Oleh:
Kelas VI F PGSD
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat-Nya, kami diberi kesempatan dan kemudahan dalam menyelesaikan
makalah yang berjudul Model Pembelajaran Digital, guna untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengembangan Pembelajaran Literasi Digital.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................. ii
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
dan peluang harus dihadapi peserta didik dan pendidik agar dapat bertahan dalam
abad pengetahuan di era informasi ini (Yana, 2013).
2
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Makalah ini dapat bermanfaat untuk mendalami, memahami dan
mengembangkan pengetahuan tentang materi model pembelajaran digital.
2. Bagi Pembaca
Manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca yaitu menjadi salah satu
sumber referensi dan informasi bagi orang yang membaca makalah ini agar lebih
mengetahui dan memahami materi tentang model pembelajaran digital.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Dari definisi tersebut maka blended learning dapat diartikan sebagai suatu
pembelajaran yang menggabungkan atau mengombinasikan pembelajaran tatap
muka (face to face) dengan media TIK, seperti komputer (online maupun offline),
multimedia, kelas virtual, internet dan sebagainya.
5
Dalam pembelajaran berbasis blended learning, akan banyak sumber belajar
yang harus diakses oleh peserta didik, karena sumber-sumber tersebut tidak
hanya terbatas pada sumber belajar yang dimiliki pengajar atau
perpustakaan lembaga pendidikannya saja, melainkan sumber-sumber
belajar yang ada di perpustakaan seluruh dunia.
3. Aplikasi
Aplikasi dalam pembelajaran berbasis blended learning dapat dilakukan
melalui pembelajaran berbasis masalah, pelajar akan secara aktif
mendefinisikan masalah, mencari berbagai alternatif pemecahan, dan
melacak konsep, prinsip, dan prosedur yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah tersebut.
4. Tutorial
Pada tutorial, peserta didik yang aktif untuk menyampaikan masalah yang
dihadapi, seorang pengajar akan berperan sebagai tutor yang membimbing.
Meskipun aplikasi teknologi dapat meningkatkan keterlibatan pelajar dalam
belajar, peran pengajar masih diperlukan sebagai tutor.
5. Kerjasama
Keterampilan kolaborasi harus menjadi bagian penting dalam pembelajaran
berbasis blended learning. Hal ini tentu berbeda dengan pembelajaran tatap
muka konvensional yang semua peserta didik belajar di dalam kelas yang
sama di bawah pengawasan pengajar. Sedangkan dalam pembelajaran
berbasis blended, maka peserta didik bekerja secara mandiri dan
berkolaborasi.
6. Evaluasi
Evaluasi pembelajaran berbasis blended learning tentunya akan sangat
berbeda dibanding dengan evaluasi pembelajaran tatap muka. Evaluasi
harus didasarkan pada proses dan hasil yang dapat dilakukan melalui
penilaian evaluasi kinerja belajar pelajar berdasarkan portofolio. Demikian
pula penilaian perlu melibatkan bukan hanya otoritas pengajar, namun perlu
ada penilaian diri oleh pelajar.
6
2.3 Model Blended Learning
Dalam Blended Learning secara umum terdapat 6 model, yaitu:
1. Face-to-Face Driver
Melibatkan siswa tidak hanya sekedar tatap muka di ruang kelas atau
laboratorium, melainkan melibatkan siswa dalam kegiatan di luar kelas
dengan mengintegrasikan teknologi web secara online.
2. Rotation
Mengintegrasikan pembelajaran online sambil bertatap muka di dalam kelas
dengan pengawasan guru atau pendidik.
3. Flex
Memanfaatkan media internet dalam menyampaikan pembelajaran kepada
siswa. Dalam hal ini siswa dapat membentuk kelompok diskusi.
4. Online Lab
Pembelajaran yang berlangsung di dalam ruang laboratorium komputer
dengan semua materi pembelajaran di sediakan secara softcopy, dimana
para peserta berinteraksi dengan guru secara online. Dalam hal ini guru
dibantu oleh pengawas agar disiplin dalam belajar tetap terjaga.
5. SelfBlend
Dalam hal ini siswa mengikuti kursus online, hal ini sebagai pelengkap
kelas tradisional yang dilakukan tidak harus di dalam ruang kelas akan tetapi
bisa di luar kelas.
6. Online Driver
Merupakan pembelajaran secara online, dimana dalam hal ini seorang guru
bisa mengupload materi pembelajaran di internet, sehingga dapat
mendownload/ mengunduhnya dari jarak jauh agar siswa bisa belajar
mandiri di luar kelas dan dilanjutkan dengan tatap muka berdasarkan waktu
yang telah disepakati.
2.4 Kelebihan dana Kekurangan Blended Learning
Adapun kelebihan Blended Learning adalah:
a. Hemat waktu
b. Hemat biaya,
c. Pembelajaran lebih efektif dan efisien,
d. Peserta mudah dalam mengakses materi pembelajaran,
7
e. Peserta didik leluasa untuk mempelajari materi pelajaran secara mandiri,
f. Memanfaatkan materi-materi yang tersedia secara online,
g. Peserta didik dapat melakukan diskusi dengan guru atau peserta didik lain
diluar jam tatap muka,
h. Pengajar tidak terlalu banyak menghabiskan tenaga untuk mengajar,
Menambahkan materi pengayaan melalui fasilitas internet,
i. Memperluas jangkauan pembelajaran/pelatihan,
j. Hasil yang optimal serta meningkatkan daya tarik pembelajaran, dan lain
sebaginya.
8
Learning di Perguruan Tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendekatanan
dan metode pendidikan terutama di perguruan tinggi yang melaksanakan
pendidikan jarak jauh. Pada pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah, harus
menerapkan tatap muka dalam pembelajarannya, akan tetapi bukan berarti dalam
pendidikan dasar dan menengah tidak dapat menerapkan Blended Learning. Pada
pendidikan dasar dan menengah juga dapat menerapkan Blended Learning, hanya
saja secara teknis pelaksanaan pembelajaran tidak dapat disamakan dengan
pelaksanaan pembelajaran di perguruan tinggi yang melaksanakan pembelajaran
jarak jauh.
1. Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka, namun menambah waktu
pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi internet.
9
peserta didik. Pendidik sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah di sekolah -
sekolah menerapkan pembelajaran abad 21.
Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, pendidik harus memulai
satu langkah perubahan yaitu merubah pola pembelajaran tradisional yang berpusat
pada pendidik menjadi pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pola
pembelajaran yang tradisional bisa dipahami sebagai pola pembelajaran dimana
pendidik banyak memberikan ceramah sedangkan peserta didik lebih banyak
mendengar, mencatat dan menghafal.
10
1. Instruction should be student-centered
Pengembangan pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik. Peserta didik ditempatkan sebagai subyek
pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang
dimilikinya. Peserta didik tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan
menghafal materi pelajaran yang diberikan pendidik, tetapi berupaya
mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas
dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk
memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat.
2. Education should be collaborative
Peserta didik harus diajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain.
Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan
nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun
makna, peserta didik perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan
teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, peserta didik
perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang
serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat
dengan mereka.
3. Learning should have context
Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak
terhadap kehidupan peserata didik di luar sekolah. Oleh karena itu, materi
pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.
Pendidik mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik terhubung dengan dunia nyata (real word). Pendidik
membantu peserta didik agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan
atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-harinya. Pendidik melakukan penilaian kinerja siswa yang
dikaitkan dengan dunia nyata.
4. Schools should be integrated with society
Dalam upaya mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang
bertanggung jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi peserta didik
untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan
11
pengabdian masyarakat, dimana peserta didik dapat belajar mengambil
peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Peserta
didik dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di
masyarakat, seperti: program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan
sebagainya. Selain itu, peserta didik perlu diajak pula mengunjungi panti-
panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya.
12
3) Collaboration (kolaborasi) yaitu mampu bekerja sama, saling bersinergi
dengan berbagai pihak dan bertanggung jawab dengan diri sendiri, masyarakat
dan lingkungan. Dengan demikian ia akan senantiasa berguna bagi
lingkungannya.
13
menjadi multiliterasi. Multiliterasi merupakan kemampuan membaca, menulis
puisi, membagi, melukis, menari, menulis novel ataupun kemampuan berkontak
dengan berbagai media yang memerlukan literasi menurut Kist, (2005:12). Dengan
demikian, literasi dipandang sebagai kegiatan yang bermakna dari berbagai media.
Dalam pandangan Cope dan Kalantzis (2005), literasi merupakan elemen terpenting
dalam proyek pendidikan modern. Morocco et al. (2008:5) menyatakan kompetensi
belajar dan berkehidupan dalam abad ke-21 ditandai dengan kompetensi
pemahaman yang tinggi, kompetensi berpikir kritis, kompetensi berkolaborasi dan
berkomunikasi, serta kompetensi berpikir kreatif. Sejalan dengan uraian tersebut
pembelajaran multiliterasi pada hakikatnya adalah pengembangan dan penggunaan
konsep kompetensi 4C.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, model blended
learning merupakan kombinasi dari beberapa pendekatan pembelajaran yaitu
pembelajaran conventional berupa tatap muka dan e-learning yang berbasis
internet. Dalam pembelajaran ‘blended e-learning’ fokus utamanya adalah pelajar.
Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung jawab untuk
pembelajarannnya. Suasana pembelajaran ‘blended e- learning’ akan ‘memaksa’
pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Adapun
karakteristik dari blended learning yaitu:
15
tetapi bukan berarti dalam pendidikan dasar dan menengah tidak dapat
menerapkan Blended Learning. Pada pendidikan dasar dan menengah juga dapat
menerapkan Blended Learning, hanya saja secara teknis pelaksanaan pembelajaran
tidak dapat disamakan dengan pelaksanaan pembelajaran di perguruan tinggi yang
melaksanakan pembelajaran jarak jauh.
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, adapun saran dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut.
1) Kepada mahasiswa
Dalam mempelajari model pembelajaran digital sebaiknya tidak hanya
berpatokan terhadap satu sumber saja, melainkan lebih demi mempermudah dalam
pemahaman materi yang akan dibawakan baik itu saat presentasi maupun mengajar
ke anak didik msing-masing.
2) Kepada Masyarakat
Masyarakat juga dapat turut serta dalam menggunakan makalah ini sebagai
pedoman belajar dan juga referensi tambahan yang diharapkan dapat membantu
pembaca dalam memahami makalah yang berjudul model pembelajaran digital.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus, dkk. (2017). Pembelajaran Literasi. Jakarta: Bumi Aksara. Cope
dan Kalantiz. (2005).
BSNP. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. [Online]. Tersedia:
http://www.bsnp-indonesia.org/id/wpcontent/uploads/2012/04/Laporan-
BSNP-2010.pdf diakses pada tanggal 23 Maret 2024.
Catlin R.Tucker, 2012. Blended Learning in Grades 4 – 12. London: Corwin Press
Cope dan Kalantiz. (2005). Multiliteracies: Literacy Learning and The Design of
Social Futures. New York: Routledge, Taylor, dan Francis Group.
Fathurrahman & Nuthpaturrahman. 2015. Blended Learning. Diakses pada link:
http://idr.iainantasari.ac.id/12/1/Makalah%20Kelompok%20TIKelas%20K
husus.pdf. Pada tanggal 23 Maret 2024.
Francine S.Glazer. 2012.Blended Learning.Virginia: Stylus Publishing
Gilang, Novia. 2014. Blended Learning. Diakses pada link
http://noviagilang.blogspot.com/2014/04/makalah-blended-learning.html.
Pada tanggal tanggal 23 Maret 2024.
Greenstein, L. (2012). Assessing 21st Century Skills:a guide to evaluating
mastery and authentic learning. London: Sage Publications Ltd.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2015). Desain Induk Gerakan
Literasi Sekolah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Kist, W. (2005). New Literacies in Action: Teaching and Learning in Multiple
Media. New York: Teachers College, Columbia University.
Morocco, C. C. et al. (2008) Supported Literacy fo Adolescents: Transforming
Teaching and Content Learning for The Twenty-First Century. San
Francisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint.
Nurliana Siregar. (2016) “Belajar dan Pembelajaran”. [Online]. Tersedia:
https://akademik.uhn.ac.id › portal › public_html › FKIP › Nurliani_Siregar
diakses pada tanggal 23 Maret 2024.
Prayitno, Wendhie. 2015.Implementasi Blended Learning dalam Pembelajaran
pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Diakses di http://lpmpjogja.org,
pada tanggal 23 Maret 2024.
Prihadi, Singgih. (2017). Penguatan Ketrampilan Abad 21 Melalui Pembelajaran
Mitigasi Bencana Banjir. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi
FKIP UMP 2017, 4550.
Rusman, dkk. 2012. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Rustaman, N.Y. (2007). Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah dalam Pendidikan
Sains dan Asesmennya. Proceeding of the First International on Science
Education. Bandung: Sps UPI.