Anda di halaman 1dari 3

Art Nouveau dan Art Deco

Art Nouveau dan Art Deco merupakan dua aliran seni yang muncul pada akhir abad
ke-19 dan berlanjut hingga paruh pertama abad ke-20.Genre seni tersebut meliputi seni
grafis, seni rupa, furnitur, desain interior, dan arsitektur. Kedua aliran ini sepertinya
bersaudara. Art Deco muncul tak lama setelah tenggelamnya Art Nouveau. Namun keduanya
mempunyai akar dan etos yang berbeda. Namun keduanya merupakan cerminan respon
masyarakat terhadap gejolak pada zamannya, dalam hal ini masyarakat diwakili oleh para
seniman pada zamannya.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, terjadi perubahan yang mengejutkan di
bidang sosial dan ilmu pengetahuan dunia. Ini adalah masa, khususnya di Eropa, menikmati
kekayaan yang diperoleh dari negara-negara jajahan Afrika, Asia, Amerika dan Australia.
Perubahan sosial dan kemajuan teknologi juga mengubah pandangan masyarakat terhadap
seni.

A. Art Nouveau
Gerakan Art Nouveau yang muncul di Inggris sekitar tahun 1861 sering dianggap
sebagai pemberontakan terhadap nilai-nilai zaman Victoria (saat itu Ratu Inggris). Bentuk
seni pada masa itu sebagian besar bergaya Yunani-Romawi klasik yang didominasi oleh
bentuk-bentuk dasar geometris seperti segitiga, segi empat, oval, dan lingkaran. Di sisi lain,
pendiri Art Nouveau seperti desainer William Morris percaya bahwa garis lurus dan sudut
vertikal, seperti pada bentuk geometris primitif, tidak pernah ada di alam semesta ini.
Bahkan di dalam tubuh manusia dan organisme hidup lainnya, Anda tidak dapat
menemukan garis lurus. Alhasil, seniman Art Nouveau menciptakan bentuk seni yang
menghindari atau bahkan menentang bentuk geometris primitif seperti garis lurus dan sudut
siku-siku, sehingga menciptakan karya yang penuh lekukan.
Kemudian karya arsitek Belgia Victor Horta, satu town house di Rue Americaine,
Brussels(1898) yang sekarang dijadikan Museum Horta sejak 1969 .Arsitek Perancis Stephen
Sauvestre yang membantu Gustav Eiffel membangun Menara Eiffel juga memberi sedikit
sentuhan Art Nouveau pada menara tersebut (dibangun tahun 1887-1889).
Art Nouveau dizamannya memang, dilihat dari kacamata sekarangpun , cukup
menggairahkan rasa seni, tetapi bentuk gaya seni ini kurang bisa memenuhi tuntutan zaman
yang segera datang kemudian. Revolusi industri menuntut apapun yang diproduksi harus
bisa dibuat dalam jumlah besar, dengan biaya yang murah dan dengan kecepatan tinggi.
Bentuk bentuk aliran garis lengkung sangat sulit dibuat, mahal, dan lagi memakan waktu.
Aliran Art Nouveau ini menghilang pelan-pelan di sekitar tahun 1910. Namun di tahun 1960
an Art Nouveau seperti dihidupkan kembali. Dimasa munculnya generasi hippies art
nouveau diadopsi dalam ekspresi ekspresi grafis seperti dalam poster dan dalam cover
album rekaman musik mereka karena sangat cocok dengan semangat seni mereka yang
sedikit banyak dipengaruhi oleh halunisasi narkotika.

B. Art Deco
Lahir pada awal Perang Dunia Pertama (1914) dan menuju depresi dunia pada tahun
1930-an, seni dekoratif membuktikan bahwa semangat hidup harus tetap hidup di masa-
masa sulit, khususnya di bidang seni. Gaya Art Deco menyambut era di mana dunia seolah
bergerak semakin cepat, semakin jauh berkat kemajuan teknologi transportasi. Hal ini
tercermin dari penggunaan bentuk yang ramping dan ramping. Seni dekoratif juga dapat
dikatakan bermula dari kesadaran bahwa bentuk-bentuk Art Nouveau yang kompleks perlu
disederhanakan.
Tokoh yang dianggap sebagai pionir gaya Art Deco antara lain desainer kostum Paul
Poiret (1879-1944) dan pengrajin perhiasan dan kaca patri Rene Lalique. Di tempat lain,
koreografer balet Rusia Sergei Diaghilev juga mendesain dekorasi panggungnya dengan gaya
ini. Yang menarik adalah, di puncak kegairahan Art Deco inilah bangunan-bangunan publik
seperti stasiun, hotel dan lain jenis bangunan , sedang dibangun di Indonesia, Hindia
Belanda waktu itu. Maka Art Deco bagaikan wabah atau bagaikan api yang menjalar
mencapai negeri kita melalui arsitek-arsitek dari Negeri Belanda seperti Prof.Ir. Charles
Proper Schoemaker dengan karyanya Hotel Preanger dan Villa Isola di Bandung, dan Albert
Frederik Aalbers yang merancang Hotel Savoy Homan. Jejak Art Deco di Jakarta diantaranya
adalah Stasiun Kota (lihat foto paling atas sebelah kanan) karya arsitek Belanda Johan
Lowrens Ghijsels (1882-1947) .
Art Deco berangsur-angsur hilang setelah tahun 1935 namun seperti dihidupkan
kembali di tahun 1960-an bahkan di tahun 1973 suatu wilayah di Miami Beach, negara
bagian Florida Amerika, ratusan bangunan yang terdiri dari hotel hotel dan bangunan
komersial lainnya yang bergaya Art Deco diselamatkan dan direnovasi. Kawasan tersebut
kemudian dijadikan semacam suaka Art Deco dan menjadi daya tarik pariwisata.
Sementara di tanah air di tahun 90 an kita bisa menyaksikan semangat dan elemen-
elemen Art Deco kembali di adopsi seperti yang terlihat pada Gedung Niaga (Bank Niaga) di
jalan Sudirman Jakarta karya biro Arsitek Amerika Kohn Pedersen Fox dibantu oleh kantor
Arsitek lokal Wiratman.

Anda mungkin juga menyukai