar ASI, sentuhan
kulit ibu dengan kulit bayi, pemompaan ASI secara rutin 12 kali per hari,
konseling laktasi, dan teknik relaksasi agar dapat membantu keluarnya ASI.

5. Jumlah Produksi ASI


Air Susu Ibu (ASI) yang diproduksi setelah melahirkan pada hari pertama
adalah berupa kolostrum dengan volume 10 – 100cc, dan pada hari ke 2
sampai ke 4 akan meningkat dengan volume sekitar 150 – 300ml/24 jam.
Produksi ASI setelah 10 hari dan seterusnya melahirkan sampai bayi berusia
tiga bulan atau disebut dengan ASI matur, ASI dapat berproduksi sekitar
300 - 800ml/hari, dan ASI akan terus meningkat pada hari atau minggu
seterusnya.

6. Tanda-tanda Kelancaran ASI


Menurut Soetjatiningsih (2007) untuk mengetahui banyaknya produksi ASI
terdapat beberapa kriteria yang dipakai sebagai patokan untuk mengetahui
jumlah ASI lancar atau tidak adalah:
a. ASI yang banyak dapat merembes keluar melaui puting.
b. Sebelum disusukan payudara terasa tegang.
c. Berat badan naik dengan memuaskan sesuai dengan umur, pada
umur 5 bulan tercapai 2 × BB lahir.
d. Umur 1 tahun 3 × BB lahir
e. Jika ASI cukup, setelah menyusu bayi akan tertidur/tenang selama 3-
4 jam
f. Bayi kencing lebih sering 8 kali sehari
Tanda bayi cukup ASI adalah :
a. Dengan memeriksa kebutuhan ASI dengan cara menimbang BB bayi
sebelum mendapatkan ASI dan sesudah minum ASI dengan pakaian
yang sama dan selisih berat penimbangan dapat diketahui banyaknya
ASI yang masuk dengan konvera kasar 1 gr BB-1 ml ASI.
b. Secara subjektif dapat dilihat dari pengamatan dan perasaan ibu yaitu
bayi merasa puas, tidur pulas setelah mendapat ASI dan ibu
merasakan ada perubahan tegangan pada payudara saat menyusui
bayinya ibu merasa ASI mengalir derat.
c. Sesudah menyusui tidak memberikan reaksi apabila dirangsang
(disentuh pipinya, bayi tidak mencari arah sentuhan).

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran ASI


Menurut Biancuzzo (2003) dikutip dalam Eko (2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi ASI terdiri atas faktor tidak langsung dan langsung.
a. Faktor tidak langsung
Faktor tidak langsung terdiri dari jadwal menyusui, umur, umur,
paritas, faktor kenyamanan ibu, dan faktor berat badan bayi yang
akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Jadwal waktu menyusui
Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu
dijadwal, bayi disusui dengan keinginannya. Menyusui bayi
yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik karena bayi
sangat berpengaruh terhadap rangsangan produksi ASI
berikutnya (Nanny, 2011: 16).
2) Umur
Ibu yang umurnya lebih
muda lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan
ibu yang sudah tua (Soetjiningsih, 2010). Menurut pudjiandi
(2005) yang dikutip dalam Mardiyaningsih (2010) bahwa ibu
yang berumur 19-23 tahun pada umumnya dapat
menghasilkan cukup ASI dibandingkan dengan yang berumur
tiga puluhan.
3) Paritas
Ibu yang melahirkan anak kedua dan seterusnya mempunyai
produksi ASI
lebih banyak dibandingkan dengan kelahiran anak yang
pertama (Soetjiningsih, 2005; Nichol, 2005 dikutip dalam
Eko 2010).
4) Faktor berat badan
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) mempunyai
kemampuan hisap ASI yang rendah dibandingkan bayi berat
lahir normal. Kemampuan menhisap ASI yang lebih rendah
akan mempengaruhi frekuensi dan lama penyusuan.
Sehingga akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin
dan oksitosin dalam pengeluaran ASI (Martalia, 2013: 85).

b. Faktor Langsung
1) Perilaku menyusui
a) Waktu inisiasi
Inisiasi menyusu dini adalah bayi yang mulai
menyusu sendiri segera setelah lahir. Hal ini
merupakan pristiwa penting karena bayi akan
melakukan
kontak kulit langsung dengan ibunya. Pemberian ASI
dini ini mungkin lebih baik untuk mempertahankan
produksi ASI (Nanny, 2010: 15).
b) Teknik menyusui
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan
ASI kepada bayi dengan perlekatan, sehingga proses
menyusui dapat optimal dilakukan karena posisi ibu
dan bayi ketika menyusui dapat memberikan
rangsangan pengeluaran ASI dan bayi dapat
menghisap puting dengan benar (Indriyani, 2016: 82).
2) Faktor psikologis
Psikologis ibu mempengaruhi kurangnya produksi ASI antara
lain adalah ibu yang stress karena tidak ada hubungan batin
antara ibu dan bayi. Kehangatan tubuh bayi akan
memberikan stimulasi mental yang diperlukan bayi sehingga
memenuhi kelanjutan perkembangan psikologi bayi (Nanny,
2011: 16).

Ketenangan jiwa dan pikiran akan mempengaruhi


pengeluaran ASI. Kondisi kejiwaan dan pikiran yang tenang
akan sangat dibutuhkan karena tekanan sedih dan tegang
akan menurunkan volume ASI (Martalia, 2012: 84). Bila
terjadi stress pada ibu, maka akan terjadi blokade dari refleks
let down yang disebabkan karena adanya pelepasan dari
adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan vasokontriksi dari
pembuluh darah alveoli, sehingga hormon oksitosin yang
dikeluarkan hanya sedikit dan tidak dapat mencapai target
organ mioepitelium. Akibatnya dari tidak sempurnanya
refleks let down dan ASI menjadi tidak lancar
(Soetjatiningsih, 2007: 9)
3) Faktor fisiologis
ASI terbentuk oleh pengaruh hormon prolaktin yang
menentukan produksi ASI dan pengeluarannya (Martalia,
2012: 85). Refleks oksitosin yang ditimbulkan dari proses
menyusui akan membantu pengeluaran ASI (Nanny, 2011:
16).
4) Gizi ibu
Kebutuhan makanan juga mempengaruhi pengeluaran ASI,
ibu dengan kebutuhan gizi cukup dan pola makan teratur
maka pengeluaran ASI akan lancar (Martalia, 2012: 84).
Mempersiapkan gizi ibu saat laktasi sama dengan
mempersiapkan diri agar ibu dapat memberikan ASI kualitas
ynag cukup dan baik (Sandra dkk, 2015: 50)
● Post Partum, Post Partum Blues
1. Pengertian Post Partum
Postpartum menurut Marni (2012), merupakan masa beberapa jam sesudah
lahirnya plasenta sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Masa
postpartum dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir setelah alat-alat
kandungan kembali pada masa sebelum hamil yang berlangsung kira-kira
enam minggu. Sedangkan Postpartum menurut Sujiyatini (2010), merupakan
masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti pra hamil. Lama pada masa ini berkisar 6-8
minggu. Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika organ-
organ reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil. Jadi masa nifas
adalah masa kembalinya organ reproduksi seperti keadaan sebelum hamil
dalam waktu 6 minggu setelah melahirkan (Mansur, 2009).

Menurut Sujiyanti (2010), masa nifas terdiri dari 3 tahapan yaitu:


a. Puerperim dini, yaitu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan
mobilisasi jalan.
b. Pueperium intermedial, yaitu masa kepulihan alat-alat genetalia yang
lamanya sekitar 6-8 minggu.
c. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna yang berlangsung sekitar 3 bulan. Tapi bila selama
hamil maupun bersalin ibu mempunyai komplikasi masa ini bisa
berlangsung lebih lama sampai tahunan.

2. Adaptasi Psikologis Ibu Post Partum


Menurut Jhaquin (2010), menjalani adaptasi psikologis setelah melahirkan
ibu akan mengalami fase-fase berikut ini:
1) Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu
fokus perhatian ibu terutama pada diri sendiri.
2) Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3 -10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat
bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan.
3) Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan.
Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah
meningkat. Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang
berkaitan dengan bayinya keadaan ini disebut baby blues.

Perubahan emosi ibu postpartum menurut Whibley (2006) dalam


Yusdiana (2009) secara umum antara lain adalah :
1) Thrilled dan excaited, ibu merasakan bahwa persalinan merupakan
peristiwa besar dalam hidup. Ibu heran dengan keberhasilan
melahirkan seorang bayi dan selalu bercerita seputar peristiwa
persalinan dan bayinya.
2) Overwhelmed, merupakan masa kritis bagi ibu dalam 24 jam
pertama untuk merawat bayinya. Ibu mulai melakukan tugas-tugas
baru.
3) Let down, status emosi ibu berubah-ubah, merasa sedikit kecewa
khususnya dengan perubahan fisik dan perubahan peran.
4) Weepy, ibu mengalami baby blues postpartum karena perubahan
yang tiba-tiba dalam kehidupannya, merasa cemas dan takut dengan
ketidakmampuan merawat bayinya dan merasa bersalah. Perubahan
emosi ini dapat membaik dalam beberapa hari setelah ibu dapat
merawat diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.
5) Feeling beat up, merupakan masa kerja keras fisik dalam hidup dan
akhirnya merasa kelelahan.

3. Jenis Gangguan Psikologis Ibu Post Partum


a. Postpartum Blues
Fenomena pasca postpartum awal atau baby blues merupakan sekuel
umum kelahiran bayi, terjadi hingga 70% wanita. Postpartum blues,
maternity blues atau baby blues merupakan gangguan mood/efek
ringan sementara yang terjadi pada hari pertama sampai hari ke 10
setelah persalinan ditandai dengan tangisan singkat, perasaan
kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa dan
tidak dapat tidur (Pillitteri, 2003).

Bobak (2005) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan


postpartum blues adalah perubahan mood pada ibu postpartum yang
terjadi setiap waktu setelah ibu melahirkan tetapi seringkali terjadi
pada hari ketiga atau keempat postpartum dan memuncak antara hari
kelima dan ke-14 postpartum yang ditandai dengan tangisan singkat,
perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa
dan tidak dapat tidur.

Ibu postpartum yang mengalami postpartum blues mempunyai gejala


antara lain rasa marah, murung, cemas, kurang konsentrasi, mudah
menangis (tearfulness), sedih (sadness), nafsu makan menurun
(appetite), sulit tidur (Pillitari, 2003; Lyn dan Pierre, 2007 dalam
Macmudah, 2010). Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja
setelah melahirkan dan biasanya akan berangsur-angsur menghilang
dalam beberapa hari dan masih dianggap sebagai suatu kondisi yang
normal terkait dengan adaptasi psikologis postpartum. Apabila
memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat
berlanjut menjadi depresi postpartum.

b. Depresi Postpartum
Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek
disforik (kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-
gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan
(Wahyuni, 2010). Depresi postpartum adalah perasaan sedih akibat
berkurangnya kebebasan bagi ibu, penurunan estetika dan perubahan
tubuh, berkurangnya interaksi sosial dan kemandirian yang disertai
dengan gejala sulit tidur, kurang nafsu makan, cemas, tidak berdaya,
kehilangan kontrol, pikiran yang menakutkan mengenai kondisi bayi,
kurang memerhatikan bentuk tubuhnya, tidak menyukai bayi dan
takut menyentuh bayinya dimana hal ini terjadi selama 2 minggu
berturut-turut dan menunjukkan perubahan dari keadaan sebelumnya
(Lubis, 2010).

Gejala yang ditimbulkan antara lain kehilangan harapan


(hopelessness), kesedihan, mudah menangis, tersinggung, mudah
marah, menyalahkan diri sendiri, kehilangan energi, nafsu makan
menurun (appetite), berat badan menurun, insomnia, selalu dalam
keadaan cemas, sulit berkonsentrasi, sakit kepala yang hebat,
kehilangan minat untuk melakukan hubungan seksual dan ada ide
untuk bunuh diri (Beck, 2001; Lynn dan Pierre, 2007 dalam
Macmudah 2010).

c. Postpartum Psikosis
Mengalami depresi berat seperti gangguan yang dialami penderita
depresi postpartum ditambah adanya gejala proses pikir (delusion,
hallucinations and incoherence of association) yang dapat
mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa ibu dan bayinya
sehingga sangat memerlukan pertolongan dari tenaga professional
yaitu psikiater dan pemberian obat (Olds, 2000, Pilliteri, 2003, Lynn
dan Pierre, 2007).

4. Pengertian Baby Blues Syndrome


Syndrome baby blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak hamil
yang berhubungan dengan kesulitan ibu menerima kehadiran bayinya.
Perubahan ini sebenarnya merupakan respon alami dari kelelahan pasca
persalinan (Pieter dan Lubis, 2010).
Postpartum baby blues adalah gangguan suasana hati yang berlangsung
selama 3-6 hari pasca melahirkan. Syndrome baby blues ini sering terjadi
dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk pada
hari ke tiga dan ke empat. menurut Saleha (2009), merupakan suatu
gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi
pada minggu pertama setelah melahirkan.

Muhammad (2011), menjelaskan bahwa Baby blues syndrome atau stress


pasca persalinan, merupakan salah satu bentuk depresi yang sangat ringan
yang biasanya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan dan
cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau keempat pasca persalinan.

5. Waktu dan Durasi


Baby blues syndrome dapat terjadi segera setelah kelahiran, tapi akan segera
menghilang dalam beberapa hari sampai satu minggu. Apabila gejala
tersebut berlangsung lebih dari satu minggu itu sudah termasuk dalam
depresi postpartum (Aprilia, 2010). Kondisi ini merupakan periode
emosional stres yang terjadi antara hari ke 3 dan ke-l0 setelah persalinan
yang terjadi sekitar 80% pada ibu postpartum (Bahiyatun, 2009).

6. Gejala-gejala Baby Blues Syndrome


Ibu yang baru melahirkan dapat merasakan perubahan mood yang cepat dan
berganti-ganti (mood swing) seperti kesedihan, suka menangis, hilang nafsu
makan, gangguan tidur, mudah tersinggung, cepat lelah, cemas, dan merasa
kesepian. (Aprilia, 2010).

Beberapa gejala yang dapat mengindikasikan seorang ibu mengalami baby


blues syndrome Menurut Puspawardani (2011), adalah sebagai berikut :
a. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan
menangis tanpa sebab.
b. Mudah kesal, gampang tersinggung dan tidak sabaran.
c. Tidak memiliki atau sedikit tenaga.
d. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga.
e. Menjadi tidak tertarik dengan bayi anda atau menjadi terlalu
memperhatikan dan khawatir terhadap bayinya.
f. Tidak percaya diri.
g. Sulit beristirahat dengan tenang.
h. Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan.
i. Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan.
j. Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.

7. Penyebab Terjadinya
Beberapa hal yang disebutkan sebagai penyebab terjadinya Baby Blues
Syndrome menurut Ummu (2012), di antaranya:
a. Perubahan hormonal.
Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan progesterone
yang drastis, dan juga disertai penurunan kadar hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan inudah lelah,
penurunan mood, dan perasaan tertekan.
b. Fisik
Mengasuh si kecil sangat menguras energi ibu, menyebabkan
berkurangnya waktu istirahat, sehingga terjadi penurunan ketahanan
dalam menghadapi masalah.
c. Psikis
Kecemasan terhadap berbagai hal, seperti ketidakmampuan dalam
mengurus si kecil, ketidakmampuan mengatasi dalam berbagai
permasalahan, rasa tidak percaya diri karena perubahan bentuk tubuh
dan sebelum hamil serta kurangnya perhatian keluarga terutama
suami ikut mempengaruhi terjadinya depresi.
d. Sosial
Perubahan gaya hidup dengan peran sebagai ibu baru butuh adaptasi.
Rasa keterikatan yang sangat pada si kecil dan rasa dijauhi oleh
lingkungan juga berperan dalam depresi.

Penyebab baby blues syndrome diduga karena perubahan hormonal di dalam


tubuh wanita setelah melalul persalinan. Selama menjalani kehamilan,
berbagai hormon dalam tubuh ibu meningkat seinng pertumbuhan janin.
Setelah melalui tahap persalinan, jumlah produksi berbagai hormon seperti
estrogen, progesteron, dan endorphin mengalami perubahan yang dapat
mempengaruhi kondisi emosional ibu. Kelelahan flsik dan rasa sakit setelah
persalinan, air susu yang belum keluar sehingga bayi rewel dan payudara
membengkak, serta dukungan moril yang kurang dapat menjadi alasan lain
timbulnya baby blues syndrome
(Suwignyo, 2010).

Sedangkan munculnya baby blues syndrome menurut Atus (2008), juga


dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Dukungan sosial
Perhatian dari lingkungan terdekat seperti suami dan kelurga dapat
berpengaruh. Dukungan sosial adalah kenyamanan, bantuan, atau
informasi yang diterima oleh seseorang melalui kontak formal
dengan individu atau kelompok (Landy dan Conte, 2007).
b. Keadaan dan kualitas bayi
Kondisi bayi dapat menyebabkan munculnya baby blues syndrome
misalnya jenis kelamin bayi yang tidak sesuai harapan, bayi dengan
cacat bawaan ataupun kesehatan bayi yang kurang baik.
c. Komplikasi kelahiran
Proses persalinan juga dapat mempengaruhi munculnya baby blues
syndrome misalnya proses persalinan yang sulit, pendarahan, pecah
ketuban dan bayi dengan posisi tidak normal.
d. Persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu
Kehamilan yang tidak diharapkan seperti hamil di luar nikah,
kehamilan akibat perkosaan, kehamilan yang tidak terencana
sehingga wanita tersebut belum siap untuk menjadi ibu. Kesiapan
menyambut kehamilan dicerminkan dalam kesiapan dan respon
emosionalnya dalam menerima kehamilan (Bobak, 2004).
e. Stresor psikososial
Faktor psikososial seperti umur, latar belakang sosial, ekonomi,
tingkat pendidikan dan respon ketahanan terhadap stresor juga dapat
mempengaruhi baby blues syndrome.
f. Riwayat depresi
Seorang dengan riwayat problem emosional sangat rentan untuk
mengalami baby blues syndrome.
g. Hormonal
Perubahan kadar hormon progresteron yang menurun disertai
peningkatan hormon estrogen, prolaktin dan kortisol yang drastis
dapat mempengaruhi kondisi psikologis ibu.
h. Budaya
Pengaruh budaya sangat kuat menentukan muncul atau tidaknya
baby blues syndrome. Di Eropa kecenderungan baby blues syndrome
lebih tinggi bila dibandingkan di Asia, karena budaya timur yang
lebih dapat menerima atau berkompromi dengan situasi yang sulit
daripada budaya barat.

8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Baby Blues Syndrome


Faktor-faktor yang menyebabkan baby blues syndrome menurut Sujiyatini
dkk
(2010), yaitu:
a. Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen, progesteron,
prolaktin dan estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara
bermakna setelah melahirkan ternyata estrogen memiliki efek serupsi
aktifitas enzim non adrenalin maupun serotin yang berperan dalam
suasana hati dan kejadian depresi.
b. Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan
pada emosional seperti payudara bengkak, nyeri jahitan dan rasa
mules.
c. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan fisik dan
emosional yang kompleks.
d. Faktor postpartum syndrome baby blues umum dan paritas (jumlah
anak).
e. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
f. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti tingkat
pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan,
riwayat gangguan kejiwaan gangguan kejiwaan sebelumnya, social
ekonomi.
g. Stres yang dialami ibu dalam keluarga karena banyak kebutuhan
ditambah ekonomi keluarga semakin memburuk.
h. Kelelahan pasca persalinan juga dapat mempengaruhi psikologis ibu.
i. Rasa memiliki bayi yang terlalu dalam sehingga timbul rasa takut
yang berlebihan akan kehilangan bayinya.

9. Dampak Baby Blued Syndrome


a. Pada ibu
1) Menyalahkan kehamilannya
2) Sering menangis
3) Mudah tersinggung
4) Sering terganggu dalam waktu istirahat atau insomnia berat
5) Hilang percaya diri mengurus bayi, merasa takut dirinya
tidak bisa memberikan asi bahkan takut apabila bayinya
meninggal.
6) Muncul kecemasan terus menerus ketika bayi menangis
7) Muncul perasaan malas untuk mengurus bayi
8) Mengisolasi diri dari lingkungan masyarakat
9) Frustasi hingga berupaya untuk bunuh diri
b. Pada anak
1) Masalah perilaku
Anak-anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome
lebih memungkinkan memiliki masalah perilaku, termasuk
masalah tidur, tantrum, agresi, dan hiperaktif.
2) Perkembangan kognitif terganggu
Anak nantinya mengalami keterlambatan dalam bicara dan
berjalan jika dibandingkan dengan anak-anak dari ibu yang
tidak depresi. Mereka akan mengalami kesulitan dalam
belajar di sekolah.
3) Sulit bersosialisasi
Anak-anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome
biasanya mengalami kesulitan membangun hubungan dengan
orang lain. Mereka sulit berteman atau cenderung bertindak
kasar.
4) Masalah emosional
Anak-anak dari ibu yang mengalami baby blues syndrome
cenderung merasa rendah diri, lebih sering merasa cemas dan
takut, lebih pasif, dan kurang independen.

 Referensi Penelitian terkait judul


1. Hubungan stress dengan kelancaran ASI pada ibu menyusui pasca
persalinan. Laktasi mempunyai dua pengertian, yaitu pembentukan /
produksi air susu dan pengeluaran air susu. Banyak faktor yang
mempengaruhi produksi ASI diantaranya adalah stres. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan stres dengan kelancaran ASI pada ibu
menyusui di RSI A.Yani. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analitik cross sectional dengan non random sampling (kuota
sampling). Populasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah semua ibu
nifas hari kedua di RSI A.Yani. Dan jumlah sampel yang digunakan
sebanyak 24 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner
untuk mengetahui data tentang stres dan kelancaran ASI. Hasil penelitian
didapatkan pada ibu nifas hari kedua yang mengalami stres mengalami
ketidaklancaran ASI. Setelah data terkumpul kemudian di tabulasi dan diuji
dengan menggunakan korelasi Spearman Rank, didapatkan hasil ada
hubungan stres dengan kelancaran ASI pada ibu menyusui pasca persalinan
di RSI A.Yani. (Rho = 0,628 ). Dari penelitian ini diharapkan ibu nifas hari
kedua dapat mengendalikan emosional serta psikologisnya untuk berpikir
positif mampu beradaptasi dengan baik menjalani masa nifasnya sehingga
tubuh berespons baik sehingga ibu tidak mengalami stres dan ASInya
menjadi lancar.

2. Pendahuluan: Kelelahan adalah kondisi individu yang mengalami perasaan


lelah dan mengurangi kemampuan fisik dan mental dan tidak akan hilang
dengan istirahat. Ibu dengan kelelahan pasca melahirkan memiliki risiko
lebih tinggi untuk menghentikan pemberian ASI. Metode: Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis hubungan keletihan ibu postpartum dengan
motivasi pemberian ASI pada ibu postpartum 7-14 hari di 4 kelurahan
kabupaten Muara Enim. Desain penelitian ini menggunakan cross-sectional
dengan menggunakan cluster sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang berada di Posyandu di 4 kelurahan di kabupaten Muara
Enim. Ukuran sampel penelitian ini adalah 100 ibu yang memenuhi kriteria
inklusi. Instrumen menggunakan kuesioner PFS dan BMIMS. Analisis
menggunakan Spearman’s Rho Rank. Variabel independen adalah keletihan
ibu postpartum dan variabel dependen adalah motivasi pemberian ASI.
Hasil: Terdapat hubungan antara keletihan ibu postpartum dengan motivasi
pemberian ASI eksklusif (p=0,000). Diskusi: Dapat disimpulkan bahwa jika
semakin tinggi kelelahan pasca melahirkan ibu yang dialami oleh ibu, maka
semakin rendah motivasi memberi ASI. Penelitian lebih lanjut dianjurkan
untuk memeriksa faktor-faktor yang mungkin muncul akibat kelelahan ibu
pasca melahirkan, seperti psikologi.

3. Postpartum blues merupakan fenomena yang terjadi pada hari-hari pertama


postpartum. Puncak gejala postpartum blues terjadi pada hari ke-3 sampai
ke-5 postpartum dengan durasi mulai dari beberapa jam sampai beberapa
hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Gambaran
Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Nifas Berdasarkan Karakteristik di
Rumah Sakit Umum TK IV Sariningsih Kota Bandung. Metode dalam
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dengan teknik pengambilan
sampel menggunakan Purposive consecutive Sampling. Jumlah sampel yang
diambil sebanyak 40 responden. Intrumen penelitian menggunakan
instrument baku yaitu instrument EPDS (Edinburg Postnatal Depression
Scale) dengan jumlah soal 10 pertanyaan. Hasil penelitian menunjukkan
hampir setengahnya mengalami postpartum blues ringan (42,5%) dan
hampir setengahnya (35,0%) mengalami postpartum blues berat.
Berdasarkan usia hampir setengahnya ringan dan berat (30,0%), berdasarkan
pendidikan sebagian kecil ringan (20,0%), berdasarkan jumlah paritas
sebagian kecil ringan (25,0%), berdasarkan jenis persalinan hampir
setengahnya berat (27,5%), berdasarkan jumlah penghasilan perbulan
hampir setengahnya ringan (37,5%), berdasarkan pekerjaan hampir
setengahnya ringan (30,0%), berdasarkan status kehamilan sebagian kecil
ringan (22,5%) dan berdasarkan dukungan sosial hampir setengahnya ringan
(35,0%). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hampir
setengahnya ibu nifas di Rumah Sakit Umum TK IV Sariningsih Kota
Bandung mengalami postpartum blues ringan dan berat. Adapun
rekomendasi dari penelitian ini adalah diadakannya penyuluhan tentang cara
mengatasi postpartum blues.

4. Hasil uji statisticchi square diperoleh nilai p value = 0,035 lebih kecil dari
0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara ketenangan jiwa
terhadap kelancaran produksi ASI. Berdasarkan nilai OR 5,200 berarti
ketenangan jiwa mempunyai peluang 5,200 kali untuk kelancaran produksi
ASI. Menurut Ria (2012), kondisi kejiwaan dan pikiran yang tenang sangat
mempengaruhi produksi ASI, jika ibu mengalami stres, pikiran tertekan,
tidak tenang, sedih dan tegang, produksi ASI akan terpengaruh secara
signifikan. Stress psikologis yang bekerja melalui hipotalamus, dapat
menghambat penyemprotan ASI (milkletdown), oleh karena itu sikap positif
terhadap menyusui serta lingkungan yang santai penting agar proses
menyusui berhasil (Sherwood, 2010).

5. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat


disimpulkan bahwa coping stress, penye-suaian diri, dan dukungan sosial
berhubungan dengan postpartum blues. Ketiga variabel sebagai faktor-faktor
psikologis memberikan prediksi pengaruh terhadap terjadinya postpartum
blues pada ibu pasca melahirkan. Variabel yang memberikan prediksi paling
besar terhadap postpartum blues secara berurutan yaitu penyesuaian diri,
coping stress, dan dukungan sosial. al ini berkaitan dengan hasil penelitian
dimana dari ketiga variabel itu memperlihatkan prosentase prediksi
pengaruh terbesar pada munculnya postpartum blues yaitu variabel
penyesuaian diri (56.3%), kemudian coping stress (46.1%), dan dukungan
sosial (30.2%). Artinya selain ketiga variabel tersebut masih banyak faktor
lain yang berpengaruh pada terjadinya postpartum blues, seperti faktor
internal lain misalnya kepribadian, kelainan kehamilan, kondisi ibu,
hormonal, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal misalnya
penghasilan, jenis persalinan, faktor sosial budaya, dan sebagainya.
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Identifikasi Variabel Penelitian


Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dua variabel, yaitu :
Variabel terikat atau dependent variabel (Y) adalah variabel penelitian yang diukur untuk
mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain. Besar efek tersebut diamati dari ada
tidaknya, timbul hilangnya, besar mengecilnya, atau berubahnya variasi yang tampak
sebagai akibat perubahan pada variabel lain termaksud (Azwar, 2007:62)

Variabel bebas atau independent variabel (X) yaitu suatu variabel yang variasinya
mempengaruhi variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel bebas adalah variabel
yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui. Variabel ini dipilih dan sengaja
dimanipulasi oleh peneliti agar efeknya terhadap variabel lain tersebut dapat diamati dan
diukur (Azwar, 2007:62)

Identifikasi variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :


Variabel terikat atau dependent variabel (Y) : Post Partum Blues
Variabel bebas atau independent variabel (X) : Kelancaran Pengeluaran ASI

B. Kerangka Konsep

LANCAR
POST PARTUM KELANCARAN
BLUES ASI
TIDAK
 Perubahan hormonal LANCAR
 Fisik
 Psikis
 sosial

C. Definisi Operasional
Variabel kelancaran ASI menggunakan skala Guttman, yaitu merupakan skala yang bersifat
tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari
pertanyaan/pernyataan ya dan tidak. Apabila skor “ya” nilainya 1 dan apabila “tidak”
nilainya 0 (Hidayat, 2007). Untuk menilai setiap item kuesioner dilakukan perhitungan
sebagai berikut:
Nilai maximum (nilai tertinggi) = 18
Nilai minimum (nilai terendah) = 0
Range (nilai tertinggi – nilai terendah) = 18
1 – 9 = Tidak lancar
10 -18 = Lancar

Penelitian ini variabel yang dihubungkan berskala ordinal. Data kemudian dimasukkan
kedalam tabel korelasi Spearman Rank, jenis data yang dikorelasikan adalah data ordinal
(Sugiyono, 2007).
D. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan korelasi yang bersifat analitik Cross Sectional yang
bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh post partum blues terhadap kelancaran
pengeluaran ASI.
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang
akan di teliti (Alimul, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas
di Puskesmas Menteng.
2. Sampel
Menurut Notoatmojo, (2005) sampel adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi ibu nifas ke 3-10 di
Puskesmas Menteng.

F. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik sampling adalah proses pemilihan jenis sampel dengan memperhitungkan besarnya
sampel yang akan dijadikan sebagai subjek/objek penelitian.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Purposive Sampling. Peneliti
menentukan sampel dengan kriteria ibu nifas hari ke 3-10.

G. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Menteng, Jakarta.

H. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2020.

I. Etika Penelitian
Selama penelitian, beberapa prinsip etik yang ditekankan dalam penelitian menurut Silva
(1995) sebagai berikut:
1. Menghormati otonomi responden untuk ikut serta dalam penelitian dengan
menentukan derajat dan lamanya berpartisipasi tanpa menimbulkan dampak
negatif.
2. Mencegah atau meminimalkan kerugian dan bahaya yang dapat terjadi serta
meningkatkan manfaat untuk seluruh responden.
3. Menghormati kepribadian responden, serta menghargai keanekaragaman mereka.
4. Memastikan bahwa manfaat dan beban dari penelitian dirasakan secara adil dalam
pemilihan responden penelitian.
5. Menjaga privasi responden semaksimal mungkin.
6. Menjamin integr

J. Instrumen Penelitian
Peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner berisikan respon selama nifas
dan kelancaran pengeluaran ASI.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup (untuk mengukur stres) yaitu suatu

K. Prosedur Pengumpulan Data


Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian melalui beberapa tahap yaitu:
1. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian dari Kepala
Puskesmas Menteng.
2. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat, prosedur
penelitian, hak untuk menolak dan jaminan kerahasiaan sebagai responden.
3. Data dikumpulkan oleh peneliti dengan mengisi format karakteristik responden,
4. Waktu yang dibutuhkan untuk pengumpulan data adalah saat ibu nifas di
Puskesmas Menteng.
5. Instrumen penelitian yang sudah diisi, selanjutnya dikumpulkan, diolah dan
dianalisis.

L. Analisa Data
1. Teknik Analisa Data
Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan
mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh
digunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian
hipotesis (Hidayat, 2007). Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah
yang harus ditempuh, diantaranya :
a. Editing : Melakukan pengecekan kuesioner apakah tiap pertanyaan sudah
ada jawabannya/lengkap, jelas, relevan dan konsisten.
b. Coding : Memberikan kode data pada data dengan merubah kata-kata
menjadi angka.
c. Sorting : Mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki
(klasifikasi data)
d. Entry data: Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan
dengan komputer.
e. Cleaning : Mengecek kembali data yang telah di entry, melihat variabel
apakah data sudah benar atau belum.
f. Analizing: Melakukan analisa dari data mentah untuk memecahkan
masalah penelitian sehingga menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan
penelitian.
2. Analisa Data
Adapun analisa yang dilakukan terhadap penelitian ini yaitu dengan menggunakan
analisa data secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi, kemudian
analisa bivariat untuk mengetahui hubungan antar variable selanjutnya di analisa
secara multivariat untuk mengetahui variable yang paling makna terhadap variable
independen.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah mahasiswa tingkat III AKPER RSPAD Gatot Soebroto. Total
jumlah populasi adalah 118 mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian
dari populasi mahasiswa tingkat III AKPER RSPAD Gatot Soebroto. Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Simple Random Sampling.
Peneliti menentukan sampel yang akan diambil melalui undian. Penelitian
dilaksanakan secara daring karena pandemi COVID-19 mewajibkan setiap orang
untuk tetap dirumah. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2020.
Peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner berisikan respon dan
tingkat kecemasan. Kuesioner dibuat secara online menggunakan Google Form.
Jenis analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.
Pada data demografi setiap pertanyaan akan dianalisis dan hasilnya dalam bentuk
distribusi frekuensi, dan presentase responden berdasarkan tingkat kecemasan dari
kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat dan kecemasan berat sekali
(panik).

B. Saran
Apabila keadaan sudah memungkinkan, maka dapat dilakukan kuesioner secara
langsung dengan menerapkan protocol Kesehatan yang berlaku. Jika dilakukan
secara online tidak sedikit kemungkinan terdapat kendala yang akan terjadi, namun
jika dilaksanakan secara online peneliti harus menyiapkan kuesioner yang sangat
matang agar dapat meminimalisir kendala yang akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Rizki. 2015. Hubungan Stres Dengan Kelancaran ASI Pada Ibu Menyusui Pasca
Persalinan Di RSI A.Yani Surabaya. Skripsi. Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.

Dewi, Ayu Devita Citra. 2019. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelancaran Produksi
ASI. ‘Aisyiyah Medika. 4(1). 129

Fitriana, Lisna Anisa, Siti Nurbaeti. 2015. Gambaran Kejadian Post Partum Blues Pada
IbuNifas Berdasarkan Karakteristik Di Rumah Sakit Umum Tingkat IV Sariningsih Kota
Bandung. KTI. Universitas Pendidikan Indonesia.

Maritalia, D. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Editor Sujono Riyadi.
Yogyakarta: PustakaBelajar.

Rahayu, Puspa Tri. 2017. Pengalaman Baby Blues Syndrome Pada Ibu Post Partum Di
Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar. Bachelor Thesis. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.

Sinaga, Ezra Ledya Sevtiana. 2017. Hubungan Keletihan Ibu Post Partum Dengan Motivasi
Pemberian ASI Pada Ibu Post Partum 7-14 Hari Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas
Muara Enim. Skripsi. Universitas Airlangga Surabaya.
Suparwati, Idha, dkk. 2017. Hubungan Antara Kelancaran Pengeluaran ASI Dengan
Kejadian Post Partum Blues Di Wilayah Puskesmas Trucuk II Klaten. Skripsi. Politeknik
Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan.

Widuri, H. 2013. Cara Mengolah ASI Ekslusif Bagi Ibu Bekerja.Yogyakarta : Gosyen
Publising.

Williams. 2016. Baby Car Day by Day. Jakarta: Pustaka Bunda.

Anda mungkin juga menyukai