Anda di halaman 1dari 4

Skrining bayi baru lahir adalah pemeriksaan yang dilakukan pada bayi yang baru

lahir untuk mendeteksi adanya kelainan atau gangguan yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan kesehatan bayi. Skrining ini penting dilakukan karena beberapa
kelainan atau gangguan tidak tampak secara fisik pada bayi, tetapi dapat
menyebabkan komplikasi serius atau bahkan kematian jika tidak ditangani segera.
Skrining ini juga dapat membantu orang tua untuk mengetahui kondisi kesehatan
bayi mereka dan memberikan perawatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan bayi.

Ada beberapa jenis skrining yang dilakukan pada bayi baru lahir, antara lain:

 Skrining pendengaran. Skrining ini bertujuan untuk mendeteksi adanya


gangguan pendengaran pada bayi, yang dapat mengganggu perkembangan
bahasa dan komunikasi bayi. Skrining ini dilakukan dengan menggunakan
alat otoacoustic emissions (OAE) atau automated auditory brainstem
response (AABR) yang dapat mengukur respons telinga dan otak bayi
terhadap suara. Skrining ini direkomendasikan untuk semua bayi baru lahir,
terutama yang memiliki faktor risiko seperti riwayat keluarga dengan
gangguan pendengaran, kelainan bawaan bentuk telinga, infeksi janin,
sindrom tertentu, berat lahir rendah, nilai Apgar rendah, perawatan di NICU,
atau penggunaan obat-obat tertentu1.
 Skrining penglihatan. Skrining ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
kelainan mata pada bayi, seperti retinopathy of prematurity (ROP) yang
merupakan salah satu penyebab kebutaan pada bayi dan anak. ROP sering
terjadi pada bayi prematur yang memiliki berat lahir rendah atau
membutuhkan oksigen tambahan. Skrining ini dilakukan dengan
menggunakan alat oftalmoskop indirek atau laser yang dapat mengamati
kondisi retina mata bayi. Skrining ini direkomendasikan untuk bayi
prematur atau yang memiliki faktor risiko lain seperti infeksi janin, sindrom
tertentu, atau riwayat keluarga dengan ROP1.
 Skrining hipotiroid. Skrining ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
gangguan tiroid pada bayi, yaitu hipotiroid kongenital yang merupakan
kondisi kurangnya hormon tiroid dalam tubuh. Hormon tiroid berperan
penting dalam proses metabolisme dan pertumbuhan tubuh. Bayi yang
menderita hipotiroid kongenital dapat mengalami gejala seperti kulit kering,
rambut tipis, wajah bengkak, suara serak, kesulitan bernapas, konstipasi, dan
perkembangan fisik dan mental yang lambat. Skrining ini dilakukan dengan
mengambil sampel darah dari tumit bayi dan mengukur kadar hormon tiroid
dalam darah. Skrining ini direkomendasikan untuk semua bayi baru lahir2.
 Skrining fenilketonuria. Skrining ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
gangguan metabolisme pada bayi, yaitu fenilketonuria (PKU) yang
merupakan kondisi ketidakmampuan tubuh untuk memecah asam amino
fenilalanin menjadi tiroksin. Fenilalanin adalah salah satu asam amino
esensial yang diperoleh dari makanan. Jika tidak diproses dengan baik,
fenilalanin akan menumpuk dalam darah dan otak dan dapat menyebabkan
kerusakan otak, kejang-kejang, retardasi mental, gangguan perilaku, dan
kulit pucat. Skrining ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari
tumit bayi dan mengukur kadar fenilalanin dalam darah. Skrining ini
direkomendasikan untuk semua bayi baru lahir2.
 Skrining galaktosemia. Skrining ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
gangguan metabolisme pada bayi, yaitu galaktosemia yang merupakan
kondisi ketidakmampuan tubuh untuk memecah gula galaktosa menjadi
glukosa. Galaktosa adalah salah satu gula sederhana yang diperoleh dari
susu dan produk susu. Jika tidak diproses dengan baik, galaktosa akan
menumpuk dalam darah dan organ tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan
hati, ginjal, mata, otak, dan sistem saraf. Skrining ini dilakukan dengan
mengambil sampel darah dari tumit bayi dan mengukur kadar galaktosa
dalam darah. Skrining ini direkomendasikan untuk semua bayi baru lahir2.
 Skrining lainnya. Selain skrining-skrining di atas, ada beberapa skrining
lain yang dapat dilakukan pada bayi baru lahir, tergantung pada kebijakan
dan fasilitas kesehatan setempat. Beberapa skrining lain yang mungkin
dilakukan adalah skrining untuk mendeteksi adanya gangguan darah seperti
anemia, talasemia, atau sickle cell anemia; gangguan imun seperti defisiensi
imun primer atau SCID; gangguan kelenjar adrenal seperti hiperplasia
adrenal kongenital; gangguan asam lemak seperti medium-chain acyl-CoA
dehydrogenase deficiency (MCADD); gangguan organik seperti
methylmalonic acidemia atau propionic acidemia; atau infeksi seperti HIV,
hepatitis B, atau sifilis23.

Skrining bayi baru lahir adalah salah satu upaya pencegahan dan penanganan dini
yang dapat membantu bayi untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Skrining ini juga dapat memberikan informasi yang berguna bagi orang tua untuk
memberikan perawatan dan dukungan yang sesuai dengan kondisi kesehatan bayi
mereka. Oleh karena itu, skrining ini sangat penting dilakukan pada bayi yang baru
lahir.

Basic Life Support (BLS) pada bayi baru lahir adalah tindakan pertolongan
pertama yang diberikan pada bayi yang tidak bernapas atau tidak berdenyut
jantung secara normal. BLS ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi
pernapasan dan sirkulasi darah pada bayi sampai bantuan medis yang lebih lanjut
dapat diberikan. BLS ini sangat penting dilakukan karena dapat mencegah
kematian atau kerusakan otak pada bayi akibat kekurangan oksigen.

Langkah-langkah BLS pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut1:

 Mengenali kondisi bayi. Penolong harus memeriksa apakah bayi responsif


atau tidak dengan menepuk-nepuk telapak kaki atau menggoyang-
goyangkan bahunya. Jika bayi tidak menunjukkan respons, penolong harus
meminta bantuan orang lain untuk menghubungi ambulans atau fasilitas
kesehatan terdekat. Penolong juga harus memeriksa apakah bayi bernapas
atau tidak dengan melihat, mendengar, dan merasakan gerakan dada dan
napas bayi selama 10 detik. Jika bayi tidak bernapas atau bernapas tidak
normal, penolong harus segera melakukan resusitasi.
 Melakukan resusitasi. Resusitasi pada bayi baru lahir terdiri dari dua
komponen, yaitu ventilasi dan kompresi jantung. Ventilasi adalah pemberian
napas buatan kepada bayi dengan menggunakan mulut atau masker dan
balon. Kompresi jantung adalah penekanan ritmik pada dada bayi untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Ventilasi dan kompresi jantung harus
dilakukan secara bergantian dengan rasio 2:1, yaitu dua kali napas buatan
dan satu kali kompresi jantung. Frekuensi resusitasi adalah 120 kali per
menit, yaitu 80 kali kompresi jantung dan 40 kali napas buatan per menit.
 Menilai efektivitas resusitasi. Penolong harus menilai apakah resusitasi
yang dilakukan efektif atau tidak dengan mengamati warna kulit, denyut
nadi, dan pernapasan bayi. Jika warna kulit menjadi merah muda, denyut
nadi lebih dari 100 kali per menit, dan pernapasan normal, maka resusitasi
dapat dihentikan. Jika tidak, maka resusitasi harus dilanjutkan sampai
bantuan medis yang lebih lanjut datang.

BLS pada bayi baru lahir adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh
semua orang yang berhubungan dengan bayi, seperti bidan, dokter, perawat,
maupun orang tua. BLS ini dapat menyelamatkan nyawa bayi yang mengalami
henti napas atau henti jantung akibat berbagai sebab, seperti asfiksia, trauma,
infeksi, atau kelainan kongenital2. Oleh karena itu, BLS ini sangat penting untuk
dipelajari dan dilatih secara rutin.

Anda mungkin juga menyukai