Anda di halaman 1dari 3

Meningkatkan Kesinambungan Ruang Lingkup Pembelajaran Daring Informal, Formal,

dan Non Formal Melalui Jaringan Pendidikan Terpadu

Prasetio Utomo
Teknologi Pendidikan
prasetio.utomo.2201218@students.um.ac.id

Abstrak:
Pendidikan yang berlangsung sepanjang hidup membuat seseorang harus belajar secara
komprehensif dan holistik. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengakses
pendidikan informal, formal, dan formal. Saat ini, ketiga pendidikan tersebut dapat
diselenggarakan melalui online learning. Guna meningkatkan efisiensinya, maka pendidikan
formal dapat dijadikan sebagai sentral untuk mengontrol dan mengevaluasi pendidikan
informal dan non formal. Caranya, sekolah melakukan kerjasama dengan penyelenggara
pendidikan informal dan non formal dan melakukan penyelarasan tujuan belajar.

Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses belajar yang berlangsung secara berkesinambungan dan
holistik. Karena prosesnya berlangsung sepanjang hidup, individu dapat menempuh
pendidikan dengan beragam fase dan jalur. Berdasarkan UU. No. 23 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, proses belajar seseorang dapat ditempuh dengan tiga jalur
yaitu; informal, formal dan non formal.

Secara bertahap, seseorang dapat menempuh pendidikan informal diikuti formal dan non
formal. Ainsworth dan Eaton (2010) menjelaskan pendidikan informal memiliki karakteristik
yang spontan dan tidak struktur. Alhasil, luaran dari pendidikan informal sulit diatur.
Sudiapermana (2009) menambahkan lingkungan belajar pendidikan informal adalah keluarga.
Sementara itu, pendidikan formal memiliki karakteristik yang lebih terstruktur karena
dikendalikan oleh instansi tertentu seperti sekolah atau kampus. Alhasil, luaran belajarnya
menjadi lebih terukur. Selanjutnya, pendidikan non formal memiliki karakteristik yang cukup
terstruktur namun dilaksanakan dengan longgar. Ruang lingkup pendidikan non formal
adalah taman bermain dan edukasi dari organisasi tertentu (Ainsworth & Eaton, 2010).

Seiring perkembangan zaman, pendidikan informal, formal, dan non formal dapat diadopsi
menuju lingkungan non fisik atau daring. Cha dan So (2020) memetakan pendidikan informal,
formal, dan non formal berdasarkan struktur pembelajarannya. Jika pembelajaran formal
dilakukan secara terstruktur dan terarah, pada informal dan non formal cenderung tidak
terstruktur dan longgar. Dengan demikian, pengategorian pendidikan informal, formal, dan
non formal berdasarkan lingkungannya tidak berlaku dalam format daring. Bahkan,
pendidikan informal, formal, dan non formal juga tidak dianggap sebagai sebuah fase. Artinya,
seseorang dapat menempuh ketiga pendidikan tersebut dalam waktu bersamaan. Sementara
itu, Mills dkk (2014) menjelaskan bahwa batas antara pendidikan informal dan non formal
cukup kabur dan sulit dibedakan. Implementasi pendidikan informal dan non formal dapat
berupa kursus online dan belajar dengan video material atau tutorial.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Schweir dan Seaton (2013) diperoleh hasil grup
non formal proses belajar cenderung pasif dan tidak mampu menghidupkan diskusi.
Sementara itu, responden grup informal cenderung lebih aktif di dalam diskusi khususnya
pada topik-topik yang memiliki keterkaitan dengan minat pribadi. Pada grup formal, responden
memiliki partisipasi dan keterikatan yang lebih tinggi. Alhasil, diskusi selalu berjalan dengan
baik. Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Cha dan So (2020) dimana
pembelajaran di selenggarakan via MOOCs ditemukan hasil bahwa siswa informal dan non
formal mengalami kendala teknis, sosiologis, psikologis, dan kognitif (Lebenicnik, 2015).

Dengan demikian, diperlukan suatu formulasi untuk memadukan pendidikan informal, formal,
dan non formal menjadi selaras dan berkesinambungan. Tujuannya, agar kegiatan belajar
ketiganya saling memberikan dampak secara efektif.

Metode
Dengan mempertimbangkan efisiensi dan signifikansi hasil pembelajaran, maka penulis
memutuskan untuk mengombinasikan unsur daring dan luring untuk menyelaraskan
pendidikan informal, formal, dan non formal. Berikut skema penyelerasan ketiga pendidikan
tersebut;

Karena pendidikan formal menjadi sentral dari pendidikan informal dan non formal, maka
sekolah formal memberikan rekomendasi afiliasi. Artinya, sekolah secara selektif
bekerjasama dengan penyedia layanan pendidikan informal dan non formal. Jadi, apa yang
dipelajari dan dilakukan di dalam pendidikan informal dan non formal secara simultan dapat
dipantau melalui pendidikan formal.

Pemilihan pendidikan formal sebagai sentral berdasarkan pertimbangan hasil studi yang
dilakukan Ainsworth, Cha dan So, dan Mills bahwa pendidikan formal merupakan pendidikan
paling terstruktur dan teratur. Hal ini tentu memudahkan untuk melakukan kontrol dan
evaluasi. Baik pendidikan informal, formal, dan non formal, selain memanfaatkan layanan
luring, ketiganya dapat disinergikan melalui MOOCs.

Referensi:

Ca, Hyunjin & So, Hyo Jeong. Integration of Formal, Non-formal


and Informal Learning Through MOOCs. South Korea.
Heather L. Ainsworth & Sarah Elaine Eaton. 2010. Formal, Non-formal and Informal
Learning:The Case of Literacy, Essential Skills and Language Learning in Canada.
Onate Press: Canada.

Kemendikbud RI. UU. No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta.

Lebenicnik, Maja dkk. 2015. Use of Online Learning Resources in the Development
of Learning Environments at the Intersection of Formal and Informal Learning: The
Student as Autonomous Designer. CEPS Journal, 5(2). 95—103.

Mills, L. a., Knezek, G., & Khaddage, F. (2014). Information Seeking, Information
Sharing, and going mobile: Three bridges to informal learning. Computers in Human
Behavior, 32, 324–334. doi:10.1016/j. chb.2013.08.008

Schwier, Richard A. 2012. A Comparison of Participation Patterns in Selected


Formal, Non-formal, and Informal Online Learning Environments. Canadian Journal
Learning and Technolology, 39(1). 3—19.

Sudiapermana, Elih. 2009. Pendidikan Informal: Reposisi, Pengakuan dan


Penghargaan. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 4 (2). 2—7.

Anda mungkin juga menyukai