Anda di halaman 1dari 3

Berandal Lokajaya

Raden Mahmud Syahid atau dikenal dengan Raden Mas Said hidup
berkecukupan sejak kecil. Ayahnya, Raden Suhur atau Arya Wilwatika adalah
seorang bupati Tuban. Sementara itu, ibunya bernama Dewi Nawangrum. Terlahir
sebagai anak bangsawan, ia tumbuh menjadi remaja nakal dan pembangkang.

Raden Sahid seringkali tidak sejalan dengan tindakan Adipati Arya Wilwatika
yang keras terhadap rakyat, tak terkecuali dalam penerapan pajak. Raden Said
menganggap bahwa hal itu menyengsarakan rakyat, apalagi kondisi rakyat tengah
ditimpa kemiskinan yang berat. Jika ditinjau dari kehidupan kalangan ningrat yang
hidp bermewah-mewahan, tentu saja itu berbanding terbalik. Dari kondisi ini, Raden
Sahid melihat adanya kesenjangan sosial yang tinggi.

Melihat kondisi rakyatnya, ia tidak bisa hanya berdiam diri. Wejangan-


wejangan yang dilontarkan ayahnya karena sikap menentangnya ini hanya masuk
telinga kanan, lalu keluar telinga kiri. Memang dasarnya Raden Said ini anak yang
pembangkang, maka ia malah semakin menentang ayahnya. Mulailah ia mengambil
satu tindakan bahwa ia harus menolong rakyatnya. Ia memutuskan mencuri harta di
kadipaten, lalu membagikan kepada rakyat miskin. Sejak saat itu, Raden Said
tumbuh menjadi preman yang ditakuti masyarakat Tuban karena suka mencuri hasil
kekayaan kadipaten Tuban dan dikenal sebagai Berandal Lokajaya. Walau begitu, ia
dianggap sebagai pahlawan bagi sekelompok rakyat miskin yang sering diberi harta
hasil curiannya.

Lama-kelamaan, tindakan Raden Said diketahui ayahnya. Ayahnya sangat


marah kepada Raden Said. “Dasar anak tidak tahu diri! Membuat malu orang tua
saja. Kurang apa atas semua yang ayah berikan selama ini? Siapa yang mendidikmu
menjadi berandal? Pergi dari sini! Jangan sekali-kali menginjakkan kaki di Kadipaten
Tuban lagi!” usir Adipati Arya Wilwatika.

Sejak itu, Raden Said meninggalkan Kadipaten Tuban. Ia merasakan


kesedihan dan kekecewaan mendalam di hatinya. Ia pun mengembara, berhari-hari ia
mengelilingi hutan, naik dan turun gunung, masuk perkampungan dengan pikiran
kacau balau. Ia mengembara untuk mencari kawanan perampok untuk ditundukkan
dan direbut hasil rampokannya. Ia hanya berpikir bagaimana cara mendapatkan harta
yang besar agar bisa dibagikan kepada rakyat miskin.

“Hai para perampok. Pilih harta atau nyawa!” ancam Raden Said.
“Hahaha... kau ini gila atau bagaimana? Perampok kok mau dirampok? Kau
ingin mencari mati?” tantang kepala perampok.

Akhirnya terjadi perkelahian hebat di antara mereka. Raden Said yang hanya
sendirian dikeroyok oleh kawanan perampok. Hanya bermodalkan tangan kosong,
Raden Said tak gentar melawan para perampok. Ia menunjukkan keahlian beladiri
yang dimiliki. Dengan kemampuan beladiri yang memukau, Raden Said berhasil
membuat kawanan perampok tersebut tumbang dan berkata, “Menyerah atau mati?”

“Ampun tuan, kami akui kami kalah. Siapa Anda sebenarnya?”

Raden Said memutuskan untuk mengganti identitasnya. “Aku ini adalah


Berandal Lokajaya. Jangan sekali-kali kau melawanku!” terang Raden Said.

Setelah itu, kawanan perampok tersebut menjadi pengikut setia Raden Said.
Mereka menjadi kawanan perampok yang terkenal dengan kemampuan beladiri yang
mumpuni. Mereka bisa merampok dengan mudah karena kekuatan yang mereka
miliki. Hasil rampokan mereka pun melimpah dan selalu dibagikan kepada rakyat
miskin. Hingga suatu ketika, Raden Said tidak berhasil mendapatkan harta rampokan.
Setiap usaha yang dilakukan beserta pengikutnya selalu gagal. Di tengah kegagalan
tersebut, mereka melihat ada orang bersorban dan berperawakan tinggi besar. Cara
berpakaian orang tersebut berbeda dengan orang Jawa pada umumnya dengan
memegang tongkat dari emas.

“Heh... berhenti! Serahkan barang-barangmu dan tinggalkan tempat ini jika


kau tidak mau adu kekerasan!” ancam Raden Said.

“Aku tidak punya barang yang bisa kuserahkan padamu.”

“Bohong! Jangan pura-pura tidak tahu, aku tahu tongkatmu itu harganya
sangat mahal.”

“Said, hentikan semua perbuatanmu. Kembalilah ke Jalan Allah. Bukannya


aku tidak mau menyerahkan hartaku, tetapi aku tidak punya apa-apa, semua ini
adalah milik Allah. Jangan sekali-kali kau campur-adukkan antara kebenaran dan
kejahatan. Aku sudah tahu apa yang kau lakukan selama ini. Maksud tindakanmu
benar, tetapi caranya salah. Pikirkan lagi perkataanku karena aku sudah banyak
makan asam garam. Coba perhatikan buah siwalan itu, jika Allah sudah
menghendaki, maka akan berubah menjadi emas,” terang pria bersorban.
Seketika semua buah siwalan tersebut berubah menjadi emas. Raden Said
terkejut. Ia sontak terjungkal ke tanah. Raden Said akhirnya sadar bahwa tindakan
yang dilakukannya selama ini salah. Ia telah tidak adil kepada orang-orang yang
dicuri hartanya. Ia pun bertobat dan berguru kepada pria bersorban tersebut yang tak
lain adalah Sunan Bonang.

HANA KHOLIFATUL HUSNIYAH

XII MIPA 6

15

Anda mungkin juga menyukai