Anda di halaman 1dari 10

REVIEW ARTIKEL: “Development Of Computational

thinking, Digital Competence and 21st Century Skills When


Learning Programming In K-9”

REVIEW ARTIKEL JURNAL INTERNASIONAL


Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
Politik Pendidikan
Dosen Pengampu: Prof. Suyanto, Ph. D

Zakhir Wikan Anadiya

20704261019

PROGRAM STUDI DOKTOR MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
REVIEW ARTIKEL JURNAL INTERNASIONAL

IDENTITAS JURNAL
Development of computational thinking, digital competence and
Judul
21st century skills when learning programming in K-9
Penulis Jalal Nouri, Lechen Zhang, Linda Mannila dan Eva Norén
EDUCATION INQUIRY
Jurnal
https://doi.org/10.1080/20004508.2019.1627844
Volume VOL. 11, NO 1
Halaman 1–17
Tahun 2020

1. ISI ARTIKEL
Artikel yang berjudul “Development of computational thinking, digital
competence and 21st century skills when learning programming in K-9” ini
memaparkan hasil penelitian terhadap 19 guru (6 guru mengajar kelas 1-3, 7
guru mengajar kelas 4-6 dan 6 guru mengajar kelas 7-9) di Swedia yang
mengajar mata pelajaran pemrograman komputer (coding) di sekolah dasar
dan menengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari
pembelajaran pemrograman komputer pada siswa usia sekolah dasar dan
menengah terhadap peningkatan kemampuan berpikir komputasional sebagai
bagian dari kompetensi digital yang dibutuhkan di abad 21.
Ilmu komputer (computer science) pada umumnya dan pemrograman
(coding) pada khususnya, selama ini dianggap sebagai bidang studi yang hanya
dikaji untuk calon ahli teknologi informasi (TI). Namun selama beberapa tahun
terakhir pandangan ini telah berubah. Pada era digitalisasi saat ini, perangkat
lunak (software) dan teknologi memainkan peran yang semakin krusial di
hampir semua bidang kehidupan. Sehingga hal ini semakin mendorong
kesadaran akan pentingnya memahami bagaimana cara kerja dunia digital,
serta peluang dan risiko yang ditimbulkan.
Di dunia internasional, masih terjadi perbedaan pendapat terkait dengan
pemahaman computer science (CS), tidak hanya sebagai konten pembelajaran,
tetapi juga sebagai salah satu keterampilan terkait metode berpikir. Akibatnya,
banyak negara yang sudah maupun sedang dalam proses memasukan CS
sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan dasarnya. Di Inggris,
CS telah menjadi mata pelajaran wajib, sedangkan di Finlandia dan Swedia
mengambil kebijakan dengan mengembangkan kompetensi interdisipliner
dengan CS sebagai dasar teorinya. Dari ketiganya, ada satu kesamaan yang
menjadi fokus, yaitu materi pembelajaran tentang bahasa pemrograman atau
coding.
Coding merupakan otak dari semua program digital, baik itu yang
berupa aplikasi maupun website. Dengan demikian agar dapat memahami
bagaimana proses digitalisasi dilakukan, maka seseorang perlu memahami apa
itu coding. Coding juga berfungsi untuk menciptakan ide,
mengimplemantasikan ide serta memecahkan masalah dalam dunia digital.
Selain fungsi-fungsi tersebut, proses coding juga dimungkinkan dapat
mengasah kemampuan berpikir komputasi (computational thinking),
kompetensi digital (digital competence) serta keterampilan lain yang
dibutuhkan dalam abad 21 (21st century skills).
Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada proses pembelajaran coding,
siswa dapat mengembangkan keterampilan yang merupakan dimensi dari
computational thinking secara teknis, yaitu konsep komputasi, praktik
kompuitasi serta perspektif komputasi. Selain ketiga hal itu, hasil penelitian
juga mengidentifikasi empat keterampilan umum yang berkaitan langsung
dengan proses pembelajaran coding yakni kemampuan kognitif, kreatifitas,
komunikasi, dan kolaborasi. Keempat keterampilan tersebut merupakan
gambaran dari kompetensi digital dan keterampilan abad 21.

2. ANALISA ISI ARTIKEL


Kecakapan berpikir komputasional (computational thinking) merupakan
kecakapan yang dibutuhkan di abad 21 ini. Hal ini karena teknologi komputasi
digital telah menjadi komponen yang tidak terpisahkan dari hampir semua
aktivitas manusia. Computational thinking merujuk pada sebuah proses berpikir
untuk mengarahkan tindakan penyelesaian masalah melalui langkah-langkah
yang sistematis. Langkah-langkah yang sistematis tersebut didasari oleh
analisis masalah serta strategi pemecahan masalah yang tepat.
Pesatnya perkembangan teknologi dan kesadaran tentang bagaimana
memahami cara kerja dunia digital menjadikan banyak negara telah berupaya
memasukan computational thinking di dalam kurikulumnya. Banyak negara
bahkan sudah secara resmi memasukkan computational thinking dalam
kurikulum pendidikannya. Inggris adalah satu pionir negara yang secara berani
memasukkan computational thinking dalam kurikulum sejak 2012. Sementara
sebagian besar negara-negara yang masuk dalam Uni-Eropa mulai
memasukkan computational thinking mulai kurun waktu 2016-2017 (Bocconi et
al., 2016). Di Amerika Serikat, bentuk integrasi computational thinking ditandai
dengan diluncurkannya gerakan Computer Science for All oleh Barack Obama
yang kala itu menjabat sebagai presiden pada tahun 2016 (Zahid, 2020).
Sementara itu negara-negara maju di Asia juga mulai mengambil
langkah untuk mengenalkan computational thinking dengan pendekatan yang
berbeda-beda. Jepang, Hong Kong, China dan Taiwan memasukkan materi-
materi pemrograman komputer dalam kurikulum pendidikan dasar (So et al.,
2020). Kemudian Singapura yang mencetuskan computational thinking sebagai
“national capability” yang merupakan bagian dari kampanye transformasi
Singapura menjadi “Smart Nation” (Seow et al., 2019). Negara jiran Malaysia
juga telah melakukan integrasi berpikir komputasional dalam pendidikan mulai
2017 (Ling Ling Ung et al., 2018).
Terlepas dari perbedaan pendekatan dari masing-masing negara dalam
membangun computational thinking untuk generasi bangsanya, satu metode
yang banyak digunakan adalah melalui pembelajaran pemrograman komputer
atau coding. Aktivitas pembelajaran coding diyakini dapat membentuk dan
mengembangkan suatu pemikiran komputasional berupa pemikiran logika,
imajinasi, dan kreativitas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang berjudul
Development of computational thinking, digital competence and 21st century
skills when learning programming in K-9 yang sudah direview pada bagian
sebelumnya. Dari penelitian tersebut, ditemukan bahwa pembelajaran coding
pada anak usia pendidikan dasar dan menengah dapat mendorong
perkembangan keterampilan kognitif, keterampilan komunikasi, kolaborasi dan
kreatifitas. Empat hal tersebut indentik dengan keterampilan 4C (critical
thinking, creativity, collaboration, dan communication) yang merupakan bagian
dari keterampilan yang harus dimiliki di abad 21 ini (Grover, 2018; Riddell,
2018). Bahkan dalam rumusan kerangka kerja PISA (The Programme for
International Student Assesment) disebutkan bahwa penyusunan algoritma
yang merupakan inti dari pembejaran coding merupakan faktor yang dominan
dalam melatih computational thinking, karena untuk menyusun sebuah
algoritma diperlukan detail solusi matematis atas suatu permasalahan yang
sedang dipecahkan (OECD, 2018).
Di sisi yang lain, tantangan untuk mengimplementasikan pembelajaran
coding sebagai jalan untuk mengembangkan computational thinking di sekolah
masih menanti untuk diselesaikan. Salah satunya adalah dari segi kompetensi
guru. Gal-Ezer & Stephenson (2014) mengatakan bahwa kurangnya
pengetahuan umum guru tentang computational thinking yang meliputi aspek
teknis, konten dan pedagogis yang diperlukan dalam mengajarkan
computational thinking menjadi kendala yang banyak ditemui di berbagai
negara. Kendala lain yang masih menjadi persoalan adalah perdebatan tentang
bagaimana memposisikan mata pelajaran coding ini didalam kurikulum, apakah
sebagai mata pelajaran wajib atau sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler.
Karena hal ini akan berdampak terhadap bagaimana kebijakan dalam
merumuskan dan mendefinisikan kompetensi guru (Voogt et al., 2015). Selama
ini mata pelajaran coding masih terbatas pada lingkup bidang studi ilmu
komputer, sehingga pemahaman tentang computational thinking hanya dikaji
oleh guru-guru dalam bidang itu.
Melihat tantangan-tantangan tersebut, pengembangan kurikulum yang
sistematis serta integrasi computational thinking yang relevan dalam praktik
pembelajaran di kelas perlu dieksplorasi lebih lanjut. Selain itu, program
pengembangan profesional yang relevan untuk guru dan adaptasi guru pada
kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan computational thinking harus
terus dikaji dan dikembangkan.

3. Implementasi di Indonesia
Embrio tentang computational thinking di Indonesia sebenarnya sudah
ada sejak awal penyelenggaraan mata pelajaran informatika dan komputer di
kurikulum 2006 beberapa tahun yang lalu. Program studi di LPTK yang secara
khusus mendalami pengajaran informatika dan komputer adalah Program Studi
Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer yang lahir sebagai implikasi
diwajibkannya mata pelajaran Teknik Informatika dan Komputer (TIK) untuk
SMP dan SMA serta Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI)
untuk SMK di Kurikulum 2006. Akan tetapi perubahan dari kurikulum 2006 ke
kurikulum 2013 menyebabkan mata pelajaran TIK dan KKPI hilang dari
kelompok mata pelajaran wajib di sekolah (Hidayat et al., 2016).
Penyempurnaan Kurikulum 2013 di era menteri pendidikan Muhadjir
Effendy kala itu memberikan angin segar bagi pihak-pihak yang menginginkan
TIK dan KKPI masuk dalam kurikulum. Kemendikbud mengeluarkan
Permendikbud Nomor 35, 36, dan 37 Tahun 2018 yang dalam
pertimbangannya menyebutkan pentingnya informatika untuk diintegrasikan ke
struktur kurikulum 2013 di tingkat SMP dan SMA. Pada penyempurnaan
tersebut, informatika menjadi mata pelajaran pilihan di tingkat SMP dan SMA
dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya guru dan fasilitas
pendukung di sekolah masing-masing dan mulai diajarkan pada tahun ajaran
2019/2020. Di Lampiran Permendikbud Nomor 37 inilah, secara resmi dimuat
istilah computational thinking sebagai salah satu Kompetensi Dasar yang
dipelajari dalam mata pelajaran Informatika.
Mengingat pentingnya kecakapan computational thinking di era sekarang
ini, sudah selayaknya keberadaan kompetensi ini tidak hanya terletak pada
mata pelajaran TIK yang bahkan mata pelajaran itu bersifat pilihan. Namun
harus diintegrasikan kedalam semua mata pelajaran melalui kurikulum nasional.
Computational thinking adalah sebuah thinking skill. Mengajarkan thinking skill
dapat dilakukan dengan dua cara: (1) menyediakan kelas dan aktivitas tertentu
yang memang khusus membahas thinking skill yang diajarkan atau (2)
mengintegrasikan thinking skill pada pelajaran-pelajaran yang sudah ada
(Cotton, 1991). Dengan meletakkan Informatika sebagai mata pelajaran pilihan
di SMP dan SMA, sepertinya pemerintah Indonesia memilih cara pertama untuk
mengajarkan computational thinking pada siswa. Penetapan informatika
sebagai mata pelajaran pilihan yang mempertimbangkan kesiapan SDM dan
fasilitas mengindikasikan bahwa pemerintah nampaknya masih menganggap
pembelajaran computational thinking hanya terbatas pada penggunaan
perangkat komputer. Bahwa jika tidak tersedia fasilitas perangkat komputer
yang memadai, computational thinking tidak dapat diajarkan di sekolah.
Padahal sebenarnya membangun kecakapan computational thinking tidak selalu
harus memakai komputer, karena mengajarkan computational thinking adalah
mengajarkan bagaimana siswa dapat berpikir dengan pola berpikirnya
komputer ketika memecahkan masalah. Di kalangan peneliti di bidang
computational thinking dikenal istilah Computer Science Unplugged Activities,
yaitu istilah untuk menyebut aktifitas-aktifitas pembelajaran prinsip-prinsip ilmu
komputer yang tidak membutuhkan penggunaan komputer (Busuttil &
Formosa, 2020).
Kebijakan untuk memasukan mata pelajaran coding di kurikulum
Indonesia bisa menjadi sebuah pilihan. Melalui pembelajaran coding, siswa
akan belajar menggunakan cara berpikir logis dan sistematis sebagai
keterampilan pemecahan masalah yang merupakan dimensi dari computational
thinking. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kong (2016) mengatakan bahwa
pembelajaran coding berhasil meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal matematika yang berhubungan dengan penalaran. Karena
dalam pembelajaran coding, siswa belajar menyusun algoritma yang
merupakan sebuah rangkaian perintah program yang terstruktur. Selain itu,
dengan pembelajaran coding, siswa akan berlatih menggunakan penalaran
logis dan sistematis (Buitrago Flórez et al., 2017; Jun et al., 2014) serta belajar
mengkonstruksi pemecahan masalah dari hasil analisis data yang hal itu
merupakan bagian dari prinsip computational thinking (Yildiz Durak, 2020).
Selain membuat kebijakan implementasi computational thinking melalui
mata pelajaran coding di kurikulum, kompetensi guru khususnya pedagogik dan
profesional juga harus disesuaikan agar guru dapat mendampingi muridnya
untuk mengenal, mempelajari dan pada akhirnya menguasai kecakapan
computational thinking.
DAFTAR PUSTAKA

Bocconi, S., Chioccariello, A., Dettori, G., Ferrari, A., Engelhardt, K., Kampylis,
P., & Punie, Y. (2016). Developing Computational Thinking in Compulsory
Education - Implications for policy and practice. In Joint Research Centre
(JRC) (Issue June). https://doi.org/10.2791/792158
Buitrago Flórez, F., Casallas, R., Hernández, M., Reyes, A., Restrepo, S., &
Danies, G. (2017). Changing a Generation’s Way of Thinking: Teaching
Computational Thinking Through Programming. Review of Educational
Research, 87(4), 834–860. https://doi.org/10.3102/0034654317710096
Busuttil, L., & Formosa, M. (2020). Teaching Computing without Computers:
Unplugged Computing as a Pedagogical Strategy. Informatics in Education,
19(4), 569–587. https://doi.org/10.15388/INFEDU.2020.25
Cotton, K. (1991). Teaching Thinking Skills By Cotton. School Improvement
Research Series, 11.
Gal-Ezer, J., & STEPHENSON, C. (2014). A tale of two countries: Successes and
challenges in K-12 computer science education in Israel and the United
States. ACM Transactions on Computing Education, 14(8).
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1145/2602483

Grover, S. (2018). The 5th “C” of 21st Century Skills? Try Computational
Thinking (Not Coding). Www.Edsurge.Com.
https://www.edsurge.com/news/2018-02-25-the-5th-c-of-21st-century-
skills-try-computational-thinking-not-coding

Hidayat, W., Muladi, M., & Mizar, M. (2016). Studi Integrasi Tik Dalam
Pembelajaran Di Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan - Teori,
Penelitian, Dan Pengembangan, 1(12), 2281–2291.
https://doi.org/10.17977/jp.v1i12.8228

Jun, S. J., Han, S. G., Kim, H. C., & Lee, W. G. (2014). Assessing the
computational literacy of elementary students on a national level in Korea.
Educational Assessment, Evaluation and Accountability, 26(4), 319–332.
https://doi.org/10.1007/s11092-013-9185-7

Kong, S.-C. (2016). A framework of curriculum design for computational


thinking development in K-12 education. Journal of Computers in
Education, 3(4), 377–394. https://doi.org/10.1007/s40692-016-0076-z
Ling Ling Ung, Tammie, C. S., Nasrah, N., Jane, L., & Norazila, A. A. (2018). an
Evaluation Tool To Measure Computational Thinking Skills : Herald NAMSA,
September, 606–614.
OECD. (2018). Pisa 2021 Mathematics Framework ( Draft ). Pisa2021-
Maths.Oecd.Org, November 2018.
Riddell, R. (2018). Should the 4 Cs of 21st century skills make room for one
more? Www.K12dive.Com. https://www.k12dive.com/news/should-the-4-
cs-of-21st-century-skills-make-room-for-one-more/517878/

Seow, P., Looi, C.-K., How, M.-L., Wadhwa, B., & Wu, L.-K. (2019). Educational
Policy and Implementation of Computational Thinking and Programming:
Case Study of Singapore BT - Computational Thinking Education (S.-C.
Kong & H. Abelson (eds.); pp. 345–361). Springer Singapore.
https://doi.org/10.1007/978-981-13-6528-7_19

So, H. J., Jong, M. S. Y., & Liu, C. C. (2020). Computational Thinking Education
in the Asian Pacific Region. Asia-Pacific Education Researcher, 29(1).
https://doi.org/10.1007/s40299-019-00494-w

Voogt, J., Fisser, P., Good, J., Mishra, P., & Yadav, A. (2015). Computational
thinking in compulsory education: Towards an agenda for research and
practice. Education and Information Technologies, 20(4), 715–728.
https://doi.org/10.1007/s10639-015-9412-6

Yildiz Durak, H. (2020). The Effects of Using Different Tools in Programming


Teaching of Secondary School Students on Engagement, Computational
Thinking and Reflective Thinking Skills for Problem Solving. Technology,
Knowledge and Learning, 25(1), 179–195. https://doi.org/10.1007/s10758-
018-9391-y

Zahid, M. Z. (2020). Telaah kerangka kerja PISA 2021 : Era Integrasi


Computational Thinking dalam Bidang Matematika. Prosiding Seminar
Nasional Matematika, 3(March 2020), 706–713.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/

Anda mungkin juga menyukai