Anda di halaman 1dari 3

Latar Belakang

Lansia (Lanjut usia) adalah usia 60 tahun keatas dimana menua bukanlah merupakan
suatu penyakit melainkan adanya perubahan seperti daya tahan tubuh (Paramitha, 2017).
Menurut BPS. 2019 pada tahun 1971-2019 terjadi peningkatan populasi lansia 2 kali lipat di
Indonesia yaitu 25,64 juta orang atau 9,6% (Hakim, 2020).

Menurut Azizah 2011, Lansia (Lanjut usia) mengalami kemunduran secara bertahap
seperti kemunduran mental, social, dan fisik. (Wardani et al., 2021). Lansia yang berusia 60
tahun sangat rentan mengalami gangguan fungsional (Ballo & Kaunang, 2012).

Menurut Departemen Kesehatan, 2008 depresi adalah gangguan mental yang sering
terjadi pada lansia (Murtiyani et al., 2018). Gejala depresi pada lansia terdiri dari gejala perasaan,
proses piker, dan fisik, dan perilaku. Gejala perasaan seperti kehilanga, merasa tidak dihargai,
merasa sedih. Gejala proses piker antara lain sulit berkonsentrasi atau bingung, lambat. Gejala
fisik antara lainpenurunan berat badan, gangguan tidur, merasa lemah dan mudah lelah
(Maramis, 2014). Depresi dapat terjadi pada lansia sehingga dapat menimbulkan dampak yang
dapat merugikan apabila tidak segera ditanggulangi (Wardani et al., 2021).

Berdasarkan data dari WHO masalah atau gangguan jiwa paling tinggi adalah depresi dan
kecemasan. Di seluruh dunia yang menderita depresi sekitar 4,4% atau322 juta orang yaitu di
Wilayah Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Berdarkan (WHO. 2000) di dunia gangguan depresi
terletak pada ururtan keempat dimana pada tahun 2020 masalah depresi akan meningkat dan
menduduki ururtan yang kedua sebagai gangguan kesehatan. Biasanya pada usia 60 tahun keatas
rentan mengalami gangguan fungsional atau depresi pada lansia (Ballo & Kaunang, 2012).

Berdasarkan Riskesdas 2018, Prevalensi depresi pada penduduk usia >15 tahun menurut
provinsi menyatakan bahwa tingkat depresi di Indonesia yaitu 6,1% (sekitar 706.689 jiwa).
Berdasarkan kelompok usia yaitu 15-24 (6,2%), usia 25-34 (5,4%), usia 35-44 (5,6%), usia 45-
54 (6,1%), usia 55-64 (6,5%), usia 65-74 (8,0%), dan usia 75+ (8,9%). Berdasarkan jenis
kelamin laki-laki (4,7%) dan perempuan (7,4%). Berdasarkan tingkat pendidikan yaitu
tidak/belum pernah sekolah (8,2%), tidak tamat SD/MI (8,1%), tamat SD/MI (7,0%), tamat
SLTP/MTS (6,0%), tamat SLTA (5,0%), tamat D1/D2/D3/PT (3,1). Berdasarkan pekerjaan yaitu
tidak bekerja (8,1%), sekolah (6,0%), PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD (2,4%), pegawai swasta
(4,3%), wiraswasta (5,1%), petani/buruh tani (5,5%), nelayan (6,9%), buruh/sopir/pembantu ruta
(5,8%), lainnya (5,9%). Sedangkan berdasarkan tempat tinggal perkotaan (6,3%) dan perdesaan
(5,8%) (Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan Riskesdas 2018, Prevalensi depresi pada penduduk usia >15 tahun menurut
Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan menyatakan bahwa tingkat depresi di Sumatera
Selatan 3,39% (23.539 jiwa). Berdasarkan kelompok usia yaitu 15-24 (2,35%), usia 25-34
(2,94%), usia 35-44 (3,19%), usia 45-54 (3,20%), usia 55-64 (4,47%), usia 65-74 (8,11%), dan
usia 75+ (8,23%). Berdasarkan jenis kelamin laki-laki (2,75%) dan perempuan (4,04%).
Berdasarkan tingkat pendidikan yaitu tidak/belum pernah sekolah (8,93%), tidak tamat SD/MI
(5,90%), tamat SD/MI (3,66%), tamat SLTP/MTS (2,80%), tamat SLTA (2,20%), tamat
D1/D2/D3/PT (1,16). Berdasarkan pekerjaan yaitu tidak bekerja (4,73%), sekolah (2,16%),
PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD (1,58%), pegawai swasta (1,35%), wiraswasta (2,66%),
petani/buruh tani (3,57%), nelayan (0,94%), buruh/sopir/pembantu ruta (3,36%), lainnya
(2,31%). Sedangkan berdasarkan tempat tinggal perkotaan (2,88%) dan perdesaan (3,69%)
(Kemenkes RI, 2019).

Berdasarkan Riskesdas 2018, Prevalensi depresi pada penduduk usia >15 tahun menurut
Kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan menyatakan bahwa tingkat depresi di Kota
Palembang sebanyak 2,60% (4.747 jiwa). Berdasarkan hasil penelitian Mareta Akhriansyah
tahun 2018 bahwa jumlah lansia yang mengalami gangguan depresi sebanyak 29 orang
(Akhriansyah, 2018).

Salah satu alternative yang dapat digunakan untuk menurunkan depresi pada lansia
adalah dengan terapi senam yoga. Dimana senam yoga ini adalah cara untuk menenangkan
pikiran. Senam yoga dapat menggunakan teknik latihan peregangan, pernafasan, dan teknik
relaksasi (Suhartiningsih & Yudhawati, 2021).

Berdasarkan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa apabila penderita depresi


melakukan senam yoga secara rutin sehingga dapat menjaga keseimbangan lansia, memberikan
ketenangan, serta dapat mengendalikan emosi (Murtiyani et al., 2018). Ada juga yang melakukan
penelitian dengan melakukan senam yoga dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia
(Yuniartika et al., 2022).
Berdasarkan penelitian Pramudita Apriliyani, dkk 2020 dengan melakukan aktivitas fisik
seperti senam yoga selama 8 minggu untuk penderita depresi pada lasia dapat menurunkan atau
meminimalisir kekambuhan depresi yang dialami oleh lansia (Apriliyani, 2020).Kemudian ada
lagi yang melakukan penelitian apabila lansia melakukan senam yoga secara rutin makan
terbukti akan menurunkan tingkat depresi (Kesehatan, 2020).

Berdasarkan International Journal of Environmental Research and Public Health, 2021


menyatakan bahwa apabila melakukan senam yoga selama 9-12 minggu dapat memberikan
manfaat yang positif yaitu kebugaran fisik, meningkatkan mental dan fisik pada penderita
depresi (Shin, 2021).

Berdasarkan penelitian Priharyanti Wulandari, menyimpulkan bahwa senam yoga


mempunyai pengaruh terhadap lansia yang mengalami depresi (Wulandari, P., Santoso, 2014).

Berdasarkan data dan permasalahan diatas, maka perlu dilakukan studi dengan judul
“Implementasi Senam Yoga Pada Lansia Dengan Gangguan Depresi di Panti Tresna Werdha Di
Kota Palembang Tahun 2023”.

Anda mungkin juga menyukai