Anda di halaman 1dari 44

PENGARUH ART THERAPY (MENGGAMBAR) TERHADAP

TINGKAT STRESS PADA LANSIA


DI GRIYA LANSIA JANNATI
PROVINSI GORONTALO

PROPOSAL PENELITIAN

Nur Rahmatia U. Zumrah


Nim. C01418120

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia secara alami akan mengalami penuaan atau aging.
Penuaan merupakan bagian dari pertumbuhan dan perkembangan manusia
Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60. Orang-orang
seiring bertambahnya usia mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial.
Mereka mengalami berbagai perubahan baik secara fisik, mental maupun
sosial. perubahan yang bersifat fisik antara lain adalah penurunan kekuatan
fisik, stamina dan penampilan. hal ini dapat menyebabkan beberapa orang
menjadi stress,depresi atau merasa tidak senang saat memasuki masa usia
lanjut. mereka menjadi tidak efektif dalam pekerjaan dan peran sosial, jika
mereka bergantung pada energi fisik yang sekarang tidak dimilikinya lagi
(Dian Eka Putri, 2021). Lansia diidentifikasi berdasarkan karakteristik sosial
masyarakat, di antaranya lansia memiliki uban, kulit keriput dan kehilangan
gigi. Perubahan psikologis pada lansia terjadi karena adanya perubahan
peran dan kemampuan fisik lansia dalam melakukan aktivitas, baik untuk
diri sendiri maupun dalam aktivitas sosial. Lansia yang mengurangi
aktivitasnya sehari-hari akan mempengaruhi kesehatannya dan rentan
terhadap penyakit. (Kusumawardani & Andanawarih, 2018)
Data World Population Ageing (Nation, 2020) Secara global, ada 727
juta orang berusia 65 tahun atau lebih pada tahun 2020. Karena wanita
hidup lebih lama daripada pria, rata-rata mereka merupakan mayoritas orang
tua, terutama pada usia lanjut. Selama tiga dekade berikutnya, jumlah orang
tua di seluruh dunia diproyeksikan menjadi lebih dari dua kali lipat, mencapai
lebih dari 1,5 miliar pada tahun 2050. Semua wilayah akan melihat
peningkatan ukuran populasi yang lebih tua antara tahun 2020 dan 2050.
Secara global, pangsa penduduk berusia 65 tahun atau lebih diperkirakan
akan meningkat dari 9,3 persen pada tahun 2020 menjadi sekitar 16,0
persen pada tahun 2050. Prevalensi stres di Amerika, sekitar 75% orang
dewasa mengalami stres berat dan jumlahnya cenderung meningkat. (Astuti
et al., 2018)
Berdasarkan data dari badan pusat statistika, proporsi lansia
diindonesia pada tahun 2021 mencapai 10,82% atau sekitar 29,3 juta orang
di indonesia . Pada tahun 2021 ini terdapat delapan provinsi yang telah
memasuki struktur penduduk tua, yaitu persentase penduduk lanjut usia
yang lebih besar dari sepuluh persen. Kedelapan provinsi tersebut adalah DI
Yogyakarta (15,52 persen), Jawa Timur (14,53 persen), Jawa Tengah (14,17
persen), Sulawesi Utara (12,74 persen), Bali (12,71 persen), Sulawesi
Selatan (11,24 persen), Lampung (10,22 persen), dan Jawa Barat (10,18
persen) . Menurut Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
jumlah lansia pada tahun 2025 dapat diprediksi 33,69 juta,dan tahun 2035
diprediksi jumlah lansia akan meningkat lagi menjadi 48,19 juta. Sementara
itu di Indonesia, sekitar 1,33 juta penduduk diperkirakan mengalami stres.
Angka tersebut mencapai 14% dari total penduduk dengan tingkat stres akut
(stres berat) mencapai 1-3% . (Astuti et al., 2018)
Jumlah populasi penduduk lansia di provinsi Gorontalo menurut pusat
data dan informasi sebanyak 67.079 jiwa yang tersebar di 6 kabupaten/kota.
Peningkatan jumlah lansia berdampak pada status kesehatan yang
mengakibatkan perubahan yang terjadi, diantaranya perubahan fisik dan
psikologis. Peningkatan jumlah lansia ini apabila tidak mendapatkan
perhatian yang serius dari berbagai pihak,tentunya akan berdampak pada
meningkatnya permasalahan khususnya yang terkait penuaan dan
kesehatan lansia (Ilham et al., 2020). Orang dewasa yang berusia lebih dari
60 tahun, banyak menderita gangguan mental. (Setyarini et al., 2022)
Kesehatan mental lansia merupakan salah satu keadaan dimana
seseorang merasa sehat tidak mengalami gangguan psikis dan serta dapat
berperilaku sewajarnya. Sebesar 6,6% dari total cacat yang dialami oleh
lansia berusia lebih dari 60 tahun banyak dikaitkan dengan gangguan mental
maupun gangguan neurologis (Setyarini et al., 2022). Adanya perubahan-
perubahan yang dialami lansia, misalnya perubahan dalam fisik, psikologis,
spiritual, & psikososial mengakibatkan lansia gampang mengalami stres.
Stress dapat diartikan sebagai seseorang individu yang merasakan
beban atau kesulitan melakukan tugas yang berat dan seseorang itu tidak
dapat menerima dengan baik beban itu maka tubuh sesorang itu mengalami
stres. Stres dalam lansia bisa didefinisikan menjadi tekanan yg diakibatkan
sang stressor berupa perubahan yang menuntut adanya penyesuaian
menurut lansia. Ketika mengalami stres seseorang akan merasakan
beberapa gangguan organ sehingga individu tersebut kesulitan dalam
menjalankan aktivitasnya dengan baik, maka ia dapat dikatakan mengalami
distres. Pada penderita stres, gejala yang terjadi pada penderita didominasi
oleh gangguan fisik, tetapi terdapat juga gangguan psikis (Sudirman, 2020).
Tingkat stres dalam lansia berarti juga tinggi rendahnya tekanan yg
dirasakan atau dialami. Lansia yg tinggal di panti werdha biasanya
mengalami kehilangan kontrol akan hidupnya secara drastis dikarenakan
perasaan keterpisahan & keterasingan. Hal tadi bisa menciptakan lansia
mengalami stres. (Ilham et al., 2020)
Ada dua faktor yang mempengaruhi stress faktor internal dan
eksternal, yang di maksud faktor internal adalah stress yang bersumber dari
diri sendiri seperti konflik dan sakit, dan faktor eksternal yaitu stress yang
bersumber dari luar, contohnya keluarga atau lingkungan (Sudirman, 2020).
Lingkungan dapat menyebabkan stres pada lansia, seperti halnya para
lansia yang berada dalam panti jompo penyebab stres mereka antara lain
kangen dengan keluarga mereka karena jarang dijenguk, tidak cocok
dengan teman sepanti, dan merasa tidak dipedulikan sanak saudara serta
keluarga mereka. Namun patut diperhitungkan bahwa lansia kadang sukar
beradaptasi terhadap lingkungan maupun suasana baru dan kadang lebih
menyukai tinggal di rumahnya sendiri. Di berbagai negara berkembang, para
lansia dianggap beban keluarga sehingga di titipkan di panti jompo, bahkan
terlantar. Faktor keluarga juga sangat berperan besar dalam kejadian stres
para lansia. Dukungan keluarga sangat berperan signifikan untuk
menjauhkan stres pada lansia. Bagi lansia yang tinggal di Panti Werdha,
kehadiran dan kunjungan keluarga tentu saja memberi peran penting
terhadap resiko stres yang lebih kecil. Dukungan sosial dianggap penting
bagi kebahagiaan hidup para lanjut usia, sehingga di rasakan bahwa
keberadaannya masih berarti bagi keluarga dan orang lain di sekitarnya.
(Selo et al., 2017)
Stres dapat mempengaruhi keadaan emosional seperti seseorang
akan mudah gelisah atau mengalami perubahan suasana hati, gampang
marah, mudah tersinggung dan stres yang berkepanjangan dapat membuat
seseorang merasa cemas, tertekan bahkan depresi sampai jatuh ke dalam
keadaan yang lebih buruk dari yaitu bunuh diri. Untuk menghindari efek
negatif dari stres, diperlukan manajemen atau pengelolaan stres yang baik.
Manajemen stres dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi non
farmakologi. Penanganan kondisi stres dapat dilakukan dengan farmakologi
nonfarmakologi. Terapi psikofarmaka adalah pengobatan untuk stres dengan
menggunakan bahan kimia yang berhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter atau sinyal penghantar saraf pada susunan saraf pusat
otak. Penggunaan berbagai macam obat meningkatkan risiko terjadinnya
ketidak- patuhan dan efek samping reaksi obat yang tidak diinginkan,
interaksi obat, dan biaya pelayanan kesehatan, (Setiana et al., 2017).
SedangkanTerapi nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk mengurangi
stres seperti terapi musik, terapi spiritual, teknik relaksasi, dan terapi kognitif
perilaku,Art Therapy (Ilham et al., 2020).
Dari beberapa terapi nonfarmakologi yang ada untuk stres, peneliti
tertarik untuk meneliti terapi seni atau art therapy karena terapi ini mudah
dilakukan oleh semua kalangan umur walaupun tidak harus mempunyai
kemampuan seni yang tinggi. Art therapy merupakan salah satu terapi untuk
menurunkan stres. Malchiodi menyatakan art therapy adalah suatu bentuk
terapi yang bersifat ekspresif dengan mengunakan materi seni, seperti
lukisan, kapur, spidol, dan lainnya. Art therapy menganjurkan individu
menvisualisasikan emosi dan pikiran yang tidak dapat diungkapkan sehingga
diungkapkan melalui karya seni dan selanjutnya ditinjau untuk
diinterpretasikkan oleh individu. Ada berbagai manfaat yang terbukti secara
ilmiah bentuk kreativitas dengan “Art Therapy”. Art therapy menggunakan
media seni dan proses kreatif untuk membantu mengekspresikan diri,
meningkatkan keterampilan coping individu, mengelola stress, dan
memperkuat rasa percaya diri. Art therapy juga dapat berupa kegiatan
membuat sebuah karya seni untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan
emosional pada individu, baik pada individu yang memiliki kemampuan
dalam seni ataupun yang tidak memiliki kemampuan dalam seni.. (Kurniasih*
et al., 2021)
Dalam beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan masalah ini
diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Ayu Eka dkk (2017) dengan judul
“Penerapan Art Therapy untuk menurunkan depresi pada lansia dipanti
werdha X” dengan hasil penelitian art therapy dapat menurunkan depresi
pada lansia dengan terlihatnya perubahan hasil karya yang dilakukan. Pada
penelitian lainnya yakni penelitian yang dilakukan alex dkk (2020) dengan
judul “Pengaruh art drawing therapy terhadap tingkat kecemasan pada
lansia”, didapatkan hasil terdapatnya pengaruh art drawing therapy terhadap
tingkat kecemasan pada lansia.
Berdasarkan observasi data awal pada tanggal 23 maret 2022 yang
diperoleh dari panti Griya Lansia Jannati Di Provinsi Gorontalo diperoleh
jumlah lansia yang tinggal dipanti ada 23 orang yang terdiri dari 13 orang
perempuan dan 10 orang laki-laki. Hasil wawancara pada petugas panti
didapatkan 17,3% lansia yang mengalami tanda-tanda stress seperti sering
berteriak, buang air besar tidak teratur, sering cemas, mudah tersinggung.
Berdasarkan uraian masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Pengaruh Terapi Kreativitas (Art Therapy) terhadap
Tingkat Stres pada Lansia di Panti Griya Lansia Jannati Kota Gorontalo”

1.2. Identifikasi Masalah


1. Data dari griya lansia jannati didapatkan sebagian lansia yang tinggal
dipanti tersebut mengalami tanda-tanda stress seperti sering berteriak,
buang air besar tidak teratur, sering cemas, dan mudah tersinggung
2. Belum pernah dilakukan intervensi khusus untuk menangani stres

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat Pengaruh Art Therapy
(menggambar) terhadap Tingkat Stres pada Lansia di Panti Griya Lansia
Jannati Kota Gorontalo’’

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk terdapat pengaruh art
therapy (menggambar) terhadap tingkat stres pada lansia di panti griya
lansia jannati kota gorontalo.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi karateristik responden (usia, Jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan)
2. Untuk mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sebelum dilakukan art
therapy (menggambar) di Panti Griya Lansia Jannati Kota Gorontalo.
3. Untuk mengidentifikasi tingkat stres pada lansia sesudah art therapy
(menggambar) di Panti Griya Lansia Jannati Kota Gorontalo.
4. Menganalisis pengaruh art therapy (menggambar) terhadap tingkat stres
pada lansia di panti griya lansia jannati kota gorontalo

1.5. Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Sebagai tambahan referensi ilmiah dalam bidang keperawatan
gerontik khususnya mengenai perawatan lansia yang mengalami
masalah kesehatan jiwa yakni stres dengan pendekatan terapi non
farmakologi berupa art therapy (menggambar)
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi pengelola Panti Griya Lansia Jannati
Sebagai acuan ilmiah untuk menambah pengetahuan petugas dalam
meningkatkan kualitas pelayanan terkait program terapi manajemen stres
pada lansia.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Masukan untuk profesi perawat dalam melakukan manajemen stres pada
lansia dengan pendekatan nonfarmakologi yaitu menggunakan art
therapy (menggambar).
3. Bagi Responden
Bisa membantu lansia agar dapat merespon secara adaptif terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya sehingga bisa
meminimalisir terjadinya masalah kesehatan jiwa seperti stres.
4. Bagi Peneliti lain
Sebagai pengetahuan dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya
untuk melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai art
therapy (menggambar), seperti melakukan kolaborasi baik dengan terapi
farmakologi maupun dengan terapi nonfarmakologi lainnya dalam
mengatasi stres pada lansia atau dapat pula membandingkan tingkat
efektifitas art therapy (menggambar) dengan terapi nonfarmakologi
lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia


2.2.1 Pengertian Lansia
Lanjut usia merupakan proses alami yang tidak mungkin dihindari dan
pasti dialami. Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun
keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Lansia merupakan bagian
dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah
jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. (Ilham et al.,
2020)
Lansia merupakan proses penuaan dengan bertambahnya usia
individu yang ditandai dengan penurunan fungsi organ tubuh seperti otak,
jantung, hati dan ginjal serta peningkatan kehilangan jaringan aktif tubuh
berupa otot-otot tubuh (Evinatalia et al., 2020). Saat menjadi tua terdapat
perubahan-perubahan fisiologi, anatomi, dan juga biokimia pada diri yang
mengalami lanjut usia hal ini mempengaruhi kemampuan dan kegunaan
seluruh tubuh. Pada saat lanjut usia seseorang akan mengalami banyak
perubahan mental ataupun fisik hal ini sangat normal terjadi pada lansia, fase
yang dialami berupa kulit berkerut, rambut mulai memutih panca indra yang
sudah sangat kurang bekerja dengan baik dan juga tubuh menjadi gampang
terkena penyakit. lanjut usia adalah hal alamiah yaitu banyak kemampuan
tubuh yang sudah tidak seperti semula tubuh sudah sangat sulit sembuh dan
postur tubuh sudah tidak dapat kembali seperti semula. (Sudirman, 2020)

2.1.2 Batasan Lansia


1. Menurut WHO
Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization)
lanjut usia dibagi dalam 4 kategori yaitu:
a) Usia pertengahan (middle age) : 45 - 59 tahun
b) Usia lanjut (elderly) : 60 - 74 tahun
c) Usia Tua (old) : 75 - 89 tahu
d) Usia sangat tua (Very old) :> 90 tahun
2. Menurut Depkes RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI)
membagi lansia sebagai berikut:
a) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun), keadaan ini
dikatakan sebagai masa virilitas.
b) Kelompok usia lanjut( 55-64 tahun) sebagai masa presenium.
c) Kelompok-kelompok usia lanjut (>65 tahun) yang dikatakan
sebagai masa senium.

2.1.3 Ciri-Ciri Lansia


Ciri-ciri lansia (Sitanggang et al., 2021) adalah sebagai berikut :
a. Lansia mengalami periode kemunduran
Lansia dapat mengalami kemunduran dari aspek fisik dan
psikologis. Lansia yang memiliki motivasi rendah maka cenderung
mengalami proses kemunduran fisik secara cepat juga, sedangkan
lansia yang memiliki motivasi tinggi, kemungkinan kemunduran
fisik nya lambat terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Lansia sebagai kelompok minoritas bisa diakibatkan akibat
kurangnya tenggang rasa pada orang lain sehingga sering
mengakibatkan persepsi negatif dari masyarakat.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia dimaksudkan jika lansia
memiliki jabatan di masyarakat, akibat penurunan fungsi
diharapkan lansia dapat merubah perannya di masyarakat atas
kemauan sendiri.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia seringkali
mengakibatkan konsep diri yang buruk pula dari lansia. Misalnya,
jika dalam suatu keluarga, lansia sering tidak dilibatkan dalam
pengambilan keputusan karena dianggap pendapatnya kuno. Hal
ini bisa menyebabkan gangguan menarik diri dari lansia.
2.1.4 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia (Sya’diyah,
2018)
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar,
berkurangnya cairan intra dan extra seluler
b. Persarafan
Cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon
waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
c. Sistem penglihatan
Pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinaps,
kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatnya
ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang.
d. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20
tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah
meninggi.
e. Sistem respirasi
Otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan
menurunnya aktivitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya
sehingga kapasitas residu meningkat, nafas berat. Kedalaman
pernafasan menurun.
f. Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, sehingga menyebkan gizi buruk, indera
pengecap menurun karena adanya iritasi selaput lendir dan
atropi indera pengecap sampai 80%, kemudian hilangnya
sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin.
g. Sistem genitourinari
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga aliran darah
ke ginjal menurun sampai 50%, GFR menurun sampai 50%. Nilai
ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika
urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria
lansia yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat,
75% dialami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi
sedang vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas jaringan
menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.
h. Sistem endokrin
Pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon menurun,
sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
aktivitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal
metabolisme rate (BMR). Produksi sel kelamin menurun seperti:
progesteron, estrogen dan testosteron.
i. Sistem integumen
Pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit
kepala dan rambut menipis menjadi kelabu, sedangkan rambut
dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan
rapuh.
j. Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh menjadi kiposis,
tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine
vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit
otot, sehingga lansia menjadi lamban bergerak, otot kram, dan
tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kenangan (memori) ada 2 yaitu kenangan jangka panjang,
berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu dan kenangan jangka
pendek (0-10 menit) kenangan buruk
3. Intelegentia Question:
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-
tekanan dari faktor waktu.

4. Perubahan-Perubahan Psikososial
a. Pensiun: nilai seorang diukur oleh produktifitasnya, identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan
b. Merasakan atau sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.

2.1.5 Permasalahan Lansia di Indonesia


Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh
menurun serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah
kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan
keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa
penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi,
gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb.
Menurut (Damanik, 2019) masalah kesehatan lansia terbagi dalam 4 bagian,
yakni :
a. Masalah fisik
Masalahyang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah,
sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup
berat, indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang
mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga
sering sakit.
b. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif,
adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit
untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
c. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah
rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat
perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu,
lansia sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan
kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang
terpenuhi.
d. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai
menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota
keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika
menemui permasalahan hidup yang cukup serius.

2.1.6 Proses Menua


Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai
perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari
penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan
lambat laun dari fungsi-fungsi. Menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada
semua makhluk hidup. Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan
perubahan yang terjadi pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan
fungsi tubuh serta organ tersebut. (Maunaturrohmah & Yuswatiningsih, 2018)

2.1.7 Teori Proses Menua


Menurut (Dahlan et al., 2018) ada beberapa teori yang berkaitan
dengan proses penuaan, yakni sebagai berikut :
a. Teori – teori biologi
1. Teori jam genetik
Menurut Hayflick (1965), secara genetic sudah terprogram bahwa
material didalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis
terkait dengan frekuensi mitosis dan pada tahun 1980 melakukan
penelitian melalui kultur sel in vitro yang menunjukkan bahwa ada
hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan
umur spesies. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa
spesies-spesies tertentu memiliki harapan untuk hidup yang
tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal
sekitar 110 tahun, sel- selnya diperkirakan hanya mampu
membelah sekitar 50 kali setelah itu akan mengalami deteriorasi.
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses menua adalah
faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik.
Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek usia. Menurut teori ini
terjadi mutasi progresif pada DNA sel somatic akan menyebabkan
terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
2. Teori Eror
Menurut teori ini proses menua disebabkan karena menumpuknya
berbagai macam kesalahan dan kelalaian disepanjang kehidupan
manusia. Akibat kesalahan tersebut akan menyebabkan kelainan
metabolisme yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan sel
akan kehilangan fungsinya secara perlahan. Eror akan terjadi
pada struktur DNA, RNA, dan sintesis protein. Masing-masing eror
akan saling menambah pada eror yang lainnya dan berkulminasi
dalam eror yang bersifat katastrop. Konsep yang diajukan oleh
Orgel menyampaikan bahwa kemungkinan terjadinya proses
menua adalah akibat kesalahan pada saat transkripsi sel saat
sintesa protein yang berdampak pada penurunan kualitas sel atau
bahkan sel-sel baru relatif sedikit terbentuk.
3. Teori Auto-imun
Menurut teori ini penuaan dianggap diakibatkan oleh adanya
penurunan fungsi sistem imun atau sistem kekebalan tubuh.
Perubahan ini sangat tampak secara nyata pada limposit-T dan
juga terjadi perubahan pada limposit-B. Adapun perubahan yang
terjadi yaitu penurunan sistem imun humoral yang dapat menjadi
faktor predisposisi pada orang tua untuk:
a. Menurunkan resistensi melawan pertumbuhan tumor dan
perkembangan kanker.
b. Menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses
dan secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap
pathogen.
c. Meningkatkan produksi auto-antigen, yang berdampak pada
semakin meningkatnya resiko terjadinya penyakit yang ber-
hubungan dengan auto-imun.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi,
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun
tubuh mengenali dirinya sendiri (Self Recognition). Jika mutasi
somatic menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang
mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya, perubahan inilah yang menjadi dasar
terjadinya peristiwa auto- imun
4. Teori Free Radical
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, dan didalam tubuh
jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai
pernapasan pada mitokondria. Teori radikal mengasumsikan
bahwa proses menua disebabkan karena fungi kerja tubuh yang
kurang efektif dan hal tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai
macam radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas merupakan zat
yang terbentuk dalam tubuh manusia sebagai salah satu hasil
kerja metabolisme tubuh.Walaupun secara normal radikal bebas
terbentuk dari proses metabolism tubuh tetapi ia dapat terbentuk
akibat:
a. Proses oksigen asi lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon,
dan pestisida.
b. Reaksi akibat paparan dari radiasi.
c. Sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainnya.
5. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6. Wear Teori Biologi
Jumlah kolagen yang meningkat dalam jaringan dapat
menyebabkan kerusakan jaringan dengan cepat dan perbaikan
sel jaringan yang melambat.

b. Teori Psikososial
1. Teori Dissenggagement (Teori pembebasan)
Kelompok teori ini dimulai dari University of Chicago, yaitu
dissenggagement theory, yang menyatakan bahwa individu dan
masyarakat mengalami pemutusan hubungan dengan suatu mu-
tual menarik diri. Setelah mencapai usia lanjut, individu mulai
menarik diri dari masyarakat, sehingga memungkinkan individu
untuk beraktivitas lebih banyak yang berfokus pada dirinya dalam
memenuhi kestabilan hidup pada masa ini, yaitu masa usia lanjut.
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada
lansia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada
teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality
yang dimiliki.
2. Teori Activity
Teori ini menyatakan bahwa individu harus mampu eksis dan aktif
dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam
kehidupan dihari tua. Dasar teori adalah konsep diri seseorang
bergantung pada aktivitas dan kegiatan- nya dalam berbagai
peran dan ditekankan bahwa mutu dan jenis interaksi lebih
menentukan peran hidup seseorang bila dibanding- kan dengan
jumlah interaksi. Aktivitas dalam teori ini dianggap sebagai hal
yang penting untuk mempertahankan tingkat kepuasan pribadi
serta konsep diri yang positif. Teori ini berdasarkan pada asumsi
bahwa Aktif lebih baik daripada pasif dan gembira lebih baik dari
pada sedih.
3. Teori Continuitas
Teori ini menekankan bahwa pentingnya hubungan antara
kepribadian dan kesuksesan hidup lansia. Berdasarkan teori ini,
ciri- ciri kepribadian seseorang sudah lama terbentuk sebelum
seseorang memasuki usia lanjut. Namun, gambaran kepribadian
itu juga bersifat dinamis dan berkembang secara berkelanjutan.
Dengan teori ini kita dapat menafsirkan apakah individu tersebut
berhasil menyesuaikan diri dengan mengetahui bagaimana
individu tersebut melakukan penyesuaian diri terhadap
perubahan-perubahan selama hidupnya.
4. Teori Subkultur
Lansia merupakan salah satu kelompok usia yang mempunyai
norma, harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan tersendiri,
sehingga dapat dikelompokkan menjadi suatu sub kultur. Akan
tetapi lansia kurang berinteraksi dengan masyarakat luas dan
lebih banyak berinteraksi dengan sesama lansia. Di kelompok
lansia, status tingkat kesehatan dan kemampuan mobilitas lebih
ditekankan dibandingkan dengan hasil pekerjaan, pendidikan,
ekonomi yang pernah dicapainya.
5. Teori Stratifikasi Usia
Menurut Riley (1972) (dalam Dahlan et al., 2018), teori ini
menerangkan bahwa adanya saling ketergantungan antara usia
dengan struktur sosial yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Orang-orang tumbuh dewasa bersama masyarakat dalam
bentuk kohor dalam artian sosial, biologis, dan psikologis.
b. Kohor baru terus muncul dan masing-masing kohor memiliki
pengalaman dan selera tersendiri.
c. Suatu masyarakat dibagi dalam beberapa strata sesuai
dengan lapisan dan peran.
d. Masyarakat sendiri senantiasa berubah, begitu pula individu
dan perannya dalam masing-masing strata.
e. Terdapat saling keterkaitan antara penuaaan individu dengan
perubahan sosial.
6. Teori Penyesuaian Individu dengan Lingkungannya
Teori ini dikemukakan oleh Lawton (1982) (dalam Dahlan et al.,
2018), bahwa ada hubungan antara kompetensi individu dengan
lingkungannya. Yang dimaksud kompetensi disini adalah
segenap proses, termasuk dalam cirri fungsional individu, yaitu
kekuatan ego, keterampilan motorik kesehatan biologis, kapasitas
pengetahuan, dan fungsi sensorik. Adapun lingkungan yang
dimaksud tentang potensinya untuk menimbulkan tanggapan
prilaku dari seseorang. Orang yang berperan pada level
kompetensi yang rendah hanya mampu bertahan dan
menyesuaikan diri pada level tekanan lingkungan yang rendah
pula begitupun sebaliknya.

2.2 Konsep Dasar Stress


2.2.1 Definisi Stres
Stres merupakan segala sesuatu dimana tubuh merespon yang
bersifat non spesifik terhadap tuntutan atau beban atasnya dan
mengharuskan seseorang individu untuk merespon atau melakukan
tindakan. Stres dalam bahasa latin adalah“stingere” yang artinya
“keras”(stricus). Istilah ini mengalami perubahan artidari waktu ke
waktuseiring dengan perkembangan jaman. Abad ke -17 stres sering
diartikan sebagai sesorang yang mengalami kesulitan atau sedang mendapat
beban. Pada abad ke -18 istilah stres ini digunakan dengan unutk
menunjukkan suatu kekuatan, tekanan, ketegangan, atau usaha yang sangat
berat berpusat pada benda dan manusia. Stress dapat diartikan sebagai
seseorang individu yang merasakan beban atau kesulitan melakukan tugas
yang berat dan seseorang itu tidak dapat menerima dengan baik beban itu
maka tubuh sesorang itu mengalami stres. Pada penderita stres, gejala yang
terjadi pada penderita didominasi oleh gangguan fisik, tetapi terdapat juga
gangguan psikis. (Sudirman, 2020)
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimiawi dari dalam diri
individu terhadap situasi yang tidak menyenangkan. Ketika mengalami stres
seseorang akan merasakan beberapa gangguan organ sehingga individu
tersebut kesulitan dalam menjalankan aktivitasnya dengan baik, maka ia
dapat dikatakan mangalami distres. (Setiana et al., 2017)

2.2.2 Klasifikasi Stres


Klasifikasi tingkat stres (Tyas W et al., 2017), yaitu:
1. Stres ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan
kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana
mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi
2. Stres sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini
dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan
persepsinya.
3. Stres berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun
dan cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba
memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak
pengarahan.

2.2.3 Penggolongan Stres


Menurut (Rena, 2019) stres menjadi dua golongan yang didasarkan
atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya yaitu :
1. Distres (stres negatif)
Yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,
negatif, dan destruktif. Distress merupakan bentuk stres yang
melebihi kemampuan untuk mengatasinya, membebani tubuh, dan
menyebabkan masalah fisik atau psikologis
2. Eustres (stres positif)
Yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan
konstruktif. Ini adalah bentuk stres yang mendorong tubuh untuk
beradaptasi dan meningkatkan kemampuan diri. Eustres bersifat
menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan, frase
joy of stres untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang
timbul dari adanya stres. Eustres dapat meningkatkan kesiagaan
mental, kewaspadaan, kognisi dan performansi kehidupan. Eustres
juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan
sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

2.2.4 Sumber Stres (Stresor)


Menurut (Selo et al., 2017) ada 2 faktor yang menyebabkan stres
pada lansia yaitu :
1. Faktor internal,
Sumber stres yang berasal dari diri seseorang sendiri, seperti
penyakit dan konflik.
2. Faktor eksternal
Sumber stres yang berasal dari luar diri seseorang seperti keluarga
dan lingkungan. Apa lagi untuk lansia yang tinggal didalam panti
jompo, keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh terjadiya stress
pada lansia. penyebab stres mereka antara lain kangen dengan
keluarga mereka karena jarang dijenguk, tidak cocok dengan teman
sepanti, dan merasa tidak dipedulikan sanak saudara serta keluarga
mereka. Namun patut diperhitungkan bahwa lansia kadang sukar
beradaptasi terhadap lingkungan maupun suasana baru dan kadang
lebih menyukai tinggal di rumahnya sendiri. faktor keluarga juga
sangat berperan besar dalam kejadian stres para lansia. Dukungan
keluarga sangat berperan signifikan untuk menjauhkan stres pada
lansia. Bagi lansia yang tinggal di Panti Werdha, kehadiran dan
kunjungan keluarga tentu saja memberi peran penting terhadap resiko
stres yang lebih kecil.
Sedangkan menurut (Kurniasih* et al., 2021) ada 5 faktor yang
menjadi pemicu atau sumber datangnya stress :
1. Fisik
Pada stres yang diakibatkan oleh fisik biasanya mengalami
perubahan iklim, cuaca, geografi. Meliputi tempat tinggal dan domisili.
2. Sosial
Stressor yang muncul diakibatkan karena pengaruh sosial, misalnya
disebabkan karena stressor sosial ekonomi dan politik, stresor
keluarga, hubungan interpersonal dan lingkungan. Seperti tidak ada
pekerjaan.
3. Psikologi
Stressor yang diakibatkan karena psikologi, misalnya disebabkan
karena frustasi dan ketidakpastian.
4. Biologik
Stressor yang diakibatkan karena biologik misalnya diakibatkan oleh
bakteri, virus, binatang, dan makhluk hidup lainnya yang dapat
mempengaruhi kesehatan. Misalnya demam, di gigit binatang, dan
lain yang di persepsikan dapat mengancam konsep diri individu.
5. Spritual
Stressor yang diakibatkan oleh spiritual, misalnya disebabkan karena
adanya persepsi negative terhadap nilai–nilai ke tuhanan

2.2.5 Gejala Stress


Gejala-gejala stress yang timbul dibedakan dalam 2 kategori yaitu
(Buanasari, 2019) :
1. Gejala-gejala stress fisik seperti:
a. Sakit kepala
b. Nyeri otot
c. Sakit punggung
d. Rasa lemah
e. gangguan pencernaan, seperti rasa mual atau muntah-muntah,
sakit perut, nafsu makan hilang atau selalu ingin makan
f. Jantung berdebar-debar, tekanan darah tinggi
g. Sering buang air kecil
h. Tidak dapat tidur atau tidur berlebihan,
i. Berkeringat secara berlebihan
2. Gejala stress psikologis seperti :
a. Gelisah atau cemas
b. Sedih
c. Menangis
d. Mood atau suasana hati sering berubah-ubah
e. Mudah panas atau cepat marah
f. Harga diri menurun atau merasa tidak aman
g. Terlalu peka atau mudah tersinggung,
h. Gampang menyerah
i. Sikap bermusuhan

2.2.6 Respon Psikologis Stres


Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi,(Tyas W et al.,
2017):
1. Kognisi
Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas
kognitif. Kognisi juga dapat berpengaruh dalam stres.
2. Emosi
Emosi cenderung terkait dengan stres. Individu sering menggunakan
keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres. Proses penilaian
kognitif dapat mempengaruhi stres dan pengalaman emosional.
Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, fobia, kecemasan,
depresi, perasaan sedih dan rasa marah.
3. Perilaku Sosial
Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu
dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif. Bencana alam
dapat membuat individu berperilaku lebih kooperatif, dalam situasi
lain, individu dapat mengembangkan sikap bermusuhan. Stres yang
diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif
cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.
Stres juga dapat mempengaruhi perilaku membantu pada individu.

2.2.7 Stres Pada Lansia


Lansia terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap,
dimana penurunan kondisi tersebut dapat menimbulkan stres pada sebagian
lansia. Masalah psikososial pada lansia dapat berupa stres, ansietas
(kecemasan) dan depresi. Masalah tersebut bersumber dari beberapa aspek,
diantaranya perubahan aspek fisik, psikologis dan sosial. Gejala yang terlihat
pada lansia dapat berupa emosi labil, mudah tersinggung, gampang merasa
dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan perasaan tidak
berguna. Walaupun tidak disebutkan lebih terperinci mengenai angka
kejadian dari masing-masing masalah psikososial tersebut, namun dari
penjelasan tersebut. dapat diketahui bahwa perubahan-perubahan yang
terjadi pada lansia dapat berkembang menjadi masalah-masalah lain yang
seringkali juga disertai dengan terjadinya perubahan konsep diri.(Buanasari,
2019).
Dengan adanya perubahan-perubahan yang dialami lansia, seperti
perubahan pada fisik, psikologis, spiritual, dan psikososial menyebabkan
lansia mudah mengalami stres. Stres pada lansia dapat didefinisikan sebagai
tekanan yang diakibatkan oleh stressor berupa perubahan yang menuntut
adanya penyesuaian dari lansia. Tingkat stres pada lansia berarti pula tinggi
rendahnya tekanan yang dirasakan atau dialami. Lansia yang tinggal di panti
werdha pada umumnya mengalami kehilangan kontrol akan hidupnya secara
drastis karena perasaan keterpisahan dan keterasingan. Hal tersebut dapat
membuat lansia mengalami stres. (Ilham et al., 2020)

2.3 Konsep Dasar Art Therapy (Menggambar)


Menurut Eagle Oseven, dalam bukunya tertulis bahwa kreativitas
adalah salah satu cara terbaik untuk mengekspresikan emosi dengan cara yang
sehat. Meskipun menyenangkan memiliki orang untuk diajak bicara, kreativitas
bias sering kali memungkinkan kita untuk mengekspresikan emosi kita
sedemikian rupa percakapan dan kata-kata tidak selalu memungkinkan.
Kreativitas adalah cara untuk mengubah emosi negative sesuatu yang positif
dan bermakna. Sebuah meta-analisis diterbitkan dalam American Journal of
Public Health meninjau lebih dan 100 studi yang menguji efek kreativitas pada
kesehatan fisik dan mental kita. Individu yang lebih mungkin terlibat aktivitas
kreatif juga menunjukkan peningkatan emosi positif, serta penurunan stres,
kecemasan, dan emosi negatif. Lainnya studi yang diterbitkan dalam Journal of
Aging and Health menemukan bahwa orang kreatif cenderung hidup lebih lama
hidup daripada orang non-kreatif, mungkin karena kemampuan mereka untuk
mengelola stres dengan lebih baik. Ada berbagai manfaat yang terbukti secara
ilmiah bentuk kreativitas dengan “Art Therapy”. Art therapy merupakan salah
satu terapi untuk menurunkan stres.
2.1.1
2.2.1
2.3.1 Pengertian art therapy
Menurut The American Art Therapy Association art therapy adalah sebuah
proses penyembuhan yang dilakukan dengan membuat sebuah karya seni
yang kreatif. Proses penyembuhan ini berguna dalam meningkatkan kualitas
kehidupan. Art therapy didasarkan pada gagasan bahwa proses kreatif
pembuatan seni dapat dijadikan sebagai sarana penyembuhan dan peningkatan
hidup. Art therapy sangat membantu dalam mengatasi gangguan emosi,
menyelesaikan konflik, menambah wawasan, mengurangi perilaku bermasalah,
serta meningkatkan kebahagiaan hidup.
Malchiodi (2013) (dalam Permatasari et al., 2017) menyatakan art therapy
adalah suatu bentuk terapi yang bersifat ekspresif dengan mengunakan materi
seni, seperti lukisan, kapur, spidol, dan lainnya. Art therapy menggunakan media
seni dan proses kreatif untuk membantu mengekspresikan diri, meningkatkan
keterampilan coping individu, mengelola stress, dan memperkuat rasa percaya
diri. Art therapy juga dapat diartikan sebagai kegiatan membuat sebuah karya
seni untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan emosional pada individu, baik
pada individu yang memiliki kemampuan dalam seni ataupun yang tidak memiliki
kemampuan dalam seni. Melalui art therapy individu dapat mengungkapkan
perasaan yang dialami dengan menggunakan seluruh area atau fungsi dalam diri
mereka.
Benson (dalam (Sholihah, 2017)) menyatakan bahwa gambar dapat
membuat sensasi kesenangan, ketakutan, kecemasan, atau rasa tenang, dan
ada bukti bahwa mereka dapat mengubah suasana hati dan bahkan menginduksi
rasa kesejahteraan (keamanan, keselamatan, ketenteraman). Art therapy dapat
dinilai sebagai suatu bentuk bahasa visual individu untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan yang tidak bisa mereka ungkapkan. Selain itu art therapy
dapat menjadi cara dalam mengkomunikasikan pengalaman yang sulit untuk
diverbalisasi, seperti kekerasan fisik atau seksual, trauma, kesedihan, serta
pengalaman emosional yang komplek.
Art therapy merupakan kegiatan terapi menggunakan kombinasi alat
gambar, warna dan media dengan maksud agar subjek mampu mengekspresikan
emosinya dan memperoleh gambaran psikologi subjek. (Prasela et al., 2020)

2.3.2 Manfaat Art Therapy


Menurut (Putri, 2019) aktivitas menggambar dapat menimbulkan perasaan
tertarik dan menyenangkan pada individu serta merangsang partisipasi
mereka karena dalam proses terapi ini individu melakukan sesuatu dan tidak
hanya terlibat dalam pembicaraan. Fungsi menggambar atau melukis dan
mewarnai adalah sebagai berikut :
1. Secara Fisik
a) Membantu koordinasi mata dan tangan, aktivitas tangan akan membantu
pengembangan rasa ( perasaan ), ketangkasan/ketrampilan tangan,
ketelitian dan genggaman tangan.
b) Membantu proses pengontrolan tangan dan jari, eksplorasi jari dan
menggerakkannya, ketrampilan dan ketelitian, melatih otot-otot tangan.
2. Secara sensori
a) Membantu fokus stimulasi sensory, pemrosesan penglihatan visual
dan perhatian, kelengkapan feedback sensory.
b) Membantu fokus perhatian visual dan pemrosesan, menstimulasi ujung-
ujung jari, visual sensory feedback,responsi terhadap input sensory.
3. Secara komunikasi
a) Membantu visualisasi perasaan dan ide-ide,proses ekspresi verbal,
memberikan jalan untuk proses ekspresi diri melalui warna dan
gambvar visual, mempromosikan hubungan dan interaksi dengan teman-
teman sebaya lainnya.
b) Membantu pengembangan non verbal ekspresi, emosi,ide dan pesan
yang ingin disampaikan,diskusi verbal tentang hasil karyanya,
kesempatan untuk menyampaikan ekspresi verbalnya secara spontan.
4. Secara kognitif
a) Membantu stimulasi mental dan fokus,kemampuan pemecahan masalah
dan pengorganisasian ide-ide,perhatian terhadap detail dan kreativitas.
b) Membantu stimulasi mental,kemampuan penyelesaian masalah ( contoh
dalam pemilihan warna ) dan kreativitas.
5. Secara sosial dan emosional
a) Membantu melepaskan perasaan tegang dan mengurangi
kecemasan, pemrosesan kepercayaan diri,menfasilitasi identifikasi emosi
dan ekspresi serta kesadaran akan individualistis dan keunikan.
b) Membantu kepercayaan diri dan rasa dapat menyelesaikan sebuah
tugas/pekerjaan, sosialisai dan pembicaraan dengan teman
lainnya,keluarga dan terapish, membantu kesabaran, menyesuaian
tindakan dan perasaan daalm sebuah ekspresi gambar.
Manfaat Art Therapy menurut (Hidayat, 2018) yaitu :
1. Mengeksplorasi emosi dan keyakinan, mengurangi stres, mengatasi
masalah dan konflik, dan meningkatkan rasa kesejahteraan.
2. Mendorong pertumbuhan pribadi dan meningkatkan pemahaman diri.
3. Membantu individu berkomunikasi tentang isu dan ma- salah yang relevan
dengan cepat, sehingga mempercepat penilaian dan intervensi.
4. Membantu individu mengekspresikan apa yang mung- kin sulit
diungkapkan dengan kata-kata.
5. Membantu mengatasi gangguan atau tekanan mental dan emosi serta
mengatasi konflik atau tekanan hidup.

2.3.3 Jenis-jenis Art Therapy


Tujuan Art Therapy bukan untuk menghasilkan bentuk‐ bentuk artistik,
tetapi lebih menekankan kebebasan untuk berkomunikasi melalui bentuk‐bentuk
artistik. Menurut Nordqvist (dalam Jonson, 2021) jenis-jenis art therapy bisa
dibedakan kepada music therapy, poetry therapy, dance therapy, drama therapy
dan seni kriya.
1. Terapi gerakan tari (atau terapi tari) melibatkan penggunaan berbagai gaya
tarian dan gerakan yang berbeda
2. Terapi drama dilakukan dengan bermain peran tertentu dalam situasi tertentu,
membuat gerakan untuk mengekspresikan diri, pidato dengan suara yang sulit
ditirukan, bertindak tanpa berkata-kata, atau mengulangi perilaku yang
menyebabkan konseli mengalamai maslah di masa lalu.
3. Art Therapy berikutnya bermain musik dimana konseli diminta bermain
instrumen, menyanyi dan mendengarkan musik, mengganti lirik, bermain alat
musik seraya berfikir bagaimana hubungannya dengan orang lain.
4. Variasi art therapy yang terakhir adalah seni visual. jenis-jenis Visual art yaitu :
a) Drawing
Teknik yang menggunakan cara dengan menggambarkan suatu sketsa
dari objek apapun, seperti pohon, binatang, atau adegan. Ide di balik
penggunaan gambar berseri adalah bahwa melalui gambar tersebut,
terutama secara teratur, konseli akan mewakili diri mereka sendiri dan
masalah mereka secara simbolis dalam gambar tersebut.
b) Painting
Terapi melukis akan melibatkan kapasitas intuisi, yaitu kapasitas dalam
mengolah berbagai potensi indra (sense) untuk menghasilkan sebuah
‘citra’ melalui medium lukisan. Melalui ekspresi kreatif dalam terapi
melukis, individu akan mengekspresikan dirinya kemudian menemukan
sense of self

c) Photography
Foto-foto merupakan jejak kaki dari pikiran kita, cermin dari kehidupan
kita, refleksi dari hati kita, dan kenangan beku kita. Fotografi adalah cara
untuk menangkap dan mengekspresikan perasaan dan ideide dalam
bentuk visual-simbolis di seluruh rentang kehidupan manusia.
d) Collage
Artinya konseli mengambil atau mengumpulkan kata-kata atau gambar
dari berbagai macam sumber, salah satunya adalah majalah dan koran,
lalu konseli akan menyatukan tulisan dan gambar-gambar itu menjadi
satu karya yang melambangkan perasaan diri mereka.
e) Sculpture
Tanah liat merupakan benda lunak yang mudah dibentuk. Pemanfaatan
tanah liat dalam konseling bertujuan untuk meng- ekspresikan perasaan
dan emosinya pada tanah liat, sehingga konseli dapat membentuk tanah
liat sesuai dengan perasaan dan pengalamannya saat ini.

2.3.4 Tahapan Pelaksanaan Art Therapy


Dalam pelaksanaannya, art therapy memiliki beberapa tahap yang harus
dilakukan, yaitu sebagai berikut (Hidayat, 2018) :
1. Penilaian
Penilaian digunakan oleh terapis untuk mencaritahu apa yang akan dilalui
klien, dan untuk mendapatkan informasi lainnya tentang klien. Penilaian
pada awal terapi merupakan langkah pertama yang penting karena pada titik
ini terapis akan memutuskan apakah terapi ini adalah pilihan yang baik
untuk klien atau apakah hanya akan membuang-buang waktu.
2. perawatan di awal (membangun hubungan Baik)
Hal pertama yang perlu terjadi selama sesi pertama ada- lah terapis
membangun hubungan yang baik dengan klien. Hubungan antara klien dan
terapis adalah penting karena memungkinkan untuk mengembangkan
kepercayaan dalam hubungan. Setelah membangun hubungan baik dengan
klien dan mendapatkan pemahaman tentang sudut pandang klien, terapis
dapat memperkenalkan terapi seni/kreativitas untuk klien. Hal ini dilakukan
dengan memberikan informasi tentang terapi seni/kreativitas, dan menjawab
setiap pertanyaan klien. Pada titik ini, terapis mungkin menyarankan
melakukan beberapa karya seni.
3. Pengobatan midphase
Kita cukup sulit untuk mengetahui kapan sesi terapi berubah dari bagian
awal ke fase tengah (midphase), tetapi ada beberapa perbedaan penting
yang menandai mulai dila- kukannya midphase tersebut. Pertama,
kepercayaan antara klien dan terapis telah terbangun, dan fokus dari sesi
bagi- an (fase) pertengahan lebih berorientasi pada tujuan. Untuk alasan ini
bagian pertengahan dari sesi konseling sering dianggap sebagai periode
utama. Pada sesi pertengahan dalam konseling, terapis menetapkan arah
dan batas-batas, secara pribadi dan profesional antara konseli dan konselor.
4. Tahap pengakhiran
Penghentian terapi seni dapat dilakukan oleh klien (konseli) atau terapis
(konselor). Pemutusan umumnya diputuskan ketika terapis atau klien
menyadari bahwa terapi sudah dirasa cukup. Pemutusan merupakan bagian
yang sangat penting dari proses terapi. Jika pemutusan ditangani secara
tidak benar, klien atau konseli mungkin mundur sebelum semua sesi
berakhir. Ketika mendekati sesi akhir terapi, klien dapat berbicara tentang
kemajuan yang telah dibuat oleh mereka selama sesi berlangsung.
Kemudian klien diminta mengungkapkan perasaan tentang berakhirnya sesi
terapi.
Menurut (Putri, 2019) Art Therapy dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya dengan memberikan suatu bahan yang berwarna dan meminta
lansia untuk membuat suatu bentuk misalnya segitiga, bujursangkar ataupun
lingkaran. Dapat pula dengan cara lansia diminta untuk mewarnai suatu sketsa
gambar atau lansia menggambar kemudian diwarnai . Menurut Kim 2010 (dalam
Putri, 2019) dalam disertasinya mengatakan bahwa aktivitas art therapy dapat
diberikan selama maksimal 12 kali pertemuan atau sesi. Kegiatan art therapy ini
dilakukan dalam bentuk grup atau kelompok dengan satu pendamping. Kemudian
responden melakukan aktivitas menggambar secara individual sesuai
dengan tema yang diberikan. Tiap kelompok responden disediakan bahan untuk
art therapy seperti crayon, pensil warna, pensil gambar, spidol, cat air dan kertas
gambar.
2.4 Penelitian Relevan
Penelitian Judul Metode Hasil Perbedaan Persamaan
Evinatalia1) Pengaruh art quasy menunjukkan 1. Variabel Variabel
Ns. therapy experiment bahwa dependen Independen
Isnaini mozaik (penelitian mayoritas 2. Waktu dan
Rahmawat terhadap eksperimen depresi pada tempat
i, MAN2) tingkat semu) dengan lansia 3. Jenis
Ns. Ririn depresi pada desain sebelum penelitian
Afriyan Lansia di penelitian One dilakukan kualitatif
Sulistyawa panti wreda Group Pretest- tindakan Art 4. Metode
ti, M.Kep3) dharma Posttest therapy pengumpul
bhakti Without menunjukkan an data
surakarta Control hasil 6 dengan
Design. Jumlah responden wawancara
sampel atau dan
Penelitian ini 24.0% dokumen
yaitu memiliki
25 respoden. depresi
Penelitian ini sedang dan
dilakukan di kategori
Panti Wreda depresi berat
Dharma Bhakti yaitu 19
Surakarta dan responden
dilaksanakan atau 76.0%.
pada bulan Juli
2020.

Ayu Eka Penerapan penelitian yang bahwa art 1. Variabel Variabel


Permatasa Art Therapy digunakan therapy dapat dependen independen
ri1), untuk dalam menurunkan 2. Waktu dan
Samsunu Menurunkan penelitian ini depresi pada tempat
wiyati Depresi adalah mixed tiga lansia 3. Jenis
Marat2) pada Lansia method yang berada penilian
dan di Panti dengan di panti kualitatif
Meiske Y. Werdha X menggabungka werdha X. Hal dan
Suparman3 n metode ini dapat kuantitatif
)
penelitian terlihat 4. Metode
secara melalui pengumpul
kuantitatif dan perubahan an data ,
kualitatif dalam dari karya Observas,
satu penelitian. yang Wawancara
Penelitian ini dihasilkan, dan
menggunakan observasi dokumenta
pre-test dan perubahan si
post-test perilaku,
sebagai proses pada
analisa untuk tiap sesi
menentukan intervensi,
kriteria wawancara
partisipan dan dan
mengetahui perbandingan
perbandingan hasil pre test
hasil sebelum dan post test
dan sesudah pada seluruh
pemberian subyek.
intervensi.
Alex Dwi Pengaruh Quasi bahwa 1. Variabel Variabel
Prasela art drawing Eksperiment pemberian art dependen indenpende
1) therapy dengan drawing 2. Waktu dan n
, Febriana terhadap menggunakan therapy lebih tempat
Sartika tingkat pre and post efektif 3. Jenis
Sari kecemasan test diberikan penilian
2) Lansia di nonequivalent kepada lansia kuantitatif
, Irna posyandu control. karena dapat 4. Metode
Kartina fatimah Rancangan mengekspresi pengumpul
3) surakarta penelitian yang kan an data
digunakan perasaannya Wawancara
adalah pre melalui dan
and post test gambar yang dokumenta
nonequivalent dibuat dan si
control yang dapat
artinya meningkatkan
responden motorik dan
penelitian kognitif
dibagi lansia dalam
menjadi dua menyelesaika
kelompok. Satu n masalah
kelompok yang
perlakuan dan dialaminya
satu kelompok saat ini.
kontrol Sedangkan
sebagai pada
perbandingan. kelompok
kontrol hanya
diberikan
senam lansia
sehingga
hanya dapat
meningkatkan
motoriknya
saja.
2.5 Kerangka Teori/Kerangka Konsep
Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
Penyebab Stres
1. Faktor Internal
a. Konflik
b. Sakit
2. Faktor ekternal
a. Keluarga
b. lingkungan
Klasifikasi Stres
1. Stres ringan
Tingkat Stres
2. Stres Sedang
pada lansia
3. Stres Breat

Manajemen Stres

Farmakologi Non Farmakologi


1. Diazepam 1. Terapi musik
2. Larazepam 2. Terapi spiritual
3. Alprozolam 3. Terapi relaksasi
4. Fluoxetino 4. Terapi leognitif perilaku
5. Setraline 5. Art Therapy
(Menggambar)

Penurunan Tingkat
Stres pada lansia

Sumber : (Sudirman, 2020), (Tyas W et al., 2017), (Ilham et al., 2020).


Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Art Therapy Tingkat Stress


(Menggambar) Pada Lansia

Gambar 2. Kerangka Konsep

Keterangan :
: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Berpengaruh

2.6 Hipotesis
Adapun hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada pengaruh terapi kreativitas Pengaruh Art Therapy (Menggambar)
terhadap Tingkat Stres pada Lansia di Panti Griya Lansia Jannati Kota
Gorontalo
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Panti Griya Lansia Jannati, Kabupaten
Gorontalo

3.1.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2022

3.2 Desain Penelitian


Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif Quasi experimental dengan
pendekatan One group pretest posttest yaitu desain penelitian yang terdapat
pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi perlakuan tanpa
kelompok kontrol. Dengan demikian dapat diketahui lebih akurat, karena dapat
membandingkan dengan diadakan sebelum diberi perlakuan.
Tabel. Rancangan One Group Pretest-Postest
Pretest Perlakuan Postest
01 X 02
Keterangan :
X : Art Therapy
01 : Sebelum dilakukan art therapy
02 : Setelah dilakukan art therapy

3.3 Variabel Penelitian


3.3.1 Variabel Independen
Variabel bebas atau variabel sebab disebut varibael yang mempunyai
pengaruh atau nilai yang menentukan variabel lain. Variabel yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah Art Therapy (Menggambar)
3.3.2 Variabel Dependen
Variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi nilainya oleh variabel lain.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat stres pada lansia
3.4 Definisi Operasional
Adapun definisi dari opersional penelitian yakni sebagai berikut :
Tabel 2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala
operasional
Independen art therapy Standar -
: adalah suatu Operasional
Art Therapy bentuk terapi Prosedur
bersifat ekspresif (SOP)
yang diterapkan
pada lansia
dengan
mengunakan
materi seni,
seperti lukisan,
kapur, spidol,
dan lainnya.
Dependent : Stres yang Kuesioner Normal : 0-14 ordinal
Stres terjadi pada Depression Stres Ringan :
lansia dapat , Anxiety 15-18
didefinisikan and Stress Stres Sedang :
sebagai tekanan Scale 19-25
yang diakibatkan (DASS) Stres Berat :
oleh stressor 26-33
berupa Stress sangat
perubahan yang Berat : >34
menuntut adanya
penyesuaian dari
lansia.

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
yang menjadi kuantitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah lansia yang ada di Panti Griya Lansia Jannati sejumlah 23
orang.

3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. (sugiyono, 2018:81). Sampel dalam penelitian ini sejumlah 23
orang, lansia yang tinggal di Panti Griya Lansia Jannati.

3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel


Prosedur pengambilan sampel atau teknik sampling yang digunakan
dalam penelitian ini adalah non-probabilitay dengan teknik purposive sampling.
Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2019:133). Sesuai dengan namanya, sampel
diambil dengan maksud dan tujuan yang diinginkan peneliti atau sesuatu diambil
sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu
tersebut memiliki atau mengetahui informasi yang diperlukan bagi penelitian yang
akan dilaksanakan. Adaapun kriteria sampel dalam penelitan ini adalah :
1. Kriteria Inklusi
a. Lansia yang tinggal menetap dipanti
b. Lansia yang bersedia menjadi responden
c. Lansia yang mengalami gejala stress

2. Kriteria eksklusi
a. Lansia yang sedang dalam pengobatan

3.6 Teknik Pengumpulan Data


3.6.1 Jenis Data
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini di peroleh dari hasil lembar yang berisi
pernyataan bersedia menjadi responden dan lembar kuesioner yang terdiri dari:
a. Data demografi
b. Kuesioner Depression, Anxiety and Stress Scale (DASS) 42 yang terdiri
dari 13 pertanyaan tentang stress dengan skor penilaian Normal : 0-14,
Stres Ringan : 15-18, Stres Sedang : 19-25, Stres Berat : 26-33, Stress
sangat Berat : >34
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data lansia di Griya Lansia
Jannati Provinsi Gorontalo
3.6.2 Tahapan pengumpulan data
1. Peneliti mengajukan permohonan observasi awal ke tempat penelitian di
Griya Lansia Jannati Provinsi Gorontalo.
2. Peneliti menentukan responden berdasarkan kriteria dalam sampel
penelitian

3.7 Teknik Pengolahan Data


1. Editing (penyunting data)
Data lapangan yang ada dalam kuesioner perlu diedit, tujuan dilakukannya
editing adalah untuk: (1) Melihat lengkap tidaknya pengisian kuesioner. (2)
Melihat logis tidaknya jawaban. (3) Melihat konsistensi antar pertanyaan
2. Coding (lembaran kode/kartu kode)
Dilakukan untuk pertanyaan-pertanyaan: (1) Tertutup, bisa dilakukan
pengkodean sebelum ke lapangan. (2) Setengah terbuka, pengkodean
sebelum dan setelah dari lapangan. (3) Terbuka, pengkodean sepenuhnya
dilakukan setelah selesai dari lapangan.
3. Entry Data (memasukkan data)
Merupakan kegiatan data ke dalam computer untuk selanjutnya dilakukan
analisa data.
4. Tabulating (tabulasi data)
Tabulasi adalah kegiatan menghitung dan menyusun data hasil pengkodean
yang nanti kemudian disederhanakan lagi dalam bentuk tabel. Tabel yang
dibuat bisa berbentuk tabel korelasi, tabel frekuensi, atau tabel silang.

3.8 Teknik Analisa Data


Data yang telah terkumpul dilakukan analisis dengan program computer
SPSS (Statistical Product and Service Solutions), analisis yang dilakukan
meliputi:
1. Researach Optimus, Analisis univariat adalah metode analisis data penelitian
kuantitatif yang paling mudah. Seperti namanya, “Uni” yang berarti “satu,”
dalam analisis univariat, hanya ada satu variabel yang dapat diandalkan.
Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dan menarik
kesimpulan. Adapun tujuannya untuk memperoleh data, mendeskripsikan dan
meringkasnya, serta menganalisis pola di dalamnya.

2. Analisa bivariat dilakukan untuk menganalisis dua variabel yang diduga


berhubungan atau berkorelasi. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis
dengan menentukan hubungan variabel bebas dan terikat Analisa bivariat
dilakukan untuk menganalisis dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkorelasi. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesi dengan
menentukan hubungan variabel bebas dan terikat

3.9 Hipotesis Statistika


H0 : Tidak ada pengaruh art therapy (Menggambar) terhadap tingkat stres
pada lansia
Ha : Ada pengaruh art therapy (Menggambar) terhadap tingkat stres pada
lansia

3.10 Etika Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan etika penelitian yang
meliputi :
1. Informed Consent
Peneliti meminta persetujuan responden yang memenuhi kriteria inklusi,
setelah menjelaskan tujuan dan prosedur art therapy dengan memberikan
lembar informed consent
2. Nonmalefecience
Selama penelitian tidak terdapat dampak yang merugikan responden
sehingga peneliti tidak mengakhiri art therapy.
3. Beneficience
Peneliti memberikan manfaat kepada responden untuk menurunkan
tingkat stres saat penelitian dan sesudah penelitian untuk mendapatkan
manfaat jangka panjang peneliti memberikan edukasi agar tetap
melanjutkan art therapy sesuai dengan yang telah diinstruksikan oleh
peneliti.
4. Autonomy
Peneliti tidak memaksa responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk
menolak menjadi partisipan selama penelitian dan tidak ada responden
yang mengundurkan diri saat penelitian berlangsung.
5. Ananomity
Peneliti mencantumkan inisial pada lembar data atau master tabel untuk
menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian.
6. Confidentiality
Peneliti merahasiakan data-data atau informasi tentang responden yang
diperoleh selama penelitian.
7. Protect Discomfort
Peneliti melindungi responden dari ketidaknyamanan yang mungkin
terjadi dengan memfasilitas apabila ada dampak yang muncul saat
proses penelitian berlangsung dan menjaga kerahasiaan infromasi
tentang responden untuk melindungi data-data responden.

Anda mungkin juga menyukai