Anda di halaman 1dari 4

JENDRAL GATOT SUBROTO

Dikenal sebagai tentara tiga zaman, itulah Letnan Jenderal Gatot Subroto. Di masa
kedudukan Belanda ia bergabung dalam KNIL, kemudian bergabung pula dalam PETA di
masa kepenpendudukan Jepang dan juga menjadi bagian dari TKR pada awal kemerdekaan
Indonesia. Nama besarnya sering kita dengar sebagai nama di beberapa Jalan. Jasa-jasanya
dalam membela negara dan rakyat kecil sungguh besar. Berikut ini Munus akan membahas
lengkap mulai dari kelahiran, perjalanan karier hingga wafatnya Gatot Subroto.

Jenderal Gatot Subroto lahir pada tanggal 10 Oktober 1907 di Banyumas, Jawa Tengah. Ia
merupakan anak pertama dari Sayid Yudoyuwono dan memiliki tujuh orang adik.
Di tahun 1916 Gatot lulus dari TK (Froberischool) dan melanjutkan jenjang pendidikannya di
ELS. ELS (Europese Lagere School) merupakan sebuah sekolah elit yang muridnya berasal
dari keluarga Belanda dan anak-anak Indonesia yang terpilih saja. Profesi ayahnya sebagai
guru pada saat itu sudah dipandang sebagai keluarga yang disegani, karena itu berkat bantuan
dari Bupati Banyumas, Gatot bisa masuk ke ELS.

Masa belajar Gatot tidak berjalan mulus layaknya anak di usianya, suatu ketika ia menentang
dan berkelahi degan anak residen Belanda. Karena dianggap sebagai pribumi yang menghina
Belanda, akibat dari perkelahian tersebut sangat fatal sehingga membuat Gatot dikeluarkan
dari ELS. Bahkan, ia tidak diperbolehkan untuk masuk ke sekolah pemerintah.

Setelah diikeluarkan dari ELS, beruntungnya Gatot mendapat bantuan dari seorang anggota
keluarga yang mengajar di HIS (Hollandsch Inlandsche school) sehingga ia dapat
melanjutkan pendidikannya di HIS yang berada di Cilacap. Setelah 7 tahun Gatot telah
menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar. Namun, ia memilih untuk tidak melanjutkan
pendidikan formalnya melainkan langsung bekerja.

Gatot bekerja menjadi pegawai di sebuah kantor, namun seiring berjalanya waktu ia merasa
bahwa pekerejaan tersebut tidak sesuai dengan karakter dirinya. Bagi Gatot, apa yang ia
kerjakan kurang menantang sehingga ia memutuskan untuk keluar.

Pendidikan Militer
Sekeluarnya ia dari pekerjaan sebelumnya, di tahun 1928 ada kabar dari Pemerintah Hindia
Belanda bahwa mereka membuka kesempatan bagi orang Indonesia dengan pendidikan
terakhir rendah untuk dapat memasuki pendidikan militer. Hal tersebut dimanfaatkan oleh
Gatot, di umur 21 tahun ia berhasil mendaftar dan masuk di pendidikan militer.
Setelah tiga tahun menjalani masa pendidikan, ia lulus dgan pangkat sersan II dan masuk
dalam anggota KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger) dan ditugaskan di Padang
Panjang, Sumatera Barat. Gatot bertugas selama lima tahun di Padang Panjang sebelum
akhirnya dikirim ke Sukabumi untuk menempuh pendidikan marsose. Marsose merupakan
kesatuan militer dengan tugas-tugas khusus dan menuntut keberanian lebih dari kesatuan lain.

Pembelaan kepada rakyat kecil


Di KNIL diterapkan beberapa peraturan yang cukup keras, salah satunya adalah pelarangan
bergaul dengan rakyat kecil. Peraturan tersebut sengaja dicanangkan agar tentara KNIL lebih
memihak pemeirntah Belanda dan jauh dari bangsanya sendiri. Namun, sosok yang terkenl
dengan solidaritas yang tinggi ini tentu saja tidak semerta-merta mematuhinya.

Melihat ketidkaadilan yang ada didepannya yang disebabkan oleh kaum berkuasa dan
membuat rakyat kecil tertindas, ia tidak bisa diam saja. Batinnya tertusuk tatkala ia harus
menangkap seorang rakyat karena tindakan pencurian yang terpaksa dilaukannya akibat
kekejaman kolonial. Gatot bahkan rela menyisihkan gajinya untuk diberikan kepada rakyat
kecil sebagai modal usaha. Meskipun Gatot bekerja untuk kolonial, namun tugasnya sebagai
sesama bangsa Indonesia tidak akan ia gugurkan.

Jejak Karier Militer Jenderal Gatot Subroto


Setelah memulai karier militernya sebagai angoota KNIL, perjalanan karier militer Gatot
Subroto selanjutnya masih sangat panjang.
Pada tahun 1942, Gatot Subroto ditugaskan di Ambon untuk melawan Jepang. Saat itu
bersamaan dengan pecahnya Perang Dunia II dan awal masuknya Jepang ke Indonesia.
Pasukan Jepang saat itu lebih kuat, sehingga pertahanan Ambon berhasil jatuh ke tangan
Jepang. Semenjak itu, Gatot Subroto singgah di Makkasar dan meyempatkan berziarah ek
makam Pangeran Diponegoro sebelum kembali ke Banyumas, kota kelahirannya.
Setelah kembali ke Banyumas, Gatot mejalani hari-harinya sebagai masyarakat sipil biasa.
Namun tidak bertahan lama, karena kepiawaian Gatot dalam dunia militer terdengar oleh
Jepang. Ia kemudian diminta oleh Bupati Banyumas untuk menjabat sebagai kepala polisi.
Belum lama menjalankan dinasnya, Gatot dikirim untuk mengikuti pelatihan PETA (Tentara
Pembela Tanah Air) selama enam bulan sebagai Komandan Kompi atau disebut juga
Cudanco.selesainya menjalani pelatihan sebagai Cudanco, Gatot diangkat menjadi Daidanco
atau Komandan Batalyon.

Perjuangan di Awal Kemerdekaan


Ketika kemerdekaan Indonesia di proklamasikan, Gatot berada di Banyumas untuk
mempertahankan RI dari ancaman sekutu. Selain menjadi kepala kepolisian Karisidenan
Banyumas, ia juga aktif menggelar perundingan bersama pimpinan BKR untuk melawan
Jepang dan mengambil alih kekuasaan. Hasilnya, mereka berhasil membuat Jepang
menyerahkan persenjataanya.
Gatot Subroto juga turut mendampingi Kolonel Soedirman dalam pertempuran Ambarawa
menghadapi pasukan serikat di Benteng Willem I dan ditunjuk sebagai komandan sektor front
Ambarawa. Dalam pertempuran Ambarawa ini, persenjataan musuh lebih lengkap, namun hal
tersebut tidak membuat gentar Gatot beserta dengan pasukannya untuk membela NKRI.

Di tahun 1948 pada saat meletusnya pemberontakan PKI di Madiun, Gatot Subroto diangkat
menjadi Panglima Corps Polisi Militer. Saat itu bertepatan Tanah Air sedang dirundung
kekacauan akibat ulah Komunis. Melihat kekacauan tersebut, pemerintah bersepakat untuk
mengangkat Gatot SUbroto menjadi Gubernur Militer yang akan memimpin pasukan untuk
mengembalikan keamanan di daerah Madiun, Surakarta, dan Pati.

Setelah Surakarta dinyatakan aman, 18 September 1948 PKI melakukan pemberontakan di


Madiun. Gubernur MIliter Gatot Subroto segera melaksanakan tugasnya dna mempersiapkan
pasukannya untuk menumpas pemberontakan.
19 Desember 1948, terdengar kabar bahwa Belanda tengah melancarkan Agresi. Lagi-lagi
selaku Gubernur Militer, Gatot segera mengatur rencana untuk melaksanakan perang gerilya.
Pada tahun 1950-1952, Gatot Subroto menjadi Panglima Tentara dan Teritorium IV Jawa
Tengah kemudian berlanjut mejadi Panglima tentara dan Teritorium VII Wirabuana yang
ditugaskan di Sulawesi, Maluku dan nusa Tenggara pd atahun 1952.
Setelah melakukan banyak melakukan perjuangan, pad atahun 1953 Gatot Subroto
memutuskan untuk pensiun dari dunia militer untuk menikmati masa tuanya di sebuah rumah
di daerah Ungaran Semarang bersama istrinya Soepiah yang telah dinikahinya di tahun 2948
beserta 6 orang anaknya.
Namun tidak berselang lama, pada tahun 1956 Gatot Subroto kembali dipanggil untuk
menjadi wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Selama menjabat, Gatot dikenal sebagai seorang
pemimpin yang dekat dengan para bawahannya.

Jenderal Gatot Subroto Meninggal dunia


Belum habis masa jabatannya sebagai wakil KASD, Tuhan telah menjemput Gatot Subroto
pada tanggal 11 Juni 1962. Gatot Subroto meninggal karena serangan jantung. Letnan
Jenderal dengan tujuh belas bintang jasa ini dimakamkan di Ungaran sesuai dengan
permintaanya.
Pada tanggal 18 Juni 1962, Letnan Jenderal Gatot Subroto diberi penghargaan berupa
kenaikan pangkat menjadi Jenderal Anumerta serta gelar Pahlawan Nasional atas jasa-jasa
serta perjuangannya dalam membela negara semasa hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai