Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR GEOGRAFI

“Model Pembelajaran Kooperatif Tipe


Student Team Achievement Devision (STAD)”

Disusun Oleh:

Surita Ungalesi (202132026)


Yati Kocal (202132013)
Zaqia Zulfa Kelibia (202132064)
Marlin Loupatty (202132032)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATIMURA
AMBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan
berkatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Makalah ini
dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Geografi Regional Indonesia dengan judul makalah
“Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Devision (STAD)”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa materi ini masih jauh dari kata sempurnah
dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, oleh karena itu kami
mengharapkan segala bentuk saran, serta masukan bahkan kritik dari berbagai pihak, untuk
membangun makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan mamfaat
bagi perkembangan dunia pendidikan.

Ambon, 30 oktober 2023

Kelompok 4
DAFTAR ISI

COVER . .. i
KATA PENGANTAR . .. ii
DAFTAR ISI . .. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .. 1
1.2 Rumusan Masalah . .. 3
1.3 Tujuan Penulisan . .. 3

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Devision
(STAD) .. 4
2.2 Landasan Filosofis Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) . .. 4
2.3 Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement
Division) . .. 5

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement Division)
.… ....... . . 8
3.2 Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement
Division) . ....... 10
3.3 Situasi Ideal Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement
Division) . ....... 16
3.4 Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team
Achievement Division) ... 16
3.5 Upaya Optimalisasi ................... 17

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 18
B. Saran .... 18

DAFTAR PUSTAKA iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua negara di dunia, karena
pendidikan merupakan faktor penentu dalam kemajuan suatu negara. Menurut studi Bank
Dunia tahun 2000 yang telah disarikan oleh Sukmadinata, dkk (dalam Daryanto dan Muljo
Raharjo, 2012) yang menyatakan bahwa kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh empat
faktor utama yaitu iinovation and creativity, networking, technology, dan natural resources.
Dilihat dari hal tersebut maka sumber daya manusia merupakan faktor yang strategis dan
memiliki peran yang cukup besar. Dapat diartikan pula bahwa sumber daya manusia
memiliki kemampuan dalam mengembangkan inovasi dan kreatifitas, membangun jaringan
kerjasama, mengembangkan dan mendayagunakan teknologi, mengelola dan
mengembangkan sumber daya yang dimiliki. Memberikan pendidikan merupakan langkah
awal bagi suatu negara dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan adanya suatu pendidikan, kualitas sumber daya manusia dapat terjamin sehingga
tidak menutup kemungkinan kemajuan suatu negara akan tercapai.
Di Indonesia pendidikan juga diangggap sebagai kebutuhan bagi setiap warganya.
Bahkan adanya suatu pendidikan itu sudah diatur pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 31
dari hasil amandemen ke IV yang mengatakan bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan. Negara Indonesia telah menjamin adanya pendidikan bagi setiap
warganya. Selain itu adanya pendidikan juga tersurat dalam pembukaan undang –undang
dasar 1945 pada alenia ke 4 yang menyatakan “...untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...”.
Di Indonesia pelaksanaan pendidikan nasional memiliki suatu fungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tersebut bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana yang
tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 mengenai sistem
pendidikan nasional. Diharapkan melalui pelaksanaan pendidikan, peserta didik mampu
bersaing dengan negara-negara lain sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas.
Namun kenyataannya, pendidikan di Indonesia belumlah berjalan sesuai dengan yang
diinginkan. Salah satu contoh yang menunjukan lemahnya pendidikan di Indonesia adalah
lemahnya prestasi siswa dalam pelajaran matematika. Menurut data TIMSS yaitu studi
internasional untuk melihat prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat
pertama yang diadakan empat tahun sekali (kompas, 30 september 2014), skor prestasi
matematika dan sains Indonesia masih berada signifikan dibawah skor rata-rata internasional.
Peringkat anak-anak Indonesia bertengger di posisi 38 dari 42 negara untuk prestasi
matematika, dan menduduki posisi 40 dari 42 negara untuk prestasi sains. Rata-rata skor
prestasi matematika dan sains berturut-turut adalah 386 dan 406 masih berada signifikan
dibawah skor rata-rata internasional. Prestasi yang diraih Indonesia ini masih jauh dari negara
tetangga yaitu Singapura. Singapura menduduki posisi pertama pada tahun 1999 dan 2003,
posisi ketiga di tahun 2007, dan posisi kedua di tahun 2011. Sedangkan Indonesia tidak
pernah beranjak naik ataupun berubah menjadi lebih baik selama lebih dari satu dekade.
Selain itu pendidikan Indonesia masuk dalam peringkat 64, dari 65 negara yang
dikeluarkan oleh lembaga Programme for International Study Assessment (PISA), pada tahun
2012. Kinerja pendidikan Indonesia pada pemetaan PISA pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009,
dan 2012, cenderung stagnan (Kompas, 11 Desember 2013).
Jika proses pembelajaran di Indonesia dicerminkan dengan negara tetangga maka
dapat dilihat sebagai berikut. (1) kurikulum matematika di Indonesia masih lemah,
kurikulum di Indonesia terlalu banyak menekankan pada penguasaan keterampilan dasar
menghitung yang bersifat procedural; (2) kurangnya guru-guru matematika yang terlatih; (3)
kurangnya dukungan sekolah dan rumah, hal ini ditandai dengan kurangnya sumber daya di
sekolah, kurang positifnya lingkungan sekolah sebagai tempat belajar siswa, kurang sumber
daya pendidikan di rumah; (4) kurangnya penggunaan komputer dalam pembelajaran
matematika; (5) metode yang digunakan oleh guru sering kali monoton.
Karena hal-hal tersebut maka pemerintah telah melakukan usaha perbaikan di bidang
pendidikan agar pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan matematika jauh lebih baik
dari sebelumnya. Pembaruan dalam bidang pendidikan juga telah dilakukan oleh pemerintah
baik dalam pembaruan kurikulum, penyediaan sarana dan prasarana, penataran guru maupun
yang lain. Peningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan sekarang ini menekankan pada
berbagai faktor pendidikan yang memiliki pengaruh antara satu dengan yang lainnya dalam
menciptakan suatu pembelajaran yang efektif. Pendidikan harus dilandaskan pada empat pilar
pendidikan, yaitu: (1) learning to know, di mana siswa mempelajari pengetahuan; (2)
learning to do, di mana siswa menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan
keterampilan; (3) learning to be, di mana siswa belajar menggunakan pengetahuan dan
keterampilannya untuk hidup; dan (4) learning to live together, di mana siswa belajar untuk
menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan adanya saling
menghargai antara sesama.
Dalam PP No 19 tahun 2005 telah diatur tentang standar nasional pendidikan yang
diantaranya mengatur standarisasi proses pembelajaran sehingga dilembaga pendidikan
diharapkan ada pembaruan pembelajaran dengan model yang inovatif.Berbagai model
pembelajaran juga telah dikembangkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa termasuk
salah satunya yaitu prestasi belajar matematika siswa. Salah satu model pembelajaran yang
dianggap relevan dan baik untuk dipraktikkan adalah model pembelajaran kooperatif. Model
pembelajaran kooperatif diyakini dapat memberikan peluang peserta didik untuk terlibat
dalam diskusi, berpikir kritis, berani dan mau mengambil tanggung jawab untuk
pembelajaran mereka sendiri. Meskipun model pembelajaran kooperatif mengutamakan
peran aktif peserta didik, bukan berarti pengajar tidak berpartisipasi, sebab dalam proses
pembelajaran, pendidik berperan sebagai fasilitator dan pembimbing proses pembelajaran.
Selain itu siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan dan penciptaan, kerja
dalam kelompok dan berbagi ilmu pengetahuan serta tanggung jawab individu sehingga
pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa lebih bermanfaat.
Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika adalah model
pembelajaran kooperatif tipe STAD atau student team achievement division. Dalam makalah
ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

1.2 Rumusan Masalah


Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan, adapun rumusan masalah yang
akan dikaji dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Apa landasan filosofis dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
3. Apa landasan teoritis dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
4. Bagaimana sintaks dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
5. Bagaimana implementasi dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
pembelajaran matematika?
6. Bagiamana situasi ideal dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
7. Apa kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
8. Upaya apa yang diperlukan untuk mengoptimalkan hasil belajar pada model
pembelajaran kooperatif tipe STAD?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Untuk mengkaji landasan filosofis dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3. Untuk mengkaji landasan teoritis dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
4. Untuk merumuskan sintaks dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
5. Untuk menyusun rencana pembelajaran dengan mengimplementasi model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika.
6. Untuk mengidentifikasi situasi ideal dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
7. Untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
8. Merumuskan upaya yang diperlukan untuk mengoptimalkan hasil belajar pada model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement


Devision (STAD)
Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran kooperatif. Semua model
pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur
penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif siswa
didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan
usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran
kooperaif adalah prestasi belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima
berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD didesain untuk memotivasi siswa-siswa agar
kembali bersemangat dan saling menolong untuk mengembangkan keterampilan yang
diajarkan oleh guru. Pada model ini siswa dikelompokkan dalam tim dengan anggota 4 siswa
pada setiap tim untuk selanjutnya melakukan diskusi. Tim dibentuk secara heterogen menurut
tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku. Dalam kegiatan berdiskusi ini, setiap anggota
kelompok harus menyadari pentingnya pertukaran informasi (subsidi silang). Apabila ada
anggota kelompok yang belum memahami, maka anggota kelompok yang lain berusaha
untuk membantunya sampai semua anggota kelompok benar-benar menguasai materi yang
diajarkan guru. Dimana hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan motivasi keinginan
belajar setiap individu.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe ini dikembangkan pertama kali oleh Robert
Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins dan merupakan model pembelajaran
kooperatif paling sederhana. Masing-masing kelompok memiliki kemampuan akademik yang
heterogen, sehingga dalam satu kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan tinggi,
dua orang kemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat
orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru
menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa diberikan kuis
tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Model pembelajaran koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative
Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling
memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi
yang maksimal. Guru yang menggunakan model pembelajaran STAD mengajukan informasi
akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.

2.2 Landasan Filosofis Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement Division)
Manusia adalah makhluk sosial yang saling ketergantungan satu sama lain. Antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya saling membutuhkan. Seperti adanya sistem
gotong royong dimana manusia satu dengan yang lain akan saling membantu untuk mencapai
tujuan bersama. Pada dasarnya manusia dalam hidupnya tidak lepas dari masalah. Ada
kalanya permasalahan yang ditemui merupakan permasalahan yang rumit dan tidak dapat
diselesaikan sendiri. Apabila mendapatkan masalah yang dirasa sulit untuk dipecahkannya
sendiri, manusia sering kali memerlukan pertolongan dari orang-orang sekitarnya. Pada
dasarnya pemikiran orang banyak lebih baik daripada pemikiran sendiri dalam memecahkan
suatu permasalahan. Manusia perlu menghimpun diri dengan sesamanya untuk menghadapi
permasalahan-permasalahan yang berat baginya. Begitu pula dalam proses pembelajaran.
Siswa kadang kala tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ditemui dalam proses
belajar secara mandiri. Terkadang bantuan baik dari teman maupun guru sangat diperlukan
dalam hal tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, dikembangkanlah model pembelajaran kooperatif yang
mengutamakan sistem pembelajaran berkelompok. Dengan belajar berkelompok, siswa
diharapkan mampu secara bersama-sama memecahkan permasalahannya dalam pembelajaran
yang tidak mampu dipecahkan sendiri. Proses pembelajaran yang berlangsung akan menjadi
lebih bermakna dan siswa dapat lebih mengerti dengan materi yang dibelajarkan.
Di sisi lain, sifat umum manusia adalah selalu ingin lebih unggul dari orang-orang
disekitarnya. Setiap orang selalu ingin menjadi yang terbaik dari yang lainnya. Dalam
hidupnya manusia sering mengalami persaingan-persaingan satu sama lain. Persaingan
tersebut juga terjadi dalam proses pembelajaran. Dimana siswa selalu ingin menjadi yang
terbaik dari siswa lainnya. Namun jika persaingan tersebut dibiarkan begitu saja, maka
cenderung persaingan itu akan mengarah pada persaingan yang tidak sehat dan justru akan
merugikan.
Untuk menyiasati hal itu, agar siswa mampu berprilaku secara umum yaitu saling
membantu antar sesamanya, namun juga tetap bersaing secara sehat sehingga timbul motivasi
dalam diri siswa untuk menjadi yang terbaik dalam proses pembelajaran, maka diciptakanlah
model kooperatif STAD (Student Team Achievement Divisions) yaitu model pembelajaran
yang menekankan pembelajaran berkelompok, namun tidak mengesampingkan persaingan
diantara siswa yang ditandai dengan diadakannya kuis individu sehingga pemahaman siswa
mengenai suatu materi dapat ditingkatkan dengan pembelajaran berkelompok, namun juga
motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik tetap tumbuh dalam diri siswa.

2.3 Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team


Achievement Division)
Ada beberapa landasan teoritis yang melandasi model pembelajaran kooperatif STAD
(Student Team Achievement Division) yaitu: (1) teori belajar sosial dari Vygotsky, (2) teori
perkembangan kognitif dari Piaget, (3) teori Albert Bandura, (4) teori John Dewey dan
Herbert Thelan, (5) teori Gordon Allport, dan (6) teori Kurt Lewin.
1. Teori Belajar Sosial dari Vygotsky
Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut
vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-
tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan
mereka disebut dengan Zone of Proximal Development, yakni daerah tingkat perkembangan
sedikit diatas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental
yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu
sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut (Trianto,
2009). Sehingga pembelajaran yang baik menurut teori dari belajar sosial ini dapat diterapkan
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.
2. Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif
anak dengan lingkungan. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang
individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Piaget yakin
bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan
perkembangan. Sementara itu interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya
berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran. Sehingga agar siswa
mampu berinteraksi sosial dengan sesamanya menurut teori kognitif, maka model
pembelajaran kooperatif sangatlah cocok diterapkan.
3. Teori Albert Bandura
Teori belajar sosial diperkenalkan oleh Albert Bandura, ahli psikologis klinis dari
Lowa University. Teori belajar sosial menyebutkan bahwa belajar akan menjadi efektif bila
bahan ajar sesuai dengan kebutuhan dan harapan orang tersebut (siswa) serta ia diberikan
kesempatan untuk bertanggung jawab atas belajarnya sendiri (Tanwey Gerson Ratumanan,
2002). Dalam teori belajar ini baik faktor internal maupun faktor eksternal sangat
diperhatikan. Tingkah laku manusia menurut teori belajar sosial dipengaruhi oleh timbal balik
yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan. Teori
belajar sosial menekankan interaksi antar prilaku dan lingkungan yang memusatkan diri pada
pola prilaku yang dikembangkan individu untuk menguasai lingkungan dan bukan pada
dorongan nalurian (Atkinson dalam Tanwey Gerson Ratumanan, 2002).
4. Teori John Dewey dan Herbert Thelan
Menurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan cermin dari masyarakat
luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam kehidupan nyata. Dewey menegaskan
bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah
dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn kelas. Tanggung jawab utama guru adalah
memotivasi peserta didik untuk belajar secara kooperatif dan memikirkan masalah-masalah
sosial yang penting setiap hari. Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan masalah di
kelompoknya, peserta didik belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan
peserta didik lain.
Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends, 1997) berpendapat bahwa
kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji
masalah-masalah sosial dan masalah antar pribadi.Thelan tertarik dengan dinamika kelompok
dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari penyelidikan kelompok,
dan mempersiapkan dasar konseptual untuk pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends,
1997).
5. Teori Gordon Allport
Aliport (Arends, 1997) berpandangan bahwa hukum saja tidaklah cukup untuk
mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan secara baik antar
kelompok.Pandangan Allport dikenal dengan "The Nature of Prejudice". Untuk mengurangi
kecurigaan dan meningkatkan penerimaan satu sama lain adalah dengan jalan mengumpulkan
mereka (antar suku atau ras) dalam satu lokasi, kontak langsung dan bekerjasama antar
mereka. Shlomo Sharan dan koleganya menyimpulkan adanya tiga kondisi dasar untuk
memformulasikan pandangan Allport untuk mengurangi kecurigaan antar kelompok dan
meningkatkan penerimaan antar mereka. Tiga kondisi tersebut adalah: 1) kontak langsung
antar suku atau ras; 2) dalam seting tertentu, mereka bekerjasama dan berperan aktif dalam
kelompok; 3) dalam seting tersebut, mereka secara resmi menyetujui adanya kerjasama
(Arends, 1997).
6. Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini dapat dipandang sebagai
Bapak Psikologi Sosial.Lewin sangat tertarik pada masalah-masalah pergerakan yang dinamis
dalam kelompok (group dynamics movement), terutama tentang resolusi konflik sosial yang
terjadi di antara para peserta didik. Dalam suatu kelompok, ada duakernungkinan yang dapat
terjadi, yaitu: mendorong penerimaan sosial (promotesocial acceptance) atau meningkatkan
jarak/ketegangan sosial (increase social distance). Pandangan-pandangan Lewin tentang
dinamika kelompok ini kemudian dikembangkan oleh para peserta didikpeserta didiknya. D.
Johnson, E. Aronson, R. Schmuck dan L. Sherman adalah generasi ke-tiga dari Lewin
(peserta didik dari peserta didik Lewin) yang turut mengembangkan pandangan-pandangan
Lewin tersebut di atas.
Para penerus Lewin mencari cara bagaimana memfasilitasi integrasi dan memajukan
hubungan antar manusia, mendorong demokrasi dan mengurangi timbulnya konflik. Dari sini
muncul berbagai strategi pembelajaran kooperatif.Para penerus Lewin (terutama generasi
kedua dan ketiga Lewin) mengembangkan berbagai teknik pembelajaran kooperatif yang
menggabungkan pandangan teoripsikologi sosial dari Lewin dan psikologi kognitif.
Banyak hasil penelitian Lewin yang mengetengahkan pentingnya partisipasi aktif
dalam kelompok untuk mempelajari ketrampilan baru, mengembangkan sikap baru, dan
memperoleh pengetahuan.Hasil penelitiannya juga menunjukkan betapa produktifnya
kelompok bila anggota-anggotanya berinteraksi dan kemudian saling merefleksikan
pengalaman-pengalamannya.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement


Division)
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan
agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan
pendapat, saling memberikan kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu
belajar, saling menilai kemampuan peranan diri sendiri maupun teman lain (Daryanto dan
Muljo Rahardjo, 2012). Adapun sintak model pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut.
Tabel 1. Enam Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Indikator Aktivitas guru
1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan
memotivasi siswa pembelajaran dan mengkomunikasikan
kompetensi dasar yang akan dicapai serta
memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan/menyampaikan Guru menyajikan informasi kepada siswa
informasi dengan cara mendemonstrasikan
3 Mengorganisasikan siswa Guru menginformasikan pengelompokkan
kedalam kelompok- kelompok siswa
belajar
4 Membimbing kelompok belajar Guru membimbing serta memfasilitasi
kerja siswa dalam kelompok-kelompok
belajar saat mereka mengerjakan tugas
mereka.
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi pembelajaran yang telah
dilaksanakan atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
6 Memberikan penghargaan Mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok sehingga Guru dapat memberi
penghargaan hasil belajarindividual dan
kelompok

Menurut Slavin (dalam Tanwey Gerson Ratumanan, 2002), STAD terdiri dari lima
komponen utama sebagai berikut:
a. Presentasi Kelas
Materi yang akan dibelajarkan, sebelumnya dijelaskan oleh guru dengan metode
presentasi. Presentasi yang dilakukan ini berbentuk pengajaran secara langsung atau diskusi
yang dipimpin oleh guru. Guru memberikan rangsangan-rangsangan ataupun permasalahan
sehingga siswa diharapkan mampu mengonstruksi suatu pemahaman terhadap suatu topik
yang akan dibahas.
b. Kelompok
Kelompok dibentuk terdiri dari empat atau lima siswa dengan memperhatikan
perbedaan kemampuan, jenis kelamin ras atau etnis. Dalam kelompok, siswa berdiskusi lebih
lanjut dengan anggota kelompoknya masing-masing terkait dengan materi yang diberikan
terkait dengan mendiskusikan masalah membandingkan jawaban, dan mengoreksi
miskonsepsi jika ada anggota kelompok yang membuat kesalahan. Setiap anggota kelompok
diharapkan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi kuis yang akan dilaksanakan setelah sesi pembelajaran dalam kelompok usai.
c. Kuis (tes)
Setelah usai penyajian materi yang dilakukan oleh guru dan setelah selesainya
pembelajaran dalam kelompok, siswa diberikan tes individual untuk mengukur pemahaman
masing-masing siswa terhadap materi yang telah dibahas. Siswa tidak diperkenankan bekerja
sama dan saling membantu pada kuis ini.
d. Skor Peningkatan Individual
Setiap siswa dapat memberikan kontribusi skor terhadap kelompoknya masing-
masing dalam sistem skor, sehingga siswa harus bekerja keras. Siswa memberikan kontribusi
skor pada kelompoknya dengan skor yang diperoleh dari hasil kuis yang mereka dapatkan
dibandingkan dengan skor dasar mereka yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian
diharapkan siswa memahami pentingnya sebuah kerja keras dan melakukan yang terbaik
untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
e. Penghargaan Kelompok
Kelompok dengan kriteria terbaik yang didasarkan pada perolehan skor yang mereka
dapat akan mendapatkan penghargaan dari guru.

o Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai


berikut.
1. Persiapan dan Penyampaian Materi
Guru menyiapkan materi sebelum memasukin kelas dan menyampaikan materi
pembelajaran dengan metode presentasi sebagai awalnya dan dilanjutkan dengan metode
penemuan terbimbing mengenai konsep himpunan dalam pemecahan masalah.
2. Tes/Kuis Awal
Guru memberikan tes awal setelah menyampaikan materi pembelajaran mengenai
konsep himpunan dalam pemecahan masalah untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak diharuskan melakukan kuis awal
terlebih dahulu karena melihat situasi dan kondisi kelas tersebut. Namun, alangkah baiknya
jika memberikan kuis awal terlebih dahulu untuk melihat perkembangan siswa.
3. Membentuk Kelompok
Guru menginsformasikan pengelompokan siswa yang telah ditentukan dimana setiap
kelompok terdiri dari 4 sampai dengan 5 siswa yang kemampuan akademiknya terdiri dari
siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
4. Diskusi Kelompok
Guru membagikan bahan diskusi kelompok (biasanya berupa LKS) pada setiap
kelompok untuk dikerjakan setiap anggota kelompok tentang materi pembelajaran yang
sudah diberikan guru untuk didiskusikan bersama-sama, dan saling bantu-membantu antar
anggota lain dalam kelompoknya, sedangkan guru memotivasi, memfasilitasi kerja siswa,
membantu siswa yang mengalami kesulitan, dan mengamati kerjasama tiap anggota dalam
kelompok belajar. Selanjutnya setelah semua siswa selesai mengerjakan LKSnya masing-
masing, perwakilan kelomok atau salah satu siswa ditunjuk untuk mempresentasikan hasil
diskusi kelompok dan guru bertindak sebagai fasilitator.
5. Tes/Kuis Individu Kedua
Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
6. Evaluasi
Guru melakukan evalusi dengan memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dibelajarkan.
7. Penghargaan
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok melalui nilai penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan individual dari nilai dasar ke nilai berikutnya setelah
mereka melalui kegiatan kelompok.

3.2 Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement


Division)
Materi-materi matematika yang relevan dengan pembelajaran kooperatif tipe Student
Team Achievement Divisions (STAD) adalah materi-materi yang hanya untuk memahami
fakta-fakta, konsep-konsep dasar dan tidak memerlukan penalaran yang tinggi dan juga
hapalan, misalnya bilangan bulat, himpunan-himpunan, dan lain-lain. Dengan penyajian
materi yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya pembelajaran kooperatif tipe STAD
dapat memaksimalkan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
Dalam makalah ini akan dicontohkan implementasi model pembelajaran kooperatif
STAD dalam bidang matematika pada materi bilangan bulat. Jadwal aktivitas STAD terdiri
dari siklus aktivitas pengajaran reguler seperti mengajar, belajar berkelompok, tes, dan
penghargaan kelompok (Shlomo Sharan, 2012: 18).
1. Langkah 1 = Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD dimulai dengan melakukan presentasi atau
pengajaran yang dilakukan oleh guru. Menurut Good, Grouw Dan Ebmier (dalam Shlomo
Sharan, 2012: 18) hal-hal berikut perlu ditekankan dalam pengajaran yaitu sebagai berikut.
a. Beri tahu siswa apa yang sedang mereka pelajari dan mengapa pelajaran itu penting.
Munculkan keingintahuan siswa dengan menjelaskan masalah sehari-hari dan
sebagainya. Dalam hal ini berikanlah siswa permasalahan tentang bilangan bulat
yang terkait dengan kehidupan sehari-hari sehingga timbul keingintahuan siswa
untuk mempelajari;
b. Berikan ulasan singkat mengenai keterampilan dan informasi yang diperlukan;
c. Dekatkan pada sasaran yang akan diujikan. Dalam hal ini perkuatlah konsep siswa
terutama pada sub-sub materi yang sangat penting untuk diujikan baik dalam ulangan
harian, ulangan semester maupun ujian nasional;
d. Fokus pada kenyataan bukan ingatan. Guru tidak boleh secara mutlak berfokus pada
rencana yang disusun namun harus menyesuaikan diri dengan keadaan siswa di
kelas;
e. Tunjukkan secara aktif konsep atau ketrampilan dengan menggunakan bantuan
visual dan yang lainnya;
f. Sering-seringlah untuk menaksir pemahaman siswa dengan memberi pertanyaan-
pertanyaan;
g. Panggilah siswa secara acak sehingga mereka tidak pernah tahu siapa yang akan
diberi pertanyaan. Hal ini membuat semua siswa selalu mempersiapkan jawaban
mereka;
h. Jangan memberi tugas panjang-panjang, mintalah siswa untuk mengerjakan satu atau
dua permasalahan atau contoh atau mempersiapkan satu atau dua jawaban kemudian
berikan umpan balik.
i. Selalu menjelaskan mengapa sebuah jawaban itu benar dan tidak benar kecuali
jawaban itu sudah jelas;
j. Beralih cepat dari satu konsep ke konsep lain segera setelah seswa mendapatkan
gagasan utamanya;
k. Jaga semangat dengan membatasi interupsi, menanyakan banyak pertanyaan, dan
bergerak cepat dalam pelajaran itu.
Dalam membelajarkan bilangan bulat, pertama kita konstruksi pemahaman siswa
mengenai bilangan bulat. Kemudian untuk mengkonstruksi penjumlahan dan pengurangan
kita dapat menggunakan media pembelajaran berupa kartu yang terdiri dari dua jenis yaitu
kartu berwarna hitam dan kartu berwarna putih. Penjumlahan berarti kita menambahkan
kartu, dengan ketentuan apabila penjumlahan dengan bilangan positif kita tambahkan kartu
yang berwarna putih, apabila penjumlahan dengan bilangan negatif, kita tambahkan kartu
yang berwarna hitam. Pengurangan berarti mengambil kartu, apabila dikurangkan dengan
bilangan positif, kita ambil kartu yang berwarna putih, apabila dikurangkan dengan bilangan
negatif, kita ambil kartu yang berwarna hitam. Atau dapat juga kita menjelaskan dengan
menyuruh siswa memperagakan langsung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
tersebut dengan berjalan maju mundur. Siswa diasumsikan berada pada garis bilangan. Posisi
awal siswa adalah di titik nol, semakin siswa maju siswa semakin bergerak ke arah bilangan
positif kemudian sesuaikan dengan soal yang diberikan. Instruksikan pada siswa sebagai
berikut. Apabila positif, siswa berjalan maju, apabila negatif siswa berjalan mundur; Apabila
ditambahkan siswa tetap pada posisinya, apabila dikurangkan, siswa balik kanan. Agar siswa
lebih mengerti dapat kita beri contoh sekali atau dua kali.

2. Langkah 2 = Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga
akan memperoleh skor awal.
Berilah tes awal pada siswa dan selanjutnya hasil tes tersebut digunakan sebagai nilai
awal dalam pembentukan kelompok. Selain mengadakan tes, nilai awal juga dapat ditentukan
berdasarkan nilai yang mereka peroleh di semester sebelumnya. Namun pemberian tes awal
memberikan fakta yang lebih akurat mengenai pengetahuan siswa karena siswa memiliki
kemungkinan untuk belajar di antara selang waktu akhir semester sebelumnya hingga saat
permulaan pembelajaran kooperatif dilaksanakan.

3. Langkah 3 = Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, yang berbeda serta kesetaraan gender.
Dalam Shlomo Sharan (2012: 12) dijelaskan bahwa sebuah kelompok dalam STAD
terdiri dari empat sampai lima orang yang mewakili anak-anak yang memiliki berbagai
kemampuan, ras, suku, dan jenis kelamin. Siswa oleh guru dimasukkan ke dalam kelompok-
kelompok, bukan mereka sendiri yang memilih kelompoknya, karena siswa cenderung
memilih teman-teman yang mereka sukai. Berikut langkah-langkah yang bisa diikuti.
1. Buatlah salinan Lembar Rekapitulasi Kelompok. Sebelum memulai menugaskan
siswa ke dalam kelompok, siswa perlu diberikan satu salinan Lembar Rekapitulasi
Siswa kepada siswa di kelas. Hal ini dimaksudkan agar siswa mengetahui siapa saja
anggota kelompoknya.
2. Merangking Siswa. Di atas selembar kertas, urutkan semua siswa di kelas dari yang
paling pintar hingga ke yang kurang pintar.
3. Tentukan Jumlah Kelompok. Jika memungkinkan, tiap-tiap kelompok harus memiliki
empat anggota. Untuk memilih berapa banyak kelompok yang dapat anda buat,
terlebih dahulu banyaknya siswa dibagi empat. Jika banyaknya siswa habis dibagi
empat, hasil pembagian itu akan menjadi banyaknya kelompok. Jika banyaknya siswa
tidak habis dibagi empat, perlu dibuatkan kelompok dengan anggota lima orang.
4. Tugaskan Siswa ke dalam Kelompok. Ketika anda memasukkan siswa ke dalam
kelompok, buatlah kelompok itu berimbang sehingga tiap kelompok terdiri dari anak
dengan kemampuan pintar, sedang dan kurang pintar dan kemampuan rata-rata dari
semua kelompok yang ada di kelas itu sama. Untuk memasukkan siswa ke dalam
kelompok, gunakan daftar siswa yang diurutkan berdasarkan kepandaiannya.
Misalnya, dalam kelas yang terdiri dari delapan kelompok yang akan mempergunakan
huruf A sampai H.
Mulailah dari atas daftar dengan huruf A, begitu seterusnya. Ketika sampai pada huruf
terakhir, lanjutkan dengan menuliskannya lagi dengan urutan terbalik dari H ke A.
Misalkan salam suatu kelas terdiri dari 34 siswa maka akan dapat dibentuk 8
kelompok. Pertama urutkan siswa berdasarkan nilai awal yang telah diperoleh.
Masukkan siswa kedalam kelompok dimulai dari siswa urutan pertama memasuki
kelompok A, urutan kedua kelompok B begitu seterusnya. Siswa urutan kedelapan
dan ke sembilan memasuki kelompok yang sama yaitu kelompok H, siswa di urutan
sepuluh memasuki kelompok G dan seterusnya. Namun siswa pada urutan nomor 17
dan 18 tidak dimasukkan terlebih dahulu, mereka akan ditambahkan sebagai anggota
kelima dengan sebelumnya mempertimbangkan keseimbangan kelompok. Perlu juga
diperhatikan pembagian kelompok tersebut haruslah heterogen berdasarkan jenis
kelamin, suku, adat dan ras.

Tabel 1. Memasukkan Siswa ke Dalam Kelompok


Urutan Peringkat Nama Kelompok
Nilai Tertinggi Siswa 1 A
2 B
3 C
4 D
5 E
6 F
7 G
8 H
9 H
10 G
11 F
12 E
13 D
14 C
15 B
16 A
17
18
19 A
20 B
21 C
22 D
23 E
24 F
25 G
26 H
27 H
28 G
29 F
30 E
31 D
32 C
33 B
34 A

5. Sebarkan Lembar Rekapitulasi Siswa. Setelah selesai merumuskan, isikan nama-nama


siswa pada masing-masing kelompok, namun nama kelompok dibiarkan kosong.
6. Tentukan Nilai Dasar. Nilai dasar menunjukkan nilai rata-rata siswa pada kuis
sebelumnya. Jika STAD dimulai setelah dilaksanakannya tiga kali kuis atau lebih,
nilai kuis tersebut bisa digunakan sebagai nilai dasar.
4. Langkah 4 = Bahan materi yang telah disampaikan didiskusikan dalam kelompok untuk
mencapai kompetensi dasar.
Selama belajar berkelompok berlangsung, tugas para anggota kelompok adalah
memahami materi yang dipaparkan dalam pembelajaran dan untuk membantu rekan-rekan
mereka menguasai materi itu. Siswa-siswa memiliki lembar tugas dan lembar jawaban yang
bisa mereka gunakan untuk melatih keterampilan yang diajarkan dan untuk menaksir diri
mereka sendiri dan teman sekelompok mereka. Hanya dua salinan lembar tugas dan lembar
jawaban yang diberikan kepada tiap-tiap kelompok agar mendorong siswa sekelompok untuk
bekerja bersama, tetapi jika beberapa siswa memilih untuk bekerja seorang diri atau ingin
menyalin sendiri, bisa disediakan salinan tambahan. Selama pelajaran berlangsung
tekankanlah hal-hal berikut.
1. Mintalah siswa untuk menggeser meja bersama atau pindah ke meja kelompok.
2. Berikan lembar kerja siswa. (LKS terlampir)
3. Katakan pada siswa untuk bekerja berpasangan atau bertiga. Ketika mereka
menyelesaikan masalah, tiap-tiap siswa mengerjakan masalah itu secara
berpasangan atau bertiga kemudian memeriksa bersama rekan-rekannya. Jika siapa
saja dari mereka tidak bisa menjawab suatu pertanyaan, teman-teman
sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjelaskannnya. Jika siswa
mengerjakan pertanyaan dengan jawaban singkat, mereka bisa saling memberi kuis
satu sama lain, dengan saling bergiliran mengisi lembar jawaban atau bergiliran
menjawab pertanyaan itu.
4. Tekankan kepada siswa bahwa mereka tidak bisa selesai belajar sampai mereka
yakin teman sekelompok mereka menjawab kuisseluruhnya.
5. Pastikan siswa paham bahwa lembar tugas itu untuk dipelajari bukan untuk diisi dan
diserahkan. Itulah mengapa penting bagi siswa untuk memeriksa lembaran mereka
sendiri dan teman sekelompok mereka ketika belajar.
6. Mintalah siswa untuk saling menjelaskan jawaban dan bukan hanya memeriksa satu
sama lain terhadap lembar jawaban.
7. Ketika siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka bertanya kepada teman
sekelompok sebelum bertanya kepada guru.
8. Sementara siswa bekerja kelompok, kelilingi kelas itu, pujilah kelompok-kelompok
yang bekerja dengan baik, perhatikanlah tiap-tiap kelompok itu untuk mengetahui
bagaimana mereka bekerja, dan sebagainya.
5. Langkah 5 = Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
Selagi siswa mengerjakan tugas yang diberika dalam kelompoknya masing-masing,
guru haruslah berkeliling untuk memastikan bahwa semua kelompok bekerja dengan baik.
Guru harus mampu memberikan pandangan-pandangan kepada kelompok siswa apabila
terdapat permasalahan yang tidak mampu mereka selesaikan secara mandiri di dalam
kelompoknya. Pujian sangat perlu diberikan apabila terdapat kelompok yang sudah
melakukan tugasnya dengan sangat baik.

6. Langkah 6 = Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.


Sampaikan kuis dan berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikannya.
Jangan biarkan siswa mengerjakan kuis secara bersama-sama, pada point ini siswa harus
memperlihatkan apa yang telah mereka pelajari secara perseorangan. Jika memungkinkan
mintalah siswa untuk pindah dari meja mereka. Biarkan siswa untuk saling bertukar kertas
dengan anggota-anggota kelompok lain atau mengumpulkan kuis untuk memberi nilai setelah
pelajaran usai. Pastikan kuis dinilai dan nilai kelompok sudah diperoleh saat pelajaran
berikutnya akan dimulai.
Tabel 2. Lembar Penilaian Kuis
Tanggal tanggal tanggal
Kuis kuis
nilai nilai nilai nilai nilai nilai nilai
Siswa
dasar kuis kemajuan kuis kemajuan kuis kemajuan

Tabel 3. Perhitungan Skor Perkembangan Individu


Skor
Nilai Tes
Pengembangan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 poin
10 poin di bawah sampai sampai 1 poin di 10 poin
bawah skor awal
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 poin
Lebih dari 10 poin diatas skor awal 30 poin
Nilai sempurna (tanpa memperhaikan skor awal) 30 poin

7. Langkah 7 = Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai


peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

Tabel 4. Perhitungan Nilai Perkembangan Kelompok


Rata-Rata Tim Nilai Perkembangan
-
Tim Baik
Tim Sangat Baik
Tim Sempurna

Ada dua tingkat penghargaan yang diberikan berdasarkan pada nilai kelompok.
Tingkatan itu adalah kelompok hebat dan kelompok super (Shlomo Sharan, 2012: 23).
Tekankanlah bahwa semua kelompok bisa mendapatkan penghargaan. Sediakanlah
penghargaan atau pengakuan atas pencapaian kelompok hebat dan kelompok super.
Penghargaan itu bisa berupa sertifikat yang menarik, memajang foto kelompok hebat dan
kelompok super, memberikan bros khusus, mengijinkan istirahat lebih awal atau dengan hak-
hak istimewa lainnya sehingga siswa merasa termotivasi.
3.3 Situasi Ideal Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement
Division)
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang
menggunakan sistem berkelompok yang bersifat umum, sehingga dapat digunakan untuk
bidang studi di semua tingkatan, baik di jenjang sekolah dasar maupun sekolah menengah,
serta merupakan model yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan. Sedangkan materi
yang relevan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Division (STAD) khususnya matematika adalah materi-materi yang hanya untuk memahami
fakta-fakta, konsep-konsep dasar dan tidak memerlukan penalaran yang tinggi dan juga
hapalan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini akan sangat berguna untuk keadaan
siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, mengerjakan soal-soal dan saat
pelajaran berlangsung siswa masih bersifat pasif dan belum begitu aktif, sehingga siswa akan
malu bertanya maupun beraktifitas untuk menjawab pertanyaan dari guru dan menanggapi
pelajaran yang diberikan. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan model pembelajaran
kooperatif STAD. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat tepat untuk diterapkan
pada siswa yang memiliki karakteristik heterogen, baik dari segi kemampuan, jenis kelamin,
atau karakteristik yang lain.

3.4 Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team
Achievement Division)
Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula
dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai
beberapa kelebihan (Wina Sanjaya, 2006: 249) diantaranya sebagai berikut.
1. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan diri terhadap guru,
akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lainnya;
2. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang
lain;
3. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan;
4. Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung sawab dalam
belajar;
5. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan
rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan
keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah;
6. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri,
menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut
membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya;
7. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar
abstrak menjadi nyata (riil);
8. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan
rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.
Kelebihan lain dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah selain siswa
dinilai secara kelompok, siswa juga diberikan kuis secara individu. Hal tersebut secara tidak
langsung akan menumbuhkan motivasi siswa untuk menjadi yang terbaik di kelompoknya
maupun di kelasnya. Sehingga dengan membelajarkan siswa menggunakan model kooperatif
jenis STAD ini siswa mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan saling membantu antar
sesamanya namun juga termotivasi untuk selalu menjadi yang terbaik.
Selain kelebihan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki
kekurangan-kekurangan. Secara umum, kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD
terletak pada alokasi waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam hal
memahami materi, siswa cendrung memerlukan waktu yang lebih lama sehingga apabila
tidak diatasi pencapaian target kurikulum akan tidak berjalan. Biasanya tiap kelompok belum
bisa menyelesaikan permasalahan yang diberikan tepat waktu dan biasanya hal tersebut
menyebabkan mau tidak mau guru harus memberikan perpanjangan waktu. Keterlambatan
dalam memahami materi tersebut biasanya terjadi karena kerja kelompok hanya melibatkan
beberapa orang saja. Penataan ruang kelas sebelum pembelajaran berkelompok dimulai juga
akan menyita waktu. Hal tersebut sudah tentu akan memerlukan waktu dan biaya yang cukup
banyak dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif.

3.5 Upaya Optimalisasi


Walaupun perencanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah dilakukan dengan
baik, namun kadang kala dalam prakteknya sering terjadi hal-hal di luar perencanaan dan
sering kali tidak berjalan mulus sesuai rencana. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah dengan sebisa mungkin mengatasi kekurangan-kekurangannya. Kekurangan-
kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif masih dapat diatasi atau diminimalkan.
Penggunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi dengan menggunakan waktu secara efektif
dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas sesuai kelompok
yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian,
dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok
dan penataan ruang kelas. Pembelajaran kooperatif memang memerlukan kemampuan khusus
guru, namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan latihan terlebih dahulu. Sedangkan
kekurangan-kekurangan yang terakhir dapat diatasi dengan memberikan pengertian kepada
siswa bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu,
siswa merasa perlu bekerja sama dan berlatih bekerja sama dalam belajar secara kooperatif.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Belajar kooperatif (cooperatif learning) mengandung pengertian sebagai suatu
pembelajaran yang menggunakan grup kecil dimana siswa bekerjasama belajar satu sama
lain, berdiskusi dan saling berbagi ilmu pengetahuan, saling berkomunikasi, saling membantu
untuk memahami materi pelajaran. Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran
kooperatif. Kemudian untuk sintaks nya ada 7 langkah yang harus menjadi pedoman guru
dalam proses pembelajaran yang menggunakan tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif
tipe STAD merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem berkelompok yang
bersifat umum, sehingga dapat digunakan untuk bidang studi dan semua tingkatan baik di
jenjang sekolah dasar maupun sekolah menengah, serta merupakan model yang paling
sederhana dan mudah dilaksanakan.

4.2 Saran
Model pembelajaran kooperatif jika diterapkan sesuai dengan situasi ideal dan
dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan langkah-langkah yang ada, dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Dengan meningkatnya kualitas pembelajaran
siswa maka hasil belajar siswa pun meningkatkan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
ini dapat diterapkan pada mata pelajaran apapun dan dapat disesuaikan dengan kurikulum
yang sedang berlaku. Kelebihan tipe STAD diharapkan dapat menutupi kekurangan tipe
STAD itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


Djiwandono, Sri E.W. 2002.Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Daryanto, Muljo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogjakarta: gava media.
H.Yatim Riyanto. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Kompas online, 11 Desember 2013, “Hasil PISA: Indonesia Jadi Rangking 2 Terbawah”
Kompas online, 30 September 2014, “Kemana Arah Pendidikan Indonesia.”
Sharan, Shlomo.2012. The Handbook of Cooperative Learning. Yogjakarta: Familia.
Slavin, Robert E. 1990. Cooperatif Learning: Theory Research and Practice. United States
of America: Ally and Bacon.
Tanwey Gerson Ratumanan. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University
Press.
Trianto.2009.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Wina Sanjaya.2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai