2. 2. Pentingnya Skrining Pada Bayi Baru Lahir Skrining atau uji saring pada
bayi baru lahir (Neonatal Screening) adalah istilah yang menggambarkan
berbagai cara tes yang dilakukan pada beberapa hari pertama kehidupan bayi
yang dapat memisahkan bayi-bayi yang mungkin menderita kelainan dari
bayi-bayi yang tidak menderita kelainan. Tujuan dari skrining bayi baru
lahir adalah untuk mengetahui kelainan pada anak sedini mungkin dimana
gejala klinis belum muncul, memberikan intervensi sedini mungkin untuk
mencegah kecacatan atau kematian bayi yang pada akhirnya dapat
mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak.
7. 7. Beberapa tes skrining pada bayi baru lahir antara lain 1. Tes Skrining
Hipotiroid Kongenital 2. Tes Skrining Penyakit Fenilketonuria 3. Tes Skrining
Gangguan Pendengaran 4. Tes Skrining Galaktosemia
10. 10. Tes Skrining ini tidak ada efek samping yang ditimbulkan pada bayi,
bayi hanya merasakan sakit saat pengambilan darah. Tes skrining dapat
dilakukan oleh pihak laboratorium di rumah sakit tempat bayi dilahirkan.
Atau, membawa bayi ke laboraturium yang menyediakan pemeriksaan ini
11. 11. Tes Skrining Fenilketonuria pada Bayi Baru Lahir Pemeriksaan ini
merupakan tes skrining yang dikerjakan untuk mendeteksi penyakit
fenilketonuria ( PKU : Phenylketonuria ), yaitu suatu kelainan pada
metabolisme protein. Jika PKU tidak terdiagnosis dalam usia neonatal,
penyakit ini dapat menimbulkan retardasi mental ( Keterbelakangan mental ).
PKU ini ditemukan pada 1 bayi diantara 10.000 bayi.
12. 12. Tes ini terdiri atas tindakan untuk mendapatkan sampel darah dengan
cara menusuk tumit bayi sehingga tiga buah lingkaran pada kertas yang sudah
diimpregnasi secara khusus dapat terisi. Karena darah yang diperlukan dari
penusukan tumit tersebut cukup banyak, prosedur pemeriksaan ini harus
dikerjakan dengan hati- hati dan sebelum ditusuk, kaki bayi harus dihangatkan
serta diurut dahulu. Tumit yang sudah ditusuk tidak boleh dipijat dengan
maksud untuk memperlancar pengeluaran darah, karena pemijatan ini akan
menyebarluaskan perdarahan ke dalam jaringan. Tes tersebut mungkin harus
ditunda jika bayi terlambat mendapatkan air susu atau sudah memperoleh
antibiotik.
13. 13. Gambar 1. Kartu yang digunakan untuk mengumpulkan darah bagi
pemeriksaan Skrining Penyakit Fenilketonuria ( PKU )
15. 15. Tes Skrining Gangguan Pendengaran Tujuan dari pemeriksaan ini untuk
mendeteksi adanya gangguan pendengaran, tes pendengaran pada bayi baru
lahir sangat dianjurkan. Banyak metode deteksi atau skrining pendengaran
salah satunya dengan melakukan pemeriksaan OAE ( OtoAcoustic Emission ).
OAE atau OtoAcoustic Emission adalah gelombang yang dihasilkan oleh
sel rambut luar ( Outer Hair Cells Cochlea ) dari rumah siput, setelah diberi
stimulus. Munculnya gelombang ini sebagai indikasi bahwa rumah siput
(cochlea) bekerja dengan baik, yang berhubungan langsung dengan proses
mendengar.
16. 16. Skrining pada semua bayi untuk mendeteksi gangguan pendengaran
memang tanpa melihat faktor resiko dan gejalanya. Namun, para bayi yang
memiliki faktor resiko diharapkan dilakukan skrining gangguan pendengaran.
17. 17. Faktor resiko gangguan pendengaran itu antara lain : a. Usia 0 - 28 hari
( Neonatus ) a) Riwayat tuli/gangguan pendengaran dalam keluarga, yang
diduga sejak lahir ( Kongenital ) b) Infeksi selama kehamilan
( Toksoplasmosisi, rubella, cytomegalovirus, herpes, sifilis ) c) Kelainan
anatomi craniofacial d) Hiperbilirubinemia ( Bayi kuning ) e) Berat lahir
kurang dari 1500 gram f) Meningitis bakterial g) Nilai skor apgar rendah,
yaitu 0-3 pada menit 5 dan 0-6 pada menit ke 10 h) Distres nafas i)
Penggunaan ventilator > 10 hari j) Mendapat terapi yang memiliki efek
samping ototoksis selama > 5 hari k) Cacat fisik yang berkaitan dengan
sindroma tertentu ( Sindroma down, sindroma waardenburg ) b. Usia 29 – 24
bulan a) Kecurigaan orang tua adanya gangguan pendengaran, bicara, bahasa,
dan keterlambatan perkembangan b) Adanya riwayat salah satu resiko di atas
selama neonatus c) Cedera kepala dengan fraktur tulang temporal d) Otitis
Media Efusi (OME) persisten > 3 bln e) Riwayat infeksi yang berkaitan
dengan tuli sensorineural ( SNHL ) seperti menengitis, parotitis, campak f)
Penyakit degeneratif atau demielinisasi
18. 18. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang, tidak invasif dan tidak
memerlukan sedasi. Dengan memasukkan sumbat kecil ( Probe ) yang sesuai
ke telinga bayi atau anak selama beberapa detik. Probe dilengkapi dengan
speaker dan mikrofon mini akan menghantarkan stimulus ke dalam liang
telinga akan di respons oleh cochlea, respon cochlea akan ditangkap kembali
oleh miktofon mini dalam probe dan diterjemahkan oleh alat OAE.
19. 19. Hasil dari OAE berupa pass atau reffer. Hasil pass menunjukkan cochlea
berfungsi baik, sedangkan reffer menunjukkan fungsi sel rambut luar cochlea
tidak baik atau terdapat hambatan dalam hantaran suara menuju cochlea yang
dapat disebabkan karena masih adanya kotoran di liang telinga ataupun
kolaps- nya liang telinga si bayi yang baru lahir. Untuk itu bila hasil reffer
maka dianjurkan dilakukan pemeriksaan OAE ulang saat usia 1 bulan
kemudian. Jika masih tetap reffer perlu segera dilanjutkan dengan
pemeriksaan yang lebih lanjut seperti ABR ( Auditory Brainstem Response )
dan / atau ASSR ( Auditory Steady State Response ), Tympanometry dan VRA
( Visual Reinforcement Audiometry ).
20. 20. Tes Skrining Galaktosemia Sebuah tes galaktosemia adalah tes darah
(Dari tumit bayi) atau tes urine untuk memeriksa tiga enzim yang dibutuhkan
tubuh untuk mengubah gula galaktosa yang ditemukan dalam susu dan produk
susu-menjadi glukosa . Ketiga enzim itu antara lain : a) Enzim Maltase
berfungsi untuk mengubah Maltosa menjadi Glukosa b) Enzim Laktase
berfungsi untuk mengubah Laktosa menjadi Glukosa dan Galaktosa c) Enzim
Sukrase berfungsi untuk mengubah Sukrosa menjadi Glukosa dan Fruktosa
Seseorang dengan galaktosemia tidak memiliki salah satu dari enzim-enzim
ini. Hal ini menyebabkan tingkat tinggi galaktosa dalam darah atau urin.