Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

MANAJEMEN PESERTA DIDIK


“Karakteristik dan Pengelompokan Peserta Didik”
disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Manajemen Peserta Didik

Dosen Pengampu : Dr. Karwanto, S.Ag., M.Pd


Rezki Nurma Fitria, M.Pd

Disusun oleh kelompok 4 :

Disusun oleh kelompok 4 :

1. Elmi Muljanah (23010714199)


2. Fatma Afrilia (23010714218)
3. Najwah Nadyanti (23010714183)
4. Alifia Yogi Firnanda (23010714231)
5. Sa’diyatul Munawwaroh (23010714206)
6. Reva Oktavia Sari (23010714190)
7. Firstza Rayhan Haris Syahputra (23010714232)
8. Farah Kamilah (23010714227)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Manajemen Peserta Didik tentang
“Karakteristik dan Pengelompokan Peserta Didik“ tepat pada waktunya. Dan juga
kami berterima kasih kepada Bapak Karwanto, S.Ag., M.Pd. dan Ibu Rezki
Nurma Fitria., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Peserta
Didik yang telah memberikan tugas ini kepada kami sehingga kami dapat
menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan
memiliki kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasannya.
Oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.

Surabaya, 13 Maret 2024

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

MAKALAH.........................................................................................................1

MANAJEMEN PESERTA DIDIK......................................................................1

“Karakteristik dan Pengelompokan Peserta Didik”.............................................1

KATA PENGANTAR.........................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................3

BAB I...................................................................................................................5

PENDAHULUAN................................................................................................5

1.1 Latar Belakang...................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................6

1.3 Tujuan................................................................................................6

BAB II..................................................................................................................7

PEMBAHASAN..................................................................................................7

2.1 Urgensi dan Wacana Pengelompokan Peserta Didik..........................7


a. Urgensi pengelompokan peserta didik.........................................7

b. Wacana pengelompokan peserta didik........................................8


2.2 Jenis-Jenis Pengelompokan Peserta Didik..........................................9
2.3 Membedakan Pengelompokan Dan Penjurusan Peserta Didik.........14
A. Pengelompokan Peserta Didik................................................14
a. Pengertian Pengelompokan Peserta Didik.......................14

b. Tujuan Pengelompokan Peserta Didik.............................14

c. Pengelompokan berdasarkan sifat populasi (heterogen &


homogen unsur homogen siswa.......................................15

d. Dasar Pengelompokan Peserta Didik...............................16


e. Jenis Pengelompokan Peserta Didik................................17
B. Penjurusan Peserta Didik........................................................18

3
a. Pengertian Penjurusan Peserta Didik...............................18
b. Tujuan Penjurusan Peserta Didik.....................................19
c. Dasar Penjurusan Peserta Didik.......................................19
d. Metode Penjurusan Peserta Didik....................................20
e. Faktor-Faktor Penjurusan Peserta Didik..........................22
f. Persyaratan dalam Penjurusan Peserta Didik...................23

2.4 Problematika dan solusi dalam Pengelompokan peserta didik........24

BAB III...............................................................................................................28

PENUTUP..........................................................................................................28

3.1 Kesimpulan......................................................................................28

3.2 Saran.................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................29

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manajemen Peserta Didik atau pengelolaan siswa adalah proses
pengelolaan segala persoalan yang berkaitan dengan kesiswaan dan
perkembangan sekolah, mulai dari perencanaan pendaftaran, pembinaan
siswa selama bersekolah hingga lulus. Siswa menyelesaikan
pembelajarannya dengan menciptakan suasana kondusif untuk proses
belajar mengajar yang berkesinambungan. Pengelolaan siswa juga berarti
seluruh proses kegiatan sengaja direncanakan dan dilaksanakan serta
pengawasan terus menerus terhadap seluruh siswa agar dapat berpartisipasi
secara efektif dan efisien dalam proses belajar mengajar, mulai dari
penerimaan siswa hingga lulus sekolah. (Astuti, 2021)
Peserta didik termasuk bagian penting dan tidak terpisahkan dari keberadaannya
dalam sistem pendidikan, karena orientasi akhir dunia pendidikan adalah
membantu siswa sukses mencapai cita-citanya, pendidikan telah ditata untuk
mereka dan lebih dari itu, dunia pendidikan dikatakan sukses apabila berhasil
mengantarkan peserta didik menuju kesuksesan di masa depan. (Muspawi, 2020)
Pengelompokan peserta didik adalah suatu cara sekolah untuk
memberikan pelayanan yang maksimal kepada peserta didik. Menurut
Imron (2012:97) pengelompokan atau grouping adalah suatu penempatan
peserta didik sesuai dengan karakteristik-karakteristik yang ada pada peserta
didik.Hal tersebut perlu dikelompokan, agar guru lebih mudah dalam
memberikan perhatian atau pelayanan kepada peserta didik. Pengelompokan
peserta didik juga sering disebut pengklasifikasian. Penjelasan tersebut
diperkuat oleh penjelasan Nasihin dan Sururi (dalam Tim Dosen AP UPI,
2009:210-211) bahwa terdapat dua hal yang mendasari pengelompokan
peserta didik.Hal yang pertama adalah fungsi integrasi, yaitu
pengelompokan peserta didik berdasarkan kesamaan yang ada pada peserta
didik. Kesamaan ini meliputi jenis kelamin, umur, dan sebagainya.
(Ghulaman Zakia, 2017)

5
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan urgensi dan wacana pengelompokan
peserta didik?
2. Apa saja jenis-jenis pengelompokan peserta didik?
3. Apa saja yang membedakan pengelompokan dan penjurusan peserta
didik?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu urgensi dan wacana pengelompokan
peserta didik
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pengelompokan peserta didik
3. Untuk mengetahui apa yang membedakan pengelompokan dan
penjurusan peserta didik

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Urgensi dan Wacana Pengelompokan Peserta Didik


a. Urgensi pengelompokan peserta didik
Urgensi pengelompokan belajar siswa adalah pentingnya ada
pengelompokan belajar bagi siswa dalam melakukan prores pembelajaran
secara maksimal, berdasarkan kemampuan siswa yang berada di dalam
satu kelas. Menurut Ali Imron: Pengelompokan atau lazim dikenal dengan
grouping didasarkan atas pandangan bahwa disamping peserta didik
tersebut mempunyai kesamaan, juga mempunyai perbedaan. Kesamaan-
kesamaan yang ada pada peserta didik melahirkan pemikiran penempatan
pada kelompok yang sama, sementara perbedaan-perbedaan yang ada pada
peserta didik melahirkan pemikiran pengelompokan mereka pada
kelompok yang berbeda. Selain alasan di atas Ali Imron kembali
mengemukakan: Alasan pengelompokan peserta didik juga didasarkan atas
realitas bahwa peserta didik secara terus-menerus bertumbuh dan
berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik satu dengan
yang lain berbeda. Agar perkembangan peserta didik yang cepat tidak
mengganggu peserta didik yang lambat dan sebaliknya (peserta didik yang
lambat tidak mengganggu yang cepat), maka dilakukanlah pengelompokan
peserta didik. Tidak jarang dalam pengajaran yang menggunakan sistem
klasikal, peserta didik yang lambat, tidak akan dapat mengejar peserta
didik yang cepat. Oleh karena itu pengelompokan peserta didik penting
dan harus di perhatikan dengan baik karena pengelompokan akan
berpengaruh terhadap proses berlangsungnya pembelajaran dan
keberhasilan dari hasil belajar yang maksimal. (Novita, 2018)
Layanan yang berbeda secara individual dianggap kurang
efisien, maka dilakukan pengelompokkan berdasarkan persamaan dan
perbedaan peserta didik, agar kekurangan yang ada pada pengajaran secara
klasikal tersebut dikurangi. Pengelompokkan adalah konvergendi dari
pengajaran sistem klasikal dan sistem individual. Alasan pengelompokkan

7
peserta didik juga didasarkan bahwa peserta didik secara terus-menerus
bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik satu dengan yang lain berbeda. Agar perkembangan peserta didik
yang cepat tidak mengganggu peserta didik yang lambat dan sebaliknya,
maka dilakukan pengelompokan peserta didik.
b. Wacana pengelompokan peserta didik
Wacana adalah strategi pendidikan untuk membentuk suatu grup
atau kelompok dengan cara pengelompokkan peserta didik yang sesuai
dengan karakteristik masing-masing. Agar memperoleh hasil pendidikan
yang lebih baik, karena setiap peserta didik memiliki kekuatan dan
kelemahan yang berbeda, dengan cara pengelompokan maka menciptakan
pembelajaran yang lebih efektif. Tujuan penerimaan peserta didik baru
adalah memberikan layanan bagi anak usia sekolah/lulusan untuk
memasuki satuan pendidikan yang lebih tinggi secara tertib, terarah, dan
berkualitas.
Prinsip penerimaan peserta didik baru meliputi:
1) Semua anak usia sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan pada satuan pendidikan yang lebih tinggi.
2) Tidak ada penolakan penerimaan peserta didik baru bagi yang
memenuhi syarat, kecuali jika daya tampung di sekolah yang
bersangkutan tidak mencukupi dan ketentuan waktu proses penerimaan
peserta didik baru telah berakhir.
3) Sejak awal pendaftaran calon peserta didik dapat menentukan
pilihannya, ke sekolah negeri atau ke sekolah swasta.
Asas penerimaan peserta didik baru sebagai berikut:
1) Objektif. Objektif bermakna bahwa penerimaan peserta didik baru baik
peserta didik baru maupun pindahan harus memenuhi ketentuan umum
yang telah ditetapkan.
2) Transparan. Transparan artinya penerimaan peserta didik baru bersifat
terbuka dan dapat diketahui oleh masyarakat termasuk orang tua
peserta didik, untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan yang
mungkin terjadi.

8
3) Akuntabel. Akuntabel artinya penerimaan peserta didik baru dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat baik prosedur maupun
hasilnya.
4) Tidak diskriminatif. Tidak diskriminatif artinya penerimaan peserta
didik baru tidak membedakan suku, agama, dan golongan kecuali
sekolah dengan karakteristik yang tersendiri misalnya MI, MTs dan
MA yang siswanya harus beragama Islam.
5) Kompetitif. Kompetitif artinya penerimaan peserta didik baru
dilakukan melalui seleksi berdasarkan kompetensi yang disyaratkan
oleh satuan pendidikan tertentu. (Rifa’i, 2018)
2.2 Jenis-Jenis Pengelompokan Peserta Didik

Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran yang melibatkan


banyak peserta baik siswa, guru, maupun tenaga kependidikan.
Pengelompokan peserta didik merupakan salah satu aspek penting dalam
manajemen pendidikan, yang bertujuan untuk menciptakan ruang belajar
yang lebih efektif dan produktif.
Berikut beberapa jenis pengelompokan peserta didik yang umum digunakan
dalam dunia pendidikan:
1) Pengelompokan Berdasarkan Prestasi: Pengelompokan ini mengacu pada
kemampuan dan hasil belajar peserta didik. Peserta didik yang memiliki
kinerja atau nilai lebih tinggi bisa dikelompokkan ke dalam kelompok
yang lebih tinggi, sementara peserta didik yang memiliki kinerja atau
nilai yang rendah dapat dikelompokkan ke dalam kelompok yang lebih
rendah.
2) Pengelompokan Berdasarkan Usia: Pengelompokan ini mengacu pada
usia peserta didik. Peserta didik yang berusia lebih tinggi dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok yang lebih tinggi, sementara peserta
didik yang berusia lebih rendah dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok yang lebih rendah.
3) Pengelompokan Berdasarkan Minat dan Bakat: Pengelompokan ini
mengacu pada minat dan bakat peserta didik. Peserta didik yang memiliki
minat dan bakat yang lebih tinggi dapat dikelompokkan ke dalam

9
kelompok yang lebih tinggi, sementara peserta didik yang memiliki
minat dan bakat yang lebih rendah dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok yang lebih rendah.
4) Pengelompokan Berdasarkan Sekolah: Pengelompokan ini mengacu pada
sekolah peserta didik. Peserta didik yang berasal dari sekolah yang lebih
baik dapat dikelompokkan ke dalam kelompok yang lebih tinggi,
sementara peserta didik yang berasal dari sekolah yang lebih rendah
dapat dikelompokkan ke dalam kelompok yang lebih rendah.
5) Pengelompokan Berdasarkan Prestasi Di Jenjang Sekolah:
Pengelompokan ini mengacu pada prestasi peserta didik di setiap tingkat
pendidikan (sekolah dasar, sederajat, dan sekondaris). Peserta didik yang
memiliki prestasi yang lebih baik di setiap tingkat pendidikan dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok yang lebih tinggi, sementara peserta
didik yang memiliki prestasi yang rendah di setiap tingkat pendidikan
dapat dikelompokkan ke dalam kelompok yang lebih rendah.
Pengelompokan siswa mempunyai beberapa manfaat, seperti
menciptakan bidang studi yang lebih efisien dan produktif, menyederhanakan
administrasi pendidikan, dan membantu guru mencapai tujuan
pembelajarannya. Namun pengelompokan siswa juga mempunyai beberapa
kelemahan seperti resiko pengelompokan tidak efektif jika tidak dilakukan
dengan benar dan resiko pengelompokan tidak memperhatikan perbedaan
individu siswa. (Ibrahim et al., 2023)
Menurut Hindyat Sutopo dalam Suruni dasar-dasar pengelompokan
peserta didik yaitu berdasarkan atas kemampuan peserta didik diantaranya:
1. Friendship grouping yaitu pengelompokan peserta didik berdasarkan
pada kesukaan di dalam memilih teman peserta didik. Masing-masing
peserta
didik diberi kesempatan untuk memilih anggota kelompoknya sendiri
serta
menetapkan orang-orang yang dijadikan sebagai pemimpin
kelompoknya.

10
2. Achievement Grouping, pengelompokan peserta didik berdasarkan
prestasi yang dicapai.
3. Aptitude Grouping, yaitu pengelompokan peserta didik didasarkan atas
kemampuan dan bakat sesuai yang dimiliki peserta didik.
4. Attention or Interest Grouping, yaitu pengelompokan peserta didik
didasarkan atas perhatian atau minat yang didasari kesenangan.
Pengelompokan demikian sekaligus juga meminatinya. Tidak semua
peserta didik yang mampu sesuatu sekaligus juga meminatinya.
5. Intelligence Grouping, pengelompokan peserta didik didasarkan atas
hasil tes intelegensi yang diberikan peserta didik itu sendiri.
(Al-Ghifary, 2019)

Jenis-jenis pengelompokan dalam pembelajaran peserta didik dapat


diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok. Pengklasifikasian yang dimaksud
tersebut dikemukakan oleh Eka, sebagai berikut:
1. Kelompok Normal

Mengembangkan pemahaman tentang prinsip dan praktik aplikasi,


mengembangkan kemampuan praktik akademik yang berhubungan
dengan pekerjaan.
2. Kelompok Sedang

Mengembangkan kemahiran berkomunikasi, kemahiran menggali potensi


diri, dan aplikasi praktikal, mengembangkan kemahiran akademik dan
kemahiran praktikal sehubungan dengan perkembangan dunia kerja
maupun
melanjutkan program pendidikan profesional.
3. Kelompok Tinggi

Mengembangkan pemahaman tentang prinsip, teori dan aplikasi.


Mengembangkan pengetahuan akademik untuk memasuki pendidikan
tinggi.
Pengelompokan peserta didik ini perlu dijadikan bahan pertimbangan dan
diperhatikan dalam menyusun kurikulum dan pengembangan
pembelajaran.

11
Menurut Regan (dalam Prihatin, 2011:72-74) terdapat tujuh jenis
pengelompokan peserta didik, yaitu SD tanpa tingkat (the noun grade
elementary school) adalah pengelompokan peserta didik pada sekolah dasar
tanpa ada jenjang kelas :
1. pengelompokan kelas rangkap (multi grade and multi age grouping)
adalah sekolah dasar dengan sistem tingkat;
2. pengelompokan kemajuan rangkap (the dual progress plan) adalah
pengelompokan untuk mengatasi perbedaan kemampuan pada peserta
didik;
3. penempatan sekolompok peserta didik pada seorang guru (self combined
classroom) adalah pengelompokan seperti halnya pada guru kelas;
4. pembelajaran beregu (team teaching) adalah pengelompokan peserta
didik yang yang diberikan pembelajaran oleh guru dalam bentuk tim;
5. departementalisasi adalah pengelompokan peserta didik dengan guru
hanya mengkhususkan dirinya pada satu bidang pelajaran;
pengelompokan berdasarkan kemampuan (ability grouping) adalah
sistem pengelompokan peserta didik dengan menyesuaikan kemampuan
peserta didik. (Ghulaman Zakia, 2017)
Menurut Prihatin terdapat tujuh jenis pengelompokan peserta didik,
diantaranya adalah: the non grade elementary school, muli grade and multi
age grouping, the dual progress plan, selfcontained classroom, team teaching,
departementalisasi dan ability grouping.
1. The non grade elementary school, yaitu sistem pengelompokan sekolah
dasar tanpa tingkat. Sistem pengelompokan ini memberikan kesempatan
seluas- luasnya kepada peserta didik untuk mengambil mata pelajaran
berdasarkan kemampuan masing- masing individu peserta didiknya.
2. Multigrade and Multi-Age Grouping, yaitu pengelompokan yang multi
tingkat dan multi usia. Pengelompokan demikian dapat terjadi pada
sekolah-sekolah yang menggunakan sistem tingkat. Pada pengelompokan
demikian, peserta didik berbeda usianya, dikelompokkan dalam
tempat yang sama.

12
3. The Dual Progress Plan Grouping, yaitu sistem pengelompokan
kemajuan rangkap. Sistem pengelompokan demikian dimaksudkan untuk
mengatasi perbedaan-perbedaan kemampuan individual di setiap umur
dan setiap tingkat. Masing-masing peserta didik diberi kesempatan untuk
mengerjakan tugas-tugas guru sesuai dengan kemampuan mereka
masing-masing. Dengan demikian, layanan yang diberikan oleh guru
lebih banyak diaksuentasikan (ditekankan) kepada bakat khusus yang
dimiliki oleh peserta didik
4. Self-contained Classroom, yaitu penempatan sekelompok peserta didik
pada seorang guru. Sementara itu, sekelompok peserta didik yang lainnya
ditempatkan pada guru lainnya.
5. Team teaching, yaitu suatu pengelompokan yang di dalamnya ada
sekelompok peserta didik dibelajarkan oleh guru secara tim. Dalam
pembelajaran ini, guru lebih membatasi diri pada kapasitas keahliannya,
dan sama sekali tidak mengajarkan apa yang ada di luar keahliannya. Hal
demikian dapat terjadi, karena tidak jarang satu mata pelajaran atau
bidang studi, membutuhkan keahliannya yang bermacam-macam. Dalam
suatu tim, guru merancang pembelajaran secara bersama- sama dengan
anggota timnya, dan mengadakan pembagian yang jelas antara apa yang
harus ia kerjakan sendiri, apa yang harus dikerjakan oleh anggota tim
yang lain, dan apa yang harus dikerjakan secara bersama-sama secara
tim.
6. Departementalisası. yaitu suatu sistem pengelompokan peserta didik,
yang di dalamnya guru hanya mengkhususkan diri pada mata pelajaran
tertentu. Oleh karena guru hanya mengkhususkan diri pada mata
pelajaran tertentu, maka yang mereka ajarkan hanyalah mata pelajaran
tertentu juga.
7. Ability grouping, yaitu pengelompokan berdasarkan kemampuan peserta
didik. Peserta didik yang mempunyai tingkat kemampuan yang sama
ditempatkan pada kelompok yang sama. Peserta didik yang sama-sama
tinggi kemampuannya ditempatkan pada kelompok yang kemampuannya

13
tinggi, sementara peserta didik yang kemampuannya rendah ditempatkan
dalam kelompok peserta didik yang berkemampuan rendah.
Selanjutnya, Ali Imron membedakan pengelom- pokan peserta
didik pada dua jenis, diantaranya adalah: 1) Pengelompokkan atas fungsi
integrasi. Pengelompokkan peserta didik atas fungsi integrasi adalah
pengelompokkan yang didasarkan atas kesamaan- kesamaan yang ada pada
peserta didik, misalnya didasarkan atas umur, jenis kelamin, dan sebagainya.
Pengelompokkan jenis ini akan melahirkan pembelajaran yang bersifat
klasikal; 2) Pengelompokkan atas fungsi perbedaan. Pengelompokkan atas
fungsi perbedaan adałah yang diaksentuasikan pada perbedaan individual
peserta didik, misalnya minat, bakat, kemampuan. Pengelompokkan jenis ini
akan melahirkan pembelajaran yang bersifat inividual. (Imron, 2023)
Dengan demikian, pengelompokan peserta didik adalah suatu cara
sekolah untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada peserta didik.
Adapun jenis pengelompokan peserta didik pada suatu sekolah sangat
beragam sesuai dengan kondisi dan situasi sekolah tersebut. (Imron, 2023)

2.3 Membedakan Pengelompokan Dan Penjurusan Peserta Didik


A. Pengelompokan Peserta Didik
a. Pengertian Pengelompokan Peserta Didik

Pengelompokan atau lazim dikenal dengan grouping didasarkan atas


pandangan bahwa di samping peserta didik tersebut mempunyai
kesamaan, juga mempunyai perbedaan. Kesamaan-kesamaan yang ada
pada peserta didik melahirkan pemikiran penempatan pada kelompok yang
sama, sementara perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik
melahirkan pemikiran pengelompokan mereka pada kelompok yang
berbeda. Pengelompokan juga didasarkan atas pandangan bahwa siswa
terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Karena pertumbuhan
dan perkembangan itu berbeda secara individual, artinya siswa bertumbuh
dan berkembang menurut kecepatannya sendiri, maka individu itu menjadi
unik. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik satu dengan yang lain
berbeda. Agar perkembangan peserta didik yang cepat tidak mengganggu

14
peserta didik yang lambat dan sebaliknya (peserta didik yang lambat tidak
mengganggu yang cepat), maka dilakukanlah pengelompokan peserta
didik. Tidak jarang dalam pengajaran yang menggunakan sistem klasikal,
peserta didik yang lambat, tidak akan dapat mengejar peserta didik yang
cepat.
b. Tujuan Pengelompokan Peserta Didik
Pengelompokan bukan dimaksudkan untuk mengotak-kotakkan peserta
didik, melainkan justru bermaksud membantu mereka agar dapat
berkembang seoptimal mungkin. Adanya pengelompokkan siswa menurut
Duke & Canady (1991) bertujuan untuk “menjamin” siswa mendapatkan
akses sesuai dengan kebutuhan, bakat, & kemampuan siswa
c. Pengelompokan berdasarkan sifat populasi (heterogen & homogen
unsur homogen siswa
1. Prestasi
2. Proses ujian
3. Perbedaan perlakuan
Sekolah (dalam hal ini guru) melakukan analisa kebutuhan siswa yang
berbeda2 tersebut dalam setiap populasi.
 Isu Persamaan (pengelompokkan homogen):
1. Pengelompokkan homogen banyak protes
2. Guru memerhatikan kelompok “tinggi” daripada “bawah”
3. Guru lebih “memuji” kelompok tinggi daripada kelompok bawah
 Kelompok heterogen akan lebih efektif belajar, jika dikelola dengan
baik & bijak. Faktor psikologis dari adanya masalah pengelompokkan:
1. Kelompok bawah telah terkonsep sebagai siswa yang “bodoh”
2. Pola pikir siswa tinggi lebih dari siswa bawah
3. Siswa lebih suka dikelompokkan dengan siswa lain yang
berkemampuan sama.
Pengelompokkan dapat berubah, seiring dengan kedinamisan situasi
belajar, dan pertumbuhan dan perkembangan siswa.
Dampak pengelompokkan terhadap prestasi belajar siswa:

15
1. Jika pengelompokkan tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan
prestasi siswa pada kelompok bawah (faktor yang sudah terkonsep,
minder, diejek teman, & merespons negatif)
2. Pengelompokkan homogen menunjukkan hasil positif bagi siswa yang
berbakat
3. Pengelompokkan bergantung pada persepsi & sikap guru
Pengelompokkan “tidak dapat dipaksakan”, dimaksudkan untuk
menjamin siswa tiap individu.
Semua kelompok harus diperhatikan. Sehingga perlu penyadaran kepada
siswa (peserta didik) dalam semua kelompok:
 Kelompok tinggi: bukan karena untuk meningkatkan gengsi tetapi
memfasilitasi siswa untuk maju, tidak terhambat oleh siswa yang
kurang mampu.
 Kelompok rendah: bakatnya diasah & dikembangkan agar lebih baik &
berguna bagi siswa.
d. Dasar Pengelompokan Peserta Didik
Ada berbagai pengelompokan siswa, antara lain:
1. Pengelompokan dalam kelas-kelas
2. Pengelompokan berdasarkan bidang studi
3. Pengelompokan berdasarkan spesialisasi
4. Pengelompokan dalam sistem kredit
5. Pengelompokan berdasarkan kemampuan
6. Pengelompokan berdasarkan minat

Yeager (1949) menyatakan dalam mengelompokkan peserta didik dapat


didasarkan kepada:
1. Fungsi Integrasi, yaitu pengelompokan yang didasarkan atas kesamaan.
kesamaan yang ada pada peserta didik. Pengelompokan ini didasarkan
menurut jenis kelamin, umur dan sebagainya. Pengelompokan
berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran yang bersifat
klasikal.
2. Fungsi perbedaan, yaitu pengelompokan peserta didik didasarkan
kepada perbedaan-perbedaan yang ada dalam individu peserta didik,

16
seperti minat, bakat, kemampuan dan sebagainya. Pengelompokan
berdasarkan fungsi ini menghasilkan pembelajaran individual
Soetopo (1982) mengemukakan lima dasar pengelompokan peserta didik,
yaitu:
1. Friendship grouping adalah pengelompokan peserta didik yang
didasarkan atas kesukaan memilih teman. Masing-masing peserta didik
diberi kesempatan untuk memilih anggota kelompoknya sendiri serta
menetapkan orang-orang yang dijadikan sebagai pemimpin
kelompoknya.
2. Achievement grouping adalah suatu pengelompokan yang didasarkan
atas prestasi peserta didik.
3. Aptitude grouping adalah suatu pengelompokan peserta didik yang
didasarkan atas kemampuan dan bakat mereka.
4. Attention or interest grouping adalah pengelompokan peserta didik
yang didasarkan atas perhatian mereka atau minat mereka.
Pengelompokan demikian dilakukan, oleh karena tidak semua peserta
didik yang berbakat mengenai sesuatu dan sekaligus juga meminatinya.
Tidak semua peserta didik yang mampu sesuatu sekaligus juga
meminatinya.
5. Intelegence grouping adalah pengelompokan yang didasarkan atas hasil
tes kecerdasan atau intelegensi.
e. Jenis Pengelompokan Peserta Didik
1. Mitchun dalam Imron (2012) mengemukakan dua jenis pengelompokan
peserta didik, yaitu: ability grouping adalah pengelompokan
berdasarkan kemampuan di dalam setting sekolah. pengelompokan di
mana peserta didik yang pandai dikumpulkan dengan yang pandai, yang
kurang pandai dikumpulkan dengan yang kurang pandai.
2. sub-grouping with in the class adalah pengelompokan dalam setting
kelas. pengelompkan di mana peserta didik pada masing-masing kelas,
dibagi lagi menjadi beberapa kelompok kecil. Pengelompokan ini juga
memberi kesempatan kepada masing-masing individu untuk masuk ke
dalam lebih dari satu kelompok.

17
Ada beberapa macam kelompok kecil di dalam kelas ini, yaitu:
1. interest grouping adalah pengelompokan yang didasarkan atas minat
peserta didik. Peserta didik yang berminat pada pokok bahasan tertentu,
pada kegiatan tertentu, pada topik tertentu atau tema tertentu,
membentuk ke dalam suatu kelompok.
2. Special need grouping, adalah pengelompokan berdasarkan
kebutuhankebutuhan khusus peserta didik. Peserta didik yang
sebenarnya sudah tergabung dalam kelompok-kelompok, dapat
membentuk kelompok baru untuk belajar ketrampilan khusus.
3. team grouping adalah suatu kelompok yang terbentuk karena dua atau
lebih peserta didik ingin bekerja dan belajar bersama untuk
memecahkan masalahmasalah khusus. tutorial
4. grouping adalah suatu pengelompokan di mana peserta didik
bersamasama dengan guru merencanakan kegiatan-kegiatan
kelompoknya. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh kelompok
bersama dengan guru tersebut, telah disepakati terlebih dahulu. Antara
kelompok satu dengan yang lain bisa berbeda kegiatannya, karena
mereka sama-sama mempunyai otonomi untuk menentukan
kelompoknya masing-masing.
5. research grouping adalah sutu pengelompokan di mana dua atau lebih
peserta didik menggarap suatu topik penelitian untuk dilaporkan di
depan kelas. Bagaimana cara penggarapan, penyajian serta sistem kerja
yang dipergunakan bergantung kepada kesepakatan anggota kelompok.
6. full-class grouping adalah suatu pengelompokan di mana peserta didik
secara bersama-sama mempelahari dan mendapatkan pengalaman di
bidang seni. Misalnya saja, kelompok yang berlatih drama, musik, tari
dan sebagainya.
7. combined class grouping adalah suatu pengelompokan di mana dua atau
lebih kelas yang dikumpulkan dalam suatu ruangan untuk bersama-
sama menyaksikan pemutaran film, slide, TV dan media audio visual
lainnya.

18
B. Penjurusan Peserta Didik
a. Pengertian Penjurusan Peserta Didik
Penjurusan adalah penempatan siswa sesuai dengan kapasitas
kemampuan akademik yang didukung oleh faktor minat, karena ciri-ciri
suatu ilmu menuntut karekteristik yang sama dari yang orang
mempelajarinya. Oleh karena itu, siswa yang mempelajari sesuatu yang
sesuai dengan kepribadiannya akan merasa senang saat mempelajarinya.
Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam
bidang ilmu tertentu. Seorang siswa yang berminat pada Matematika
misalnya, akan memusatkan perhatiannya lebih banyak ke bidang
matematika daripada siswa lain. Karena pemusatan perhatian intensif
terhadap materi, siswa akan belajar lebih giat dan mencapai prestasi yang
diingkan.
Penentuan jurusan tentunya akan berdampak pada jenjang
akademik berikutnya dan bidang ilmu atau studi bagi siswa yang akan
melanjutkan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, penentuan jurusan yang
tidak tepat akan sangat merugikan masa depan siswa dan mereka yang
akan melanjutkan pendidikan mereka. (Daniel, 2022)
b. Tujuan Penjurusan Peserta Didik
Penjurusan diadakan atas dasar bahwa para siswa adalah
individu-individu yang mandiri dengan keanekaragamannya (perbedaan
individual). Para siswa dijuruskan untuk:
1. Mengelompokkan para siswa yang mempunyai kecakapan,
kemampuan, bakat, dan minat yang relatif sama.
2. Membantu mempersiapkan para siswa dalam melanjutkan studi dan
memilih dunia kerjanya.
3. Membantu meramalkan keberhasilan untuk mencapai prestasi yang baik
dalam kelanjutan studi dan dunia kerjanya.
4. Membantu memperkokoh keberhasilan dan kecocokan atas prestasi
yang akan dicapai diwaktu mendatang (kelanjutan studi dan dunia
kerja).
Tujuan penjurusan antara lain juga untuk mengelompokkan

19
siswa sesuai kecakapan, kemampuan, bakat, dan minat yang relative sama.
Membantu mempersiapkan siswa melanjutkan studi dan memilih dunia
kerja. Membantu memperkokoh keberhasilan dan kecocokan atas prestasi
yang akan dicapai di waktu mendatang (kelanjutan studi dan dunia
kerja;Ninik Widyanti). (Reza1 et al., 2017)
c. Dasar Penjurusan Peserta Didik
Penjurusan pada jenjang SMA, MA atau SMK merupakan suatu
hal yang wajib dan tidak terelakkan dari dunia Pendidikan, penjurusan
dilakukan untuk mengarahkan siswa agar dapat menekuni karir yang
diinginkan dan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinnya. Dalam
penjurusan ada beberapa hal yang dipertimbangkan sekolah untuk
menempatkan siswa pada jurusan yang sesuai. Peraturan penjurusan sudah
diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang guru.
Diluar peraturan tersebut, sekolah mempunyai peraturan khusus yang
digunakan sebagai pedoman penjurusan seperti penetapan nilai ketuntasan
minimal. (Akhmad Sudrajat, PP No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru)
Penempatan siswa pada dasarnya didasarkan pada tuntutan layanan
kesamaan dan perbedaan anak, sehingga melahirkan pemikiran pentingnya
manajemen peserta didik.
Setiap tahun, lembaga pendidikan meningkatkan kualitas
pendidikan, terutama SMK, sehingga lulusannya memiliki kemampuan
dan keahlian yang lebih tinggi dibandingkan sekolah sederajat. Ini
dilakukan untuk meningkatkan kualitas lulusan yang siap untuk bekerja.
Antusias siswa lulusan SMP maupun MTs untuk masuk SMK cukup besar,
tetapi kebanyakan mereka kurang matang untuk memilih jurusan yang ada
sesuai kemampuannya, akibatnya cukup banyak siswa baru yang gagal
ditengah jalan ketika mereka sudah diterima di SMK. Tidak sedikit juga
kasus siswa yang merasa dirinya tidak cocok dengan jurusan yang
dipilihnya ketika pembelajaran sudah berlangsung di kelas. Beragamnya
jurusan yang ditawarkan SMK menjadikan minat dan motivasi dari
masing-masing siswa dalam memilih jurusan semakin bervariasi.
Fenomena saat ini menunjukkan bahwa Sebagian besar sekolah

20
menengah dan sederajat melaksanakan penjurusan siswa secara tidak
sistematis dan sesuai dengan keinginan, bakat dan minat siswa,
problematika saat ini bahwa sekolah yang menentukan siswa untuk
ditempatkan di jurusan tertentu sehingga hal ini dinilai sebagai Pendidikan
yang kurang berorientasi pada kebutuhan siswa. (Daniel, 2022)
d. Metode Penjurusan Peserta Didik
Sistem penjurusan peserta didik di sekolah menengah atas
(SMA) menggunakan berbagai metode dan teknik untuk membantu siswa
dalam memilih jurusan yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan
kebutuhan mereka. Beberapa metode yang digunakan dalam sistem
penjurusan peserta didik di SMA antara lain:
1. Metode SAW (Simple Additive Weighting): Metode SAW adalah
metode pemilihan yang mencari rata-rata dari nilai setiap kriteria yang
diperlukan. Metode ini digunakan untuk memilih calon siswa sekolah
menengah kejuruan.
2. Algoritma C4.5: Algoritma C4.5 adalah algoritma klasifikasi yang
digunakan untuk membantu pihak sekolah mengetahui pola penjurusan
siswa berdasarkan nilai rapor, tes kesehatan, dan olahraga. Nantinya
pola tersebut memudahkan pihak sekolah dalam membuat keputusan
penjurusan.
3. Klasifikasi: Klasifikasi adalah teknik data mining yang digunakan
untuk memprediksi kelas atau properti dari setiap instance data.
Gambar 2.1 Tahapan Klasifikasi Data Mining menunjukkan tahapan
dari klasifikasi dalam data mining, yang meliputi pembangunan model,
penerapan model, dan perbaikan model.
4. Penggunaan Nilai Prestasi dan Minat: Sistem penjurusan SMA
menggunakan nilai prestasi akademik siswa, yang harus dibuktikan
dengan hasil prestasi akademik yang sesuai dengan kriteria nilai yang
ditetapkan oleh satuan pendidikan. Jika terjadi perbedaan antara
potensi/minat dengan nilai akademik, guru harus mengkaji dan
melakukan perbaikan dalam memberikan layanan belajar kepada yang
bersangkutan.

21
5. Penggunaan Test Psikologi: Sistem penjurusan SMA menggunakan
test psikologi untuk mengumpulkan data mengenai minat siswa
terhadap jurusan. Nilai minat diperoleh dari test psikologi yang
diselenggarakan oleh sekolah.
Dalam proses penjurusan, guru atau wali kelas memberikan nilai
raport atau nilai akhir dari semua mata pelajaran, kemudian diserahkan
kepada guru BK untuk dianalisa dan dilakukan perangkingan serta
berdasarkan minat siswa terhadap jurusan. (Daniel, 2022)

e. Faktor-Faktor Penjurusan Peserta Didik


Dalam penjurusan di SMA, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan.
1. Prestasi belajar.
Kemampuan siswa dapat berwujud kecakapan nyata dan kecakapan
potensial, kecakapan nyata dilihat antara lain dari prestasi belajar yang
berbentuk skor atau nilai (hasil ulangan yang tertera dalam buku
laporan pendidikan). sedangkan kecakapan potensial adalah suatu
kecakapan yang masih terpendam. Potensi ini dapat dipahami guru
atau orangtua melalui nontes seperti pengamatan, wawancara, dan
melihat prestasinya.
2. Minat siswa
Minat seseorang ditandai dengan rasa senang atau tidak senang, suka
atau tidak suka terhadap suatu pekerjaan, benda, situasi, dan
sebagainya. Minat muncul karena adanya informasi atau pengetahuan
tentang suatu pekerjaan, benda atau situasi. Dalam hal ini, guru dan
orangtua sebaiknya memberikan informasi dan pengetahuan yang
benar dan tepat, sehingga siswa dapat memperoleh gambaran apa yang
akan dipilih.
3. Harapan orang tua
Beberapa orangtua ada yang memaksa anaknya masuk ke jurusan
tertentu, tetapi kemampuan anaknya tidak mendukung. Untuk itu,
pihak sekolah (guru) perlu mendengarkan atau memperhatikan

22
keinginan dan harapan orangtua terhadap anaknya. Guru sebaiknya
pula memberikan penjelasan keadaan siswa berkaitan dengan
keinginan dan harapan orangtuanya.
4. Hasil psikotes
Tes psikologi ini dapat melengkapi hasil tes prestasi belajar, yaitu
mengukur kawasan-kawasan perilaku yang belum terungkap oleh tes
prestasi belajar. Hasil pengukuran psikologis ini relatif lengkap, tidak
hanya mengenai bakat dan minat yang diperkirakan relevan dengan
jurusan.
5. Daya tampung
Penjurusan disesuaikan dengan daya tampung sekolah. Artinya
beberapa kelas menampung atau menerima program Bahasa, IPA dan
IPS, tergantung kebijakan atau ketentuan yang ada pada sekolah.
Jumlah tenaga pendidik yang ada di sekolah juga perlu diperhatikan.
f. Persyaratan dalam Penjurusan Peserta Didik
Penjurusan akan terlaksana dengan baik, apabila persyaratan-
persyaratan untuk hal itu terpenuhi. Untuk memenuhi persyaratan yang
lengkap tergantung pada:
a. Kondisi sekolah yang bersangkutan: fasilitas dan personalia
didalamnya (kepala sekolah, guru bidang studi, guru BP/Penyuluh).
b. Kemauan/keinginan dari setiap personalia dalam melengkapi data yang
diperlukan untuk penjurusan.
c. Kemampuan dan pengetahuan dari staf pelaksana tersebut mengenai
data yang diperlukan.
d. Pengertian dari pihak orangtua siswa; atas objektivitas dalam menilai
kemampuan putra-putrinya.

Persyaratan dalam penjurusan selain diatas, terdapat data yang


harus dipertimbangkan dalam hal penjurusan, yaitu; prestasi belajar,
pengukuran tes psikologis dan hasil bimbingan karir. (Reza1 et al., 2017)
Jadi kesimpulannya adalah :
Pengelompokan peserta didik bertujuan untuk membantu
mereka berkembang optimal, dengan memperhatikan kesamaan dan

23
perbedaan individual. Ada beberapa dasar pengelompokan, seperti
berdasarkan prestasi, minat, kemampuan, dan kebutuhan khusus. Metode
pengelompokan dapat beragam, seperti grouping berdasarkan kemampuan,
minat, atau kebutuhan khusus.
Penjurusan bertujuan untuk menempatkan siswa sesuai dengan
kemampuan akademik, minat, dan kebutuhan mereka, dengan tujuan
membantu mereka memilih jalur studi atau karier yang sesuai. Faktor-
faktor seperti prestasi belajar, minat siswa, harapan orang tua, hasil
psikotes, dan daya tampung sekolah dipertimbangkan dalam penjurusan.
Persyaratan penjurusan mencakup kondisi sekolah, partisipasi orang tua,
kemampuan dan pengetahuan staf, serta data seperti prestasi belajar dan
hasil tes psikologis.
2.4 Problematika dan solusi dalam Pengelompokan peserta didik
Problematika pengelompokan peserta didik adalah suatu kondisi
yang mungkin terjadi Ketika peserta didik dikelompokkan secara tidak efektif
atau tidak sesuai dengan karakteristik mereka. Pengelompokan yang tidak
tepat mungkin menyebabkan kesulitan dalam proses belajar, karena peserta
didik tidak mendapat pelayanan yang sesuai dengan kondisi mereka. Hal ini
dapat menyebabkan kesulitan dalam mencapai tujuan pengelompokan, yang
adalah untuk memudahkan peserta didik dalam proses belajar dan mendukung
keberhasilan belajar mereka. Berikut ini beberapa problematika
pengelompokan peserta didik :
1. Siswa dengan kemampuan rendah kehilangan teman yang lebih mampu
dalam pelajaran unruk memberi semangat dan membantu proses belajar
2. Stigma yang melekat pada siswa yang berada pada kelompok (kelas)
dengan kemampuan rendah menyebabkan demotivasi
3. Guru tidak dapat atau tidak memiliki waktu untuk melakukan diferensasi
pembelajaran untuk siswa yang berbeda kemampuan
4. Perbedaan kemampuan akademik peserta didik kelompok A dan B
berdampak pada perbedaan capaian materi yang diperoleh masing-masing
kelompok saat menjelang ujian. Peserta didik kelompok B harus mengejar
ketertinggalan materi tersebut di waktu yang terbatas.

24
5. Menyediakan program khusus atau kelas tambahan untuk perserta didik
yang memiliki kebutuhan belajar atau minat yang spesifik,sehingga
mereka bisa perkembang secara optimal.
6. Melibatkan orang tua dalam proses pendidikan dan mengumpulkan
masukan dari mereka mengenai kebutuhan individu anak mereka, sehingga
dapat memberikan dukungan yang konsisten antara rumah dan sekolah.
7. Memperkenalkan pendekatan pendidikan holistik yang tidak hanya fokus
pada aspek akademik, tetapi juga memperhatikan aspek sosial, emosional,
dan psikologis peserta didik.
8. Melakukan pemantauan dan evaluasi terus-menerus terhadap efektivitas
strategi pendidikan yang diterapkan, serta mengidentifikasi area di mana
perbaikan dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik
secara keseluruhan.
Problematika pengelompokan peserta didik pendidikan dapat
diupayakan beberapa solusi yang diharapkan mampu menyelesaikan kesulitan
yang dihadapi. Untuk mengatasi berbagai problem pengelompokan peserta
didik sebagaimana diuraikan di atas, berbagai solusi sebagai berikut:
1. mendorong pembentukan kelompok belajar atau mentoring di mana siswa
yang lebih mampu dapat membantu siswa yang kemampuannya lebih
rendah. Selain itu, pendekatan diferensiasi dalam pembelajaran dapat
digunakan untuk menyediakan dukungan tambahan kepada siswa dengan
kemampuan rendah, sementara tetap menantang siswa yang lebih mampu.
Mengadakan sesi konseling atau pembinaan juga dapat membantu siswa
dalam mengatasi perasaan kehilangan teman dan meningkatkan semangat
belajar mereka.
2. Untuk mengatasi stigma yang melekat pada siswa yang berada dalam
kelompok (kelas) dengan kemampuan rendah, penting untuk
mempromosikan budaya inklusif di sekolah yang menghargai
keberagaman kemampuan dan memperkuat rasa percaya diri setiap siswa.
Solusi lainnya termasuk: penguatan keterlibatan siswa, pendidikan tetang
keberagaraman, peningkatan dukungan sosial dan pelatihan staf sekolah.
Dengan mengimplementasikan strategi-strategi ini, sekolah dapat

25
membantu mengurangi stigma yang melekat pada siswa dengan
kemampuan rendah dan mendorong motivasi serta pencapaian akademik
mereka.
3. Jika guru tidak memiliki waktu atau keterampilan untuk melakukan
diferensiasi pembelajaran, ada beberapa solusi yang bisa
diimplementasikan: Kolaborasi antar Guru, Penggunaan Materi Sumber
Terbuka dan Penggunaan Sumber Daya Luar. Dengan
mengimplementasikan solusi-solusi ini, guru dapat tetap mendukung
keberagaman kemampuan siswa dalam kelas tanpa harus mengorbankan
waktu atau keterampilan mereka.
4. untuk mengatasi perbedaan kemampuan akademik antara kelompok A dan
B yang memengaruhi capaian materi yang diperoleh masing-masing
kelompok menjelang ujian adalah sebagai berikut: Mengatur ulang jadwal
pembelajaran, Pembelajaran Kolaboratif, dan Guru dapat memberikan
waktu tambahan untuk membimbing siswa. Dengan menerapkan solusi-
solusi ini, diharapkan siswa dalam kelompok B dapat mengejar
ketertinggalan materi dengan lebih efektif dan meraih capaian yang lebih
baik saat menjelang ujian.
5. Menyediakan program khusus atau kelas tambahan adalah langkah yang
sangat baik untuk mendukung peserta didik dengan kebutuhan belajar atau
minat yang spesifik. diharapkan peserta didik dapat memperoleh dukungan
yang sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka, sehingga mereka bisa
berkembang secara optimal dalam proses pembelajaran.
6. Melibatkan orang tua dalam proses pendidikan sangat penting untuk
memberikan dukungan yang konsisten antara rumah dan sekolah.
Contohnya Menjadwalkan pertemuan individual antara guru dan orang tua
untuk mendiskusikan kebutuhan dan minat individu anak, serta
merencanakan strategi pembelajaran yang disesuaikan, Menyediakan
sarana komunikasi yang mudah diakses seperti email, aplikasi pesan, atau
platform online yang memungkinkan orang tua untuk berkomunikasi
dengan guru secara langsung dan mendapatkan informasi tentang kegiatan
pembelajaran di sekolah. Dengan melibatkan orang tua secara aktif dalam

26
proses pendidikan dan mengumpulkan masukan dari mereka mengenai
kebutuhan individu anak, dapat tercipta kolaborasi yang kuat antara rumah
dan sekolah, yang mendukung perkembangan dan kesuksesan siswa.
7. Memperkenalkan pendekatan pendidikan holistik adalah langkah penting
untuk mendukung perkembangan menyeluruh peserta didik. Berikut
beberapa solusi untuk menerapkan pendekatan pendidikan holistik:
Kurikulum yang Beragam, Program Pembelajaran Berbasis Proyek, dan
Pengembangan Keterampilan Kritis serta Kreatif. Dengan menerapkan
pendekatan pendidikan holistik ini, sekolah dapat menciptakan lingkungan
belajar yang mendukung perkembangan menyeluruh peserta didik,
mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan kehidupan dengan
lebih baik, dan menjadi individu yang lebih seimbang dan berkontribusi
positif dalam masyarakat.
8. Melakukan pemantauan dan evaluasi terus-menerus terhadap efektivitas
strategi pendidikan merupakan langkah kunci dalam meningkatkan hasil
belajar peserta didik secara keseluruhan. solusi yang dapat diterapkan:
Mengumpulkan dan menganalisis data pembelajaran, seperti hasil tes,
nilai, dan umpan balik siswa, untuk mengevaluasi efektivitas strategi
pembelajaran yang diterapkan dan mengidentifikasi area di mana
perbaikan diperlukan, Melakukan pelatihan dan pengembangan
profesional secara berkala untuk guru dan staf sekolah dalam
mengimplementasikan strategi pembelajaran yang inovatif dan efektif,
serta mengembangkan keterampilan evaluasi yang kuat, serta Melakukan
pertemuan evaluasi rutin antara tim pengajaran dan manajemen sekolah
untuk meninjau data pembelajaran, mendiskusikan tren dan pola yang
teridentifikasi, dan merencanakan langkah-langkah perbaikan berdasarkan
temuan evaluasi. Dengan melakukan pemantauan dan evaluasi terus-
menerus serta komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan, sekolah dapat
meningkatkan efektivitas strategi pendidikan yang diterapkan dan
memberikan pengalaman belajar yang lebih baik bagi peserta didik
mereka.

27
2.5

28
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Urgensi pengelompokan belajar siswa sangat penting karena
membantu siswa dalam melakukan proses pembelajaran secara maksimal
berdasarkan kemampuan mereka. Ali Imron menyatakan bahwa
pengelompokan didasarkan pada kesamaan dan perbedaan siswa, serta
pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda. Tujuannya adalah agar
siswa dengan perkembangan yang cepat tidak mengganggu yang lambat, dan
sebaliknya.Manfaat dari pengelompokan siswa antara lain menciptakan ruang
belajar yang lebih efektif dan produktif, menyederhanakan administrasi
pendidikan, dan memudahkan guru mencapai tujuan pembelajarannya.
Pengelompokan tidak dimaksudkan untuk mengotak-kotakkan siswa,
melainkan membantu mereka berkembang secara optimal.
Penjurusan siswa bertujuan untuk menempatkan mereka sesuai
dengan kapasitas akademik, minat, dan kebutuhan masing-masing. Faktor
seperti prestasi belajar, minat siswa, harapan orang tua, hasil psikotes, dan
daya tampung sekolah dipertimbangkan dalam proses
penjurusan. Problematika muncul jika pengelompokan siswa tidak efektif
atau tidak sesuai dengan karakteristik mereka, sehingga siswa mengalami
kesulitan dalam proses belajar karena pelayanan yang tidak sesuai.

3.2 Saran
Setelah mempelajari tentang Karakteristik dan pengelompokan
peserta didik. Kita dapat mengetahui urgensi dan wacana pengelompokan
peserta didik, Jenis-jenis pengelompokan peserta didik, Membedakan
pengelompokan dan penjurusan peserta didik, Problematika dan solusi dalam
pengelompokan peserta didik. Penulis menyadari bahwa dalam menulis
makalah ini masih jauh dari kata sempurna disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan kami dan juga kurangnya refrensi rujukan yang kami dapat, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun

29
demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghifary, A. (2019). Tesis Akhmad Al-Ghifary - 17013173. Digital Library


IAIN Palangkaraya.
Astuti. (2021). manajemen pesdik. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 11.
https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/adara/article/view/2136
Daniel, M. (2022). peng penjurusan. Jurnal TAUJIH Jurnal Pendidikan Islam, 4.
Ghulaman Zakia, M. (2017). pengelompokan dn karakteristik. Manajemen Dan
Supervisi Pendidikan, 1, 201.
https://www.academia.edu/download/104900807/287321278.pdf
Ibrahim, Putri, D., & Putri, O. (2023). Pemandangan Pengaturan Pengelompokan
Peserta Didik Pada Lembaga Pendidikan Formal. Jurnal Motivasi
Pendidikan Dan Bahasa, 1(3), 192.
https://doi.org/https://doi.org/10.59581/jmpb-widyakarya.v1i3.957
Imron, A. (2023). Manajemen peserta didik berbasis sekolah. Bumi Aksara.
Muspawi, M. (2020). Memahami Konsep Dasar Manajemen Peserta Didik. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(3), 744.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i3.1050
Nafiah, N. H., Mulyono, H., & Adi, F. P. Analisis persepsi dan permasalahan
yang dihadapi guru dalam penerapan ability grouping di sekolah dasar.
Didaktika Dwija Indria, 9(6).
Novita, A. (2018). urgensi. Repostory.Ar-Raniry.Ac.Id. https://repository.ar-
raniry.ac.id/id/eprint/5075/
Reza1, A., Syukur2, A., & Soeleman3, M. A. (2017). PENENTUAN JURUSAN
SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS DISESUAIKAN DENGAN
MINAT SISWA MENGGUNAKAN ALGORITMA FUZZY C-MEANS.
In Jurnal Teknologi Informasi (Vol. 13, Issue 1). http://research.
Rifa’i, M. (2018). MANAJEMEN PESERTA DIDIK (Pengelolaan Peserta Didik
Untuk Efektivitas Pembelajaran).
Risdiyanto, R. (2021). Pengelompokan Berdasarkan Kemampuan (Ability
Grouping) dan Dampaknya bagi Peserta Didik. Inovasi

30
Kurikulum, 18(1), 73-81.
W. Mantja, Profesionalisasi Tenaga Kependidikan, Man.ajemen Pendidikan dan
Supervisi Pengajaran, Malang: Elang Mas, 2007

31

Anda mungkin juga menyukai