2310340026
Tata Kelola Seni
Sebelumnya Marx adalah seorang filsuf, ekonom, dan teoritikus politik yang
mengembangkan teori kritis terhadap sistem kapitalis, dia berpendapat bahwa struktur sosial
dan budaya, merupakan hasil dari pertentangan antara kelas sosial yang berbeda. Marx
berpendapat bahwa budaya dan seni mencerminkan struktur sosial serta ekonomi masyarakat,
dan itu termasuk peran serta pengaruh kelas sosial. Sehingga Marx menekankan pentingnya
kelas sosial dalam membentuk budaya dan seni atau bisa juga konflik kelas serta dominasi
ekonomi yang terjadi dalam masyarakat.
Adapun beberapa poin penting yang saya rangkum terkait dengan pandangan Marx
tentang hubungan antara budaya dan kelas sosial-ekonomi:
o Seni dan Kesenian: Dalam kesenian, terdapat ciri khas perbedaan ekspresi budaya
antara kelas sosial ekonomi. Seperti, seni rupa yang mahal cenderung dibuat oleh
seniman kelas atas. Mereka memiliki akses sumber daya dan pengalaman yang lebih
baik. Sebaliknya, seni jalanan (kelas bawah) seringkali menjadi ekspresi kelas lebih
rendah.
o Gaya Hidup dan Konsumsi: Budaya ini juga mencerminkan perbedaan kelas sosial
ekonomi. Orang dari kelas atas cenderung mengonsumsi barang mewah dan merek
terkenal, sementara orang dari kelas menengah dan bawah cenderung memilih barang-
barang yang lebih murah. Gaya hidup, sandang pangan dan papan atas dan bawah
sering kali mencirikan kelas sosial ekonomi seseorang.
o Akses ke Hiburan: Hiburan dari berbagai kelas sosial ekonomi juga berbeda. Orang
dengan kelas atas mungkin akses mereka ke acara-acara eksklusif, sementara orang dari
kelas bawah mungkin lebih cenderung mengakses hiburan yang terjangkau, seperti
televisi dan radio.
Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa teori Marx tentang budaya sebagai
ekspresi kelas sosial-ekonomi merupakan satu pandangan dalam analisis sosial yang lebih luas,
dan terdapat berbagai pendekatan yang dapat memberikan wawasan yang lebih komprehensif
terkait dengan peran budaya dalam masyarakat.
Sumber Pustaka:
Umanailo, C. (2019). Pemikiran-Pemikiran Karl Marx. M Historis - Social and Behavioral
Sciense, 1-3. Retrieved from https://www.researchgate.net/profile/Muhamad-
Chairul-Basrun-Umanailo/publication/336764610_Pemikiran-
Pemikiran_Karl_Marx/links/5db70f994585151435cdc570/Pemikiran-Pemikiran-Karl-
Marx.pdf
2. Budaya sebagai praktik penandaan (Ferdinand D Saussure, Levis Strauss)
Konsep "Budaya sebagai praktik penandaan" lebih terkait dengan teori semiotika
(keindahan), terutama konsep dari Ferdinand de Saussure dan Claude Lévi-Strauss. Untuk
lebih jelasnya, saya telah merangkum konsep budaya dari masing-masing ahli yakni Ferdinand
D Saussure dan Levis Strauss:
❖ Ferdinand de Saussure:
Saussure adalah seorang ahli bahasa yang dikenal dengan konsep tanda (sign)
dalam bahasa. Ia membagi tanda menjadi dua komponen: signifier (penanda) dan
signified (penandaan). Penanda adalah bentuk fisik atau kata yang kita gunakan untuk
merujuk pada konsep atau makna tertentu (penandaan). Ini berarti bahwa bahasa adalah
sistem tanda di mana kata-kata adalah penanda yang mengacu pada penandaan. Budaya,
menurut Saussure, juga bisa dianggap sebagai sistem tanda di mana simbol-simbol dan
praktik-praktik memiliki makna tertentu yang diterima oleh masyarakat.
❖ Claude Lévi-Strauss:
o Bahasa dan Sistem Tanda: Bahasa itu sendiri adalah sistem tanda yang sangat
penting. Kata-kata (penanda) dalam bahasa kita mengacu pada konsep atau objek
(penandaan). Misalnya, kata "buku" adalah penanda yang mengacu pada objek fisik
yang digunakan untuk membaca. Bahasa adalah contoh utama sistem tanda dalam
budaya.
o Ritual dalam Agama: Upacara keagamaan atau ritual juga merupakan contoh praktik
penandaan dalam budaya. Misalnya, perayaan Natal adalah tanda dari peristiwa
kelahiran Yesus dalam agama Kristen. Upacara ini memiliki simbolisme dan makna
yang dalam untuk komunitas tersebut.
o Mitologi dalam Budaya Kuno: Mitos dalam berbagai budaya adalah sistem tanda
yang menceritakan kisah-kisah yang memiliki makna mendalam. Misalnya, mitos
penciptaan dalam budaya suku-suku asli Amerika mengandung penandaan tentang
asal-usul dan hubungan antara manusia dan alam.
o Simbolisme dalam Seni: Seni visual, seperti lukisan dan patung, sering kali memuat
simbol-simbol yang memiliki makna dalam konteks budaya. Misalnya, warna, bentuk,
dan gambar dapat berfungsi sebagai penanda yang mengungkapkan ide, emosi, atau
pesan tertentu.
Jadi, "Budaya sebagai praktik penandaan" mengacu pada gagasan bahwa budaya dapat
dipahami sebagai sistem tanda dengan terdiri atas elemen-elemen yang memiliki makna dan
digunakan untuk merujuk pada aspek-aspek dunia dan masyarakat. Hal ini mencerminkan
pandangan bahwa bahasa dan budaya memiliki kesamaan dalam hal struktur tanda dan makna
yang diterima oleh anggota masyarakat.
Sumber Pustaka:
Dayu, B. S. (2023). Memahami Konsep Semiotika Ferdinand De Saussure dalam
Komunikasi. LENTERA - Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, -. Retrieved from
http://ojs.uninus.ac.id/index.php/LANTERA/article/view/2774
Durkheim menggambarkan budaya sebagai seperangkat norma, nilai, dan praktik sosial
yang diadopsi dan diwakili secara kolektif oleh suatu masyarakat. Baginya, budaya merupakan
sumber penting integrasi sosial karena menjadi landasan solidaritas sosial yang mengikat
individu dengan masyarakat.
Dari sudut pandang fakta sosial, Durkheim menekankan bahwa budaya mempunyai
kekuatan untuk secara kolektif mempengaruhi perilaku dan perilaku individu. Ia juga
menekankan pentingnya pemahaman struktur dan fungsi kebudayaan dalam menjaga stabilitas
sosial. Contoh konkret dari budaya sebagai fakta sosial berdasarkan pandangan Emile
Durkheim meliputi:
o Bahasa: Bahasa merupakan fakta sosial yang sangat penting. Dalam sebuah
masyarakat, bahasa tertentu digunakan secara kolektif untuk berkomunikasi. Norma-
norma bahasa, kosakata, dan aturan tata bahasa adalah contoh konkret dari bagaimana
budaya beroperasi sebagai fakta sosial.
o Agama: Agama adalah bagian integral dari budaya di banyak masyarakat. Nilai-nilai,
norma-norma, dan praktik agama diadopsi oleh anggota masyarakat dan memainkan
peran penting dalam membentuk norma perilaku dan pandangan dunia mereka.
o Makanan: Pilihan makanan dan cara makan adalah contoh bagaimana budaya
memengaruhi aspek kehidupan sehari-hari. Di berbagai budaya, terdapat makanan
khas, cara memasak, dan aturan perilaku seputar makanan yang dipegang oleh
masyarakat secara kolektif.
o Pakaian: Budaya juga tercermin dalam pakaian. Setiap masyarakat memiliki norma
dan nilai-nilai yang mempengaruhi pakaian yang dikenakan oleh individu. Misalnya,
pakaian tradisional adalah contoh yang jelas dari bagaimana budaya memengaruhi
pilihan pakaian.
Sumber Pustaka:
Arif, A. M. (2020). PERSPEKTIF TEORI SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM
SOSIOLOGI PENDIDIKAN. Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, -.
doi:https://doi.org/10.24239/moderasi.Vol1.Iss2.28
Ia percaya bahwa manusia memiliki dorongan biologis yang kuat, seperti dorongan
seksual dan agresi, yang berakar pada pikiran bawah sadar. Dorongan tersebut seringkali
bertentangan dengan aturan dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Dia menggunakan
konsep "struktur kepribadian" yang terdiri dari id, ego, dan superego untuk menjelaskan
interaksif dorongan-dorongan ini dengan situasi sosial masyarakat.
o ID: Mewakili dorongan dasar seperti hasrat seksual dan agresi. Id tidak dipengaruhi
oleh realitas eksternal atau aturan sosial.
o Ego: Berfungsi sebagai perantara antara id dan realitas eksternal. Ego bertanggung
jawab untuk memenuhi keinginan id dengan cara yang realistis dan dapat diterima
secara sosial.
o Superego: Mewakili aturan, nilai, dan norma sosial internal yang dipelajari seseorang
dari lingkungan sosialnya. Superego berfungsi sebagai pengendalian internal yang
menekan impuls-impuls yang tidak disetujui masyarakat.
Freud berhipotesis bahwa budaya muncul sebagai akibat dari konflik antara dorongan
bawah sadar dan tuntutan masyarakat, khususnya melalui mekanisme seperti represi dan
represi. Menurutnya, kebudayaan bertujuan untuk menyalurkan dorongan-dorongan tersebut
ke dalam saluran-saluran yang dapat diterima secara sosial, yang pada gilirannya membentuk
norma-norma, nilai-nilai, dan struktur sosial yang dengannya masyarakat dikenal.
Contoh kasus dari pandangan Freud adalah konsep tabu seksual. Dalam banyak
masyarakat, terdapat aturan dan norma yang mengatur perilaku seksual individu. Hal ini bisa
termasuk pembatasan terhadap hubungan seksual di luar pernikahan atau dengan anggota
keluarga. Freud berpendapat bahwa dorongan seksual alami individu sering kali bertentangan
dengan aturan-aturan ini. Budaya memainkan peran dalam mengajarkan individu untuk
menahan dorongan-dorongan ini dan mengarahkannya pada perilaku yang sesuai dengan
norma sosial.
Budaya, sebagai perwujudan norma dan aturan sosial, memainkan peran dalam
membentuk dan mengarahkan konflik ini. Freud meyakini bahwa pemahaman tentang
bagaimana budaya memoderasi dorongan hasrat penting untuk pemahaman psikologis
manusia.
Sumber Pustaka:
Arif, A. M. (2020). PERSPEKTIF TEORI SOSIAL EMILE DURKHEIM DALAM
SOSIOLOGI PENDIDIKAN. Jurnal Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, -.
doi:https://doi.org/10.24239/moderasi.Vol1.Iss2.28
Dalam teori Marcel Mauss tentang logika pertukaran hadiah, budaya diartikan sebagai
jaringan sosial kompleks di mana praktik pertukaran hadiah memainkan peran penting dalam
membangun dan memelihara hubungan sosial antara individu dan kelompok. Konsep ini
diperkenalkan oleh Mauss dalam karyanya yang terkenal, "The Gift: Forms and Functions of
Exchange in Archaic Societies" (1925).
Menurut Mauss, budaya terbentuk melalui sistem pertukaran hadiah yang mengikat
masyarakat bersama dalam jaringan saling ketergantungan. Pertukaran hadiah ini tidak hanya
bersifat ekonomi, tetapi juga melibatkan aspek-aspek sosial, politik, dan spiritual. Praktik
pertukaran hadiah ini tidak hanya sekadar pertukaran materi, tetapi juga mencakup pemberian,
menerima, dan balas budi.
Pemahaman tentang budaya dalam konteks logika pertukaran hadiah oleh Marcel
Mauss menyoroti pentingnya praktik pertukaran dalam membentuk identitas sosial dan
menunjukkan bagaimana pertukaran hadiah memiliki peran penting dalam pembentukan
struktur sosial dan hubungan antarindividu dalam masyarakat.
Beberapa point penting pandangan Mauss tentang budaya dalam konteks pertukaran hadiah
adalah:
a. Kewajiban Sosial:
Dengan memberi hadiah dalam masyarakat seorang yang diberi akan membawa beban
sosial. Jika halnya kita diberikan hadiah kita memiliki beban kewajiban untuk memberi
hadiah kembali dalam bentuk yang setara atau bahkan lebih besar. Ini menciptakan
jaringan hubungan sosial yang kuat
b. Simbolisme:
Hadiah-hadiah tidak hanya memiliki nilai ekonomi tetapi juga nilai simbolis. Mereka
mencerminkan nilai-nilai budaya, status sosial, dan identitas masyarakat. Pertukaran
hadiah juga berfungsi sebagai cara untuk memelihara persatuan sosial dan solidaritas.
c. Prestasi Sosial:
Pertukaran hadiah bukan hanya tindakan individu, tetapi juga mencerminkan
pencapaian sosial. Masyarakat menghargai individu yang dapat memberikan hadiah
dengan kemurahan hati dan individu yang mampu memenuhi kewajiban sosial ini.
o Sistem Hak Adat di Papua Nugini: Beberapa suku di Papua Nugini memiliki sistem
hak adat yang melibatkan pemberian hadiah dalam konteks penyelesaian sengketa.
Hadiah-hadiah ini mencerminkan upaya membangun kembali perdamaian dan
solidaritas dalam masyarakat setelah konflik.
Pendapat para ahli tentang relasi antara budaya dengan perkembangan teknologi dan
digital sangat bervariasi. Dalam konteks ini, saya mengambil sudut pandang dari dua orang
ahli dengan pendapat yang pro dan kontra terkait sarana teknologi dan digital sebagai transmisi
perkembangan budaya. Pandangan ahli ini saya jabarkan sebagi berikut:
a. Marshall McLuhan
Marshall McLuhan, seorang teoriwan media ternama, menganggap bahwa media itu
sendiri merupakan pesan yang mempengaruhi cara kita memandang dan memahami dunia.
Ia menekankan konsep "The medium is the message" yang menyoroti bagaimana bentuk
media yang digunakan dalam komunikasi membentuk persepsi dan pengalaman kita
terhadap pesan tersebut. Menurut ia, teknologi informasi dan digital, dengan
karakteristiknya yang cepat, mendalam, dan menyeluruh, mempengaruhi secara
fundamental struktur sosial dan pola interaksi manusia. Ia memandang bahwa pergeseran
dari masyarakat berbasis cetak menuju masyarakat elektronik, terutama melalui pengaruh
televisi, akan mengubah tatanan budaya secara signifikan.
Contoh yang dapat dihubungkan dengan pandangan Marshall McLuhan yaitu Berita
Online dan Media Sosial. Media online dan jejaring sosial telah memungkinkan akses
instan ke berita dari seluruh dunia. Orang dapat mengakses berita melalui situs web berita,
aplikasi berita, atau platform media sosial seperti Facebook dan Twitter. Hal ini
menciptakan budaya di mana berita dapat dengan cepat disebarkan dan dibagikan oleh
individu, dan komentar serta diskusi seputar berita dapat terjadi secara real-time.
Namun, McLuhan juga mengingatkan bahwa penyebaran teknologi tersebut tidak tanpa
konsekuensi. Ia menggarisbawahi risiko homogenisasi budaya serta potensi hilangnya
identitas budaya lokal akibat dominasi media global. Dalam perspektifnya, pemahaman
akan peran media dan teknologi dalam membentuk budaya sangat penting untuk
memahami transformasi budaya yang terjadi dalam era informasi dan digital.
b. Sherry Turkle
Pendapatnya terkait budaya dalam hasil dari perkembangan teknologi informasi dan
digital sering kali menyoroti dampak emosional dan psikologis dari keterlibatan yang
semakin intensif dengan teknologi. Berikut adalah beberapa pendapat yang dapat
dihubungkan dengan pandangan Turkle:
Salah satu perhatian Turkle adalah meningkatnya ketergantungan pada teknologi, yang
dapat mengganggu kemampuan individu untuk merespons dan mengelola dunia di
sekitar mereka secara langsung. Dia memperingatkan tentang pentingnya menemukan
keseimbangan yang sehat antara keterlibatan dengan teknologi dan interaksi sosial yang
berbasis pada kedekatan dan empati.