Anda di halaman 1dari 16

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Teori Kedaulatan

Kedaulatan adalah hak fundamental bagi setiap negara yang ada di dunia sebagai suatu
kebutuhan terhadap penyelenggaraan sistem hukum dalam suatu wilayah agar dapat memberikan
jaminan terhadap keberlangsungan hidup penduduk dalam wilayah tersebut. Sebagai salah satu
subjek hukum internasional, pengakuan internasional terhadap suatu negara didasarkan pada
terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat pembentukan negara, diantaranya sesuai dengan konvensi
Montevideo 1933 terdapat empat unsur pembentukan negra, yaitu, penduduk yang tetap, wilayah,
pemerintahan serta kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain (Hadiwijoyo 2011:2).
jika diperhatikan, ke-4 unsur ini memiliki keterkaitan. Penduduk dapat dikatan sebagai suatu
kelompok individu yang hidup dalam suatu wilayah yang diakui menjadi teritori suatu negara yang
kemudian dikontrol oleh pemerintah yang berdaulat dengan cara membentuk sebuah sistem hukum
untuk mengatur dan melindungi penduduk serta wilayah yang dikalim sebagai milik dari negara,
kemudian kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain dapat dikatakan sebagai penentu
apakah negara telah memenuhi ketiga unsur yang telah dikemukakakan diatas. Unsur keempat ini
pulah dapat menjadi alat bagi negara dalam mengadakan hubungan diplomasi, ekonomi, serta
militer untuk memberikan jaminan keberlangsungan hidup negara.

Negara dan kedaulatan adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan keberdaannya karena
berbicara mengenai kedaulatan tidak hanya berbicara soal wilayah melainkan sistem hukum juga
menjadi suatu instrumen yang tak kalah penting dalam kajian mengenai kedaulatan. Sejarah telah
menunjukkan akibat ketidakadaan pengakuan terhadap kedaulatan negara. Setidaknya terdapat
beberapa perang besar terjadi akibat dari ketidaksadaran itu, diantaranya adalah perang Napoleon
(1803-1814), perang dunia I (1914-1918), perang dunia II (1939-1945) dan peran perang dingin
(1947-1991). Oleh sebab itu peristiwa –peristiwa ini sangat erat kaitannya dengan pemikiran
Hobbes. Hobbes melihat kedaulatan tercipta dari gagasan mengenai rasa tidak aman dan ketakutan.
Hobbes sangat percaya bahwa ketakutan akan penaklukan luar adalah fondasi utama dari
pembentukan kedaulatan (Nagan dan Haddad 2012:442). Itulah kemudian isu mengenai
kedaulatan termasuk isu sensitif dalam hubungan internasional, karena sangat berkaitan erat
dengan keamanan suatu negara. Sejarah telah mencatatkan berbagai kekacauan yang terjadi akibat
dari ketidak mampuan manusia untuk memahami kedaulatan secarah utuh. Sejatinya hasil dari
setiap perang telah memberikan konstribusi terhadap perkembangan pemikiran kedaulatan yang
telah kita nikmati saat ini. Jika melihat konteks yang terjadi saat ini perdebatan mengenai kedaultan
masih kontroversial, dikarenakan terdapatnya perkembangan isu semenjak perang dingin berakhir.
Jika berkaca melalui peristiwa sejarah, isu-isu internasional hanya berada bergerak pada satu
dimensi yaitu perang dan damai, namun dalam konteks yang terjadi saat ini kita dapat menemui
isu-isu kontemporer, seperti misalnya, hak asasi manusia, crime, lingkungan serta masih banyak
lagi yang lainnya. Hal ini kemudian menimbulkan sebuah pertanyaan baru mengenai posisi
kedaulatan yang terjadi pada saat ini. Jean Bodin dalam buku yang ditulis oleh Suryo Sakti
Hadiwijoyo menyebutkan bahwa kedaulatan merupakan atribut dan ciri khusus dari suatu negara.
Tanpa adanya kedaulatan maka tidak tak akan ada yang dinamakan negara. Selanjutnya kedaulatan
mengandung satu-satunya kekuasan sebagai:

1. Asli, artinya tidak diturunkan dari suatu kekuasan lain


2. Tertinggi, tidak ada kekuasan lain yang lebih tinggi dan dapat membatasi kekuasannya
3. Bersifat abadi atau kekal
4. Tidak dapat dibagi-bagi karena ada satu kekuasan tertinggi saja
5. Tidak dapat dipindah tangankan atau diserahkan kepada pihak lain.

Isu kedaulatan yang berkembang pada saat ini tak lepas dari perjalanan sejarah yang sangat
panjang, di mana ada banyak peristiwa yang kemudian membuat negara-negara di dunia untuk
mengakui kedaulatan suatu negara. Sejarah telah membuktikan bahwa tanpa adanya pengakuan
terhadap kedaulatan akan berdampak pada kekacauan yang besar. Tahun 1648 merupakan titik
awal pengakuan terhadap kedaulatan suatu negara, yang mana pada tahun tersebut negara-negara
di Eropa menyepakati perjanjian Wespalia sebagai tanda berakhirnya perang tiga puluh tahun di
Eropa, dan pengakuan terhadap batas atau kedaulatan suatu wilayah sesuai dengan sistem atau
ideologi yang dipercayai. Kehadian perjanjian Wespalia ini jika merujuk pada buku yang berjudul
Soverignity in Theory and Practice karya Winston P. Nagan dan Aitza M. Haddad menganggap
bahwa perjanjian Wespalia sebagai bentuk penerimaan terhadap kehadiran intelektual baru yang
signifikan, kemudian diperkuat melalui perkembangan dalam teori hukum dan budaya. Hal ini
senada dengan pandangan Jean Austin yang mengembangkan teori inperatif hukum kemudian
digunakan sebagai alat dari positivisme yang menyediakan sensitifitas usaha secara lingistik
mengenai definisi dan pendefinisian kembali sifat hukum. Ide yang dikemukakan oleh para
pemikir ini adalah bahwa hukum adalah komando dari kedaulatan yang di implementasikan dari
sanksi (Nagan dan Haddad 2012:451). Diskusi mengenai kedaulatan menjadi penting dalam kajian
hubungan internasional saat ini, karena menyangkut kesadaran manusia terhadap kehidupan dan
perkembangan negara, serta hak terhadap keinginan tiap generasi untuk membentuk atau tidak
membentuk institusi politik dalam suatu wilayah tertentu (Merriam Jr, 2001:21).

Jika merujuk pada buku yang ditulis oleh Raia Prokhvnik dengan judul Sovereignties
Contemporary Theory and Practice, dia kemudian membagi kedaulatan kedalam dua bagian, yaitu
kedaulatan internal dan eksternal. Kedaulatan internal adalah suatu bentuk pembentukan atau
pemberlakuan hukum sebagai otoritas tertinggi dan untuk memerintah secara sah dalam suatu
wilayah yuridiksi, kemudian kedaulatan eksternal adalah suatu bentuk kemampuan suatu negara
dalam melakukan aktivitas-aktivitas internasional seperti misalnya bertukar duta besar, mengatur
perdagangan, membuat perjanjian, beraliansi serta mengobarkan perang sebagai suatu proses
pencapaian terhadap kepentingan negara. Sejauh ini dalam buku tersebut Prokhvnik memberikan
argument bahwa kedaulatan eksternal adalah tentang hal yang menyangkut perang seperti
misalnya, pencegahan perang, pembenaran perang, aliansi startegis untuk memaksimalkan posisi
negara dan perangkat keras militer. Oleh karena itu masalah territorial menjadi isu yang krusial
dalam pembicaraan mengenai kedaultan (Prokhvnik, 2007:38-39).

Jika merujuk pada pandangan kedaulatan internal mengenai persoalan hukum atau
pengakuan terhadap sistem suatu negara maka di sini dapat dengan jelas dilihat bahwa negara
memiliki posisi yang sangat kuat dalam untuk melihat dan mendefenisikan ancaman menurut
versinya sesuai dengan hukum yang berlaku di negaranya. Suryo Sakti Hadiwijoyo dalam bukunya
yang berjudul “Perbatasan Negara” mengatakan bahwa kedaulatan internal adalah suatu proses
pembuatan kebijkan yang bersifat mutlak di mana dalam penentuannya tidak dapat dicampuri oleh
negara lain (Hadiwijoyo 2011:43).

Sesungguhnya dua tipe kedaulatan (eksternal dan internal) adalah interpretasi dari
keberadaan negara, seperti yang telah disebutkan di awal, negara memiliki empat unsur
pembentukan sehingga dapat dikatakan sebagai subjek hukum internasional, dan kedaulatan
eksternal dan internal adalah kemampuan dari negara untuk membentuk sebuah mekanisme untuk
menunjukkan kemampuan dalam melindungi wilayah, penduduk serta sistem hukum yang telah di
sepakati dalam internal negaranya.

Kedaulatan adalah suatu aspek penting yang dimiliki oleh suatu negara, oleh sebab itu
negara memiliki kewajiban untuk mempertahankan kedaulatan dari setiap ancaman yang dihadapi.
Jika merujuk pada pandangan Nagan dan Haddad seperiti yang telah disebutkan sebelumnya
bahwa hukum adalah komando dari kedaulatan maka dapat diasumsikan bahwa pelanggaran
terhadap hukum adalah pelanggaran terhadap kedaulatan negara. Jika merujuk pada buku yang
ditulis oleh Dr. H Moh. Hatta, terdapat kejelasan mengenai masalah tersebut. Dia menyebutkan
bahwa masalah crime seringkali dikaitkan dengan persoalan kedaulatan karena di motori oleh
organisasi kejahatan internasional dan berdampak pada kerugian ekonomi suatu negara jika
kejahatan transnasional terus berlangsung (Hatta 2010:96).

Teori kedaulatan dipilih dalam penelitian ini karena teori ini mampu menjelaskan posisi
Indonesia sebagai dan subjek hukum internasioal yang diakui keberadaannya, karena menjadi
salah satu subjek hukum yang berdaulat maka Indonesia sudah seharusnya mampu memberikan
jaminan keamanan bagi para penduduk yang menetap diwilayahnya. Setiap negara yang berdaulat
memiliki kemampuan untuk menentukan hukum serta sudut pandangnya terhadap suatu fenomena
dan hal tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh negara lain. Merujuk pada UUD 1945
perlindungan terhadap warga negara Indonesia menjadi salah satu pilar penting dalam
pembentukan negara, oleh sebab itu negara sudah berkewajiban untuk menjamin dan memberikan
perlindungan kepada warga negaranya dari segala bentuk ancaman dan jika melihat fenomena
penyelundupan dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia ditinjau dari prespektif hukum negara
yang terterah dalam UU no 35 tahun 2009, menyebutkan bahwa penggunaan narkotika di
Indonesia hanya dapat dilakukan dengan alasan pelayanan kesehatan dan ekpor atau impor
narkotika hanya boleh dilakukan atas dasar izin dari pemerintah, selain daripada itu penggunaan
dan pengiriman narkotika bersifat ilegal. Hukum adalah alat penjaga kedaulatan di mana hukum
memberikan batasan yang jelas mengenai tindakan ilegal dan yang legal untuk melihat potensi
ancaman kepada kedaulatan negara.
2.2 Konsep Kejahatan Transnasional

Transnasionalisme adalah sebuah proses yang secara luas menghubungkan dan


memberikan ruang interaksi kepada orang-orang atau institusi di berbagai belahan dunia. Saat ini
perkembangan yang terjadi dalam masyarakat global, khususnya dalam masalah
transnasionalisme, sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, hal ini terjadi karena
kemampuan teknologi untuk memberikan pelayanan jaringan yang bermanfaat untuk
menghubungkan masyarakat global di berbagai penjuru dunia. Menurut Ludger Pries
transnasionalisasi adalah sebuah proses yang mengedepankan mengenai pentingnya praktik-
praktik, jaringan-jaringan dan hubungan sosial yang bersifat global. Transnasionalisasi kemudian
dapat terjadi karena terdapatnya interksi pada hubungan ruang antar sosial-geografis. Kedua
spektrum ini kemudian memiliki hubungan yang tak dapat dipisahkan, dalam pandangan Pries
ruang sosial akan dapat berada dalam suatu ruang geografis tunggal dan ruang sosial juga dapat
mencakup lebih dari satu wadah geografis yang koheren dari berbagai negara yang berbeda.
Selanjutnya Pries kemudian menjelaskan bagaimana proses transnasionalisasi pada saat ini dapat
terjadi dengan begitu pesat. Menurutnya proses transnasional tidak hanya terpaku pada fenomena
global yang dikenal secara tradisional seperti proses migrasi, aktifitas ekonomi seta gerakan
politik. Melainkan proses yang sedang terjadi saat ini telah berkembang jauh yang ditandai dengan
kemunculan ruang sosial baru, di mana transnasional telah berkombinasi dengan berbagai
kekuatan perubahan sosial lainnya seperti perkembangan teknologi, komunikasi, transportasi, serta
organisasi transnasional (Priest, 2001: 3-29). Artinya, dari pandangan Pries yang telah
dikemukakan, kita dapat melihat sebuah hubungan yang terjadi antara perkembangan teknologi
yang berdampak pada perkembangan interkasi masyarakat global. Di sini dapat dilihat
kemunculan ruang sosial yang baru di mana batas antar negara tidak lagi menjadi penghalang
untuk melakukan komunikasi atau interaksi secara cepat.

Kejahatan internasional sendiri adalah hasil dari perkembangan global atau yang sering
disebut dengan transnasionalisasi, karena aktivitas dari kejahatan transnasional tidak hanya
terdapat disatu negara melainkan aktivitas ini terjadi dibanyak negara. Renssealer dalam buku
Transnational Crime In The Americans menyebutkan bahwa Transnasional adalah Transformasi
terbaru dalam politik, sosial, ekonomi secara global. Hal ini telah memberikan ruang bagi dunia
kriminal untuk bergerak bebas dengan memanfaatkan arus barang, uang dan manusia. Oleh sebab
itu dengan melihat celah tersebut organisasi kriminal telah memperluas teritori mereka. Pada
kenyataannya, kejahatan transnasional sesungguhnya dimotori oleh kelompok-kelompok kriminal
yang terorganisir dan sangat sulit untuk dipahami. Setidaknya ada tiga karakteristik yang
mencakup organisasi kriminal, diantaranya adalah, praktek korupsi, kemampuan untuk melakukan
kekerasan dan struktur organisasi yang hirarkis dengan pembagian kerja yang jelas (Renssealer
W. Lee II 1999: 1). Istilah mengenai kejahatan internasional merupakan perkembangan dari
identifikasi keberadaan karakteristik baru dari bentuk kontemporer organisasi kriminal pada tahun
1970-an oleh sejumlah organisasi internasional. Sedangkan pengenalan istilah ini pertama kali
dikemukakan dalam kongres PBB mengenai tindakan pencegahan dan penanggulangan pelaku
kejahatan (United Nations congress on the prevention of crime and treatment of offenders) pada
tahun 1975 (Mohammad I Olii, 2005:19).

Pada dasarnya kelompok organisasi kriminal adalah kelompok organisasi yang tujuan
utamanya mendapat uang, baik secara ilegal maupun tidak ilegal dengan cara menjual barang
dagangan dalam bentuk apapun agar dapat mencapai keuntungan maksimal dengan resiko yang
sekecil mungkin (Cipto, 2007: 224). PBB juga melihat kejahatan transnasional sebagai sesuatu
yang tidak stagnan melainkan terorganisir serta merupakan industri yang selalu berubah dengan
melihat pergerakan pasar dan beradaptasi terhadapnya dan kemudian menciptakan bentuk
kejahatan baru. Sebagai bisnis yang ilegal organisasi criminal memiliki kemampuan untuk
melampaui batas budaya, sosial, linguistik dan geografis serta tidak mengenal batas atau peraturan
(UNODC 2011). Kesulitan untuk menyelesaikan persoalan kejahatan transnasional jika merujuk
pada pandangan Renssealer W Leee, dia menyebutkan bahwa mekanisme kejahatan global
merupakan suatu model dari bentuk kewirausahaan tradisional dalam bentuk kejahatan
terorganisir. Bahkan menyerupai organisasi formal. Dalam kenyataanya kejahatan internasioanal
adalah bisnis dalam jumlah uang yang sangat besar. Selanjutnya Renssealer menjelaskan bahwa
kinerja yang dilakukan oleh suatu kelompok kriminal sangat sulit untuk diketahui karena dalam
operasi-operasi tertentu suatu kelompok organisasi kriminal akan berkoalisi dengan kelopok
kriminal lainnya kemudian membentuk sebuah struktur formal yang jelas, dan membentuk koneksi
politik yang samar-samar baik itu resmi atau tidak resmi. Kelompok-kelompok ini kemudian dapat
disebut sebagai kelompok kepentingan yang pada umumnya membentuk satu atau dua bahkan
lebih kesepakatan, dan ketika operasi mereka selesai, mereka akan membagi hasil dari operasi
illegal tersebut dan kemudian membubarkan kelompok tersebut (Renssealer W. Lee III 1999: 1-
2).

Tujuan utama dari kejahatan internasional adalah uang, maka kejahatan yang terjadi tidak
lepas dari mekanisme pasar. Dalam melaksanakan aksi ilegalnya para mafia atau kelompok
kejahatan juga memperhatikan keuntungan dan kerugian. Oleh sebab itu demand and supply sangat
diperhatikan. Ini yang kemudian yang menjadi dua pilar yang membuat kejahatan transnasional
tetap eksis sampai saat ini, ditengah usaha negara-negara dan organisasi internasional seperti PBB
untuk menghentikan ruang gerak dari kelompok tersebut. Selain dari pada itu, terdapat juga hal
lain yang membuat organisasi kriminal internasional dapat bertahan sampai sejauh ini. Louise
Shelley dalam buku yang berjudul “Kejahatan dan Pengadilan Internasional” menyebutkan
karakteristik umum dari kejahatan-kejahatan internasional mayoritas dilakukan di negara-negara
berkembang dengan dominasi oleh perusahaan-perusahaan multinasional yang bermarkas di
negara-negara makmur, oleh karena itu dengan melihat celah dalam pertumbuhan ekonomi
masyarakat di negara-negara berkembang membuat kelompok kejahatan dapat mengeksploitasi
dan mengembangkan kebutuhan komoditas mereka seperti narkotika, manusia, senjata dan lain-
lain di negara berkembang. Sama halnya dengan Renssealer, Louise Shelly juga melihat
globalisasi dan transnasionalisasi sebagai salah satu aspek dalam perkembangan kejahatan
transnasional, menurut pandangannya, globalisasi telah meningkatkan disparitas ekonomi antar
warga negara maju dan berkembang yang kemudian berdampak pada persoalan kemiskinan di
negara-negara berkembang. Celah finansial ini kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku kriminal
untuk mendapatkan tenaga kerja yang dapat dibayar secara murah untuk memenuhi kebutuhan
pasar ilegal mereka (Shelly, 2015:4). Selain melihat celah finansial di banyak negara, para
kelompok kriminal juga menggunakan teknologi sebagai alat penunjang perdangangan ilegal di
banyak negara. Paul Ekblom dalam buku yang berjudul transnational organised menjelaskan
bahwa perkembangan teknologi yang terjadi saat ini telah memberikan peluang baru bagi para
kelompok kriminal untuk menjalakan bisnis ilegal di banyak negara sehingga tidak dapat
dipungkiri jika perkembangan aktivitas ilegal oleh kelompok kriminal terjadi sangat pesat saat ini
(Eknlom, 2003: 241).

Konsep kejahatan transnasional menjadi pilihan dalam penelitian ini karena konsep ini
dirasa mampu menjelaskan tentang fenomena narkotika yang terjadi di Indonesia saat ini.
Persoalan narkotika saat ini terus berkembang dari tahun ketahun, walaupun pemerintah telah
memberlakukan hukuman maksimal yaitu hukuman mati sebagai jalan terakhir untuk
menimbulkan efek jerah kepada para pelaku pengedar narkotika, akan tetapi jika kembali merujuk
pada data yang telah ditampilkan, keinginan pemerintah sejatinya tidak tercapai, hal ini kemudian
memperlihatkan kemampuan organisasi kejahatan transnasional dalam melakukan kontrol
kejahatan di Indonesia yang masih belum dapat dideteksi oleh pemerintah secara maksimal.
Konsep kejahatan transnasional menjeslakan secara jelas mengenai tujuan dan mekanisme kerja
mereka.

2.3. Konsep War On Drugs

Permasalahan mengenai perdagangan gelap narkotika sesungganya adalah persoalan lama


yang sampai saat ini masih menjadi fokus yang sedang diusahakan oleh masyarakat internasional
untuk diselesaikan, hal ini terkait dengan keberadaan aktor non negara dengan bentuk mirip
organisasi formal yang bersifat illegal. Keberadaan organisasi tersebut melakukan control terhadap
perdagangan narkoti yang sifatnya sistematis dan terstruktur. Pemberantasan narkotika penting
dilakukan karena terkait dengan efek buruk yang ditimbulkan dari penggunaan narkotika itu
sendiri yang mampu membahayakan kehidupan manusia. Dengan melihat bahya yang timbul
akibat perdagangan gelap narkotika UNODC pun membentuk sebuah komisi yang kuhusu
menangani masalah narkotika yang dikenal dengan sebutan commission on Narcotic Drugs sejak
tahun 1946, yang bertanggung jawab untuk melakukan analisis dan control terhadap
penyalahgunaan narkotika itu sendiri1.

Sebagai wujud nyata tindakan dari UN (United Nations) untuk memerangi narkotika, UN
pun melalui UNODC mencipatakan berbagai konvensi sebagai cikal bakal tindakan dari negara-
negara anggota UN untuk melakukan perang narkotika, diantaranya dapat dilihat adalah Single
Convention On Narcotic Drugs tahun 1961 yang melahirkan rekomendasi bagi negara-negara
untuk melakukan segala cara dengan power yang dimiliki untuk menuntaskan penyebaran
narkotika2, kemudian pada tahun 1971 lahir kembali The International Drug Control Conventions
yang mana melahirkan resolusi untuk mempertajam kerjasama internasional kususnya pihak

1
UNODC And Response to drugs, diakses melalui https://www.unodc.org/lpo-brazil/en/drogas/index.html pada
minggu, 3 maret pukul 18:25 WIB
2
Single Convention On Narcotic Drugs, 1961 hal 12
kepolisian dalam menyelesaikan masalah narkotika, kemudian ditahun 1988 lahir kembali The
International Drug Control Conventions yang mana keseluruhan hasil dari konvensi tersebut
membehas mengenai usaha memperkuat serta meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif
sebagai usaha kerjasama internasional dalam bidang kriminal untuk memberantas kejahatan
transnasional mengenai kegiatan perdagangan gelap narkotika dan pisikotropika dengan
mengingat bahwa masalah narkotika adalah masalah serius yang harus diberikan perhatian sebagai
prioritas utama.

Untuk itu Indonesia sebagai salah satu negara yang terlibat dalam konvensi kemudian
merativikasi isi konvensi tersebut kedalam UU No 7 tahun 1997 tentang, Pengesahaan United
Nations Convention Against Illict Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances,
kemudian UU tersebut diperbaharui menjadi UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika yang
menjadi dasar hukum BNN dalam melakukan aksi perang terhadap narkotika itu sendiri. War on
drugs sendiri adalah istilah yang telah dikumandangkan oleh BNN sejak tahun 2004 di mana
terdapat beberapa aspek seperti membuat kampanye yang telah dilaksanakan pada 5 september
2004 dengan dukungan dari presiden Megawati Soekarno Putri3. Tidak hanya berhenti pada tahap
kampanye dalam perang terhadap narkotika BNN sesuai dengan fungsi yang diamanatkan dalam
UU sebagai instansi utama yang diberi mandate untuk mencegah masuknya aliran narkotika yang
berasal dari luarnegeri melakukan kerjasama antar instansi pemerintahan terkait seperti polair dan
angkatan laut untuk melakukan patroli keamanan untuk mengamankan penyelundupan di wilayah
Indonesia (Humas BNN, 2019). Sejak pernytaan perang dikumandangkan pada era presiden
Megawati presiden setelahnyapun seperti SBY dan Jokowi terus berkomitmen untuk mengibarkan
bendera perang terhadap kejahatan narkotika, namun secara factual dapat dilihat pada era presiden
Jokowidodo aksi perang terhadap narkotika lebih terlihat lebih massif disbanding yang sebelum-
sebelumnya di mana jika memperhatikan data pengungkapan kasus-kasus narkotika ada begitu
banyak kasus yang diungkap inilah yang kemudian dikatakan oleh direktur bareskrim polri adalah
bentuk dari keberhasilan petugas dalam menangani masalah narkotika.

Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam realisasi war on drugs saat ini,
yang pertama adalah mengenai kerjasama Internasional, dimana dalam konvensi ahun 1971

3
BNN Lancarkan Perang Terhadap Narkotika diakses melalui
https://bnn.go.id/blog/beritakegiatan/bnn_lancarkan_perang_melawan_narkoba/ pada minggu, 3 maret pukul 20:25
WIB
merekomendasi penguatan kerjasama internasional untuk mengurangi potensi penyalah gunaan
narkotika, secara institus kerjasama yang dilakukan pada masa ini BNN sendiri telah menggandeng
Office Of The Narcotics Control Board (ONCB) Thailand untuk memberantas narkotika, Thailand
dipilih karena dirasa mampu dalam menangani masalah golden triengels4. lalu aspek yang kedua
adalah aspek politik yang berkaitan erat dengan pengambilan kebijaka. Hal ini merupakan hal yang
penting karena masalah pemberantasan narkotika seuai dengan konvensi tahun 1961 dan 1988
harus menjadi prioritas utama dari pemerintah suatu negara yang didukung dengan aspek hukum
yang ketat dalam mencegah dan menindak kasus narkotika. Pada dasarnya Indonesia dalam
melaksanakan war on drug pada aspek ini pihak berwenang terlihat begitu berkomitmen dalam
melakukan aksi pencegahan yang dapat terlihat di mana ada banyak kasus penyelundupan besar
yang berhasil diungkap walalupun belum semuanya, dan dalam aspek penindakan pemerintah
memberlakukan hukuman mati sebagai sanksi yang tegas dalam memberantas masalah narkotika.
Kemudian aspek yang terakhir adalah aspek sosial, Melalui BNN pemerintah secara teratur dalam
setiap tahunnya melakukan sosialisasi mengenai bahaya narkotika, yang diiringi tes urine pada
masyarakat Indonesia guna mencega keberlanjutan penggunaan jika terdapat dari salah satu
sample yang positif narkoba dengan cara melakukan rehabilitasi.

2.4 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Keterangan


1 Simela Victor Kejahatan Tujuan penelitian  Metode Penelitian: Deskriptif
Muhamad. Transnasional adalah untuk  Jenis Penelitian: penelitian:
Jurnal Peneliti Penyelundupan mengetahui deskriptif kualitatif
Madya bidang Narkoba Dari dan mengungkap Hasil Penelitian:
Masalah- Malaysia Ke permasalahan yang  Pasar narkoba yang besar
masalah Indonesia: berkaitan dan menguntungkan di
Hubungan Kasus Di dengan isu Indonesia menyebabkan
Internasional Provinsi penyelundupan sindikat internasional,

4
BNN Gandeng ONCB Thailand Berantas Narkoba diakses melalui https://news.detik.com/berita/d-3365959/bnn-gandeng-

oncb-thailand-berantas-narkoba
di Pusat Kepulauan narkoba ke termasuk dari Malaysia,
Pengkajian, Riau dan Indonesia, melakukan berbagai upaya
Pengolahan Kalimantan khususnya dari untuk menyelundupkan
Data dan Barat Malaysia, dan narkotika ke Indonesia
Informasi upaya apa saja  Penyelundupan Narkotika
(P3DI) Setjen yang semakin giat dilakukan oleh
DPR RI 2015 telah dan perlu sindikat Internasional ke
dilakukan oleh Wilayah Indonesia yang
Indonesia untuk berbatasan langsung
mengatasi masalah dengan negara tetangga,
tersebut. Hasil seperti wilayah Kepri dan
penelitian Kalbar yang berbatasan
dapat digunakan dengan Malaysia.
sebagai bahan  Sindikat Narkotika
masukan bagi Internasional Tidak boleh
Anggota DPR RI, diabaikan oleh Negara.
terutama dalam  Penyelundupan Narkotika
kerangka yang terjadi menunjukan
pelaksanaan fungsi kelemahan aparat dalam
pengawasan DPR melakukan pengawasan di
RI terhadap pos-pos pemeriksaan lintas
kebijakan batas.
pemerintah yang
berkaitan dengan
penanganan
masalah
penyelundupan
narkoba.
2 Luqman Pengawasan  Untuk  Metode Penelitian :
Darwis. Tindak Pidana mengetahui Normatif kualitatif,
Skripsi Penyelundupan modus
Universitas Narkoba operandi  Sumber Bahan : data primer
Esa Unggul Dengan yang dan data sekunder
2015 Controlled dilakukan  Teknik Pengumpulan Data:
Deliveru Studi oleh Wawancara
Kasus Kantor penyelundu  Teknik Analisis Data atau
Pengawasan p narkoba Bahan Hukum: Deskriptif
Dan Pelayanan melalui Kualitatif
Bea Dan Cukai kantor pos.  Hasil Penelitian:
Tipe Pratama
Kantor Pasar  Memapark  Penyelundupan merupakan
Baru an fungsi suatu kejahatan yang
dari biasanya dilakukan oleh
Controlled suatu kelompok yang
Delivery terorganisir. Dalam
yang melakukan aksi
dilakukan kejahatannya terdapat suatu
terhadap mekanisme pergerakan
tindak yang tersusun secara rapih
pidana dan sistematis.
penyelundu Penyelundupan itu sendiri
pan merupakan suatu kejahatan
narkoba. transnasional yakni
kejahatan yang terjadi
dengan melintasi batas-
batas antar negara.

 Modus operandi yang


dilakukan oleh para
penyelundup narkoba
melalui kiriman paket pos
luar negeri.
 Peran penting Controlled
Delivery dalam mencari
pembuktian-lanjutan,
sekaligus akan mematikan
jaringan pengedar sehingga
tidak terjadi lagi salah vonis
terhadap tersangka..
 Mengadakan pertukaran
informasi kepada instansi-
instansi penegak hukum
terkait, masalah pertukaran
pengetahuan sesama
pegawai. Disamping juga
mengikutsertakan
pendidikan dan pelatihan
mengenai narkoba bagi
pegawai.
3 Khoirun Pola-Pola Penelitian ini  Jenis penelitian :
Hutapea, Perekrutan, bertujuan untuk Kriminologis
Thesis Penggunaan memberikan  Pendekatan Penelitian :
Universitas Dan Kegiatan ganmabaran Kualitatif
Indonesia, Kurir Dalam mengenai pola-  Teknik Pengumpulan data :
2011 Jaringan pola perekrutan Wawancara Mendalam
Peredaran dan kegiatan kurir  Jenis data : Primer dan
Narkoba trafficking narkoba Sekunder
InerNasional jaringan  Teknik Analisis data :
internasional serta Deduktif
meberikan  Hasil Penelitian :
masukan bagi Kejahatan yang dilakukan
penyidik oleh Bandar narkoba
khususnya dan jaringan internasional
masyarakat pada menggunakan kurir untuk
umumnya untuk membawa atau menerimah
mengantisipasi narkoba dari seseorang
pola-pola sesuai dengan perintah
perekrutan kuris Bandar narkoba atau orang
narkoba jaringan kepercayaan Bandar
internasional narkoba. Ada beberapa cara
yang dilakukan Bandar
narkoba dalam merekrut
kurir, diantaranya adalah :
1. Pola Uang atau Materi
2. Pacaran atau Perkawinan
3. Pola Loyalitas dan
Solidaritas
4.pola jebakan
Rujukan penelitian pertama di ambil dari jurnal penelitian yang ditulis oleh Simela Victor
Muhammad, dengan judul “Kejahatan Transnasional Penyelundupan Narkoba Dari Malaysia Ke
Indonesia: Kasus Di Provinsi Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat” dalam penelitiannya
tersebut, penulis menggunakan metode penelitian Deskriptif dengan jenis penelitian deskriptif
kualitatif. Dalam penelitiannya, Simela Victor mengkaji permasalahan mengenai pasar narkoba
yang besar dan menguntungkan di Indonesia oleh sindikat-sindikat internasional. Dia kemudian
menyimpulkan bahwa sindikat internasional giat melakukan penyelundupan di wilayah Indonesia
yang berbatasan langsung dengan negara lain seperti misalnya di Kepulauan Riau dan Malaysia.

Penelitian kedua yang menjadi rujukan dalam penelitian ini adalah, skripsi dari Luqman
Darwis dengan judul “Pengawasan Tindak Pidana Penyelundupan Narkoba Dengan Controlled
Delivery Studi Kasus Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Pratama Kantor
Pasar Baru”. Dalam penelitian tersebut Luqman menggunakan metode penelitian Normatif
Kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara. Dalam penelitiannya, Luqman lebih
melihat bagaimana peran Controlled Delivery dalam mencari bukti lanjutan sekaligus, metode
penyelesaian kasus peredaran narkotika di Indonesia, serta Luqman juga meneliti berbagai metode
atau modus operandi yang dilakukan oleh para penyeludup narkoba melalui kiriman paket pos luar
negeri.

Penelitian yang ketiga adalah thesis dari Khoirun Hutapea, dengan judul “Pola-Pola
Perekrutan, Penggunaan Dan Kegiatan Kurir Dalam Jaringan Peredaran Narkoba Internasional”
dalam penelitiannya Khirun menggunakan metode penelitian kualitatif kriminologis, untuk
menjelaskan eksistensi sindikat narkotika internasional dalam tubuh internal mereka untuk terus
beregenerasi merekrut anggota-anggota baru yang nantinya akan digunakan sebagai kurir
pengiriman narkotika ke banyak negara, untuk mendapatkan data Khoitum menggunakan teknik
wawancara mendalam dengan jenis data primer dan sekunder. Pada akhirnya dia kemudian
menemukan beberapa pola yang digunakan oleh kelompok kriminal dalam merekrut kurir
narkotika, diantaranya adalah Pola uang atau materi, pacaran atau perkawinan, pola loyalitas serta
solidaritas dan pola jebakan. Dari hasil penelitiannya dia merasa bahawa pola-pola tersebut adalah
pola-pola yang paling umum sering digunakan oleh dsindikat narkotika internasional untuk
merekrut anggota.
Hal yang membedakan penelitian saya dan ke-3 penelitian tersebut adalah, saya akan
berfokus kepada bagaimana kontradiksi hukuman mati terhadap peningkatan kasus narkotika di
Indonesia. pada penelitian ini, saya akan melihat peran besar kelompok kejahatan transnasional
sebagai organisasi yang memainkan peran dalam peningkatan kasus tersebut, sedangkan dalam
ketiga penelitian yang telah disebutkan diatas berfokus pada pola-pola perekrutan kurir nakotika,
penyelundupan narkoba serta peran serta Controlled Delivery untuk meyelesaikan masalah
narkotika di Indonesia.

2.5 Kerangkah Pemikiran

Penyelundupan Narkotika

Transnational crime

Reaksi Pemerintah

(War On Drugs)

Kedaulatan

Peningkatan Kasus Narkotika

Efektifitas War On Drugs


Di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai