Immanuel Kant
BANGUN dan bangkitlah!
Robohkan fondasi istana kaum kaya
Didihkan darah kaum tertindas dengan api iman
Ajarlah burung gereja biar berani melawan elang
Saat rakyat berdaulat sudah dekat
Hapuskan sisa sisa hokum dan kebiasaan masa lalu
Buanglah bulir gandum di tegalan
Yang gagal memberi kehudupan kaum tani
Kemudian arahkan pandang kepada para pendeta
Dan singkirkan mereka dari gereja
Sebab mereka berdiri bagaikan tirai besi yang memisahkan
Tuhan dan manusia
Padamkan lampu di semua kelenteng dan mesjid
Karena mereka mencoba menipu Tuhan dan berhala berhala
Dengan sujud dan bicara tanpa makna
Aku muak dengan kemegahan palsu kelenteng pualam
Bangunkah daku kelenteng dari tanah
(Sir Muhammad Iqbal)
F. Imperatif Kategoris
Menurut Kant, asas moralitas (asas rasio praktis) seharusnya sesuai
dengan asas kehendak (maksim)---terjadi kalau manusia itu subjek moral
rasional murni. Dalam kenyataan, sering ada kesenjangan atau ketidak sesuaian
antara maksim dan asas moralitas, antara kehendak subjektif dan asas moral
objektif. Dalam kasus ini, asas objektif disadari sebagai perintah dan kewajiban.
Kalau keduanya sesuai (ini menurut Kant terjadi apada diri Allah), tidak ada
perintah ataupun kewajiban. Kant membedakan ‘perintah’ dan ‘imperatif’---
Perintah adalah asas objektif sejauh mengharuskan kehendak subjektif, sedang
imperatif adalah bentuk putusan dari perintah, dirumuskan dengan ‘seharunya’
(sollen).
Dalam Grundlegung, Kant membedakan dua macam imperatif. Yang
pertama disebut ‘imperatif hipotesis’. Dengan ini dimaksudkan bahwa asas-asas
tertentu yang bersifat objektif akan dilakukan dengan syarat tertentu, yaitu kalau
tujuan pelaku tercapai dengan melaksanakan asas-asas itu. Rumusnya: “jika
menginginkan X, anda harus melakukan Y”. misalnya, putusan “jika mau
belajar filsafat, anda harus membaca buku F.” Di sini orang bisa mau atau tidak
belajar filsafat, sehingga tidak harus membaca buku F karena masih terbuka
kemungkinan tidak melaksanakannya, imperatif ini juga disebut “imperatif
hipotetis problematis”. Imperatif ini bukan imperatif moral. Kant juga
menyebutk imperatif hipotetis jenis lain. Misalnya, putusan ”kalau mau bahagia,
anda harus melakukan tindakan T.” Di sini orang mau bahagia dan tidak mau
6
menolaknya, sehingga harus melakukan T. imperatif ini juga hipotetis, yaitu
tindakan tertentu diperintahkan sebagai sarana untuk tujuan tertentu (bahagia),
namun berbeda dari yang sebelumnya, syarat itu (kalu mau bahagia) ditegaskan
(assert), maka disebut “imperatif hipotesis asertorik”. Imperatif ini-pun bukan
imperatif moral.
Menurut Kant, imperatif moral terdapat dalam bentuk kedua yang disebut
“imperatif kategoris”. Imperatif ini memerintahkan sesuatu bukan untuk
mencapai tujuan tertentu, melainkan karena perintah itu baik pada dirinya.
Imperatif ini bersifat a priori. Kant menemukan imperatif kategoris sebagai
berikut: misalnya, dalam kasus keinginan berderma kepada tetangga yang tidak
dipedulikan orang lain, kita bertanya apakah kehendak (maksim) untuk
berderma itu bisa dijadikan hukum universal atau tidak. Kalau bisa, maksim kita
itu di benarkan secara moral. Imperatif kategoris ini merupakan perintah rasio
praktis kita yang harus dilaksanakan tanpan syarat, bersifat apodiktis
(apodiktisch): harus dilaksanakan secara mutlak perlu. Kehendak subjektif untuk
melaksanakan imperatif kategoris inilah maksim a priori.