Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN KLINIS


GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) DI
RUMAH SAKIT IBNU SINA PADA TAHUN 2021-2023

DISUSUN OLEH:
MOH. HAMDHAN HAMSA
11020210263

PEMBIMBING:
dr. Indah Lestari Daeng Kanang, Sp.PD, FINASIM
dr. Hanna Aulia Namirah, Sp.M

KARYA TULIS ILMIAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI ...............................................................................................
BAB 1 .........................................................................................................
PENDAHULUAN ........................................................................................
1.1. Latar Belakang .........................................................................
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................
1.3. Tujuan .......................................................................................
1.3.1. Tujuan Umum .....................................................................
1.3.2. Tujuan Khusus ...................................................................
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................
1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti .........................................................
1.4.2. Manfaat Bagi Masyarakat ..................................................
1.4.3. Manfaat Bagi Ilmu Kedokteran ..........................................
1.5. Hasil yang diharapkan……………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan gangguan

gastrointestinal kronis ditandai dengan regurgitasi isi lambung ke

kerongkongan.1 Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah

penyakit gastrointestinal kronis yang secara signifikan dapat

mengurangi kualitas hidup dan, pada beberapa pasien, menyebabkan

komplikasi serius, seperti striktur esofagus, perdarahan gastrointestinal,

atau esofagus Barrett. Menurut berbagai sumber, gejala khas penyakit

ini (mulas, rasa tidak nyaman di perut bagian atas, erosi asam) dialami

setiap hari oleh 4–10%, dan setiap minggu oleh 10–30% populasi orang

dewasa di negara-negara Barat.2

Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan penunjang yang

memakai alat endoskop untuk mendiagnosis suatu kelainan-kelainan

organ di dalam tubuh antara lain, saluran kemih, rongga mulut, rongga

abdomen, dan lainnya.3 Endoskopi berguna sebagai stratifikasi risiko

pengembangan GERD. Selain itu, penggunaan endoskopi telah

dikembangkan. Teknik-teknik ini dengan signifikan dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien dan gejalanya.4

Dari studi berbasis populasi, prevalensi GERD berbasis gejala di

Asia Timur ditemukan 2,5%-4,8% sebelum tahun 2005 dan 5,2%-8,5%


dari tahun 2005 hingga 2010. Di Asia Tenggara dan Barat, 6,3%- 18,3%

setelah tahun 2005, yang jauh lebih tinggi daripada di Asia Timur.5

Prevalensi GERD dan komplikasinya di Asia, termasuk di Indonesia,

secara umum lebih rendah dibandingkan dengan negara barat, akan

tetapi dari data terakhir menunjukkan bahwa prevalensinya semakin

meningkat. Hal ini dikarenakan oleh adanya perubahan gaya hidup yang

meningkatkan seseorang terkena GERD, seperti merokok dan juga

obesitas. Data epidemiologi dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa

satu dari lima orang dewasa terkena gejala refluks esofageal heartburn

dan atau regurgitasi asam sekali setiap seminggu, serta lebih dari 40%

mengalami gejala tersebut sekurangnya sekali dalam sebulan.6

Bahwasnya didapatkan 57 pasien GERD yang menjalani pemeriksaan

endoskopi di RSUD dr. Saiful Anwar Malang pada periode tahun 2016,

dengan usia terbanyak yaitu lebih dari 40 tahun. Hal ini sesuai dengan

literatur yang mengatakan bahwa secara epidemiologi, kasus GERD

lebih banyak terjadi pada usia yang lebih tua.7

Berdasarkan uraian diatas dan melihat adanya peningkatan

prevalensi penyakit GERD maka penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut mengenai gambaran pasien dengan GERD yang menjalani

endoskopi di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar pada tahun 2021-2023.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah berdasarkan uraian latar belakang yang telah

diuraikan tersebut, maka permasalahan yang timbul pada penelitian

dapat dirumuskan yaitu: Bagaimana karakteristik pasien GERD yang

menjalani endoskopi di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar pada tahun

2021-2023?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik pasien dengan klinis GERD yang

menalani endoskopi di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar pada tahun

2021-2023.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi pasien dengan klinis GERD yang

menjalani endoskopi berdasarkan usia di rumah Sakit

Ibnu Sina Makassar pada tahun 2021-2023

b. Mengetahui distribusi pasien dengan klinis GERD yang

menjalani endoskopi berdasarkan jenis kelamin di Rumah

Sakit Ibnu Sina Makassar pada tahun 2021-2023

c. Mengetahui distribusi pasien dengan klinis GERD yang

menjalani endoskopi berdasarkan pekerjaan di Rumah

Sakit Ibnu Sina Makassar pada tahun 2021-2023


d. Mengetahui hasil pemeriksaan endoskopi pasien GERD

yang menjalani UGIE di rumah sakit Ibnu Sina Makassar

pada tahun 2021-2023.

e. Mengetahui hasil pemeriksaan patalogi anatomi pasien

GERD yang menjalani endoskopi di Rumah Sakit Ibnu

Sina Makassar pada tahun 2021-2023.

f. Mengetahui hasil pemeriksaan infeksi helicobacter pylori

pada pasien GERD yang menjalani endoskopi di Rumah

Sakit Ibnu Sina Makassar pada tahun 2021-2023.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan mengenai karakteristik pada pasien

GERD yang menjalani endoskopi di Rumah Sakit Ibnu Sina

Makassar pada tahun 2021-2022.

1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat membantu dalam memberikan informasi

mengenai hasil penelitian, sehingga dapat menambah wawasan dan

pengetahuan terhadap masyarakat, mengenai karakteristik pada

pasien dengan klinis GERD.

1.4.3 Manfaat Bagi Ilmu Kedokteran

Diharapkan dapat membantu dalam memberikan informasi

mengenai karakteristik pada pasien GERD yang menjalani


endoskopi di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar pada tahun 2021-

2023 sehingga dapat digunakan untuk dasar penelitian selanjutnya.

1.5. Hasil yang diharapkan

Hasil penilitian ini diharapkan dapat dipublikasikan sehingga

menjadi salah satu informasi atau bahan bacaan mengenai karakteristik

pada pasien GERD yang menjalani endoskopi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

2.1.1 Definisi

Definisi GERD menurut Konsensus Nasional Penatalaksanaan

Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia pada tahun 2013 adalah

kondisi di mana isi lambung refluks ke esofagus secara berulang,

menyebabkan gejala atau komplikasi yang mengganggu.

Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi yang

berkembang ketika ada aliran balik isi lambung ke kerongkongan. Ini

dapat muncul sebagai penyakit refluks non-erosif atau esofagitis

erosif. Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah masalah klinis

umum yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia.8,9

2.1.3 Epidemiologi
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah salah satu

gangguan pencernaan yang paling umum, dengan prevalensi sekitar

20% orang dewasa di budaya barat. Tinjauan sistematis oleh El-

Serag et al. memperkirakan prevalensi GERD di AS antara 18,1%

hingga 27,8%. Namun, prevalensi sebenarnya dari gangguan ini bisa

lebih tinggi karena lebih banyak orang yang memiliki akses ke asam

yang dijual bebas, mengurangi obat. Prevalensi GERD sedikit lebih

tinggi pada pria dibandingkan wanita. Sebuah studi meta-analisis besar


oleh Eusebi et al. memperkirakan kumpulan prevalensi gejala GERD

sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria (16,7% (95%

CI 14,9% hingga 18,6%) vs. 15,4% (95% CI 13,5% hingga

17,4%). Wanita dengan gejala GERD lebih cenderung mengalami

NERD dibandingkan pria yang lebih cenderung mengalami esofagitis

erosif. Namun, pria dengan gejala GERD yang sudah berlangsung lama

memiliki insiden lebih tinggi dari kerongkongan Barrett (23%)

dibandingkan dengan wanita (14%). Menurut studi berbasis populasi,

prevalensi gejala GERD setidaknya setiap minggu adalah sekitar 13%,

tetapi ada perbedaan yang signifikan di seluruh dunia. Pada awal 1990-

an hingga pertengahan 1990-an, gejala GERD meningkat sekitar 50%

dibandingkan dengan prevalensi dasar, tetapi telah stabil sejak saat

itu.8,10

2.1.2 Etiologi

Saat ini, tidak ada penyebab yang diketahui untuk menjelaskan

perkembangan GERD. Selama bertahun-tahun, beberapa faktor risiko

telah diidentifikasi dan terlibat dalam patogenesis GERD. Kelainan

motorik seperti dismotilitas esofagus yang menyebabkan gangguan

klirens asam esofagus, gangguan tonus sfingter esofagus bagian

bawah (LES), relaksasi LES sementara, dan pengosongan lambung

yang tertunda termasuk dalam penyebab GERD. Faktor anatomi

seperti adanya hernia hiatal atau peningkatan tekanan intra-abdomen,


seperti yang terlihat pada obesitas berhubungan dengan peningkatan

risiko GERD. Sebuah meta-analisis oleh Hampel H et al. menyimpulkan

bahwa obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko gejala GERD,

esofagitis erosif, dan karsinoma esofagus. Studi ProGERD oleh

Malfertheiner, dkk . mengevaluasi faktor prediktif untuk penyakit

refluks erosif di lebih dari 6000 pasien dengan GERD dan mencatat

bahwa rasio odds untuk penyakit erosif meningkat dengan indeks

massa tubuh (BMI). Beberapa faktor risiko lain telah dikaitkan secara

independen dengan perkembangan gejala GERD yang meliputi usia

≥50 tahun, status sosial ekonomi rendah, penggunaan tembakau,

konsumsi alkohol berlebihan, gangguan jaringan ikat, kehamilan,

supinasi postprandial, dan kelas obat yang berbeda termasuk

antikolinergik. obat-obatan, benzodiazepin, penggunaan NSAID atau

aspirin, nitrogliserin, albuterol, penghambat saluran kalsium,

antidepresan, dan glucagon. Adapun peranan dari infeksi H. pylori

dalam penyebab GERD relatif kecil dan kurang didukung oleh data

yang ada. Namun demikian, ada hubungan terbalik antara infeksi H.

pylori dengan strain virulen (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis,

esofagus Barrett dan adenokarsinoma esofagus. H. pylori tidak

menyebabkan atau mencegah penyakit refluks dan eradikasi dari H.

pylori tidak meningkatkan risiko terjadinya GERD.8,6

Patofisiologi GERD adalah multifaktorial dan paling baik dijelaskan

oleh berbagai mekanisme yang terlibat, termasuk pengaruh nada


sfingter esofagus bagian bawah, adanya hernia hiatal, pertahanan

mukosa esofagus terhadap refluks dan motilitas esofagus.

• Gangguan Fungsi Lower Esophageal Sphincter (LES) dan

Relaksasi Transient Lower Esophageal Sphincter (TLSRs)

Lower Esophageal Sphincter (LES) adalah segmen otot polos

berkontraksi 3-4 cm yang terletak di persimpangan esophagogastric

(EGJ) dan, bersama dengan diafragma crural membentuk penghalang

EGJ fisiologis, yang mencegah migrasi retrograde isi lambung yang

asam ke esofagus. Pada individu yang sehat, LES mempertahankan

zona tekanan tinggi di atas tekanan intragastrik dengan relaksasi LES

sementara yang terjadi secara fisiologis sebagai respons terhadap

makanan yang memfasilitasi perjalanan makanan ke dalam

lambung. Pasien dengan gejala GERD mungkin sering mengalami

relaksasi LES transien (TLSR) yang tidak dipicu oleh menelan,

mengakibatkan tekanan intragastrik melebihi tekanan LES yang

memungkinkan refluks isi lambung ke kerongkongan. Mekanisme pasti

dari peningkatan relaksasi transien tidak diketahui, tetapi TLESR

bertanggung jawab atas 48-73% gejala GERD. Nada LES dan TLSR

dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti penggunaan alkohol, merokok,

kafein, kehamilan, obat-obatan tertentu seperti nitrat, dan penghambat

saluran kalsium.8

• Hiatus hernia
Hernia hiatal sering dikaitkan dengan GERD dan dapat muncul

secara mandiri tanpa menimbulkan gejala apa pun. Meskipun

demikian, adanya hernia hiatal memainkan peran penting dalam

patogenesis GERD karena menghambat fungsi LES. Patty

dkk. melaporkan bahwa pasien dengan GERD yang terbukti dengan

atau tanpa hernia hiatus kecil memiliki kelainan fungsi LES dan

pembersihan asam yang serupa. Namun, pasien dengan hernia hiatus

besar tercatat memiliki LES yang lebih pendek dan lebih lemah yang

mengakibatkan peningkatan episode refluks. Juga ditunjukkan bahwa

derajat esofagitis lebih buruk pada pasien dengan hernia hiatus

besar. Sebuah studi yang mengevaluasi hubungan antara hernia hiatus

dan refluks esofagitis oleh Ott et al. menunjukkan adanya hernia hiatus

pada 94% pasien dengan refluks esophagitis.8

• Gangguan pertahanan mukosa esofagus terhadap refluks

lambung

Mukosa esofagus terdiri dari berbagai konstituen struktural dan

fungsional yang berfungsi sebagai penghalang pertahanan pelindung

terhadap zat luminal yang dihadapi GERD. Penghalang defensif ini

dapat ditembus oleh paparan refluks yang berkepanjangan, yang terdiri

dari kandungan asam lambung (asam klorida dan pepsin) dan

kandungan basa duodenum (garam empedu dan enzim pankreas) yang

menyebabkan kerusakan mukosa. Pengaruh gastroparesis pada

GERD tidak diketahui. Dipercayai bahwa pengosongan lambung yang


tertunda berkontribusi pada gejala GERD karena distensi lambung dan

peningkatan paparan refluks lambung.8

• Peristaltik esofagus yang rusak

Biasanya, isi lambung asam yang mencapai kerongkongan

dibersihkan oleh peristaltik esofagus yang sering dan dinetralkan oleh

bikarbonat saliva. Dalam studi prospektif oleh Diener et al ., 21%

pasien dengan GERD tercatat mengalami gangguan peristaltik

esofagus yang menyebabkan penurunan klirens refluks lambung yang

mengakibatkan gejala refluks parah dan kerusakan mukosa.8

2.1.5 Histopatologi

Untuk mencegah migrasi refluks retrograde, epitel skuamosa

esofagus berfungsi sebagai penghalang pertahanan. Gangguan

pertahanan epitel ini biasa terjadi pada GERD dan NERD. Gambaran

histopatologi GERD tidak spesifik untuk kondisi ini karena kriteria biopsi

minimal dan berbagai sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis. Di

sisi lain, karakteristik peradangan, pemanjangan papila, dilatasi ruang

antar sel, dan hiperplasia sel basal adalah bukti mikroskopis yang

digunakan untuk membuat diagnosis histopatologi GERD.8

2.1.6 Faktor Resiko Terjadinya GERD

Beberapa faktor risiko terjadinya GERD antara lain: obesitas, usia

lebih dari 40 tahun, wanita, ras (India lebih sering mengalami GERD),

hiatal hernia, kehamilan, merokok, diabetes, asma, riwayat keluarga


dengan GERD, status ekonomi lebih tinggi, dan skleroderma. Pada

sebagian orang, makanan dapat memicu terjadinya refluks

gastroesofageal, seperti bawang, saos tomat, mint, minuman

berkarbonasi, coklat, kafein, makanan pedas, makanan berlemak,

alkohol, ataupun porsi makan yang terlalu besar. Beberapa obat dan

suplemen diet pun dapat memperburuk gejala GERD, dalam hal ini

obat-obatan yang mengganggu kerja otot sfinter esofagus bagian

bawah, seperti sedatif, penenang, antidepresan, calcium channel

blockers, dan narkotika. Termasuk juga penggunaan rutin beberapa

jenis antibiotika dan non steroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs)

dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya inflamasi esofagus.7

2.1.7 Gejala Klinis

Regurgitasi dan heartburn adalah gejala GERD yang umum.

Suatu kondisi yang dikenal sebagai refluks, yang terjadi sesaat setelah

makan dan ditandai dengan rasa lidah yang asam dan pahit, disebut

refluks. suatu rasa terbakar di daerah epigastrium yang disertai dengan

nyeri dan pedih yang disebut heartburn. Orang biasanya menyebutnya

rasa panas di ulu hati yang terasa hingga ke dada. Kedua gejala ini

biasanya muncul saat Anda makan atau berbaring. Kembung, mual,

cepat kenyang, bersendawa, hipersalivasi, disfagia hingga odinofagia

adalah gejala lain GERD Striktur atau keganasan esofagus Barrett.

Namun, odinofagia atau rasa sakit saat menelan biasanya disebabkan


oleh ulserasi yang parah atau infeksi. Gejala ekstraesofageal penderita

GERD termasuk nyeri dada non-kardiak, batuk kronik, asma, dan

laringitis.11

2.1.8 Komplikasi GERD

Ulkus atau erosi pada mukosa esofagus adalah tanda Esofagitis

erosif. Pasien mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun atau

mungkin mengalami gejala GERD yang memburuk. Sistem klasifikasi

esofagitis Los Angeles menggunakan sistem penilaian A, B, C, dan D

untuk menilai derajat esofagitis secara endoskopi. Sistem ini menilai

panjang, lokasi, dan tingkat keparahan kerusakan mukosa melingkar di

esofagus. Seringkali, iritasi asam pada esofagus distal dapat

menyebabkan jaringan parut, yang dapat mengarah pada

pembentukan striktur peptikum. Disfagia esofagus atau impaksi

makanan dapat menjadi gejala pasien. Untuk menghindari pelebaran

esofagus yang berulang, Pedoman ACG menyarankan pelebaran

esofagus dan melanjutkan terapi PPI. Paparan asam patologis jangka

panjang pada mukosa esofagus distal menyebabkan komplikasi ini.

Akibatnya, histopatologi mukosa esofagus distal, yang biasanya dilapisi

epitel skuamosa berlapis, berubah menjadi epitel kolumnar

metaplastik. Esofagus barrett lebih sering terlihat pada pria Kaukasia

berusia di atas lima puluh tahun yang memiliki riwayat merokok,

obesitas, dan kemungkinan mengembangkan adenokarsinoma


esofagus. Pedoman saat ini menyarankan agar pasien dengan

diagnosis esofagus barrett disurvei secara berkala melalui endoskopi.8

2.1.9 Pemeriksaaan GERD

Cara utama untuk menentukan diagnosis GERD adalah

anamnesis yang cermat. Rasa sakit perut dan regurgitasi yang muncul

setelah makan adalah gejala GERD. Namun, penting untuk dicatat

bahwa penelitian tentang gejala regurgitasi dan heartburn sebagian

besar dilakukan pada orang Kaukasia. Keluh sakit perut dan regurgitasi

bukan penanda pasti GERD di Asia, tetapi para ahli setuju bahwa

keduanya merupakan gejala GERD. Menurut Guidelines for the

Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease, yang

dirilis oleh American Menurut College of Gastroenterology, diagnosis

GERD dapat ditegakkan berdasarkan: 6,11

1. Empirical Therapy

2. Use of Endoscopy

3. Ambulatory Reflux Monitoring

4. Esophageal Manometry

Terapi empirik adalah upaya diagnostik yang dapat digunakan di

rumah sakit utama karena upaya diagnostiknya mudah dan tidak

memerlukan alat tambahan untuk diagnostik. Hasil uji terapi PPI (Proton

Pump Inhibitor) dan gejala klasik dari anamnesis dan kuesioner

membantu diagnosis GERD. Selain itu, Gastroesophageal Reflux


Disease-Questionnairre (GERD-Q) dapat digunakan untuk menilai

gejala GERD yang paling umum.11

Gambar 1. Gastroesophageal Reflux Disease-Questionnairre.11


Tabel GERD-Q adalah kuesioner yang terdiri dari enam

pertanyaan yang membahas gejala GERD yang umum, bagaimana

GERD memengaruhi kualitas hidup penderita, dan bagaimana

penggunaan obat-obatan berdampak pada gejala dalam 7 hari terakhir.

Penilaian GERD-Q menunjukkan bahwa pasien dengan skor >8

cenderung menderita GERD, yang berarti mereka perlu dievaluasi lebih

lanjut untuk memastikan diagnosis dan melacak respons terapi.11

Uji terapi PPI adalah pemeriksaan tambahan untuk diagnosis

GERD. Ini adalah terapi empirik yang menggunakan dosis ganda PPI

selama 1-2 minggu tanpa pemeriksaan endoskopi sebelumnya. Uji

terapi PPI diindikasikan pada individu yang memiliki gejala GERD

tradisional yang tidak menunjukkan gejala apapun. Usia di atas 55

tahun, disfagia, odinofasia, anemia defisiensi besi, BB yang menurun,

dan perdarahan (melena atau hematemesis) adalah tanda-tanda alarm.


Jika gejala membaik selama penggunaan dan memburuk kembali

setelah pengobatan dihentikan, maka diagnosis GERD dapat

ditegakkan.11

Tes diagnostik yang paling banyak digunakan untuk evaluasi

GERD dan kemungkinan komplikasinya adalah endoskopi

gastrointestinal bagian atas, atau esophagogastroduodenoscopy

(EGD). Manfaat utama dari endoskopi adalah visualisasi langsung dari

mukosa esofagus. Ini membantu diagnosis komplikasi GERD seperti

esofagitis, striktur, dan esofagus Barrett. Salah satu sistem penilaian

endoskopi untuk keparahan GERD adalah klasifikasi Los Angeles,

dinilai dari A sampai D, dengan D adalah yang paling parah.9

Gambar 2. Tampilan endoskopi esophagitis derajat D Los Angeles.9

Kriteria tabel diagnostik GERD dari endoskopi menurut klasifikasi

Los Angeles. Grade A dan B termasuk kategori klinis esofagitis ringan.

Grade C dan D termasuk kategori klinis esofagitis berat.6,7


Tabel 1. Klasifikasi GERD berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi.6

Derajat Gambaran endoskopi

kerusakan

A Erosi kecil – kecil pada mukosa esofagus dengan diameter


<5mm

B Erosi pada mukosa atau lipatan mukosa dengan diameter


>5 mm tanpa saling berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai atau mengelilingi


seluruh lumen

D Lesi mengelilingi lumen

2.1.10 Penatalaksanaan GERD

• Modifikasi gaya hidup

Tidak ada penelitian yang objektif yang

merekomendasikan modifikasi gaya hidup sebagai pengobatan

utama untuk GERD. Penelitian telah menunjukkan bahwa diet,

alkohol, dan faktor psikologis adalah penyebab utama GERD.

Pasien yang mengalami gejala refluks yang terkait dengan

makanan atau minuman tertentu dapat disarankan untuk

menghindari makanan atau minuman tersebut.12. Modifikasi

gaya hidup, merupakan pengaturan pola hidup yang dapat

dilakukan dengan:11

1. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau

menjaga berat badan sesuai dengan IMT ideal.


2. Meninggikan kepala ± 15-20 cm atau menjaga kepala

agar tetap elevasi saat posisi berbaring.

3. Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur

4. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD

seperti cokelat, minuman mengandung kafein, alkohol,

dan makanan berlemak - asam - pedas

• Terapi Medikamentosa

Sasaran pengobatan GERD adalah untuk

menyembuhkan esofagitis, meringankan gejala,

mempertahankan remisi, meningkatkan kualitas hidup, dan

mencegah komplikasi. Terapi medikamentosa untuk

memperingan gejala GERD mencakup pemberian antasida,

prokinetik, H2-receptor antagnists (H2-RA), dan PPI. Untuk

mengontrol gejala dan penyembuhan esophagitis pada GERD

erosif, saat ini PPI merupakan pilihan yang paling efektif.12

• Bedah Anti-Refluks

Untuk meringankan gejala esofagitis dan

menyembuhkannya, pembedah dengan funduplikasi adalah

salah satu alternatif untuk terapi medis. Namun, morbiditas dan

mortalitas pasca-operasi bergantung pada kemampuan dokter

bedah. Oleh karena itu, keputusan pasien dan ketersediaan


dokter bedah menentukan pilihan antara terapi medikamentosa

dan prosedur bedah.12


2.2 Kerangka Teori

Meningkatnya Gangguan
asam lambung pertahanan mucosa
esofagus

Gangguan Fungsi
Lower Esophageal
Hernia hiatus
Sphincter

• GERD-Q Gangguan
• Gambaran Gastroesophageal peristaltic
Diagnosis endoskopi reflux disease esofagus
• Uji terapi (GERD)
PPI

• Obesitas
• Usia
• Asma
• Makanan
• Riwayat keluarga
yang GERD
2.3 Kerangka Konsep

Usia

Jenis kelamin

Pekerjaan
Pasien
gastroesophageal Gambaran
reflux endoskopi
deases(GERD)
GERD
patologi anatomi

Infeksi
helicobacter pylori

Keterangan :

= Variabel Dependen

= Variabel Independen
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain

cross section-al dengan menggunakan data sekunder berupa data

rekam medis yang didapatkan dari Rumah Sakit Ibnu Sina. Penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien dengan klinis GERD

yang menjalani endoskopi di Rumah Sakit Ibnu Sina pada tahun 2021-

2023.

3.2 Tempat dan Waktu Peneliti

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Ibnu Sina

Makassar, Jl. Urip Sumoharjo No.264, Karampuang, Kec.

Panakkukang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan 90231.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian pengumpulan data dilakukan pada

tahun 2024

3.3 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah pasien dengan klinis

GERD yang menjalani endoskopi di Rumah Sakit Ibnu Sina

Makassar pada tahun 2021-2023


3.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil

menurut prosedur tertentu yang dapat mewakili populasi yang

diteliti. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil keseluruhan dari

populasi Pasien dengan klinis GERD yang menjalani endoskopi di

Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar pada tahun 2021-2023.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Independen

Variabel Independen merupakan variable bebas

yangmempengaruhi variabel dependen. Variabel independent

dalam penelitian ini adalah Karakteristik Pasien GERD.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel Dependen merupakan variabel terikat yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel

independen. Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah

Pasien GERD di Rumah Sakit Pendidikan Ibnu Sina pada tahun

2021-2023.
3.5 Definisi Operasional

No. Nama Definisi Alat Cara Ukur Skala Hasil Ukur


Variable Operasional Ukur Data
1. GERD Suatu kondisi Data Mengumpulkan Ordinal o Ya
yang terjadi Ketika rekam informasi dari o Tidak
ada aliran balik isi medik data rekam
lambung ke medik
kerongkongan
2. Usia Waktu sejak Data Mengumpulkan Ordinal o 20-29
dilahirkan sampai rekam data usia yang tahun
dilaksanakannya medik tercantum o 30-39
penelitian dalam rekam tahun
medik o 40-49
tahun
o 50-59
tahun
o 60>
3. Jenis Pembeda laki-laki data Mengumpulkan Nominal o Laki-laki
kelamin dan perempuan rekam data jenis o perempuan
dilihat dari sudut medik kelamin yang
biologi tercantum
dalam rekam
medik
4. Pekerjaan Sesuatu yang Data Mengumpulkan Nominal o PNS
dilakukan manusia rekam data pekerjaan o Petani
untuk memenuhi medik yang tercantum o Buruh
kebutuhan dalam rekam o Pegawai
hidupnya medik swasta
o Dll
5. Hasil Pemeriksaan yang Data Mengumpulkan Ordinal Derajat kerusakan
endoskopi dilakukan untuk rekam hasil endoskopi
mendiagnosis medik pada pasien
GERD GERD
6. Patologi Pemeriksaan Data Mengumpulkan Ordinal Peradangan
anatomi terhadap jaringan rekam hasil patologi
medik anatomi pada
pasien GERD
7. H. Pylori Salah satu Data Mengumpulkan Nominal o Ya
penyebab infeksi rekam data pasien o Tidak
yang umum terjadi medik yang terinfeksi
pada manusia bakteri H. pylori

3.6 Jenis Data dan Instrumen Penelitian


3.6.1 Jenis Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yang didapatkan melalui rekam medik di Rumah
Sakit Ibnu Sina Makassar pada tahun 2021-2023.
3.6.2 Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan data rekam medik dari pasien yang mengalami
GERD di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar yang berisi mengenai
data-data yang dibutuhkan.
3.7 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis univariat. Analisis univariat yaitu analisis yang
digunakan pada satu variabel dengan tujuan untuk mengetahui dan
mengidentifikasi karakteristik dari variabel tersebut.
3.8 Alur Penelitian

Pembuatan proposal penelitian

Mengajukan surat pengantar izin


penelitian dari fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Mengajukan surat izin penelitian ke
komite etik Rumah Sakit Pendidikan
Ibnu Sina YW-UMI Makassar

Mendapat izin penelitian

Mengumpulkan dan mencatat hasil endoskopi pasien

Mengumpulkan data rekam medik pasien

Observasi dan mencatat data rekam medik pasien

Pengelolaan dan analisis data hasil endoskopi dan rekam medik pasien

Hasil penelitian

DAFTAR PUSTAKA

1. Antunes C, Aleem A, Curtis S. Gastroesophageal Reflux Disease.


Treasure Island (FL); 2022.
2. Jarosz M, Taraszewska A. Risk factors for gastroesophageal reflux
disease: The role of diet. Prz Gastroenterol. 2014;9(5):297-301.
doi:10.5114/pg.2014.46166
3. Gunawan DF, Waleleng BJ, Polii EBI. Profil pasien endoskopi
gastrointestinal di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode Januari
2018 - Agustus 2019. e-CliniC. 2019;7(2):157-163.
doi:10.35790/ecl.v7i2.26834
4. Kuribayashi S, Hosaka H, Nakamura F, et al. The role of endoscopy
in the management of gastroesophageal reflux disease. DEN Open.
2022;2(1):1-9. doi:10.1002/deo2.86
5. Jung HK. Epidemiology of gastroesophageal reflux disease in asia:
A systematic review. J Neurogastroenterol Motil. 2011;17(1):14-27.
doi:10.5056/jnm.2011.17.1.14
6. Syam AF, Aulia C, Renaldi K, Simadibrata M, Abdullah M,
Tedjasaputra TR. Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Re Ux
Disease/ GERD) Di Indonesia.; 2013.
7. Tarigan R, Pratomo B. Analisis Faktor Risiko Gastroesofageal
Refluks di RSUD Saiful Anwar Malang. J Penyakit Dalam Indones.
2019;6(2):78. doi:10.7454/jpdi.v6i2.306
8. Antunes C, Aleem A, Curtis SA. Gastroesophageal Reflux Disease.;
2023. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28203282
9. Clarrett DM, Hachem C. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD).
Mo Med. 2018;115(3):214-218.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30228725
10. Richter JE, Rubenstein JH. Presentation and Epidemiology of
Gastroesophageal Reflux Disease. Gastroenterology.
2018;154(2):267-276. doi:10.1053/j.gastro.2017.07.045
11. Pb A, Skp IDI, Saputera MD, Budianto W. DiaPb, A. et al. (2017)
‘Diagnosis dan Tatalaksana Gastroesophageal Re ux DisPb, A. et
al. (2017) ‘Diagnosis dan Tatalaksana Gastroesophageal Re ux
Disease ( GERD ) di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer’, 44(5), pp.
329–332.ease ( GERD ) di Pusat Pelayanan . 2017;44(5):329-332.
12. Bestari MB. Penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease (
GERD ). Contin Med Educ. 2019;38(7):490-492.

Anda mungkin juga menyukai